“Mari nikmati hidangan sederhana ini.” Ucap Leonidas dengan tenang.Semua orang mengangguk dan menikmati hidangan dengan hidangan pembuka, gerakan mereka semua anggun memperlihatkan jika mereka adalah orang terpelajar yang memperhatikan table manner dengan baik.Bahkan tidak ada suara selain garpu dan pisau, mereka semua diam menikmati hidangan demi hidangan yang disiapkan.Hingga pada hidangan penutup, Leonidas yang mencium aroma lain dari makanan yang di terima oleh Claire yang berada di sampingnya langsung menyadari sesuatu.Leonidas langsung menatap tajam pelayan itu dan mengingat wajahnya dengan baik.“Kenapa?” Claire yang melihat tatapan Leonidas pada pelayan itu sangat tajam membuatnya penasaran.“Aku sangat menyukai puding coklat, bisakah aku memiliki puding milikmu?” Tanya Leonidas dengan lembut, berusaha menutupi apa yang dia temukan.Semua orang menatap mereka berdua, menganggap apakah keduanya benar-benar terhubung secara emosional sehingga Leonidas bersikap demikian.“Say
“Bagaimana, Claire? Apakah Leonidas tidak apa-apa?’ Tanya Lucia dengan khawatir. Bukan khawatir dengan Leonidas tapi dia lebih khawatir keadaan Claire jika pria itu mengalami masalah serius.Claire mengangguk, “Dia sudah baik-baik saja. Tapi ada bahan kimia untuk menjadi bahan terangsang. Targetnya adalah aku sebelumya, dan ayah aku minta ayah selidiki hal ini. Sepertinya ada yang ingin menjebakku.” Ucap Claire dengan serius pada Dariel.Mereka terkejut, terlebih tuan Kaizer yang sangat marah ada yang melakukan hal kotor ini untuk cucuya.“Sialan, aku tak akan memaafkan mereka yang terlibat dalam rencana ini meskipun aku harus membunuhnya!” Tuan Kaizer dengan emosi.Ethan juga langsung mengangguk setuju, “Kau benar, kek. Untungnya Leonidas yang memakannya. Aku yakin ada rencana besar dibalik ini.” Ucap Ethan dengan dingin.Claire melihat keluarganya bereaksi dengan kemarahan dan kekhawatiran, dan dia merasakan ketegangan semakin meningkat. Dariel tampak paling tenang meskipun matanya
Bruk!“Urus orang ini, jika kau malas biar aku yang mengurus sesuai dengan kebijakanku.”Ucap tuan Kaizer yang melempar dokumen yang telah dia kumpulkan.Itu adalah orang-orang yang terlibat dalam rencana tadi malam.Dariel melihat itu terkejut, ayah mertuanya bisa mendapatkan informasi yang sangat akurat bahkan sampai nama anjingnya sekalipun.“Ini gila.” Gumam Dariel.“Bagaimana? Kau ingin mengurusnya sendiri atau aku yang turun tangan?” Tanya tuan Kaizer, “Aku harap sih kau menyerahkannya padaku.” Ucapnya dengan tenang.Dariel masih membaca informasi itu dan dia terkejut dalangnya adalah tuan Edmond. Kertas yang dia pegang langsung kusut saat dia menggenggamnya dengan kuat.“Dia ingin menjual putriku yang berharga!” Ucapnya dengan marah.Dariel merasakan kemarahan membara di dalam dirinya saat membaca dokumen tersebut. Nama-nama yang terlibat, termasuk Edmond, membuat darahnya mendidih. Bagaimana bisa seseorang yang seharusnya menjadi sekutu, malah merencanakan sesuatu yang begitu k
“Ini data dari tuan Derrick, pengusaha berlian yang menginvestasikan dana yang besar untuk proyek yang dijalankan tuan Edmond. Pria itu sekarang sudah memiliki keluarga, memiliki dua anak perempuan dan istri yang mengikuti kelas sosial tinggi dengan koneksi para pejabat negara. Misi ini cukup sulit jika kita langsung menyentuh ke intinya tuan.” Spyone melaporkan apa yang dia hasilkan dalam penyelidikan terhadap tuan Derrick.Tuan Kaizer menatap dengan serius dokumen dan gambar tersebut, “Dia memiliki dua anak perempuan tapi ingin menodai putri dari keluarga lain. Tindakan tercela dan tak terpuji. Anaknya juga kuliah di universitas yang cukup bergengsi. Apa kau menemukan sisi lain dari kedua putrinya?” Tanya tuan Kaizer dengan tajam.Spyone mengangguk, “Putri pertamanya, menempuh pendidikan di Oxford namun selama enam tahun dia belum lulus dan tahun ini dia akan di DO jika belum menyelesaikan tugas akhirnya. Penyebab keterlambatan lulus ini dikarenakan putrinya senang berpesta narkoba
