Pintu lift menuju lantai atas terbuka. Saat Verdi melangkah masuk dan pintu lift siap menutup, sebuah suara memanggilnya.
“Tunggu!”
Spontan Verdi menekan tombol dan pintu kembali terbuka. Seseorang melangkah masuk. Ketika orang itu mengucap terima kasih, Verdi hanya mengangguk. Ia lalu kembali menekan tombol hingga pintu lift menutup.
Saat pintu lift menutup itulah, pantulan orang di belakang Verdi jadi terlihat jelas. Ternyata itu Rania yang kemudian menyapanya dari belakang.
“Hai.”
Disapa demikian, Verdi membalik tubuh. Keduanya kini berhadapan. Verdi juga jadi tahu bahwa di ruangan lift ada seorang lain. Seorang pria sedikit tambun yang saat ia melihat orang itu raut wajah Verdi berubah. Ia mengenali orang itu sebagai orang dari sebuah perusahaan pelayaran yang pernah ia lihat di mall Jayakarta bersama Renty.
"Terima kasih buat masukanmu," ucap Rania tulus.
Verdi berpikir sejenak. "Ini kasus bahan baku yang
Selama lebih dari empat bulan bekerja di tempat itu Rania semakin menyadari bahwa penting untuk meng-iya-kan saja apa yang dikatakan atasan. Ini berlaku bukan hanya bagi dirinya tapi juga bagi semua orang yang memiliki atasan di perusahaan itu, jika mereka masih ingin periuk nasi, atau tepatnya rice cooker, mereka tetap berasap. Aneh memang, tapi mencari info lebih lanjut dengan menyelidiki secara detil tentang suatu permasalahan kerap dianggap sebagai sikap mbalelo, melawan. Rania juga mendapati bahwa mereka yang memiliki posisi cukup tinggi dan dapat bertahan lama di perusahaan ternyata karena mereka umumnya memiliki sikap yang sama: membebek. Mengikuti apa saja kata atasannya tanpa perlu bertanya.Itu sebabnya ketika Edwin menampik untuk menjawab pertanyaannya, Rania belajar untuk meng-iya-kan saja. Tak perduli jika itu akan sedikit mengusik nuraninya yang protes atas ketidakberesan yang terjadi.Semenit s
Urusan di BPOM, sebuah lembaga pemerintah selaku pengawas obat dan makanan, sudah hampir selesai. Rania sedang turun dari tangga ketika sebuah suara memanggilnya."You?" Rania terheran melihat keberadaan Verdi."Lagi ngurus penerbitan nomor registrasi BPOM." Seperti dapat membaca pikiran Rania, Verdi langsung menjelaskan alasan keberadaannya."Oh.""Kamu sendiri ngapain?""HC.""Ngurus Health Certificate? Sertifikat Kesehatan untuk produk apa?""Wafer," jawab Rania singkat sebelum menyambung. "Blueberry."Mereka melangkah menyusuri koridor dengan beberapa petugas berlalu-lalang di sekitar mereka."Habis ini ke mana?""Pulang.""Ini baru jam 14.30 siang. Atau kamu mau kerja remote, jarak jauh dari rumah?"Sambil menatap lurus ke depan, Rania mengangguk. Dan Verdi yang melihat Rania enggan berkata-kata dan h
"Tokoh kunci? Lebay ah."Rania tersenyum yang kemudian diikuti Verdi. Pria itu merasa situasi hati Rania pada pagi menjelang siang itu membaik. Jauh berbeda saat mereka di BPOM kemarin. Ia lantas mempersilahkan Rania agar duduk untuk melanjutkan berbagai topik."Tapi kamu jangan ge-er dulu, Ver. Biarpun kamu itu tokoh kunci bukan berarti kamu nggak punya kelemahan."Topik itu dinilai menarik. Verdi mendengarkan dengan penuh minat ketika Rania menyerahkan laporan yang tadi ia minta."Aku ulangi. Biasanya selama ini aku merem kalau menandatangani PTS kalo sudah ada tandatangan kamu. Tapi yang satu ini yaitu yang berkaitan dengan ekspor percobaan sebanyak satu palet biskuit krim strawberry ke New Zealand, aku tolak."Verdi mencibir maklum. "Alasannya?""Aku prihatin dengan kemasannya yang ditulis di PTS itu terbuat dari kayu. Asal kamu tahu, New Zealand itu punya aturan ekspo
