59Entah jam berapa ini, yang pasti Elsa masih bergelung dalam selimut. Namun, pintu kamar ada yang mengetuk dan tidak lama terdengar jeritan suara cadel disusul pergerakkan kasur di belakangnya.“Hore Mama sama Papa Aby bobonya satu kamar, pasti Vivi mau punya adik.”Elsa membuka mata yang masih terasa lengket. Guncangan di tubuhnya walaupun tidak kuat membuatnya terpaksa membuka mata.“Vivi?” gumamnya setelah yakin jika yang berteriak dan mengguncang tubuhnya adalah Davina. “Kenapa udah bangun? Ini masih malam, kan?”Wajah mungil di hadapannya yang sudah cantik dan wangi melongo sebentar, sebelum satu telunjuknya menunjuk jendela yang tirainya sudah terbuka dan cahaya terang menerobos masuk dari balik kacanya.“Ini udah siang, Mama. Mama kesiangan, ya? Mama bobonya pules sama Papa Aby, ya?”Elsa mengucek mata demi mendengar pertanyaan sang anak yang begitu pintar. Kemudian mengerjap sebelum menatap wajah bercambang yang juga sudah segar. Wangi lemon menguar dari tubuhnya yang berdir
60“Ada apa mereka datang?” tanya Abyasa saat berjalan beriringan menuju ruang tamu.Davina dalam gendongan Abyasa mempermainkan bulu-bulu halus di rahangnya. Sesekali bocah itu tertawa geli sendiri. Kelakuannya persis Elsa dulu yang suka sekali mengusap-usap benda itu.“Mana aku tahu mereka mau apa?” Elsa menjawab seadanya.Mereka langsung mendapati Adrian yang tersenyum ramah dan ibunya yang hanya duduk dengan wajah masih pucat, begitu tiba di ruang tamu.“Selamat pagi, maaf mengganggu pagi-pagi,” ujar Adrian dengan ramah. Wajahnya sedikit tirus dan lebih gelap dari terakhir mereka bertemu. Mungkin di tahanan lebih sering bertemu matahari.Walaupun heran dan tentu saja kurang suka, Abyasa balas mengangguk untuk menghargai tamu. “Jadi, apa yang bisa kami bantu?” tanyanya dengan duduk memeluk Davina di sampingnya. Anak itu seolah trauma melihat keluarga ayahnya sendiri. Terbukti sejak tadi terus menyembunyikan wajahnya di dada Abyasa.“Kami ingin bicara dengan Elsa, boleh kan, Pak Aby
61Hari ini terasa membosankan untuk Elsa. Bila biasanya ia bahkan tidak punya waktu bersantai karena sibuk mengurus Davina, semenjak tinggal di sini, pekerjaannya terbantu pengasuh. Terlebih hari ini Davina terus menempel dengan Abyasa. Hingga ia sudah tidak punya waktu sedikit saja bersama anak itu.Sang anak sudah tidak mau sama sekali bersamanya. Mungkin karena ia yang selalu memasang wajah cemberut.Seharian Davina benar-benar menghabiskan waktu dengan Abyasa. Kerinduan kepada ayahnya sepertinya sangat besar. Dulu, bila tidak pergi ke rumah makan, David pun seharian akan membersamai Davina. Memenuhi apa pun permintaan anak itu, bahkan menemaninya tidur siang.Dulu, Elsa merasa baik-baik saja, karena toh Davina seperti itu dengan ayah kandungnya. Terlebih karena ia yang sibuk kuliah, membuatnya terasa sangat terbantu. Terkadang Davina hanya diurus David seharian jika ia sibuk di kampus. Terutama di hari-hari penyusunan skripsi.Bila dulu Elsa merasa senang dan sangat terbantu, kin
