Wojo semakin resah. Dia melihat sang adik dalam keadaan sangat mengerikan. Namun, dia tidak akan pernah membiarkan Hendra sangat menderita. Dengan cepat dia menghubungi beberapa dokter yang akan menangani. Mau tidak mau dia harus memberitahukan kepada sang ibu atas keadaan yang dialami oleh Hendra.Nyai menangis. Hatinya sangat menderita mendengar kondisi Hendra. Dia dengan cepat menemui anaknya itu, dan menamparnya sangat keras.PLAK! "Kenapa kau seperti ini? Kau selalu saja mengabaikan perkataan ibumu. Jika sudah terjadi hal seperti ini, apakah kita bisa membantumu? Bahkan dengan kekayaan sampai tanpa batas pun kita tidak bisa membantumu, Hendra. Penyakit itu adalah pemberian alam atas perbuatan zina yang sudah dilakukan oleh manusia," ucapnya dengan tegas sambil terus menangis. Sementara Hendra terus bersujud dan meminta maaf."Aku sudah bersalah. Aku minta maaf dan tidak akan pernah melakukannya. Aku akan tobat. Aku mohon padamu. Ibu, maafkan aku. Di akhir sisa hidupku ini, aku a
Arum tidak menyerah dia terus masuk ke dalam mendekati Pandu yang masih terduduk di pelaminan. Sementara Sabrina menatapnya dengan tajam dan mencoba berusaha mencegah Arum. Dengan sigap, Pandu menariknya dan menggelengkan kepala."Kau duduklah di sini saja, tidak perlu mengurusi masalah yang seperti ini. Biarkan aku yang menanganinya. Lagi pula Romo sudah mengerahkan semua pesuruh itu untuk mencegahnya. Apakah kau percaya kepadaku? Kau sedang mengandung. Tidak baik untuk kesehatanmu dan anak kita."Sabrina merasakan getaran yang sangat hebat. Kebahagiaan yang semakin dia rasakan. Dia tidak percaya akan mengalami hal ini. Pandu kini benar-benar menjadi miliknya. Menjadi suaminya ... dan menjadi sosok yang akan melindunginya. Dia meneteskan air mata kebahagiaan. Tidak menyangka hal ini akan benar-benar dia dapat. Setelah dia mengorbankan semua perasaan dan harga dirinya yang sangat tinggi itu.Beberapa pesuruh mulai mendekati Arum. Sementara Mawar dan Saras menatap tegang ke arah mereka
Mereka tidak menyangka Wojo melakukan hal itu. Ardi pun masih diam dengan menahan tubuhnya yang sangat sakit akibat pukulan beberapa pesuruh Kasoemo. Dia tetap melangkah menghadapi Wojo yang sudah menatapnya sangat tajam. Apalagi memerintahkan semua pesuruhnya untuk mengambil Arum dengan paksa."Kau tidak boleh memperlakukan seorang wanita seperti itu. Apa kau sudah gila? Dia bukan milikmu dan tidak akan pernah seperti itu sampai selamanya. Jangan pernah bermimpi akan memiliki Arum kembali, Wojo. Kau tahu dia tidak mencintaimu. Sekarang pergilah dan jangan membuat masalah semakin membesar," ucap Ardi dengan tegas mengamati Wojo.Para pesuruh masih terdiam di sebelah Arum. Mereka mengurungkan niatnya untuk mengambil paksa Arum. Namun, mereka kembali melakukannya. Spontan Wojo mengangkat tangannya. "Jangan pernah diam. Cepat ambil wanita itu. Masukkan ke dalam mobil, karena hanya aku yang bisa membuatnya bahagia dan memberikan biaya. Cepat kalian. Tunggu apa lagi.""Wojo hentikan. Dia
Nyai masih saja terdiam menatap sang suami yang membalas tatapannya sambil bersedekap. Dia semakin mendongakkan kepalanya dan berkata, "Akan ada saatnya tiba Pandu mengingat semuanya dan mengakhiri semua sandiwara kejam ini. Aku yakin dengan doa pasti aku akan mendapatkan keajaiban. Aku tidak akan pernah membiarkan anakku menderita dengan pernikahan yang sama sekali tidak dia inginkan ini. Aku akan menentang dan tidak akan pernah memberikan restu sampai Pandu benar-benar menerimanya dengan hati yang tulus dan ingatannya kembali," balasnya kemudian meninggalkan Romo begitu saja yang hanya diam tidak menjawab semua perkataannya.Romo menatap pintu kamar Pandu yang masih terbuka. Dia tersenyum melihat Pandu bercanda tawa bersama Sabrina dengan sangat bahagia. Itu adalah pemandangan luar biasa yang sudah ditunggunya selama ini. Dia tidak menyangka Pandu benar-benar menyatukan kasta yang selama ini diimpikan. Sekarang Kasoemo menyandang gelar tertinggi sejajar dengan Kasta Soewojo.Penggab
