Beranda / Pernikahan / MENANTU PILIHAN IBU / 19. KEJUTAN DI PAGI HARI

Share

19. KEJUTAN DI PAGI HARI

Penulis: Mazda Hrp
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Pada akhirnya akan ada hati yang terluka atas pernikahan ini. Dan mereka tak akan peduli itu kecuali bagi yang merasakannya.

Hidup di rumah yang besar bagaikan orang asing, apalagi memiliki seorang suami yang sangat dingin dan juga cuek. Aku berharap semoga batas kesabaranku kali ini tak habis. Aku mengetuk pintu kamar, tidak ada jawaban. Dan kuketuk sekali lagi tetap saja tidak ada jawaban. Aku masuk saja dan melihat bahwa Kak Zaki sedang di pojok favoritnya, sedang membaca buku sambil bertopang dagu. Kupikir dia tidur sehingga tidak menyahuti ketukan pintuku. Ternyata dia sedang menulis. Dia melirik ke arahku sekilas dan aku berjalan ke arahnya.

"Kak, Bapak memanggil turun untuk makan bersama," ujarku perlahan sambil tetap berdiri di hadapannya. Dia tak menggubrisku, Kak Zaki masih sibuk dengan buku yang dibacanya. Aku tehenyak sesaat,sebab buku yang dipegangnya adalah buku yang ingin kubaca tadi pagi. Sepertinya dia meyadari jika buku itu sempat ku
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • MENANTU PILIHAN IBU   20. TAMU KEJUTAN

    Aku terkejut ternyata sosok Bang Kemal berdiri dihadapanku dengan membawa sebuah amplop. Dirinya pun terkejut begitu. Senyumku pudar begitu mengetahui dia yang datang. "Rum? se..., sedang apa di sini?" tanyanya bingung. Aku terdiam dan menunduk. Tak henti kumainkan jari jemariku dikala aku sedang panik seperti ini. Terdengar suara Bapak dari dalam, menanyakan siapa yang datang. Bibirku kelu ingin menyebutnya. Aku dan Bang Kemal hanya menatap tanpa saling berbicara. Banyak penjelasan yang ingin kuceritakan kepadanya, tetapi hal itu tak mungkin untuk kuceritakan disini. Tiba-tiba saja Bapak sudah ada di antara kami." Kemal, Sedang apa berdiri di situ. Sudah lama sekali tidak melihatmu, Nak. Dan Rum, kenapa tidak menyuruh Kemal masuk." Pak Romo memeluk Bang Kemal sembari menyuruhnya masuk. Aku hanya mengulas sedikit senyum saat Pak Romo bertanya kepadaku, karena memang aku begitu terkejut dengan kehadiran Bang Kemal. "Kebetulan, kami sedang sarapan, Rumi

  • MENANTU PILIHAN IBU   21 . TENTANG KEMAL

    Sebuah janji yang kuikrarkan dalam hati, sesungguhnya untuk menghalalkan sang bidadari yang sudah mengisi hati ini sejak lama. Namun, aku takut untuk mengatakannya sebab menjaga dirinya. Sudah menunggu waktu yang tepat, yaitu mengatakan niatku untuk menikahinya setelah wisuda. Niat ini sudah lama terpendam, demi dirinya yang sudah kucinta sejak lama. "Rum, bisa nanti temani aku ke toko buku, aku ingin membelikan sesuatu."Butuh keberanian saat aku mengajak Rumi untuk menemani ketoko buku, sebab aku belum pernah sekali pun mengajaknya pergi berduaan. Biasanya jika kami jalan bersama selalu ada temanku atau teman Rumi yang ikut bersama kami. Kalaupun berdua itu pun untuk membahas tentang kuliah dan skripsi bersama dosen pembimbing.Aku lupa sejak kapan bisa menyukai Arumi. Bagiku dia adalah perempuan paket lengkap. Dari segi ibadah, paras, perilaku dan juga aku memang menyukainya sedari dulu. Pembawaannya juga sederhana, malu dan iman menjadi pakaia