62Elsa menggeliatkan tubuhnya saat mendengar suara klakson panjang. Namun, gegas membuka mata saat tangannya terasa menambrak sesuatu. Terasa tidak leluasa dan … matanya mengerjap saat mendapati jika ia tengah di dalam mobil. Diedarkan pandangan yang sebenarnya belum begitu jelas hingga mendapati dirinya tengah menyandar nyaman ke sesuatu yang hangat.Elsa menarik kepala dan tubuhnya agar menjauh dari sesuatu yang terasa hangat itu. Yang setelah sadar ternyata tubuh Abyasa. Matanya memicing mengingat apa yang terjadi sebelum ini. Namun, ia hanya ingat dirinya tidak lagi menoleh setelah permintaan Davina untuk Abyasa. Elsa terus membelakangi mereka untuk menyembunyikan air matanya yang tidak dapat dikendalikan. Turun menganak sungai di pipinya.Setelah itu ia tidak mengingat apa pun lagi. Mungkin langsung tertidur karena ia punya kebiasaan mudah tidur di mana pun asal sudah menempel dengan sesuatu. Hingga cap ‘nempel molor’ pernah tersemat padanya. Terlebih bila sudah menempel dengan
63Dengan kondisi hati yang tidak dapat dibayangkan, Elsa berangkat ke rumah sakit bahkan tanpa mandi dan berganti baju. Terlebih Davina yang terus menangis menanyakan Abyasa. Sungguh, Elsa sangat mengkhawatirkan Abyasa. Takut terjadi sesuatu dengan laki-laki itu.Walaupun belum menganggap suami sungguhan, apalagi ada cinta untuk laki-laki itu, tetapi tak urung ia cemas mendengar Abyasa di rumah sakit akibat kecelakaan. Bayangan saat kejadian David celaka terlintas lagi. Bagaimana jika kejadian yang sama terulang dan kini menimpa Abyasa?Elsa memeluk Davina erat. Untuk menenangkan anak itu, juga untuk mencari kekuatan dirinya sendiri. Ia takut, sangat takut apa yang terjadi dengan David juga terjadi dengan Abyasa.Elsa memejam, bayangan saat ia mendapat berita David kecelakaan, terus saja bermunculan. Pikiran buruk memenuhi kepalanya karena sang ayah tidak mengabarkan dengan jelas kondisi terkini laki-laki itu. Berdoa adalah sesuatu yang hanya bisa ia lakukan saat ini.Elsa meminta ti
64Elsa menggigit bibirnya. Sumpah demi apa pun kata-kata Abyasa menohoknya.Lelaki itu bicara sangat acuh bahkan sambil memejam seolah memang tidak peduli lagi dengan pernikahan mereka. Apa ia sangat marah hingga berubah secepat ini? Apa memang dirinya yang keterlaluan? Bukankah Abyasa sejak awal sudah tahu jika dirinya belum bisa menerima lagi lelaki itu? Lalu kenapa begitu cepat lelaki itu menyerah?Apa itu artinya Abyasa akan menceraikannya lagi? Apa ia akan kembali menjanda di hari kedua pernikahan mereka?Elsa menggeleng. Tidak, ia tidak mau mereka bercerai dulu, paling tidak sampai ia memiliki tabungan dan memberi Davina pengertian jika Abyasa buka ayahnya yang sewaktu-waktu bisa meninggalkan mereka.Elsa menggeleng, kemudian membusungkan dadanya. Ia harus melakukan sesuatu.Didekatinya lelaki yang masih memejam dengan wajah menengadah itu, kemudian mendekatkan tubuhnya dengan tubuh Abyasa agar dapat menarik punggung lelaki itu dengan jalan memeluknya. Elsa bermaksud ingin memb
65Elsa membelai lembut lengan Abyasa yang patah setelah memposisikan dirinya di samping lelaki itu. Tak urung hatinya ketar-ketir, karena merasa terciduk melakukan kekerasan terhadap pasien di rumah sakit ini. Dipasangnya wajah lugu yang pull senyum saat lelaki berjas putih dan kacamata yang bertengger rendah di tulang hidungnya masuk ruangan.“Bagaimana kondisi suami saya, dokter?” tanyanya untuk membuang rasa groginya akibat terciduk melakukan KDRT.Lelaki berjas putih seumuran Abyasa, menoleh sebentar sebelum memeriksa tangan kanan pasiennya.“Kita akan observasi dulu ya, Bu. Harus ada rotgen lanjutan untuk memastikan kondisi tulang suami Ibu. Karena masuk IGD dini hari, dan kita baru melakukan tindakan darurat saja. Untuk selanjutnya pasien akan melakukan serangkain pemeriksaan lagi. Nanti tindakan lanjutan dilakukan setelah hasil observasinya keluar.”Elsa mengangguk tanda mengerti. Tangannya tak henti membelai pundak dan lengan Abyasa dengan lembut selama dokter memberikan penj