Sabrina tidak menyangka ternyata Joko sudah menemukan mereka. Dia mengingat semuanya. Saat itu, dia terbangun dan sama sekali tidak melihat Joko berada di sebelahnya. Dia ketika itu tidak mengetahui ke mana Joko pergi. Sabrina hanya membuka kedua matanya dan mengingat sudah berada di depan rumah Pandu. Namun, Kenapa Joko sekarang datang dan akan mengacaukan kebahagiaannya. Dia tidak akan pernah membiarkan Joko membongkar semua rahasia yang sudah dipendamnya. Dia tidak akan pernah membuat Joko membuat kebahagiaannya hancur."Joko, tidak aku sangka kau datang. Sekarang masuk dan duduklah. Seharusnya kau datang di pernikahan kami. Aku ingin sekali berterima kasih kepadamu, karena selama ini kau sudah menjaga calon istriku dengan sangat baik. Aku sangat mengingatmu," ucap Pandu dengan tersenyum. Dia menarik tubuh Joko hingga masuk ke dalam. Sementara Sabrina sudah duduk di sebelah Pandu dengan tatapan tegang. Joko pun membalas tatapan itu. Dia tidak akan pernah membuat Joko merusak kebaha
Arum tidak mengerti kenapa Hendra tiba-tiba datang dan mengetuk pintu kamarnya. Namun, dia terpaku saat melihat Hendra sangat lain. Tubuhnya benar-benar kurus. Wajahnya memucat tidak seperti sosok Hendra dahulu. Tinggi tegap dan sangat gagah. Dengan wajah yang sangat tampan dan senyuman yang selalu terpampang jelas di wajahnya. Kini semua itu sirna dan tidak bisa lagi dilihat."Kenapa denganmu? Ada apa? Kau sangat pucat seperti itu. Apa kau sakit?" tanya Arum dengan pelan. Tatapannya masih saja menyorot tajam. Hendra menganggukkan kepala perlahan, kemudian bersujud di hadapannya dengan tiba-tiba."Aku sudah bersalah denganmu. Aku tidak akan hidup lama lagi. Penyakit itu sudah menggerogoti tubuhku. Aku terkena AIDS, dan aku sudah parah. Aku meminta maaf kepadamu, Arum. Tolong maafkan aku, agar aku bisa pergi dengan tenang," ucapnya dengan sangat pelan. Arum masih saja menatapnya tidak percaya, dengan apa yang dia dengar."Apakah ini lelucon? Apa kau bersungguh-sungguh? Tolong jangan ka
Arum masih tidak percaya Hendra menawarkan sesuatu yang sangat luar biasa. Walaupun itu pasti akan membahayakan nyawanya. Namun, dia ingin sekali keluar dari rumah Wojo bersama ibunya. Arum sangat tahu hanya Wojo yang bisa membuat dia memiliki kehidupan yang layak. Sekarang Arum dan sang ibu tidak memiliki apa pun. Mereka hanya bergantung dengan tawaran Wojo saja. Apakah dia harus menerima tawaran Hendra? Lalu bagaimana dengan nyawanya? Sementara Wojo pasti tidak akan pernah membiarkannya. Dia pasti akan membuat Hendra keluar. Bahkan menghajarnya, tidak peduli walau sang adik sudah mengidap penyakit yang sangat serius. Namun, Arum akan memikirkannya. Dia tidak akan menolak dan akan segera memberi jawaban."Aku tidak akan pernah menolak tawaranmu, Hendra. Namun, apakah yang kau katakan ini benar. Bagaimana dengan nyawamu sendiri? Kau sangat tahu Romo itu memiliki kekuasaan tanpa batas. Dia bisa membuatmu kehilangan nyawa. Bahkan dia bisa membuatmu sangat sengsara jika kau melakukannya.
