Padahal teras rumah Lachi sangat terbuka dan memiliki halaman yang luas, angin juga berhembus namun mereka masih dapat mencium minyak telon dari badan Bela. "Umm … bauuu! Bau Kunti setelah Tante itu datang," celetuk salah satu keponakan Lachi yang bermain di teras. "Jangan-jangan dia Kunti," ucap anak lain. Bela tersinggung, langsung melotot galak pada anak-anak tersebut. Lacji menoleh ke arah Bela, di mana perempuan itu bersedekap kesal lalu memalingkan wajah secara kesal. Niatnya ingin mencari perhatian Danzel, tetapi Bela malah dikatai Kunti oleh anak-anak di sini. "Hus, nggak boleh bicara begitu." Lachi menegur keponakannya, "bagaimana kalau orangnya tersinggung sama ucapan kalian?!" lanjutnya berkata galak. "Maaf, Tante. Tapi kita hanya jujur kalau aromanya mirip seperti aroma Kunti," jawab ponakan Lachi. "Sudah Tante bilang nggak boleh bilang begitu. Kalian nggak mikirin perasaan orang?! Masa aroma begini disebut mirip aroma kunti. Yang benar saja kalian, ini lebih m
"Suami, Heh?" Danzel menoleh sejenak pada Lachi yang telah duduk di sebelahnya. Lachie menoleh, nyengir lebar sembari menggaruk pipi yang tak gatal. "Hehehe … ka-kan mau ke arah sana, Pak. Nggak apa-apa dong manggilnya mulai dari sekarang," jawab Lachi, cengengesan bodoh diakhir kalimat sebab malu sendiri dengan perkataannya. Namun, sedikit centil pada calon suami harusnya tak apa bukan? "Humm." Danzel berdehem singkat, menatap lurus ke arah depan dan memilih diam seterusnya. 'Dehem doang. Kamper sekali orang ini.' batin Lachi, duduk kikuk di tempatnya. 'Tapi syukurlah nih orang nggak macam-macam. Haah, padahal jantungku sudah mau meledak sejak berdua sama dia. Syukur syukur syukur.' ***Setelah sampai di rumah, tiba-tiba saja Bela datang menghampiri Lachi dan Danzel. Perempuan itu tersenyum malu-malu dengan menampilkan raut muka cerah. Lachi pikir dia yang akan dihampiri, tetapi Bela berhenti tepat di hadapan Danzel. "Pak Danzel, sini aku bantu membawa barang …-" Bug'Danzel s
"Aaaaaargkkkkkkkk!" Bela seketika berteriak histeris, sudah menangis dan panik dengan rasa panas yang membakar lengan dan bagian dada ke perutnya. "Danzel!" pekik Nara, buru-buru mendekati Danzel kemudian menarik anaknya tersebut untuk menjauh dari Bela. "Apa yang kamu …-" Nara tak melanjutkan ucapannya, saking tak habis pikirnya dengan putranya tersebut. "Ada apa?" Zavier sudah di sana, cukup khawatir mendengar suara istrinya. Ketika melihat situasi dan membaca apa yang terjadi, Zavier menghela napas kemudian keluar dari sana. Bukan hal penting. Putranya hanya menyiram teman putrinya dengan air panas. Hal biasa! Nara menatap suaminya syok, semakin tak habis pikir! Inikah yang disebut dengan numpang lewat? Hei, bahkan Nara belum menjawab pertanyaan Zavier, belum mengatakan apa yang terjadi di sini tetapi Zavier sudah langsung pergi. 'Anaknya nggak jelas, tapi Daddynya lebih nggak jelas.' batin Nara, cukup gugup ketika keluarga Lachi datang. "Apa yang terjadi? Kenapa Nak Bela me