Acara pembukaan kantor James di Jerman tergelar cukup sederhana bagi kantor sebesar Swan’s Group. Dengan membantu Leonidas, Claire menuju ke ballroom kantor tersebut dimana semua orang suah datang.“Sepertinya kita telat.” Ucap Claire pada Leonidas.“Biarkan saja, ini juga hanya acara pembukaan.” Ucap Leonidas dengan cuek.Claire mengangguk, meskipun sedikit merasa tidak enak karena datang terlambat. Namun, melihat Leonidas yang tampak tenang dan tidak terlalu peduli, dia mencoba untuk rileks dan menikmati suasana. Ballroom kantor Swan’s Group di Jerman tersebut tampak elegan dengan dekorasi sederhana namun berkelas, mencerminkan citra profesional perusahaan.Ketika mereka masuk, beberapa orang menoleh ke arah mereka, dan Claire merasakan sejenak tatapan penasaran dari beberapa tamu. Namun, Leonidas dengan tenang mengabaikan tatapan tersebut, Claire yang mendorong kursi roda Leonidas di belakang merasa kurang nyaman dengan hal ini.James, yang sedang berbincang dengan beberapa kolega
“Huh, akhirnya sudah selesai.” Gumam Claire saat mereka masuk ke dalam mobil dan mulai berjalan menjauh dari kantor James.“Ya, rasanya tidak asik.” Sahut Leonidas dengan tenang.Claire melirik ke arah pria itu, “Kenapa aku merasa kau membencinya? Dia tidak seperti yang kau pikirkan, Leo. Jadi jika kita bertemu lagi tolong bersikap ramah sedikit.” “Apa aku harus bersikap ramah pada kekasihmu?” Tanya Leonidas dengan tenang menyembunyikan emosi yang terpendam.“Ya itu….” Claire menggigit bibirnya, jika dia mengelak dia nanti bingung siapa yang akan menjadi kekasih pura-puranya saat ingin bercerai pada Leonidas.Saat itu dia juga sudah mengatakan jika dia punya kekasih. Tapi tadi dia mengenalkannya sebagai sahabat kecilnya, apakah tak masalah?“Toh Leonidas tak tahu.” Gumamnya dalam hati.“Ya bagaimana pun dia juga sahabatku kan, meskipun aku menikah denganmu kitakan hanya menikah sebatas rekan kerja yang saling menguntungkan. Aku untung karena tak akan merasa bersalah dan kau diuntungk
Tubuh Claire dan Leonidas terbawa oleh arus sungai yang deras, Claire tak tahu sejauh mana mereka sudah berenang dan berapa menit mereka seperti ini.Tubuh Claire mulai semakin lemas, rasa sakit dan kehilangan banyak darah membuatnya pusing.Tapi jika dia tak membawa Leonidas ke tepian, mereka bisa mati.Claire berjuang melawan rasa pusing yang semakin kuat dan pandangannya yang mulai kabur, tetapi dia tahu dia tidak bisa menyerah. Dengan sisa kekuatannya, dia merangkul Leonidas lebih erat, berusaha menavigasi arus yang deras ke tepian sungai. Setiap gerakan terasa menyakitkan, dan setiap detik yang berlalu, darah terus mengalir dari lukanya, membuat tubuhnya semakin lemah.Saat mereka akhirnya mendekati tepian, Claire merasakan tanah di bawah kakinya. Dengan susah payah, dia berhasil membawa Leonidas ke tempat yang lebih aman di tepi sungai, di bawah naungan pepohonan hutan yang lebat. Napasnya terengah-engah, tubuhnya gemetar, tetapi mereka berdua selamat—setidaknya untuk sementara.