Arum masih saja belum memberikan jawaban untuk Hendra. "Lebih baik aku menuju taman. Menenangkan diriku," ucapnya segera menuju ke sana.Wojo berjalan cepat menuju kamarnya. Dia menutup pintu dengan menghentak keras, lalu berteriak sangat kencang di dalam kamar. Kemudian memporak-porandakan semua isi di dalam kamar itu dengan emosi yang sangat meluap. Dia tidak mengerti harus berbuat apa melakukan kehendak Selena, namun menyakiti perasaan Arum. Dia sudah memiliki janji sebelum wanita yang dinikahinya itu meninggal. Dia harus melakukannya, karena itu adalah yang terbaik buat Arum. Walaupun dia harus melihat Arum sangat menderita."Kau bisa berusaha untuk mendekatinya," ucap Nyai tiba-tiba datang ke kamar Wojo. Dia sangat terkejut ketika mendengar suara hentakan pintu saat keras dan segera pergi ke sana untuk memeriksa. Tidak Nyai sangka ternyata Wojo benar-benar kesal dengan dirinya sendiri, bahkan membuang semua barang yang berada di hadapannya. Nyai benar-benar tidak ingin hal itu t
Nyai Ani dan Saras saling berpandangan. Mereka tidak percaya dengan kejadian yang sama terulang kembali. Mereka saling berpandangan, kemudian menatap tegang sang pelayan yang masih mendudukkan kepala. Hingga Ibu Arumi pun berlari datang bersujud di hadapan Nyai Ani dan Saras."Maafkan saya, Nyai. Anak saya bersalah. Tolong jangan marah dengan anak saya. Nyai ... saya yang bertanggung jawab. Saya sudah mengatakan kepada Arumi agar tidak mendekati Raden Putra. maafkan saya. Tolong jangan pecat saya karena saya sangat membutuhkan pekerjaan ini. Sekali lagi maafkan saya."Nyai Ani tersenyum. Saras pun juga ikut tersenyum. Mereka segera mendekati pelayan itu dan menariknya hingga berdiri."Tunjukkan aku di mana mereka. Tidak aku sangka, ternyata Putra menyukai wanita yang memiliki nama persis dengan nama anakku, Arum. Aku sangat terharu mendengarnya," balas Saras masih saja tersenyum haru."Ini sudah takdir kita tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Cinta kembali hadir di dalam rumah i
"Paman?" Putra terkejut melihat Ardi berada di belakangnya. Dia segera tersenyum sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak terasa gatal. Wajahnya masih bersemu ketika melihat gadis itu. Ardi tersenyum dan menggelengkan kepalanya, mengingat sosok Pandu saat pertama kali bertemu dengan Arum. Ardi sudah bercerita semua kisah Pandu dan Arum kepada Putra. Kejadian barusan, sama persis dengan sosok Putra."Kau menyukainya?" tanya Ardi sekali lagi sambil mengangkat salah satu alisnya."Entahlah, Paman. Ketika aku melihatnya. Jantungku tiba-tiba bergetar. Dia seperti bidadari. Wajahnya secerah awan. Senyumannya membuatku tidak bisa mengalihkan pandangan darinya. Bahkan, sampai sekarang pun aku memikirkannya. Bayangan wajahnya itu selalu ada di dalam pikiranku. Padahal aku baru menemuinya hanya beberapa menit saja. Hmm, siapa dia, Paman? Aku ingin sekali bertemu dengannya.""Hahaha. Itu adalah namanya cinta. Yah ... kau mencintainya. Cinta pandangan pertama. Ibunya baru bisa aja bekerja menj