"Jauhkan tanganmu dari putriku!" amuk dan teriak Adit marah, berjalan terburu-buru ke arah Lachi dan Gilang dengan membawa parang di tangan. Lachi menoleh ke arah ayahnya, membelalakan mata dengan jantung yang langsung berdebar kencang–panik dan takut melihat ayahnya membawa parang. "Tutup gerbang!" teriak Adit pada penjaga rumah, langsung dipatuhi oleh si penjaga. Gilang yang sudah melepas tangan Lachi dan berniat kabur, seketika panik. Dari depan seorang pria paruhbaya membawa parang datang mengancam, dari belakang dua bapak-bapak datang membawa kayu lalu dari samping kanan dan kiri ada jua bapak-bapak yang datang mengepung. Niat hatinya ingin menjemput sang pujaan, kini terasa seperti menjemput kematian. "Ayah!" pekik Lachi, mendekati ayahnya lalu menahan sang ayah yang berniat melenyapkan Gilang. Ayahnya memang ramah dan baik, tetapi urusan Lachi, ayahnya lain pribadi lagi. Oleh sebab itu saat Danzel datang ke rumahnya, Lachi sangat panik. Syukur dan ajaibnya ayahnya meneri
Plak' Adit langsung melayangkan tamparan kuat ke pipi Bela, membuat perempuan tersebut terhempas kasar. Bela benar-benar syok, memengang pipi yang terasa kebas dan panas. Sudut bibirnya mengeluarkan darah. Bela yang tersungkur, terduduk tersebut mendongak ke arah Adit. Satu bulir kristal bening jatuh dari pelupuk. "A-ayahku saja tidak pernah menamparku," ucapnya lirih dan pelan, mendongak dengan tatapan penuh kebencian serta kemarahan pada Adit. "Karena aku bukan ayahmu!" marah Adit. "Tarik rambutnya," titah Adit pada anak buahnya, yang mana mereka sangat patuh dengan langsung melaksanakan perintah Adit. Dua orang menahan tangan Bela lalu satu orang lagi menarik rambut Bela secara kuat ke belakang. "Argkkk …." Bela berteriak kencang, kesakitan karena rambutnya ditarik. Rasanya kepalanya akan putus dari leher.Adit melakukan peregangan pada jari tangan, bersiap-siap untuk melakukan hal mengerikan pada Bela. "Tahan kepalanya agar aku bisa merobek mulutnya," ucap Adit, bernada dingi
Lachi pikir setelah masalah ini hubungannya dengan Danzel akan merenggang. Setidaknya butuh beberapa bulan untuk memperbaikinya atau keluarga Adam butuh waktu untuk mempertimbangkan apakah hubungan Lachi dan Danzel akan lanjut atau tidak. Namun, kejadian tadi seperti tak pernah ada. Danzel dan keluarganya pamit kembali ke kota dengan begitu hangat, hubungan tetap berlanjut. Danzel dan Lachi akan menikah di bilang berikutnya–tiga minggu lagi. Kiandra dan Zendaya tetap di desa hingga tiba hari pernikahan Danzel dan Lachi kelak. Hari berlalu dan yang mendebarkan bagi Lachi akhirnya tiba. Masalah Bela, tak ada yang mencari anak itu. Padahal Lachi sudah sangat takut masalah ini akan tercium oleh pihak berwajib. Untungnya tidak! Bela ternyata anak panti asuhan, sebarang kara dan pekerjaannya cukup kotor–simpanan om-om. Saat kuliah dulu, Bela pernah menjadi simpanan salah satu dosen. Pantas saja hidupnya mewah, ternyata dia disponsori oleh om-om. Lachi, Zendaya dan Kiandra baru tahu itu.