66“Tolong panggilkan perawat,” ujar Abyasa setelah beberapa saat lalu terlihat gelisah.Elsa yang tengah membuka ponselnya, gegas menurunkan benda itu dari depan wajahnya. Kemudian berjalan mendekat. Tidak ada siapa pun di sana selain mereka. Karena Elsa menyibukkan diri dengan ponsel.Mahesa sedang mengajak Davina keluar. Walaupun Abyasa melarang karena takut sang adik melancarakan aksinya mendekati anak itu. Nyatanya pemuda berkuncir tetap berhasil membujuk Davina dengan iming-iming jajan eskrim.“Ada apa?” tanya Elsa heran saat melihat Abyasa duduk dengan tidak nyaman. Walaupun sibuk dengan ponsel, nayatanya Elsa tetap memperhatikan lelaki itu lewat ekor matanya.“Aku mau ke kamar mandi,” jawab Abyasa lagi seraya membuang muka.Elsa mengempiskan pipinya. Sebenarnya ingin tertawa. Ternyata lelaki itu gelisah karena ingin buang air, hanya saja sikap jual mahalnya ternyata masih berlanjut. Padahal tadi sudah jelas-jelas tidak suka jika Mahesa akan menggeser posisinya.“Tolong panggil
138“Ka-mu beneran mau sama dia?” Elsa bertanya ragu dengan telunjuk menunjuk rendah Mahesa. Tatapan sangsi ia lemparkan antara Mahesa dan Nadia berganti-gantian.“Hei, pertanyaanmu itu, Kakak ipar. Memangnya kenapa denganku? Aku ini ganteng, lebih ganteng dari suamimu. Aku juga masih muda, paling tidak lebih muda dari suamimu. Aku juga punya pekerjaan mapan, walaupun tidak lebih tinggi jabatannya dari suamimu. Wanita yang aku pilih akan menjadi wanita yang sangat beruntung karena di luar sana ada banyak wanita yang aku tolak. Lalu, kenapa kalau wanita cantik ini juga memilihku?”Mahesa bertolak pinggang. Terlihat raut tersinggung yang sengaja dibuat-buat. Sejatinya ia tidak bisa marah terhadap Elsa walaupun cintanya berkali-kali ditolak wanita itu. Ia bahkan rela bermusuhan dengan kakaknya sendiri dan menghancurkan nama baiknya sendiri untuk melindungi Elsa. Namun, Mahesa menyadari jika perasaan tidak bisa dipaksakan, sebaik apa pun ia terhadap Elsa, tidak dapat membuat wanita itu ja
137“Vivi mengganggu saja,” omel Elsa pelan seraya menyusupkan wajah di sisi leher Abyasa.Mereka baru saja menyelesaikan satu ronde percintaan panas malam ini saat pintu kamar diketuk dan pengasuh mengantar Davina yang menangis mencari ayah sambungnya. Untung saja mereka telah selesai hingga walaupun lelah dan sedikit terganggu, setidaknya tidak ada lagi yang mengganjal.Abyasa tersenyum. Tangannya mengusap kepala Elsa yang terbenam di salah satu sisi lehernya. Sementara yang sebelah lagi memeluk tubuh Davina yang juga memeluknya. Bahkan cegukan sisa isaknya masih terdengar sesekali.Tadi pengasuh mengantar Davina ke sana dalam kondisi nangis kejer. Mungkin sudah nangis lama akibat dilarang ke kamar orang tuanya.“Sabar, nanti kalau Vivi sudah pulas lagi kita lanjut babak dua, ya.” Abyasa berbisik nakal. Sesuangguhnya ia pun masih ingin mengulang lagi dan lagi. Bayangkan, selama bertahun-tahun hasrat itu terkubur karena trauma mendalam, kini setelah kembali masih harus ditahan.Mengh
