"Masuk!" Nara menggelengkan kepala. "Tidak mau! Pulang saja sendiri, ngapain harus mengajakku. Pergi sana jauh jauh!" ketusnya pada akhir kalimat. Setelah itu berjalan cepat dari sana. "Nara Namira Adam, masuk!" perintah Zavier dingin. Akan tetapi Nara sama sekali tidak mendengarnya. Perempuan itu berlari kencang. Zavier masuk dalam mobil kemudian mengejar istrinya. Banyak yang dia khawatirkan, salah satunya kaki istri mungilnya yang tak mengenakan alas. Bagaimana jika Nara menginjak batu runcing, serpihan kaca atau benda berbahaya lainnya? Sejak awal--saat masih di kantor, Zavier sudah menduga istrinya yang sangat bandel ini akan kabur. Zavier membaca pesan di grub chat Nara, di mana teman-teman Nara mengajak untuk berkumpul. Benar saja! Saat Zavier menyuruh Nara untuk berjalan di sebelah atau di depannya, Nara menolak--memilih berjalan di belakang. Zavier sadar dan tahu Nara memperlambat langkahnya. Feeling Zavier istrinya sedang berencana untuk kabur. Zavier diam bukan karena
"Lebih baik kau kembali ke kamar Nara. Anak itu bisa salah paham jika melihat kita," ucap Sereya kemudian, melirik Zavier dengan raut muka muram. "Tidak akan." Zavier berkata tenang, tetapi tetap beranjak dari sana–kembali ke kamar Nara. Begitu dengan Sereya, kembali ke kamarnya sendiri. Ternyata hanya terjadi sedikit masalah, kesalah pahaman yang dua arah. Nara berpikir Zavier meninggalkannya, Zavier terlalu yakin Nara sedang melakukan siasat untuk kabur. "Ah, ada juga manfaatnya aku menakut-nakuti Nara saat itu. 'Aku tidak suka Kak Zavier, aku tidak cinta dan tidak akan pernah." Di akhir kalimat, sereya meniru logat adiknya saat ditanya apa dia suka Zavier atau tidak, "cih. Suaminya baru didekati dedemit saja sudah langsung menangis. Anak konyol."***Nara terbangun dan begitu kaget saat melihat dia tidur di kamarnya. Bukankah dia telah menikah dengan Zavier? Seharusnya dia berada dalam kamarnya dan Zavier, bukan kamarnya di rumah orang tuanya. Butuh beberapa detik agar Nara mem
"Kamu ingin menggoda Zavier, bukan?" dingin Amanda, melayangkan tatapan tajam ke arah Nara. Tenang saja, dia sudah memastikan CCTV dibagian sini rusak, jadi dia tidak akan dapat masalah jika sekalipun menyakiti bocah ingusan ini. Nara melototkan mata, menatap Amanda dengan raut muka tak percaya. Nara kemudian menunjuk diri sendiri, masih menampilkan wajah syok ke arah Amanda. "Aku? Menggoda Kak Zavier?""Ya, kamu!" jawab Amanda dengan nada sarkas. "Hello …." Nara berirama, "Kak Zavier kali yang menggodaku. Maaf yah, Kak. Aku tidak berbakat untuk menggoda. Baik manusia atau setan sekalipun, merekalah yang menggoda seorang Nara.""Bullshit!" Amanda berkata ketus, "kenyataannya kamu memang menggoda Zavier. Kamu memanfaatkan wajah polosmu untuk menggoda Zavier, anak-anak sepertimu harunya tidak menaruh perasaan pada pria dewasa. Apalagi Zavier. Lebih baik kamu fokus pada kuliahmu, jangan bermain cinta." "What?! Kamu menasehatiku?" Nara menatap sinis perempuan tersebut. "Dengar yah, kamu
"Kamu--" Nara memicingkan mata pada Lex, memperhatikan sahabatnya tersebut dengan curiga. "Kenapa bisa di sini? Bukannya kamu harusnya di tempat magang." "Lagi nenangin diri, Nar." Lex berkata lesu, "pusing kalau di kantor melulu. Team itu nggak jauh-jauh dari masalah pertengkaran, enakan jadi kamu. Kerja sendiri dan tidak harus memikirkan bagaimana nasib team." Untuk hal itu Nara tak membantah. Manfaat dia kerja sendiri, dia bisa mengerjakan apapun oleh hasil pemikiran sendiri, mengurus dirinya sendiri dan tak melibatkan orang lain. Sedangkan team, mungkin enak karena pekerjaan mereka lebih ringan. Akan tetapi di sisi lain, mereka dituntut untuk saling memahami, menurunkan ego dan harus bisa menerima pemikiran orang lain."Kamu bertengkar dengan siapa, Lex?" tanya Nara hati-hati. "Mantanmu," jawab Lex pelan, terkesan malas dan ogah. Dia mendengus pelan, berniat merokok tetapi tidak jadi sebab ada Nara di sebelahnya. Dia perokok tetepi dia menghargai orang disekitarnya. Nara tak m