"Kamu hapal banget.""Maklum, kami sering ketemu di beberapa kesempatan. Bukan cuma di Bangkok atau Jakarta saja. Eh, dia itu seperti kamu, Ran.""Seperti aku? Apanya?""Cantiknya, juteknya. Heran, apakah wanita cantik itu identik dengan bawel ya?"Rania tertawa keras. "Mulai deh. Aku nggak jutek koq.""Idih, itu sih kata kamu. Yang nilai kan orang lain."Benar juga, kata Rania membatin."Sudah tau kan bahwa minggu depan kita business trip lagi ke Bangkok? Kalau kamu diketemuin Khun Nichaon, wah pasti rame.""Aku masih belum begitu hapal namanya lho. Yang aku tahu nama belakangnya itu ada porn-nya."Verdi kini melihati Rania dengan tatap aneh."Kenapa, Ver?""Kamu hanya hafal 'porn' saja. Bukan berarti kamu suka yang 'porn' kan?"Ledekan itu membuat Rania jadi gemas dan langsung mencubit punggung telapak tangan V
“Aku pulang sebentar lagi.” Rania melemaskan otot leher sebelum kembali menghadap laptopnya. „Berkas apa itu di tangan kamu?“„Peraturan Personalia yang baru. Udah baca?“„Nanti aja.“„Ini isinya tentang hak dan kewajiban karyawan perusahaan. Mustinya kamu baca dan pelajari,“ katanya serius. “Mmmm, kamu mau kopi susu?”Alis mata Rania terangkat. “Kopi susu di tanganmu itu buatku?”Rania hanya bercanda sebetulnya. Ia kaget ketika Verdi ternyata mengangguk. “Ya. Mau?”Sebelum Rania memberikan jawaban penolakannya, ia telah menaruh cangkir kopi itu di meja.“Ini serius buat aku?”Kepala Verdi bergerak kesana-sini, seolah-olah mencari seseorang, sebelum kemudian balik bertanya.“Nggak ada orang lain di tempat ini kan?”Rania tersedak. Senyum kecilnya menimbulkan dekik keci
Pasca hujan deras, kemacetan di belantara beton bertingkat bernama Jakarta, benar-benar sudah mencapai tahap menjengkelkan. Pembangunan pelbagai infrastruktur, jalur bis, renovasi jembatan, pengerjaan gorong-gorong, dan genangan banjir di beberapa titik memperparah arus lalu lintas. Hari Jumat ini kemungkinan merupakan salah satu hari macet daerah, yaitu daerah DKI. Tak cuma karena tiga jenis pengerjaan di atas namun juga berhubung hari itu adalah akhir pekan yang akan dilanjutkan dengan libur panjang di hari Seninnya. Rania yakin bahwa ada ribuan orang yang memiliki rasa gundah seperti dirinya saat melihat antrian kendaraan di jalan raya yang masih belum juga menunjukkan tanda akan berkurang. Padahal waktu saat itu menunjukkan lebih dari pukul sembilan malam.Ia sudah keluar kantor dari sejak dua puluh menit lalu dan berada di dalam mobilnya. Namun, sungguh menjengkelkan, sampai saat itu ia masih berada di pelataran parkir menuju pintu keluar kompleks ged