136“Mas, kasihan ya, Mbak Lina. Dia dicerai saat mengandung hanya gara-gara Bang Adrian cemburu buta.”Malam ini Elsa menyandarkan kepalanya di dada sang suami. Mereka menikmati malam yang mengembuskan udara hangat di balkon kamar. Davina sudah lama terlelap berbantalkan salah satu paha Abyasa. Sementara di sisi lainnya, Elsa menempelinya dengan posesif.Tangan sang wanita sejak tadi tak diam. Terus saja memainkan bulu-bulu yang tumbuh di sepanjang rahang sang suami. Bulu-bulu yang rasanya baru kemarin ia cukur, kini sudah mulai mengintip lagi melalui posri-pori kulit sang suami.Sesuatu yang paling disukainya sejak dulu. Bahkan di hari pertama pernikahan pura-pura mereka, ia tidak tahan untuk tidak menyentuh bagian tubuh Abyasa yang satu itu. Dulu, bahkan Abyasa sampai mengamuk karena kelancangannya.“Bang Adrian memang keterlaluan. Menceraikan setelah sebelumnya menuduh dengan keji. Dipisahkan dari anaknya selama enam tahun memang hukuman yang paling pantas. Karena akhirnya ia meny
135“Maaf, Elsa. Sebenarnya Abang datang ke sini, untuk menyerahkan ini.” Adrian bicara setelah mendapat kesempatan. Tangannya menyodorkan sebuah map di atas meja.Mata Elsa yang masih nyalang, mengikuti gerakkan tangan Adrian hingga pupil matanya terfokus di map yang sangat familier baginya.“Ini milik Vivi, dan selamanya akan menjadi milik Vivi,” ujar Adrian lagi.Elsa mengalihkan pandangan dari map ke wajah lelaki yang sangat berbeda dengan kemarin. Jika kemarin penuh emosi dan meluap-luap. Tidak mau kalah setiap kali berdebat, bahkan terus saja bersitegang dengannya dan Abyasa. Namun kini terlihat sangat tenang dan teduh. Ia bahkan menunggu Elsa selesai meluapkan amarahnya. Ia hanya diam menyimak sampai Elsa lelah sendiri.“Maaf, seharusnya Abang melakukan ini sejak dulu. Seharusnya Abang tidak membiarkan kamu dan Vivi keluar dari rumah kalian. Rumah peninggalan David adalah hak Vivi, hak kamu juga. Tidak seharusnya kalian terlunta-lunta di luar sana sebelum kamu kembali menikah k
134Elsa mengusap sudut bibir Abyasa dengan tisu. Ia baru saja selesai menyuapi pria yang lagi-lagi sikap manjanya berlipat-lipat jika sedang sakit. Namun, tidak apa. Kali ini Elsa melayaninya dengan Ikhlas. Diurusnya lelaki itu dengan segenap hati walaupun ia jadi seperti mengurus dua bayi.Untunglah Davina tidak terlalu rewel. Meski harus mendapat perhatian lebih karena jiwanya masih terguncang atas semua peristiwa yang menimpanya. Namun, Davina termasuk anteng dan tidak banyak menuntut. Lebih sering berbaring memeluk Abyasa bahkan hingga tertidur. Seolah meminta perlindungan, gadis kecil itu sering berteriak jika tengah teringat kejadian kemarin. Dengan memeluk sang ayah sambung, ia seolah merasa tenang.Kebiasaan barunya saat akan tidur adalah memeluk ayah sambungnya itu, Abyasa tidak akan meninggalkannya hingga ia terlelap. Walaupun tubuhnya pun belum sepenuhnya pulih, Abyasa akan merelakan dirinya dan mengutamakan kenyamanan Davina.Keduanya melirik pintu kamar karena seseorang
133Kengerian tercipta saat mobil Porsche putih yang melesat cepat itu akhirnya melanggar tubuh kecil Irma dan menerbangkannya cukup jauh hingga mendarat di sebuah pot bunga besar setelah sebelumnya juga menghantam pohon palm di halaman.Elsa bahkan hanya bisa melebarkan mata dengan kedua tangan menutupi telinganya. Mulutnya tidak dapat mengeluarkan suara sedikit pun saking tidak percaya dengan yang baru saja terjadi di depan matanya.Tubuhnya lemas bagai dilolosi tulangnya, ambruk bersamaan tubuh Irma yang juga mendarat di paving. Elsa tidak tahu lagi apa yang ia rasakan saat ini. Dunia terasa berputar di matanya. Jungkir balik dan melayang-layang. Semua abu-abu dan hampir gelap saat teriakkan nyaring dari suara yang dikenalnya menyapa telinga.“Mama ….”Elsa menggelengkan kepala dengan kuat demi mendengar suara yang sumpah demi apa pun sangat dirindukannya. Segenap kesadaran yang beberapa detik lalu hampir terbang karena tak percaya dengan pandangannya, kini berusaha ia hadirkan lag