"Daddy tidak menyangka jika putra kebanggaan Daddy akan se brengsek ini. Menjadikan hubungan sebagai lelucon, Humm?!" Alarich berkata dingin, melayangkan tatapan mengerikan ke arah putranya. Zavier menyentuh pipinya yang dipukul oleh sang Daddy. Sejenak dia menatap ke arah Nara kemudian menatap kembali ke arah daddynya. "Ini hanya kesalahan pahaman saja," ucap Zavier datar. Dia tebak Nara telah mengatakan masalah antara mereka pada orang tua Zavier. "Salah paham? Tanpa alasan yang jelas mempekerjakan perempuan itu tanpa alasan yang jelas dan memberinya tempat sebagai asistenmu. Masih kau bilang salah paham?" marah Alarich, tidak menyangka jika putranya akan melakukan hal bodoh seperti sekarang. Jika memang Zavier mencintai perempuan itu, kenapa dia menikahi Nara? Tak ada dari mereka yang memaksa Zavier memilih Nara, tetapi Zavier sendiri lah yang ingin menikah dengan Nara. Bahkan dia memaksa agar pamannya yang saat ini telah menjadi ayah mertuanya untuk memberikan Nara padanya. Dia
"Aghhh …." Nara mengeluh, meremas perut sendiri karena terasa nyeri dan sakit. Nara sakit perut karena terlalu banyak memakan mangga ketika tadi malam. Ditambah dia sedang gugup dan haid, sakit perut tersebut semakin menjadi-jadi.Nara saat ini dalam toilet, di kantor tetapi sejak tadi dia bertapa di sini. Nara gugup karena dia berencana meminta maaf pada Zavier karena kejadian semalam, dia Nara merasa bersalah sebab membuat suaminya harus mendapat pukulan dari Daddynya sendiri akibat Nara mengadukan masalah pribadi antara keduanya pada mertuanya. Sekarang Nara belajar jika tidak semua isi pikiran dan masalah bisa diumbar, meskipun itu pada orang terdekat. Kadang kala ada saatnya kita menyelesaikan sendiri, tanpa menyeret orang lain dalam masalah tersebut. Kedepannya, Nara berjanji untuk lebih hati-hati lagi. Tadi malam, Zavier mau berbicara padanya. Akan tetapi--Nara tidak tahu sekarang. Nara ditinggal dan Zavier berangkat lebih dulu ke kantor. Apa mungkin Zavier kembali marah? "A
"Jangan terburu-buru juga kali, Nara. Aku tahu kita semua ingin lebih dekat dengan Sang Pencipta, tapi caranya nggak gini, Nar," ucap Lex berkata setengah berteriak pada Nara yang saat ini memboncengnya. Dia menemani Nara ke rumah sakit. Entah perempuan ini sedang bercanda atau tidak mengenai statusnya, tetapi Nara mengatakan jika suaminya kecelakaan dan saat ini sedang diperiksa di rumah sakit.Mereka ke sana naik motor Karina, sedangkan Karina sendiri kembali ke tempat magang sebab adanya pengawasan dari dosen pembimbing. Karina bertugas untuk mengamankan dirinya dan Lex. Lex menemani Nara sebab dia takut perempuan mengendarai motor secara gila. Sialnya, apa yang dia takutkan terjadi. "Diam atau aku turunin kamu?!" teriak Nara setengah kesal. Faktanya meskipun dia patah hati karena Zavier menghamili Amanda, tetapi Nara sangat menghawatirkan kondisi suaminya. Bagaimana jika kondisi Zavier sangat buruk? Nara membenci Zavier, tetapi dia tidak bisa mencegah dirinya untuk berhenti p
"Bukan kamu yang membonceng?" Nara menatap Sereya dengan raut muka ditekuk. Berapa kali dia harus mengatakan jika dia tidak membonceng Lex dan kecelakaan tersebut bukan salah mereka?! "Yaudah deh, kalau tidak percaya tanya saja Lex. Aku malas bicara sama kamu," ketus Nara, melayangkan tatapan sayu tetapi bercampur kesal pada Kakaknya.Dia satu ruang rawat dengan Lex, dan luka keduanya sudah mendapatkan perawatan dari dokter. Luka pada bagian betis Nara dijahit, lututnya diperban dan diberikan alat khusus agar kakinya tidak banyak bergerak. Pundak Nara yang memar cukup parah juga sudah diobati. Sedangkan Lex, pipinya diperban sebab helem yang dia kenakan ada bagian yang pecah lalu mengenai wajah. Tangannya diperban lalu diberikan alat khusus agar tidak banyak bergerak serta kakinya yang juga sudah mendapat pengobatan. Kedua lutut pemuda tersebut sama-sama memar parah. "Lex, kamu yang membonceng atau Nara. Jawab yang jujur atau lukamu cubit!" ancam Sereya galak, melayangkan tatapan