Risa terkejut saat masuk ke dalam kamar. Tampak Jo sedang berdiri di balik pintu dan menyodorkan buket kecil berisi kumpulan mawar merah."Welcome, Honey!" sambut Jo dengan senyum termanis yang pernah Risa dapatkan."Wow!!" Risa menerima buket bunga itu. Semerbak aroma mawar yang telah Jo siapkan untuknya mewangi hingga menembus lubuk hati terdalamnya."Bukannya kamu lagi demam? Kok malah bikin ginian?" Risa menatap takjub Jo."Cuma pura-pura sakit. Biar bisa bikin kejutan buatmu," Jo meraih tangan kanan Risa," Ayo masuk. Belum makan siang kan kamu?""Heum," senyum Risa tak lagi bisa disembunyikan. Wajahnya benar-benar dipenuhi oleh tatapan penuh cinta. Satu per satu sisi manis dari diri Jo mulai bermunculan. Mengejutkan sekaligus melelehkan seluruh hatinya."Aku tadi minta disiapin aneka seafood sama pihak cottage. Ada es kelapa muda juga. Ini coba deh diminum dulu," Jo mengambil sebuah kelapa hijau berukuran besar yang sudah dibuka bagian ujungnya. Disodorkannya kelapa muda itu ke h
David bangun dari duduknya. Perasaannya mendadak dipenuhi kebimbangan. Seolah ada hal buruk yang siap menanti dirinya. Padahal, Riana pergi baru sebentar saja. Tetap saja perasaannya mengatakan ada sesuatu yang tak beres. Dorongan-dorongan aneh memaksanya untuk segera mencari Riana."Mendingan aku cari dia sekarang," David menuruti kata hatinya. Dia bergegas mengambil hape dan mengetik pesan untuk Riana.Di mana kamu? Aku mau nyusul. Itulah pesan yang David kirimkan ke istrinya.Tak ada balasan. Semakin menguatkan rasa tak enak yang mengganjal di hati. David bergegas berlari menuju kamar Risa dengan asumsi Riana pasti masih di sekitaran sana.Saat sampai di lorong dekat kamar Risa dan Jo, David melihat pintu kamar terbuka. Segera David mendekat dan mengintip. Tak ada tanda-tanda keberadaan orang. Sunyi senyap. David memutuskan menerobos masuk sambil memanggil-manggil nama Riana."Riana?? Riana??" David menatap ke sekitaran kamar yang senyap itu. Matanya menangkap seseorang merintih ke
Dengan sisa tenaganya David menarik motor yang tergeletak di pinggiran jalan. David segera naik lagi. Tangannya mulai menstarter motor. Deru suara mesin dan asap dari knalpot mulai bermunculan. Suaranya beriringan dengan suara napas David yang masih tersengal. Tak berapa lama, David langsung meluncur ke arah dermaga kecil tempat kapal feri mengantarkan para wisatawan ke pulau ini.Pandangan David agak meremang. Entah karena terlalu banyak kena pukul. Entah karena kondisi sekitar yang masih jarang lampu sehingga pandangannya terhalang.Samar-samar telinganya menangkap suara mesin kapal. Semakin dekat dermaga, suara itu semakin jelas. David langsung menambah kecepatan motornya. Hatinya berharap kapal itu benar kapal di mana Jo berniat membawa Riana kabur.Tepat saat sampai dermaga, David melihat ada sebuah kapal. Tapi, bukan kapal feri. Semacam kapal kecil untuk nelayan mencari ikan.Jantung David bergemuruh tak wajar. Langkahnya cepat turun dari motor. Dia berlari menyusuri jembatan ba
Dahi David berkerut. Pergerakan posisi Riana berbelok aneh. Arahnya berputar balik kembali ke arah mereka berada."Jon, hape Riana udah ketahuan," David menatap serius Jono yang ada di sebelahnya."Terus gimana Bos? Mau kejar helikopternya aja?"David terdiam sejenak. Jika memaksakan ke lokasi titik terakhir Riana berada, kemungkinan bisa dapat petunjuk keberadaan Riana secara pasti pun masih tidak jelas."Ya. Kejar helikopternya. Terus kirim orang ke daerah terakhir Riana diturunkan buat penyelidikan lanjutan," perintah David. Setidaknya dia harus dapat dulu info dari si pilot helikopter yang disewa oleh Jo. Sedikit banyak, pilot itu pasti tahu arah mana yang Jo tuju. Di sisi lain, anak buahnya bisa mengurus menyisir posisi Riana berada. Semua hal harus David lakukan. Semua demi bisa menemukan Riana.***********Mobil yang Jo sewa sudah memasuki area villa tersembunyi di kawasan Puncak Mas. Sesampainya di villa, Jo menyuruh para penjaga sewaannya membawa Riana ke kamar lantai atas. S