132“Ayo kita kembali ke rumah itu.” Abyasa berusaha bangkit, tapi gegas Elsa menahan. Sang suami masih terlihat kesakitan.“Kamu masih harus istirahat, Mas.” Elsa menggeleng sembari menahan tangan sang suami. Tatapan nanar bercampur haru berpendar di mata basahnya.“Elsa, keselamatan Vivi jauh lebih penting dari kesehatanku. Ayo kita kembali ke sana.”“Tidak, Mas. Kamu istirahat saja dulu, aku yang akan ke sana.”“Kamu?”“Iya. Ada ibu, sopir dan orangnya Pak Sudradjat yang menemani.”Abyasa menggeleng seraya tetap bangkit. “Kita pergi sama-sama. Di sini pun aku tidak akan bisa istirahat. Selain mengkhawarirkan Vivi, aku juga akan mengkhawatirkanmu, Elsa.”Elsa menggigit bibirnya. Sungguh ia tidak tahu apa yang harus dipikirkannya saat ini, tidak tega membiarkan Abyasa harus pergi di saat terluka, tapi juga keselematan Vivi sangat penting. Ia takut terjadi sesuatu dengan anak itu mengingat cerita sang ibu yang menyebut sang anak dikuasai anak majikannya yang autis.Akhirnya walaupun d
131Kening Elsa berkerut dalam, matanya memicing tajam. Ditatapnya tak percaya wanita yang memiliki garis wajah sama dengannya itu. Serius. Tidak terlihat gurat canda atau sedang berbohong.“Apa maksud Ibu? Jangan bercanda, Bu. Jangan membuat kepalaku semakin mendidih. Ibu tahu kan, kalau saat ini aku sedang sangat down.”“Ibu tidak bercanda, Elsa. Ibu memang yang membawa Vivi dari kolam renang kemarin.”Hening. Baik Elsa atau Irma tidak bersuara pasca kalimat Irma yang diucapkan dengan sangat serius barusan. Untuk beberapa lama Elsa larut dalam berbagai perasaan yang tak dapat digambarkan bahkan oleh dirinya sendiri.Apa ia harus percaya dengan kalimat sang ibu barusan? Tapi jika dipikir-pikir, bagaimana ibunya tahu Davina hilang sedangkan mereka baru saja bertemu lagi. Jika memang benar sang ibu melakukannya, kenapa? Apa motifnya?Benar dugaannya, kemuncukan Irma di sini disertai banyak misteri.Perlahan Irma yang sedari tadi hanya menatap kosong ke depan, mengalihkan pandangan ke a
130“Ibu?” Elsa bergumam lirih dengan tatapan memicing tak percaya melihat sosok wanita paruh baya berpostur mungil yang tengah berdebat dengan laki-laki yang seharian ini terus membuntuti dirinya dan Abyasa.Untuk beberapa lama ia mematung di tempatnya. Mencoba mencerna apa yang tengah terjadi hingga saat ia bisa menguasai dirinya, kakinya gegas mendekat.Sebelum Elsa tiba, wanita yang masih berdebat sudah menyadari kehadirannya, hingga ia yang menyongsong.“Elsa ….” Pekiknya seraya menghambur memeluk tubuh Elsa dengan kuat hingga nyaris terseret mundur beberapa langkah.Elsa mengerjap bingung. Sungguh, ia merindukan sang ibu yang sebenarnya sejak kecil mereka tidak hidup bersama dan baru bertemu saat ia menjadi istri David. Namun, entah kenapa saat dipertemukan dalam keadaan seperti ini, ia malah bingung seolah tidak suka bertemu lagi. Baginya, ada banyak misteri di balik pertemuan tak terduga ini.“Elsa, aku yakin jika ibumu ini yang sudah membawa Vivi. Buktinya ia tiba-tiba saja d