Alur mata Rania mengikuti saat Verdi melangkah menuju ke jalan raya untuk memulai perjalanannya berjalan kaki. Mobil di depan bergerak maju. Tiba-tiba suara klakson terdengar di belakang kendaraan. Pengemudi city car di belakang memberi tanda agar Rania memajukan pula kendaraannya. Rania tidak segera maju dan ini menimbulkan jarak antara kendaraannya dengan kendaraan di depan. Sebuah ide melintas. Rania kembali membunyikan klakson panjang. Panggilan klakson itu untuk Verdi. Ia beruntung. Di antara belasan kepala yang berpaling, salah satunya adalah Verdi sendiri yang menoleh ke arahnya dengan rasa ingin tahu. Rania memberi isyarat agar Verdi datang mendekat. Saat pria itu melangkah ke arahnya, klakson dari mobil city car kembali terdengar. Rania membuka pintu, keluar dari mobil dan berteriak pada pengemudi itu. "Kalau nggak sabar terbang saja, Oom!" bentaknya gemas. "Kalau gue gerak, toh elo juga ngg
Sudah lebih dari sepuluh menit Rania berjalan kaki bersama Verdi menyusuri trotoar yang dipadati orang dan pedagang kaki lima. Ia agak heran juga bahwa Verdi bersikap beda dengan saat mereka masih di parkiran gedung. Pria itu kini tidak banyak berbicara."Kamu keberatan jalan kaki bareng aku?"Pertanyaan itu mengagetkan Verdi. "Ah nggak.""Kamu keliatan lagi banyak pikiran.""Tahunya?""Kamu ngejawab setelah aku nanyain kamu tiga kali."Ucapan itu mengagetkan Verdi. "Masa' sih? Pertanyaan yang sama?"Ketika Rania mengangguk, Verdi jadi merasa bersalah. Pergolakan batin karena melihat pemandangan di lantai tiga sebuah hotel rupanya membuat ia tidak menyadari bahwa Rania telah sekian kali menanyainya. Ia harus secepatnya melupakan apa yang tadi ia lihat karena ia bisa saja salah lihat. Verdi juga sadar bahwa ia perlu membuat alasan yang tepat kenapa bisa sampai mengabaikan Rania.“A
“Sayang, aku sekarang ngerti. Kamu sebetulnya tadi itu sedang dijebak oleh Renty. Dia dengan rekannya adalah orang yang nyusupin barang haram itu ke dalam tas kopermu.” Rania tak bisa berkata apa-apa. Mulutnya ternganga lebar dengan mata membelalak sembari menggeleng-geleng kepala. Mama Lidya tak kurang terkagetnya. “Saat dia sendirian, dia ngelakuin aksinya. Seperti yang kamu cerita saat dini hari itulah dia mem-finalisasi rencananya. Mungkin saat itulah dia dikirimi paket narkoba dari temannya yaitu ganja dan segala macam obat haram itu. Mungkin juga Renty adalah penggunanya. Tidak tertutup kemungkinan ke arah itu. Saat pagi harinya ketika kamu nggak di kamar, dia sisipkan itu di bagian tas koper. Mungkin dengan membuat robekan kecil di koper kamu yang memang hanya berbahan kain. Sayangnya, rencana itu gagal. Ada Tuhan yang jagain kamu. Kamu dibuat mengalami peristiwa buruk yang bikin tas koper kamu robek dan barang haram yang disisip di dalamnya terjatuh. Paket itu lantas kamu bua
“We gonna make it?”“Absolutely, Mister.” Rania mencondongkan wajahnya ke samping wajah Verdi. “Dan udah terbukti kamu masih tetap joss.”Verdi terbahak lagi. Apalagi kini Rania menatap dengan gerak alis dan tatapan laiknya seorang wanita yang nakal hendak mengajak bercinta. Benar-benar sudah tak ada lagi duka di wajah itu seperti ketika ia baru saja tiba.*Kebahagiaan kedua Rania alami ketika ia dan Verdi tiba di kendaraan mereka. Rupanya ada Mama di sana yang menunggui. Dan yang membuat Rania terkaget adalah bahwa Mama di sana dengan seorang bayi lucu dalam pelukannya.Cerita kemudian mengalir satu demi satu baik dari Mama maupun dari Verdi. Tentu saja porsi terbesar cerita ada pada Mama yang secara runut menceritakan keajaiban yang ia alami. Mungilnya sang bocah membuat Rania jatuh cinta seketika. Permintaan Mama untuk ia merawat bersama-sama diterima de
