Dariel pria yang dianggap lumpuh tak berguna itu banyak menyimpan rahasia yang orang lain tidak mengetahuinya.“Tuan, data keuntungan kita naik di tahun ini sebanyak tiga puluh persen.” Ucap Viktor saat ini di kamar milik Dariel.Dia sudah memastikan semuanya jika pembicaraan mereka aman.“Apa kau sudah mengirimkan pasokan barang ke wilayah Austria?” Tanya Dariel dengan dingin.“Sudah dalam perjalanan udara tuan, dengan beberapa mobil Box makanan.”“Baguslah, kalian bekerja dengan baik.” Ucap Dariel dengan puas.“Apa anda sedang mengecek sesuatu, tuan? Tidak begitu biasanya anda membuka laptop anda kecuali keadaan mendesak.” Viktor menyampaikan rasa penasarannya.“Hanya melihat tikus kecil yang ingin meretas data ku.” Dariel menyeringai sambil melihat ke arah laptopnya dengan serius.“Apa ini ada hubungannya dengan organisasi itu, tuan?”“Siapa lagi? Di dunia ini hanya mereka yang berani mengganggu kita.”“Apakah anda tak ingin bergerak menghancurkan mereka, tuan? Kita lebih kuat diba
Mata yang sebelumnya terpejam kini terbuka perlahan, mulutnya menguap tanda dia baru saja bangun dari tidurnya.Namun, dia tak melihat ada orang yang ada di sebelahnya.“Dimana Dariel?” Gumam Lucia karena pria itu tak ada di ranjangnya.Dia langsung melihat ke arah jam yang berada di dinding kamar tersebut. Dia sangat terkejut saat jam menunjukkan pukul delapan pagi.“Apakah tidurku begitu nyenyak hingga aku bangun kesiangan?” Ucap Lucia dengan terkejut.Dia pun langsung bangun dari kasur milik Dariel yang nyaman itu lalu merapikannya baru dia keluar dari kamar tersebut.Saat dia keluar, bau masakan yang sangat lezat tercium dari inderanya hingga dia menuju ke dapur untuk melihat.“Kau sudah bangun?”Saat Lucia menuju ke dapur, Dariel langsung menatap ke arah Lucia.“Maaf aku bangun terlambat, apakah kau sudah bangun sejak tadi?” Ucap Lucia yang merasa tak enak dan malah membiarkan pria itu memasak untuk sarapan mereka.“Satu jam yang lalu. Cucilah mukamu dulu, aku akan menyiapkan mak
“Kenapa berhenti?”Dariel bertanya pada wanita itu, namun Lucia hanya terdiam sambil melihat ke arah belakang.“Sepertinya aku merasa ada orang yang mengawasi kita tadi. Apa kau juga merasakannya?” Tanya Lucia sambil terus mengedarkan pandangannya.Dariel menaikkan alisnya, lalu juga ikut melihat ke arah mana Lucia melihat.“Mungkin hanya perasaanmu saja, ini adalah tempat umum. Jadi bisa saja mungkin ada orang lain yang tak sengaja menatap kita tadi saat mereka juga melakukan ziarah.” Ucap Dariel pada Lucia.Lucia pun mengangguk dan melanjutkan pekerjaannya menuju ke parkiran mobil mereka."Akan kemana lagi kita? Apakah kau tak ingin berziarah di pemakaman kedua orang tuamu? Bukankah aku sudah mengenalkanmu pada ibuku, tapi kamu belum mengenalkan mereka padaku." Ucap Lucia saat mereka sampai di parkiran.Dariel menatap ke arah Lucia dengan diam.“Baiklah.”Lucia yang mendengar itu tersenyum cerah. Mereka pun masuk ke dalam mobil dan menuju ke tempat pemakaman kedua orang tuan Dariel.