BRAK!!!Suara dobrakan pintu terdengar keras, Dion yang mendobrak pintu itu langsung masuk ke dalam untuk memeriksa.Tapi saat melihat Leonidas yang tengah berdiri dengan menggendong nyonya muda, dia tidak bisa tidak terkejut melihat itu.“T-tuan anda sudah bisa berdiri?!” Leonidas mengangkat kepalanya, menatap Dion dengan ekspresi datar meski tubuhnya terasa sangat lelah. "Aku tidak punya pilihan," jawabnya, suaranya rendah namun penuh tekad. "Claire membutuhkan bantuan. Aku tidak bisa membiarkan dia mati di sini."Dion masih terkejut, tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Leonidas, yang selama ini lumpuh, sekarang berdiri dan bahkan menggendong Claire yang terluka parah. Ini adalah pemandangan yang tidak pernah dia bayangkan."Tuan, kita harus segera pergi dari sini," kata Dion, cepat-cepat memanggil pengawal lain untuk membantu. "Kami akan membawa kalian ke tempat yang lebih aman. Ada tim medis yang sudah kami panggil."Leonidas mengangguk, namun saat Dion ingin mengambil tubuh C
Di tengah aula pernikahan yang megah, dihiasi dengan bunga mawar putih dan biru yang melambangkan kesucian dan ketulusan, suasana terasa syahdu. Lampu kristal menggantung indah, memantulkan cahaya lembut ke seluruh ruangan, sementara musik orkestra mengalun pelan, menambah kesakralan momen.Leonidas berdiri tegap di depan altar, mengenakan setelan hitam elegan dengan dasi putih yang sempurna. Matanya tak pernah lepas dari Claire yang berjalan mendekatinya dengan langkah anggun. Claire tampak bagaikan dewi dalam balutan gaun putih panjang, dihiasi renda dan kristal yang berkilau lembut setiap kali terkena cahaya. Senyum di wajahnya memancarkan kebahagiaan yang tak terbendung.Pendeta membuka upacara dengan suara tenang namun penuh wibawa. “Hari ini, kita berkumpul untuk menyaksikan penyatuan dua jiwa dalam cinta yang suci. Leonidas dan Claire telah memilih untuk mengikat janji, berkomitmen untuk saling mencintai, mendukung, dan menghormati sepanjang hidup mereka.”Suasana menjadi henin
“Leonidas, bagaimana menurutmu gaun pengantin ini?” Kata Claire sambil memutar tubuhnya memperlihatkan gaun putih yang sangat cantik di hadapan Leonidas.Leonidas, yang tengah duduk di sofa dengan sikap santai, menatap Claire dari ujung kepala hingga ujung kaki. Mata tajamnya melunak, dan bibirnya melengkung dalam senyuman tipis yang penuh kekaguman. "Kau terlihat luar biasa, Claire. Seperti seorang malaikat," katanya dengan nada serius, namun penuh kehangatan.Claire mengangkat alisnya, mencoba membaca ekspresi pria itu. "Hanya luar biasa? Tidak ada komentar lain?" tanyanya, berpura-pura cemberut.Leonidas berdiri dan berjalan mendekatinya, matanya tak pernah lepas dari sosok wanita yang kini menjadi pusat dunianya. Dia berhenti tepat di depan Claire, tangannya dengan lembut menyentuh pinggangnya. "Luar biasa mungkin tidak cukup untuk menggambarkanmu. Tapi kata-kata sulit menjelaskan apa yang kulihat sekarang," bisiknya dengan senyum menggoda.Claire memutar bola matanya, meskipun ro
