“Tuan saya menemukan lokasi dimana nona Claire bekerja, apakah anda ingin menghampirinya?” Tanya Kendrick pada tuannya, Leonidas.Leonidas yang baru tiba pagi ini di Italia menjadi tersenyum, “Atur aku sebagai pasiennya hari ini, aku tak ingin tahu kau harus mengaturnya.” Ucap Leonidas yang tak sabar bertemu dengan Claire.Kendrick mengangguk cepat, tanpa menunggu lama langsung bergerak untuk mengatur segala sesuatu sesuai instruksi Leonidas. Ia tahu betapa pentingnya hal ini bagi tuannya. Leonidas, dengan pandangan dingin namun penuh tekad, menghisap rokoknya sekali lagi sebelum memadamkannya di asbak.“Sudah terlalu lama,” gumam Leonidas sambil melihat ke luar jendela, memperhatikan kota yang mulai bergerak di pagi hari. Dia tidak sabar untuk melihat Claire, wanita yang dulu pernah menjadi bagian dari hidupnya, dan yang kini ingin dia temui kembali, meskipun hubungannya sudah kandas.Beberapa saat kemudian, Kendrick kembali dengan laporan. “Semuanya sudah diatur, tuan. Anda akan men
“Selamat istirahat dokter, saya pulang dulu. Apakah anda masih ada jadwal operasi lagi?” Tanya asisten dokter Claire yang sudah selesai menjalankan tugas hariannya di rumah sakit.“Aku ada urusan, Rania. Hati-hati dijalan.” Ucap Claire dengan senyumnya yang manis.Rania tersenyum dan mengangguk lalu keluar dari ruangan itu. Claire disana masih memasukkan barangnya ke dalam tas sebelum akhirnya melihat ke arah jam.“Dia tak mungkin menunggu selarut ini kan?” Gumam Claire saat melihat jam sudah menunjukkan pukul satu pagi. Sebagai dokter jadwalnya memang sangat penuh apalagi jika dia piket bisa dua hari tak pulang ke rumah, setelah siang selesai praktek, Claire harus melakukan operasi pada jadwal yang telah disiapkan belum lagi jika ada kecelakaan dan pasien harus menjalankan operasi saat itu juga.Claire merasa tubuhnya lelah setelah seharian bekerja tanpa henti, tapi pikirannya masih terganggu oleh pertemuannya dengan Leonidas tadi. Jam menunjukkan sudah larut malam—satu pagi, dan me
“Claire, apa kau masih tidur?” Suara James dari luar tak membuat Claire membuka pintu kamarnya.Setelah semalam dia bertemu dengan Leonidas, moodnya sedang turun seolah tak ingin menemui siapa-siapa.“Kata kak Ethan kau mengalami masalah. Apa kau tak ingin bercerita denganku? Kau dari pagi belum sarapan.” Bujuk James dengan lembut.Claire menghela napas panjang, merasa hatinya semakin berat setelah mendengar suara James dari balik pintu. Dia menatap langit-langit kamarnya, berusaha mengendalikan perasaan yang berkecamuk dalam dirinya. Pertemuan dengan Leonidas semalam telah membuat emosinya berantakan, dan kini, dia merasa lelah—baik secara fisik maupun emosional.“Claire? Aku tahu kau di dalam. Kau tidak harus cerita sekarang, tapi setidaknya keluarlah dan makan sesuatu,” suara James masih terdengar lembut namun tegas, seolah dia tahu bahwa Claire sedang mencoba mengisolasi diri.Claire menutup matanya, merasa tersentuh oleh perhatian James. Dia tahu bahwa James selalu peduli padanya
“James, kau tak menyukaiku kan?”Pertanyaan itu langsung membuat James membeku di tempat, bahkan pelukannya terasa kaku saat ini karena tegang.“A-apa yang kau bicarakan, Claire. Hahaha, mana mungkin aku menyukaimu.” Ucapnya dengan kaku sambil melepas pelukannya dan menatap ke arah lain.Claire mengangkat alisnya, menatap James dengan raut wajah penasaran. "Kenapa reaksimu aneh sekali?" tanyanya dengan nada penuh curiga, namun disertai senyum kecil.James menggaruk belakang kepalanya, jelas terlihat gugup. "Aku hanya... terkejut dengan pertanyaanmu. Kau tahu kita sahabat, Claire. Aku selalu mendukungmu, itu saja." Suaranya terdengar lebih tegas, tapi Claire bisa melihat bahwa dia menghindari kontak mata.Claire tersenyum lebih lebar. "Kau tahu, Jam, kau tidak pandai berbohong." Dia menatapnya penuh arti, tapi memilih untuk tidak menekan lebih jauh. "Tapi terima kasih, aku tahu kau selalu ada untukku."James tampak lega, meski masih agak canggung. "Tentu, Claire. Apa pun untukmu."“Apa