“Apakah Ernest ada di ruang kerjanya?” Bela yang baru tiba di perusahaan besar Filbert tersebut langsung menghampiri sang resepsionis yang berjaga di sana.Resepsionis wanita dengan name tag Vivian tersebut tersenyum ramah pada Bela.“Apakah anda sudah mengatur janji temu dengan tuan Ernest, nona?”“Sudah, dia bilang bisa ditemui saat jam makan siang.” Ucap Bela pada resepsionis itu segera.Vivian mengangguk dan memanggil sekretaris Ernest untuk mengkonfirmasi hal tersebut.“Permisi, tuan Chris. Ada seseorang yang ingin bertemu dengan tuan Ernest. Beliau mengatakan jika sudah membuat janji temu dengan tuan Ernest. apakah itu benar?” Tanya Vivian dengan nada sopan.“Apakah dia bernama Arabela Moore?”Tanya sekretaris Chris pada Vivian.Vivian yang mendengar itu segera menutup salah satu speaker bawah telepon tersebut dan menatap ke arah Bela.“Apakah saya boleh tahu nama anda, nona?”“Arabela Moore.” Ucap Bela dengan datar.Vivian mengangguk dan menjawab pertanyaan sekretaris Chris.“B
Dress cantik dengan motif bunga krisan kuning Lucia kenakan dalam acara makan malam dengan tuan besar Filbert. Ketika dia sudah siap dengan tampilannya, dia mulai turun dari kamarnya. “Apa kau sudah siap?” Tanya Dariel saat Lucia turun dari tangga. “Sudah.” Ucap Lucia sambil tersenyum tipis dan menghampiri Dariel. “Kenapa rambutmu masih basah?” Tanya Lucia dengan menaikkan alisnya saat melihat rambut Dariel terlihat masih meneteskan air dari sana. “Sebentar.” Ucap Lucia sambil mengambil handuk untuk pria itu. “Aku tahu kau masih membenci dan tak menyukai kakek, tapi kau harus merawat dirimu sendiri. Jangan membiarkan rambut basah terlalu lama atau kau akan masuk angin dengan itu.” Lucia menasehati Dariel sambil mengeringkan rambut pria itu. Dariel hanya diam saja, menikmati perawatan wanita itu darinya. Lucia lalu mengambil sisir untuk merapikan rambut pria itu kembali. “Sudah, kita akan terlambat nanti." Ucap Lucia sambil menaruh sisir di meja. Mereka langsung masuk ke dala
"Aku sudah mengganti identitas palsumu dengan Lucia. Kau harus bersikap layaknya Lucia. Apa kau mengerti, Bela?" Tuan Stephen mulai mengarahkan putrinya untuk berpura-pura menjadi orang lain setelah makan malam tadi. Dia sangat berambisi mengklaim asuransi yang dimiliki oleh mendiang istrinya yang telah meninggal. Uang dari asuransi itu dapat digunakan untuk membangun perusahaan baru karena jumlahnya sangat besar. "Baik, ayah. Apa yang harus aku lakukan?" Tanya Bela. "Kau hanya perlu diam dan bersikap sopan. Briana adalah wanita yang lemah lembut. Jadi, untuk dianggap sebagai putri kandungnya, kau harus bersikap seperti dia. Apa kau mengerti?" Bela langsung mengangguk. Sebagai seorang model, hal ini bukanlah sesuatu yang sulit baginya. "Bagus, kau memang bisa diandalkan. Ayah akan memberikanmu uang belanja yang besar jika uang ini cair." "Baik, ayah." Ucap Bela dengan lembut. Tuan Stephen tersenyum penuh kebanggaan. "Kembali ke kamarmu sekarang. Ayah masih memiliki pekerjaan." "A
“Ellard.” Lucia menghampiri pria yang sedang berbaring di sebuah lantai tanpa alas apapun dengan menatap langit di atasnya.“Ellard? Kau baik-baik saja?” Lucia menatap pria itu dengan pandangan rumit.Wajah pria itu tampak memerah akibat mabuk berat, bahkan tatapannya kosong melihat ke arah bintang yang di tatapnya sekarang.“Lucia.” Pria itu memanggilnya dengan nada yang lembut dan wajahnya tersenyum penuh bahagia.Lucia yang melihatnya langsung duduk di samping pria itu sambil menatapnya yang masih berbaring disana. Dia menunggu pria itu berbicara, karena Ellard terbiasa akan bercerita jika mabuk berat seperti ini.“Lucia.” Panggilnya lagi.“Aku disini, El.” Lucia berkata dengan tenang dan menunggu pria itu untuk mengucapkan kalimat selanjutnya.“Apa kau akan meninggalkan ku, Lucia?” Tanya pria itu tiba-tiba yang membuat Lucia bingung dengan apa yang sebenarnya pria itu pikirkan.“Aku akan bersamamu untuk mengembangkan organisasi yang kau pimpin sesuai janjiku dulu.” Jawabnya dengan
Atmosfer dalam ruangan terasa hening, tanpa percakapan yang mengisi ruang di antara mereka berdua. Setiap orang terlihat tenggelam dalam pikiran masing-masing, makan dengan diam dan fokus.“Apa kau ingin menambah lauk?” tanya Lucia pada Dariel, yang tampak menikmati makanannya. Namun, baru kali ini Lucia memperhatikan luka di jari Dariel ketika dia menatapnya."Kenapa dengan jarimu?" tanya Lucia, heran melihat luka memerah hingga kebiruan di jari-jari tangan kanan Dariel. Namun, Dariel tampaknya tidak merasakan sakit sama sekali."Hanya luka kecil," jawab Dariel dengan tenang.Tetapi, Lucia tidak puas dengan jawaban tersebut. Setelah menyelesaikan makannya, dia berdiri dan Dariel melihatnya dengan perhatian.Di meja samping, Lucia membuka kotak P3K dan kembali mendekati Dariel. Dengan gerakan yang lembut, dia mengambil tangan pria itu. "Lukamu bisa terinfeksi jika tidak diobati dengan benar."Dengan penuh konsentrasi, Lucia merawat luka di tangan Dariel. Lukanya terlihat cukup serius,