Hanya ada bahagia tak terperi. Saat Surabaya sudah makin tenggelam dalam malam bahagia seolah bertumpukan satu per satu menimpa hidup Rania. Dimulai dari ketika ia disambut oleh senyum Verdi di pintu keluar bandara.Ah, beda dengan hampir tiga tahun lalu di pelataran parkir perkantoran di Jakarta ketika cinta menggebu membuat Verdi berani memeluk dirinya berlama-lama di tengah keramaian, situasi itu tak terjadi lagi saat ini. Namun tentu saja itu bukan masalah besar bagi Rania. Cinta Verdi atas dirinya tak perlu diragukan lagi karena toh tak semua orang wajib mewujudkan dan melampiaskan rasa itu dengan cara ekspresif.Verdi memeluk. Sebentar. Namun sangat hangat. Dan betapa Rania merindukan pelukan pria terhebat yang ia bisa miliki itu. Pengalaman mengerikan yang dirancang seorang perempuan jahat bernama Renty gagal terwujud. Dan ia yakin itu terjadi karena doanya yang tulus yang menyertai perjalanan.“Kenapa nangi
Penjelasan itu terasa cukup bagi Rania. Ia mengambil tasnya kembali dan memutuskan tidak perlu bertanya lagi. Jam dinding di salah satu sisi ruangan menunjukkan waktu bahwa ia harus sesegera mungkin menuju ruang tunggu pesawat. Para petugas X-Ray tadi menunjukan sikap hormat ketika Rania bergegas pergi.Sepuluh menit kemudian ketika pesawat yang ditumpangi sudah take off, Rania masih terus memikirkan pengalaman aneh yang terjadi. Ketika ia melihat seorang anak kecil pada bangku di depannya membuka bungkus kemasan biskuit berwarna biru tua, seketika ia teringat sesuatu. Ia teringat pada bungkus berukuran sama dan warna yang sama yang ia buang di tempat sampah bandara. Bungkusan yang menurut pengemudi taksi daring yang ia naiki terjatuh dari koper akibat ada bagian koper yang robek karena terbentur bagasi mobil. Bulu kuduk Rania meremang.Tidak perlu menjadi seorang jenius dengan sederet gelar untuk mengetahui apa yang terjadi. Ia nyaris
Urusan check in sudah selesai. Dengan alasan bahwa koper yang dibawa Rania adalah koper kecil yang akan dibawa masuk dalam bagasi kabin pesawat, Rania melangkah ke arah ruang tunggu pesawat. Namun saat melewati security-check, ia kaget karena detektor X-Ray berbunyi. Ia melihat sekitar. Tak ada penumpang pesawat lain. Artinya detektor berbunyi saat melakukan scanning atas koper miliknya.‘Maaf, ibu boleh minggir sebentar?”Ajakan seorang ibu petugas bandara tadi membuat Rania sedikit gugup. Para penumpang lain mulai berdatangan ketika Rania menurut.“Maaf, boleh kopornya dibuka?”Rania merutuk dalam hati atas gangguan kecil yang dialami. Namun ia menenangkan diri sendiri karena menurutnya ini bukan pengalaman pertama ia diminta seperti itu. Itu sebabnya dengan tersenyum ia mengikuti permintaan petugas itu dan membuka koper setelah mengisikan nomor kode koper.Dibantu seorang pe