Aku tak pernah tahu akan mencintaimu sedalam ini. Entah kapan tepatnya. Aku tak menyadarinya. Yang jelas hanya kamu yang selalu bisa membuat hatiku nyaman dan bahagia.Awalnya, dulu, sebelum benar-benar berpisah denganmu, aku bisa melewati hari-hariku dengan baik. Karena orang selalu berkata, patah hati akan sembuh beriringan dengan datangnya cinta yang baru.Risa. Cinta baru sekaligus kehidupan baruku. Kehidupan yang dicintai oleh keluargaku. Harusnya aku juga bisa turut mencintai Risa. Sama seperti keluargaku mencintainya. Namun, tiap kali aku mencoba, aku tak pernah bisa melakukannya. Semua bayang-bayang dirimu selalu hadir dalam pikiran. Tiap saat. Membuat gelisah dan semakin merasa berdosa karena telah meninggalkanmu secara sepihak. Hari-hariku jadi sangat menyiksa. Aku tak tahu apa kamu, Rianaku, juga mengalami hal seperti ini. Aku tak tahu. Tapi pasti begitu. Aku sangat menyesal. Sungguh sangat menyesal dan ingin memperbaikinya.Semua cara kulakukan. Sudah kulakukan agar bisa t
Aku pikir aku mati. Ya. Saat ini kematian benar-benar dekat denganku. Malaikat pencabut nyawa ada di sisi. Walaupun aku sudah meraung-raung memohon, tak ada kepeduliannya yang tersisa untukku. Sebaliknya, mulutku malah dibungkam dengan lakban hitam.Hanya tangisku yang bisa kuandalkan. Entah sudah berapa liter air mata kucucurkan. Mataku pun sudah lelah. Tapi, hanya ini protes yang bisa kulakukan. Tak ada yang lain.Aku tak berdaya. Tak bisa melakukan apapun. Jo mengikatku begitu kencang. Tak mau menerima sedikit pun penjelasan dariku. Malah, dia meminumkan obat aneh padaku.Aku tak tahu obat apa itu. Tapi, dia memaksaku meminumnya. Jemarinya menjejalkan buliran pil berwarna putih itu ke dalam mulut dengan kasar. Aku berusaha untuk melawan, memuntahkannya. Tapi, jari-jarinya mendorong masuk pil itu ke pangkal tenggorokanku dan mengguyurnya dengan air mineral sebanyak mungkin. Aku pun tersedak bersamaan dengan pil dan air mineral yang menelusup masuk dalam tenggorokanku."Bagus!" itula
David terbangun dari kantuknya. Perjalanan panjang menuju lokasi Riana disekap membuatnya semakin lelah. Tanpa dia sadari, dirinya sudah terlelap begitu saja tadi."Jam berapa sekarang?" tanya David pada Joni yang ada di sisinya."Jam sembilan, Bos. Sekitar dua puluh menit lagi sampai," jelas Joni.Butuh waktu sehari penuh bagi David untuk mendapatkan lokasi Riana berada. David harus mencari info dari geng preman maupun kepolisian sekitar. Sangat beruntung, David belum pernah memiliki masalah dengan pihak kepolisian. Makanya, urusannya bisa berjalan lebih lancar dan bisa menemukan posisi Riana meski hanya berbekal plat nomor mobil saja.Jalan yang mereka lalui semakin lama kasar. Berulang kali ban mobil Jeep yang David kendarai seolah-olah meloncat melayang terbang saking terlalu sering bersentuhan dengan jalan bebatuan tak rata.David menatap ke belakang. Anak buahnya mengikuti dengan mobil di belakang. Dia kembali menoleh ke depan. Berulang kali dia menghembuskan napas penuh kegelis
"David...." panggil Riana lemah."Iya, Sayang," David mencoba mencari wajah istrinya yang masih tersembunyi dalam dadanya. Tangannya bergerak mengusap-usap rambut dan pelipis istrinya."Rumah sakit…. Aku mau ke rumah sakit," rengek Riana. Tangannya meremas kaos polo David yang berwarna hitam pekat."Iya. Ayo," David langsung menggendong Riana keluar kamar. Riana menelusupkan kepalanya dalam dekapan dada David. Memang hatinya masih tak tenang karena obat yang baru ditelannya. Tapi, sudah ada David di sisinya. Bukankah semuanya akan berjalan baik-baik saja kan?"Bos, yang di luar sudah beres," Jono tampak tergopoh-gopoh menghampiri David."Jo di dalam. Jalankan sesuai perintahku tadi," pesan David."Iya, Bos," Jono menyanggupi perintah bosnya.David melangkah menuruni tangga. Dia berjalan membawa Riana masuk dalam mobil Jeep."Pak, ke rumah sakit terdekat," ujarnya pada sopir sewaan yang dari tadi menunggu."Siap, Bos," jawab sang sopir.Sepanjang perjalanan, David terus memangku Riana.