“Sayang, di depan ada Leonidas. Kata pelayan sudah dua jam dia berdiri di gerbang. Kau tak ingin melihatnya sebentar? Matahari sangat terik diluar, jika dia berdiri lebih lama lagi pasti dia bisa pingsan.” Ucap Lucia pada putrinya.Meskipun dia masih kecewa dengan sikap Leonidas dulu, Lucia juga tak tega melihat Leonidas seperti itu apalagi dia tahu putrinya, Claire, masih mencintainya meskipun denial.Claire menghela napas panjang, memandangi jendela yang mengarah ke gerbang di depan rumah. "Kenapa dia harus seperti ini?" gumamnya, suaranya dipenuhi kebingungan dan sedikit kemarahan yang masih tersisa. Dia tahu Leonidas adalah pria yang keras kepala dan tak mudah menyerah. Namun, setelah semua yang terjadi, dia tidak yakin bisa memberinya kesempatan lagi. Hatinya masih dipenuhi rasa sakit yang belum sepenuhnya hilang.Lucia berjalan mendekati Claire dan meletakkan tangannya dengan lembut di bahu putrinya. "Claire, aku tahu dia menyakiti perasaanmu. Tapi kau juga tahu, kadang cinta m
“Sebenarnya kau serius atau tidak dengan putriku?” Jason bertanya dengan dingin pada Ethan.Saat ini mereka berada di teras kediaman Rowena. Suasana sore yang cukup tenang harus pecah karena pertanyaan itu.Ethan tersenyum tipis lalu mengambil cangkir kopinya dan menyeruputnya dengan tenang. “Kenapa harus buru-buru? Apakah tuan Jason ingin segera ditinggalkan putrinya?” Tanya Ethan dengan santai.Jason menatap Ethan dengan tajam, merasa tak nyaman dengan jawaban santai pria muda di hadapannya. "Ini bukan soal buru-buru atau tidak, Ethan," ujarnya dengan nada serius. "Putriku, Ashilla, bukan tipe wanita yang bisa dipermainkan. Jika kau tidak serius, lebih baik kau katakan sekarang."Ethan meletakkan cangkir kopinya di atas meja, lalu menatap Jason dengan tenang, senyum tipis masih menghiasi wajahnya. "Tuan Jason, aku tidak pernah mengatakan bahwa aku tidak serius. Tapi menurutku, segala sesuatu ada waktunya. Aku dan Ashilla punya urusan masing-masing, dan hubungan kami akan berkembang
“Nona, ada kiriman bunga untuk anda.” Ucap Pelayan pada Claire saat wanita itu tengah bersiap untuk pergi ke rumah sakit.“Dari siapa?” Tanya Claire dengan heran.“Dari tuan Leonidas, nona. Dan juga ada satu kotak hadiah yang belum saya buka juga dikirim oleh beliau.” Ucap pelayan tersebut dengan sopan.Claire terdiam sejenak, menatap pelayan dengan pandangan campur aduk. Mendengar nama Leonidas membuat hatinya kembali bergejolak. Dia tidak menyangka Leonidas akan terus berusaha mendekatinya, terutama setelah percakapan mereka yang terakhir kali.“Letakkan di meja, aku akan melihatnya nanti,” ucap Claire dengan nada datar, meskipun dalam hatinya dia merasa penasaran.Pelayan mengangguk sopan, lalu meletakkan bunga dan kotak hadiah tersebut di ruang tamu seperti yang diminta. Claire menyelesaikan persiapannya dengan cepat, bersiap untuk pergi ke rumah sakit. Namun, pikirannya tetap tertuju pada bunga dan kotak hadiah dari Leonidas.Sebelum beranjak, Claire akhirnya memutuskan untuk mel
“S-sayang?”Briana tampak sangat shock saat Leonidas memangil Claire dengan sebutan sayang.Claire tidak ingin membuat situasi di rumah sakit menjadi lebih canggung daripada yang sudah terjadi. Dengan cepat, dia menarik tangan Leonidas dan membawanya keluar dari ruangan pertemuan menuju ruang pribadinya. Tatapan penasaran dari rekan-rekannya, termasuk Briana, mengikuti mereka berdua saat mereka keluar dari ruangan.Setibanya di ruangan, Claire segera menutup pintu dan memandang Leonidas dengan mata penuh ketegangan. "Apa maksudmu dengan memanggilku 'sayang' di depan semua orang?" tanyanya dengan nada yang berusaha terdengar tenang, meskipun dia jelas terguncang oleh sikap Leonidas.Leonidas hanya tersenyum kecil, tampak tidak terpengaruh oleh kekesalan Claire. "Aku hanya mengatakan yang seharusnya, Sayang.”“Leonidas, aku tak pernah mengijinkanmu bersikap seperti ini di depan semua orang apalagi rekan kerjaku. Bagaimana nanti pandangan mereka, dan kau sebagai pemilik baru harusnya mem