“O gitu? Kamu puasa Senin – Kamis?”“Begitulah?”“Buat apa? Buat supaya sukses bisnis?”“Bukan.”“Buat dapet jodoh?”“Gak lah.”“Terus? Tujuannya apa?”“Buat ngurusin badan.”Wajah innocent alias tak berdosa yang ditunjukan oleh James sukses membuat Terry tertawa. Walau tawa kecil bagi James ini langkah bagus. Hati Terry yang gembira merupakan pintu masuk untuk diskusi yang sebentar lagi dilakukan akan berjalan kondusif dan hangat. Ia masuk ke dalam gerai, mengambil kopi, biskuit, kue, serta menyelesaikan pembayaran dan menemui Terry kembali di tempatnya semula.“Nih, silahkan nikmati,” katanya sembari mulai meletakkan roti dalam bungkusan plastik beserta kopi dalam kemasan botol plastik mungil ke depan Terry.Saat belum lagi menaruh semua, mendadak dari kanton
Dunia pekerjaan umumnya memang seperti itu. Banyak pegawai oportunis. Banyak orang bersifat hipokrit alias munafik. Pegawai oportunis merupakan orang-orang pemanfaat kesempatan ketika ada peluang mendapat tambahan pemasukan atau promosi. Perkara apakah itu terjadi dengan cara menginjak kepala orang lain, mereka tak peduli. Sedangkan pegawai hipokrit adalah mereka yang selalu mengiyakan apa kata atasan walau apa yang diperintahkan sebetulnya sampah atau tak ada gunanya.Perhatiannya kini tertuju pada Renty. Ia heran karena gadis itu berkali-kali terlihat gelisah di tempatnya. Gerak-geriknya seperti mencerminkan ada sesuatu yang salah yang sebentar lagi terjadi. Dari tempat dirinya duduk, posisi Renty hanya dua meter saja. Karena itulah ketika Renty bergerak, pasti akan sangat ketahuan oleh dirinya.‘Apa penyebab kegalauannya?’ tanyanya dalam hati.*Memiliki cucu di usia yang
Di sebuah sudut hotel yang sepi, Renty menelpon seseorang.“Dit, lu punya ecstasy atau apa gitu?”“Lho, sebetulnya lu mau nyimeng atau pake ecstasy?”“Gue udah liat kopernya. Sulit kalo mau disisip daun kayak ganja. Jadi gue nyari yang bentuknya lebih praktis. Mungkin shabu atau pil ecstasy. Lu ada kan?”“Gue ada paket shabu.”“Ada berapa paket?”“Lima. Tapi shabu lagi mahal.”“Sialan! Kirim lima-limanya kesini sekarang juga. Lu pikir gue gak sanggup bayar, hah?”“Sebetulnya...”“Ah banyak omong. Lu juga mau ancurin hidup Rania kan? Nah, gue juga mau. Dan kesempatan hanya ada hari ini. Setelah ini gak ada lagi karena Sanjay udah mau didepak.”Ucapan Renty itu benar. Mau tidak mau ia harus pergi sekarang juga sekali pun waktu menunjukkan dini hari.
Rania menerima telpon yang ternyata datang dari petugas hotel. Ia berbicara sebentar sebelum kemudian menutup telpon.“Aku keluar sebentar. Mau ke lobby.”“Ada perlu apa?”“Kata petugas konter ada titipan barang untuk aku.”Renty tersenyum ketika Rania hilang di balik pintu yang tertutup. Rencana yang tersimpan lama di benaknya mulai ia realisassikan saat itu juga. Secepat mungkin ia memeriksa koper yang Rania miliki. Ia melihat dan memperhatikan di beberapa titik. Di sisi kiri, kanan, depan, belakang, atas, bawah. Sampai kemudian ia memutuskan bahwa ada satu sudut di dalam koper yang secara rahasia bisa ia sisipkan sesuatu di dalamnya.*Kasus penemuan bayi di bak sampah semakin menimbulkan sensasi dengan banyaknya masyarakat yang mendatangi rumah Mama Lidya. Mbak Titiek, mbak Noni, dan beberapa tetangga sudah menemaninya dengan setia.