Acara berlanjut hingga akhirnya keluarga Danzel membawa Lachi dari keluarganya. Disaat itulah air mata Lachi jatuh, menangis karena akan meninggalkan orangtua dan rumahnya. "Aih, putri Ayah ternyata sudah besar yah. Padahal masih sebentar, masih kemarin Ayah gendong di pundak ayah, keliling kebun. Sekarang sudah besar dan sudah menjadi milik suaminya," ucap Adit penuh dengan perasaan haru bercampur sekaligus sedih secara bersamaan. "Maafkan Ayah jika selama merawatmu dan membesarkanmu Ayah belum sempurna dan belum melakukan yang terbaik.""Lachi yang meminta maaf karena sampai sekarang Lachi belum bisa membanggakan Ayah dan Mama," ucap Lachi dengan nada serak, menundukkan kepala di mata air matanya jatuh dengan deras. Adit memeluk putrinya erat, ikut menangis karena sejujurnya dia sulit melepas putrinya. "Jadilah istri yang baik, jaga martabat suamimu dan hargai pasanganmu.""U'um." Lachi menganggukkan kepala secara kuat. Kenapa rasanya sangat sedih? Bahkan untuk mengatakan iya saja
Lachi terbangun, menatap Danzel ke sebelahnya yang masih tidur pulas. Lachi meringis pelan, ketika dia bergerak bagian bawah tubuhnya terasa sangat sakit. Mengingat kejadian semalam membuat pipi Lachi memerah. Dia juga tak habis pikir dan percaya sebab tadi malam dia-- bisa-bisanya tidak sok-sok menolak untuk melakukan malam pertama dengan Danzel. 'Harusnya kan aku sok-sokan malu, takut dan nolak supaya terlihat imut. Trus mirip sama cewek-cewek yang baru nikah. Lah ini, ditawari berhenti aku malah bilang lanjut. Apakah?! Nggak ada sok imutnya, yang ada … argk, malu-maluin.' batin Lachi, kembali menoleh ke arah Danzel. Awalnya dia hanya melirik pria tampan yang berbaring di sebelahnya, alam tetapi Lachi malah berakhir memandanginya secara lekat dan intens. Pria di sebelahnya sangat tampan dan mempesona. Tak disangka pria tampan ini adalah suaminya. "Ekhm." Terdengar suara deheman berat yang membuat Lachi tersentak kaget, reflek memejamkan mata sebab takut Danzel mengetahui dirinya
"Sungguh kau tak ingin ku antar, Tuan?" tanya Bian. Alarich menganggukkan kepala kemudian segera masuk dalam mobil. Bian hanya menghela napas, mengacungkan pundak karena sudah tahu apa yang akan Alarich lakukan. Tentu saja mengikuti Aeera pulang. Ini sudah menjadi rutinitas Alarich semenjak Aeera bekerja di sini. Dan benar! Sekarang Alarich sedang memantau Aeera. Mobilnya tak jauh dari tempat Aeera menunggu taksi. "Sangat cantik," gumam Alarich, terus memandang gasdinya. Saat taksi datang dan Aeera masuk, Alarich langsung bersiap-siap untuk mengikuti. Tibanya di sebuah gang, Aeera turun. Begitu juga dengan Alarich. Biasanya Alarich hanya mengantar hingga gang ini karena mobilnya tak bisa masuk ke dalam. Bisa saja, tetapi gangnya cukup sempit dan Alarich tak suka ribet. Kali ini Alarich memutuskan turun, mengikuti Aeera dengan berjalan tak jauh dari belakang perempuan itu. Alarich perlu tahu seperti apa lingkungan pujaan hatinya tinggal dan seperti apa rumah yang Aeera tempati.
Semenjak hari pertama dia bertemu dengan Aeera, Alarich selalu mengawasi perempuan itu. Dia rasa dia telah jatuh cinta pada perempuan itu dan tergila-gila pada sosok gadis cantik itu. Tahun berganti dan Alarich semakin terjebak oleh perasaan yang dia miliki. Bukan hanya memiliki tingkah lucu, humoris dan menyenangkan, faktanya perempuan yang telah berhasil membuatnya jatuh cinta tersebut seorang yang bertanggung jawab pada pekerjaannya. Dia perempuan cerdas, kompeten dan kreatif. Alarich semakin tenggelam! Sialnya sudah jalan dua tahun lebih dia memantau Aeera, akan tetapi dia tak kunjung punya keberanian untuk mengutarakan perasaan. Hell! Mendekati Aeera secara terang-terangan saja dia tak berani. Pecundang! Alarich memang pecundang! Dulu dia pernah ditolak dan itu menghantui Alarich. Ditolak perempuan yang tak dia sukai saja rasanya sangat menjengkelkan. Apalagi jika Alarich ditolak oleh pujaan hatinya. Lebih sialnya, tiga bulan ini dia diluar negeri. Selain untuk mengurus