"Romo datang?" Sunarsih seketika terpaku. Apalagi Romo dan Nyai Ani membawa beberapa kain dan perhiasan. "Maafkan kami datang dengan mendadak. Kami mendengar dari pelayan jika kalian akan menikah. Aku ada beberapa kain kebaya. Sebenarnya aku ingin memberikannya kepada Arum. Ini adalah kain dari ibuku. Aku berniat untuk memberikannya kepada Arum saat dia sudah melahirkan. Tapi ternyata takdir berkata lain dan aku berpikir ingin memberikannya kepada kalian, karena kalian adalah dua wanita yang sangat hebat."Mawar dan Sunarsih saling berpandangan. Mereka tidak menyangka, seseorang yang sangat mereka takuti sekaligus benci datang dengan pandangan lain. Senyuman terpampang di wajah angkernya selama ini.Nyai Ani menyodorkan kain itu dengan tersenyum. Mawar dan Sunarsih akhirnya tersenyum dan menerima. Mereka tidak percaya dengan semua ini."Aku tidak bisa berkata apa pun. Yang jelas, aku sangat bahagia," ucap Sunarsih. Dengan mendadak, dia mendekati Romo dan memeluknya. Semua orang terk
"Bagaimana ini bisa terjadi? Kenapa seseorang yang sangat gagah seperti dirinya bisa menjadi seperti ini? Aku benar-benar tidak percaya, Hendra. Apakah kakakmu bisa sembuh? Aku harus bagaimana menghadapi kakakmu yang seperti ini?" ucap Saras kemudian meneteskan air matanya."Ibu hanya perlu mendekatinya saja. Katakan apa pun yang bisa membuat kakakku mengerti jika dia harus menjalin kehidupan ini. Kematian Pandu sudah dilupakan oleh pihak hukum, karena kondisi Kakak yang seperti ini. Mereka berharap Kakak bisa menjadi sosok seperti semula kembali. Tapi ... sepertinya itu susah, Ibu. Bahkan sekarang ibuku, Mustika, dan semua adiknya pun sangat bersedih. Tidak ada kebahagiaan lagi yang berada di rumah." Hendra menatap sang kakak dengan sangat sendu. Tubuhnya yang semakin kurus, membuatnya tidak memiliki tenaga yang cukup. Dia resah bagaimana jika dia nanti pergi dari dunia ini. Siapa yang akan menjaga keluarganya?"Baiklah, aku akan mencoba mendekatinya." Sarah mendekati Wojo yang masih
Mereka semua terkejut saat Joko tiba-tiba masuk dan mengatakan hal seperti itu. Sunarsih seketika menganga, menatap Joko dengan sangat tampan menggunakan kemeja putih, berjalan menghampirinya. Dia menatap Sunarsih dan menutup mulutnya. Sunarsih terpaku seketika."Apa ..."Joko saat itu selalu memandang Sunarsih. Sifatnya yang sangat lucu dan tomboy, mengingatkan dia kepada Sabrina. Namun, Joko harus menutup hatinya untuk Sabrina yang sudah pergi. Joko perlahan-lahan sering menemui Sunarsih dan berusaha membuka hatinya. Hingga dia paham hatinya sedikit bergetar. Ketika mendekati Sunarsih yang selalu paham dengan dirinya.Joko selalu bercerita apa pun kepada Sunarsih. Dia sangat kesepian, tidak sengaja bertemu Sunarsih di taman. Sejak saat itu mereka selalu mengobrol dan akrab. Joko terus berpikir sepanjang hari, hingga dia akhirnya memutuskan untuk melamar Sunarsih."Walah, masa aku mendapatkan lamaran dengan cara seperti ini? Hah, tiba-tiba saja datang lalu ngomong, mungkin aku. Hah,
Bagai tersambar petir. Perasaan Saras seketika hancur. Dia tidak menyangka perasaannya selama ini akhirnya terjawab. Beberapa hari sebelumnya dia selalu memandang Arum, dan sudah merasakan akan kehilangan anaknya untuk selamanya. Ternyata sekarang dia akan menghadapi hal itu. Sebuah pertanda yang selalu dia lihat, dari perkataan Arum dan Pandu. Seolah-olah mengetahui mereka tidak akan hidup lama lagi. Tanpa sadar mereka ungkapkan selama ini. Saras selalu menepis semua yang ada di pikirannya. Namun, ternyata benar. Dan terlebih lagi, dia teringat sumpahnya dan sumpah Nyai Ani, yang kini terjawab sudah."Tidak! Tolonglah dokter. Lakukan apa pun untuk menyelamatkannya. Aku mohon kepadamu dokter. Biarkan anakku hidup, karena aku belum bisa membahagiakannya. Aku mohon dokter," ucap Saras dengan lemas. Nyai Ani yang terus menangis memeluknya. Begitu juga dengan Wati dan Sunarsih yang tidak kuasa mendengar. Tidak bisa menumpu tubuhnya yang mendadak lemas, Sunarsih hampir tumbang. Joko yang b