Langkah kaki yang tampak buru-buru menggema di lorong hotel, seolah pria itu tengah dikejar waktu.Saat sampai di kamar hotelnya, dia langsung membuka pintunya dengan cepat.“Honey, aku sudah membawa dokternya.” Kata pria itu, yang tak lain adalah Ethan.Ethan kemudian menatap ke arah dokter wanita itu, “Tolong tangani istri saya, sejak tadi dia mengeluh kesakitan dari area bawah.” Kata Ethan dengan serius.Dokter itu mengangguk dan Ethan kembali menutup pintu menunggu diluar, perasaannya sangat cemas dan khawatir terlebih ini adalah bulan madu mereka.Di dalam kamar, dokter itu segera mendekati Ashilla, yang terlihat meringis kesakitan sambil memegangi perut bagian bawahnya. "Nyonya Ashilla, bisakah Anda menjelaskan rasa sakitnya? Apakah terasa seperti kram atau lebih tajam?" tanya dokter itu dengan lembut, mulai memeriksa Ashilla. Ashilla mengangguk lemah. "Rasanya tajam, terutama di sisi kiri. Saya juga merasa mual sejak pagi tadi." Dokter itu mengangguk, memasang stetoskopnya
“Apakah tuan tidur, nona?” Tanya Kendrick begitu melihat Claire keluar dari kamar.Claire mengangguk, “Terimakasih, ken. Jika kau tak memberiku kabar kemarin mungkin aku akan terlambat mengobati Leonidas.” Kata Claire dengan tulus.Kendrick mengangguk, “Iya nona, saya juga melihat kondisi tuan semakin parah meskipun telah di obati oleh dokter profesional. Sepertinya memang hanya anda yang bisa menyembuhkan tuan Leonidas.”Claire tersenyum tipis, “Bisakah aku meminta bantuan untuk membelikan beberapa herbal ini? Aku ingin membuat obat untuk Leonidas ketika dia sudah sadar nanti.” Kata Claire sambil menyerahkan kertas berisi beberapa herbal disana.Kendrick menerima kertas itu dengan anggukan hormat, membaca daftar herbal yang dituliskan oleh Claire. "Tentu, nona. Saya akan segera mencarinya. Ada toko herbal yang cukup lengkap di dekat sini, saya akan memastikannya tersedia." Claire tersenyum lelah. "Terima kasih, Ken. Aku hanya ingin memastikan dia mendapatkan perawatan terbaik. Aku t
“Tuan, minum obatnya.” Kata Kendrick dengan penuh perhatian merawat Leonidas.Racun yang berada di tubuh Leonidas tak sepenuhnya hilang, obat hanya berusaha untuk mengurangi rasa sakitnya.“Apa tidak sebaiknya kita beritahu nona Claire, tuan? Saya yakin nona Claire juga khawatir karena anda tak pernah menghubunginya.” Saran Kendrick.Leonidas setelah minum obat merebahkan tubuhnya kembali, mendengar ucapan Kendrick dia hanya bisa menatap langit-langit kamarnya.“Jika aku menelponnya, dia pasti tahu aku sedang dalam kondisi buruk hanya dengar suaraku. Aku tak ingin dia langsung terbang kesini dengan perasaan buruk.” Kata Leonidas dengan pelan.Kendrick menghela nafasnya kemudian bangkit, “Saya akan membuatkan bubur untuk anda, tolong tetap istirahat di kamar.” Kata Kendrick dengan pelan.Leonidas mengangguk kemudian memejamkan matanya, kamarnya kembali sunyi hingga dering ponselnya membuat suasana hening langsung pecah.Dia dengan perlahan meraih ponselnya, disana nama Claire muncul.D
Sudah satu minggu dari yang dijanjikan, Leonidas tak ada kabar.Claire merasa hidupnya sangat hampa terlebih saat pria itu mengingkari janjinya.“Apanya yang tiga hari, sampai sekarang dia bahkan tak mengirimiku pesan.” Gumamnya dengan kesal.Di rumah sangat sepi kali ini, kakaknya sudah menikah dan bulan madu di maladewa sedangkan kedua orang tuanya sedang dinas di luar negeri. Dia benar-benar ditinggal sendiri oleh semua orang.Helaan nafas panjang terdengar di kamar wanita itu, jika dulu dia masih mepunyai James yang menemaninya. Tapi semenjak dia menolaknya, ia merasa bersalah dan tak eak jika datang hanya ketika dia kesepian.Tapi melihat postingan James beberapa hari lalu, sepertinya dia sudah melamar seorang gadis lain.“Aku penasaran, siapa yang berhasil menyembuhkan James.” Gumam Claire dengan tersenyum tipis.Dia juga berharap James mendapatkan gadis yang jauh lebih baik darinya.Hingga akhirnya dia tertidur di sofa, televisi yang masih menyala membuat ruangan itu tetap tera