--Karl Alarich Adam & Aeera Grizella-- "Ck." Suara decakan kesal terdengar di bibir seorang pria yang sedang duduk di balik setir, sedang mengemudi. Pria tersebut begitu mempesona, sangat tampan dan berkarisma. Dia pria setuju pesona dan love dreams bagi banyak kaum hawa. Bukan hanya dianugerahi ketampanan, dia juga seorang yang sangat sukses–pengusaha yang ditakuti serta berasal dari keluarga terpandang. Hidupnya mendekati kata sempurna! Sayangnya, pria tampan ini digosibkan telah menyimpang. Karena diusia yang ke tiga puluh dua tahun, tak ada issue tentang dirinya yang berkencan dengan perempuan. Dia bersih dari gosip apapun mengenai lawan jenis sehingga banyak orang berspekulasi jika dia seorang homo. Sejujurnya dia bukan pria seperti yang digosibkan. Dia hanya tidak punya waktu untuk meladeni kaum hawa, serta-- fakta jika dia pernah ditolak seseorang. Itulah yang membuat pria tampan ini memilih hidup sendiri–tanpa pasangan. Dertttt' Suara handphone berdering, dia menoleh lal
Hari yang ditunggu pun tiba, Nathan dan Zendaya melangsungkan pernikahan dengan meriah. Sekarang, keduanya telah sah menjadi sepasang suami istri. Keluarga besar Nathan–dari sang Mama, terlihat begitu bahagia. Begitu juga dengan keluarga Zendaya yang penuh suka cita serta keharuan. Tristan dan istri keduanya, maupun Angel tak diundang. Sekalipun mereka ingin mengacau, mereka tidak bisa karena pernikahan Nathan dilakukan di sebuah hotel mewah, dijaga ketat oleh banyak penjaga. Mereka diblacklist dari daftar tamu undangan, sesuai permintaan Preya–yang masih memiliki dendam pada suaminya. Preya juga tidak mau hari bahagia putranya rusak oleh kehadiran Erika dan putrinya. Lagipula makhluk gatal seperti mereka, tak pantas menghadiri acara putranya. Sejak tadi, Danzel terus memandang ke arah adiknya–memperhatikannya dengan lekat. Tatapannya begitu sendu, manik berkaca-kaca sebab merasa sedih tanpa sebab. Sewaktu kecil hingga dia besar, adiknya selalu menyusahkannya. Anak itu cerewet dan p
Sedangkan Victoria yang sudah buntu, menatap penuh harap pada Liora. "Liora, apa kamu bersedia menikah dengan adikku? Apapun akan kuberi padamu asal kamu bersedia membantuku untuk menikah dengan Devson." Liora termenung, menundukkan kepala dengan raut muka sedih. Sedangkan Lachi yang memahami perasaan perempuan itu memilih diam, dia takut salah bicara. Namun, mengejutkannya tiba-tiba saja Liora menganggukkan kepala. "Aku bersedia. Tapi … bawa aku pergi dari sini," ucap Liora, menatap Victoria dengan sendu. "Se-sebenarnya aku sedang bersembunyi dari Angel. Kemarin dia menjebak Tuan Danzel dengan sebuah obat terlarang. Aku tidak tahu apa yang terjadi secara lengkap, tetapi Angel sendiri yang berakhir meminum minuman itu. Dia menghubungiku untuk menyelamatkannya dan aku …-Liora terdiam sejenak. Lachi menggaruk pipi tak enak karena sejujurnya dia tahu kenapa Angel lah yang berakhir meminum jebakannya sendiri. Dia bahkan mendengar percakapan Liora dengan Angel, dan dari sana Lachi bisa