Suara letusan peluru tiba-tiba terdengar cukup keras. Arum menatap Pandu yang tersenyum ke arahnya, membelai pipinya dengan perlahan, lalu memeluknya."Kau sangat cantik, Arum," ucap Pandu pelan.Arum mengernyitkan kedua alisnya semakin dalam. Menatap Pandu yang tiba-tiba pucat. Hingga dia merasakan basah di kedua tangannya. Perlahan, Arum bergetar saat melihat jemarinya tiba-tiba dipenuhi dengan cairan darah segar yang keluar dari punggung Pandu. "A-pa ...," ucap Arum pelan. Dia tidak bisa berkata. Mulutnya tercekat, bahkan napasnya terhenti seketika, seakan dia tidak bisa bergerak. Tubuhnya kaku. "Mas ..." Arum kembali menatap kedua mata Pandu yang masih memperlihatkan senyuman dan cinta tulusnya kepada Arum."Tidak ada hal di dunia ini yang lebih indah selain dirimu. Wanita yang tidak akan pernah tergantikan sampai kapanpun. Wanita yang selalu ada di hatiku. Wanita yang selalu aku cintai. Aku sangat ... mencintaimu. Kau tidak tergantikan," bisik Pandu masih dengan tersenyum. Arum
Wojo terdiam, menunggu Arum untuk mengatakan jawaban yang sudah ditunggunya. Arum tersenyum menganggukkan kepala dan berkata, "Aku akan menjadi istrimu dan mendampingimu sampai kapanpun. Tapi aku mohon kita pergi dari sini dan melupakan semuanya," balas Arum masih dengan tersenyum, namun meneteskan air matanya. Menahan hatinya yang terasa sesak. Padahal dia sama sekali tidak ingin berkata seperti itu. Namun, apa boleh buat. Tindakannya itu benar-benar meluluhkan lelaki yang semula memendam amarah."Ini tidak benar! Hah, benar benar sangat menyakitkan. Aku tidak akan pernah melepaskan istriku untuk lelaki lain. Bisakah aku hidup bahagia jika aku berpisah dengannya? Lebih baik aku kehilangan nyawa, dari pada aku melihat dia bersama dengan lelaki lain. Aku tidak akan pernah membiarkannya," batin Pandu. Dia berjalan mendekati Arum. Menariknya, kemudian menggelengkan kepalanya dengan perlahan."Tidak adakah cara lain yang bisa aku lakukan selain memohon untuk berada di sisimu. Tidak adakah
Pandu terkejut. Dia segera menghampiri Hendra yang masih terengah-engah mengatur napasnya. Apa yang dikatakan Hendra barusan membuatnya ketakutan. Pasti keluarganya dan keluarga Wojo sudah melakukan perdebatan sengit, dan tentu saja keluarga Wojo pasti akan memenangkan perdebatan itu."Hendra. Tenangkan dulu dirimu. Berbicaralah dengan baik. Kenapa kau ini? Ada apa sebenarnya?" balas Pandu dengan sangat panik. Hendra masih menekan dadanya yang terasa sesak. Tenaganya benar-benar terkuras. Saat itu, Hendra segera mengendarai mobilnya dan mencari Pandu ke rumah Ardi saat mengetahui sesuatu terjadi dengan sangat mengerikan. Ardi segera mengatakan di mana keberadaan Pandu. Sementara Ardi segera menuju ke kediaman Kasoemo untuk menangani masalah itu."Kakakku marah besar, Pandu. Dia berada di kantor wartawan itu, memporak-porandakan kantor itu. Lalu, mengancam semua wartawan yang berada di sana termasuk pemilik kantor itu. Dia sangat marah. Hah, setelah berhasil membuat semua orang takut,