“Huhhh!!! Akhirnya acaranya selesai juga walaupun agakberantakan karena wanita itu.” Kata Claire sambil merebahkan dirinya di kasur besar miliknya.Leonidas tersenyum membantu wanita itu melepaskan high heels miliknya yang masih di pakai, “Mandilah lalu tidur.”“Kau akan menginap kan?” Tanya Claire pada tunangannya itu sambil duduk kembali.Leonidas menggeleng, “Aku akan terbang ke Jerman malam ini, tiga hari kedepan jangan membuat ulah.” Katanya sambil merapikan poni Claire dengan lembut.Claire yang mendengar itu mengernyitkan dahinya, “Kenapa mendadak?”Leonidas menarik napas panjang, memandang Claire dengan mata yang serius namun tetap lembut. “Ada urusan mendesak yang harus aku tangani di sana,” katanya sambil terus merapikan rambut Claire. “Proyek penting perusahaan membutuhkan pengawasan langsung, dan aku tidak bisa mempercayakannya pada orang lain.” Claire melipat tangannya di dada, tampak tidak puas. “Kau selalu seperti ini. Setiap kali aku merasa kita bisa punya waktu lebi
Hari itu, cuaca sangat cerah, seolah alam ikut merayakan kebahagiaan Ethan dan Ashilla. Sepanjang jalan menuju venue pernikahan, karangan bunga dengan berbagai desain menawan menghiasi kiri dan kanan, menampilkan ucapan selamat dari keluarga, teman, hingga kolega mereka.Venue pernikahan, sebuah taman indah dengan nuansa klasik, dipenuhi bunga mawar putih dan merah muda yang melambangkan cinta dan kemurnian. Para tamu berdatangan mengenakan pakaian formal, membawa senyum bahagia untuk menyaksikan momen bersejarah dalam hidup kedua mempelai.Ashilla, mengenakan gaun pengantin putih panjang dengan detail renda yang elegan, berjalan anggun di altar ditemani oleh ayahnya. Di ujung sana, Ethan berdiri gagah dengan setelan jas hitam yang sempurna, matanya berbinar penuh cinta saat melihat Ashilla mendekat.Musik lembut mengalun, menambah suasana haru dan romantis. Saat Ashilla tiba di depan altar, Ethan mengulurkan tangannya, menyambutnya dengan senyum hangat. “Kau tampak luar biasa hari in
“Ashillaa!” Suara Lucia, ibu Ethan yang terdengar dari dalam membuat Ashilla yang akan masuk ke dalam mansion tersenyum.Pelukan hangat Lucia langsung menyambutnya, seolah wanita itu telah menunggunya lama.“Ibu khawatir kau tak akan kembali karena kebodohan Ethan.” Ucap Lucia dengan tulus.Ashilla terkekeh, “Maaf aku membuat khawatir ibu dan ayah mertua.” Kata Ashilla sambil mencium kedua pipi ibu mertuanya dengan lembut.Lucia tersenyum lembut, matanya berkaca-kaca karena lega melihat Ashilla kembali. “Kau seperti putriku sendiri, Ashilla. Aku tak ingin kehilanganmu. Ethan itu memang keras kepala, tapi aku tahu dia mencintaimu lebih dari apa pun.”Ashilla mengangguk pelan, senyumnya menenangkan. “Aku tahu, Bu. Meskipun aku marah padanya, aku tak bisa benar-benar meninggalkannya. Dia membuatku kesal, tapi dia juga membuatku merasa dicintai.”“Dia memang seperti itu, selalu membuat kekacauan sebelum akhirnya memperbaikinya,” ujar Lucia sambil menggelengkan kepala. “Tapi aku tahu, den