"Karena kebaikan hatinya, Tristan membawa Erika dan putrinya ke rumah. Awal, dia menjadikan Erika sebagai pelayan di rumah kami," cerita Preya pada Nara, mengenai kedatangan Erika dan Angel di keluarga Luis. Nara yang lebih dulu mengungkit Erika, yang ternyata pernah berniat merusak keluarga Nara dan Zavier. Lalu Erika dipecat, diblacklist dari perusahaan manapun serta dari tempat kerja yang berada dinaungan perusahaan Adam. Mendengar itu, Erika tak menyangka. Dia kira Erika yang Nara katakan berbeda dari Erika yang ada di keluarga Luis. Namun, itu Erika yang sama. "Dari awal aku tidak pernah suka pada Erika, sejak Tristan membawanya ke rumah. Katakanlah aku perempuan yang cemburuan. Namun, aku hanya mengikuti feeling sebagai seorang istri dan perempuan yang mencintai suaminya. Benar saja, perempuan itu tidak baik dan dia berhasil menghancurkan rumah tanggaku. Aku tidak menyalahkan dia sepenuhnya, perpisahanku dengan Tristan juga terjadi karena Tristan sendiri. Coba saja dia tegas,
"Dalam rangka apa kau memberiku bunga, Mochi?" tanya Danzel, mengecup kening Lachi. Setelah sebelumnya sang istri menyalam tangannya. "Dalam rangka mencintai Habibi," jawab Lachi dengan nada jelas, nyengir setelahnya karena dia malu-malu. Sial. Padahal dia sudah berlatih berjam-jam di depan cermin. Hanya agar terkesan anggun, tak malu-malu serta tak gugup sedikitpun ketika memberikan hadiah berupa buket bunga primrose ini pada sang suami. Namun nyatanya dia tetap gugup dan malu. "Hum?" Danzel menaikkan sebelah alis, langsung menggendong istrinya secara bridal style–membawa istrinya ke kamar. Ah, masa bodo jika Lachi bermaksud menciptakan adegan romantis. Sungguh, persetan! Toh, di mata Danzel, istrinya tetap terlihat tengah menggodanya. Yah, ini godaan yang manis! Danzel meletakkan bunga pemberian Lachi di atas nakas kemudian membaringkan istrinya di ranjang. "Habibi, tunggu! A-adegan ini tidak ada dalam skenario hayalanku. Harusnya bukan begini. Menjauh dulu," pekik Lachi, meng
"A--aku hanya iseng, tidak ada artinya kok." 'Cinta terpendam.' batin Nathan, terkekeh pelan sembari mengacak pucuk kepala Zendaya secara gemas. Nathan tahu artinya karena salah satu kalung yang dia berikan pada Zendaya–setiap ulang tahunnya, punya bandul bunga mawar putih. Hampir saja dia lupa akan hal itu, dan untuknya dia mengingat. Namun, benarkah Zendaya memberikan kalung ini atas dasar ungkapan cinta terpendam yang perempuan ini rasakan padanya? Atau memang hanya iseng? ***"Nyonya Xavier."Mendengar namanya di panggil, Lachi yang sedang memilih bunga langsung menoleh ke arah seseorang yang memanggilnya. Lachi mengerutkan kening, bingung dan cukup aneh melihat Liora bersama Victoria mendatanginya. "Oh, iya?" ucap Lachi, meletakkan bunga primrose ke tempat semula. Dia menghadap kepada Victoria dan Liora yang telah berada di sebelahnya. "Nyonya sedang membeli bunga untuk Tuan yah?" tanya Liora sembari tersenyum canggung. Lachi membalas dengan senyum tipis, menganggukkan kep
Tangan Donita terangkat ke arah Zendaya, melayang untuk menampar pipi Zendaya. Namun, pergelangan tangannya tertahan. Bahkan dihempas kasar lalu berakhir dirinya yang terkena tamparan. Plak'"Ahck." Donita menoleh kasar ke sebelah, segera memengang pipi yang terkena tamparan. Donita mendongak, menatap seseorang yang telah menampar pipinya dengan sangat kuat–tak punya hati. "Nathan?" pekik Donita tak percaya, menatap sosok pria tinggi yang berada di sebelah Zendaya. Zendaya menoleh ke arah sebelahnya, mendongak untuk melihat Nathan. Pria tersenyum memasang mimik dingin, melayangkan tatapan tajam yang menghunus tepat ke arah Donita. "Kau akan mendapat yang lebih buruk dari ini jika seandainya tanganmu menyentuh kulit wanitaku," ucap Nathan dingin, mengatupkan rahang–menahan gejolak marah karena perempuan ini berniat menyakiti Zendaya.Zendaya yang masih syok karena Donita berniat menamparnya kemudian tiba-tiba ada Nathan di sini yang mengambil peran melindunginya. Kini semakin syok