  • MENANTU PILIHAN IBU   22 . HATI YANG BIMBANG

    ‘saat aku mulai menerima keadaan, kenapa dia harus muncul dan mengganggu pikiranku’Aku merasa tidak enak dengan Bang Kemal, entah mengapa perasaan ini jadi tidak menentu. Bukankah seharusnya tidak boleh, sebab aku sudah bersuami. Kutatap Bang Kemal yang diam saja sejak Pak Romo memperkenalkan diriku sebagai istri Kak Zaki. Sementara Kak Zaki tidak bergeming sedikitpun, tak acuh padaku. Suasana meja makan saat itu sangat hening, hanya ada suara dentingan sendok yang beradu dengan piring. Pak Romo makan dengan lahap, begitupun dengan Kak Zaki dan juga Bang Kemal. Apa hanya aku saja yang jadi tidak berselera makan.“Alhamdulillah, Rum. Masakanmu benar-benar enak, iyakan Zaki?” Pak Romo memuji masakan ini, aku hanya tersenyum membalasnya. Sementara Kak Zaki hanya berdeham malas merespon pertanyaan Papanya. Pak Romo yang tahu bagaimana sikap Zaki tidak mempermasalahkannya. Dia melirik ke arah Bang Kemal yang baru selesai makan. “Bagaimana Kemal, n

  • MENANTU PILIHAN IBU   23 . TIGA RASA

    POV. 3Zaki tersenyum begitu melihat Kemal masuk ke kamarnya. Sebelum itu memang dirinya sudah diberitahu oleh Arumi bahwa Kemal ingin berbicara dengannya. “Mal, sini,” ujar Zaki begitu Kemal berjalan ke arahnya. Zaki menyuruh Kemal duduk di sebelahnya sambil memandang pemandangan langit pagi lewat jendela kamarnya. “Akh, ternyata begini aja kamar pengantin baru,” ejek Kemal begitu sudah duduk di sebelah Zaki. Zaki menyambutnya dengan tawa yang lebar.“Akh, bisa aja, Mal, biasa aja kalee... nggak ada yang spesial dari pernikahanku, kok.” Kemal tersenyum mendengar jawaban sahabatnya itu. “Memang tidak ada yang spesial, tetapi pasti menakjubkan.” Tawa Kemal membuat Zaki ikut tertawa juga. “Hmmm, sudah lama banget aku nggak tertawa seperti ini, Mal. Biasanya hari-hariku selalu sepi dan membosankan.”Kemal menepuk bahu Zaki seraya untuk menguatkannya. “Tapi sekarang nggak ‘kan? Sudah ada istri, pasti semakin romantis,” ejek K

  • MENANTU PILIHAN IBU   24 . PELAMPIASAN

    Sudah Seminggu sejak pernikahanku dengan Kak Zaki, semuanya berjalan baik-baik saja dan yah, seperti biasa Kak Zaki masih dengan sikap dingin dan cueknya. Kami memang tidur tetap dalam satu kamar, tetapi Pak Romo tidak tahu kalau kami tidak berada di ranjang yang sama. Aku cukup tahu diri untuk merebut ranjang milik Kak Zaki, jadi ketimbang adu mulut dengannya, lebih baik aku ambil tempat di bawah atau di sofa. Beruntungnya Kak Zaki membolehkan aku memakai meja belajarnya untuk kugunakan mengetik skripsiku yang tinggal revisi bab terkahir. Masalah hubungan suami istri, aku dan Kak Zaki tidak pernah membahasnya. Untuk memulainya saja bingung harus bicara dari mana. Jadi kami tidak pernah membicarakan masalah pribadi atau apapun itu jika tidak terlalu penting sekali. Komunikasiku dan Kak Zaki juga terbilang cukup jarang. Aku cukup tahu diri, dia tidak menyukai dan menganggap diri ini adalah masalah dalam kehidupannya, jadi aku pun tidak perlu mengubris apa

  • MENANTU PILIHAN IBU   25 . JADWAL TERAPI

    Akhirnya kami pergi ke rumah sakit yang sudah disiapkan oleh pak Romo untuk terapi Kak Zaki. Hari ini aku, Pak Romo dan Kak Zaki menemui dokter kenalan keluarga tersebut menggunakan mobil yang dikemudikan Pak Supri, sopir pribadi beliau. Selama perjalanan sikap Kak Zaki masih sama, dingin, cuek dan tidak banyak bicara. Sesekali Pak Romo mengajakku bicara menanyakan soal skripsi dan juga kegiatan mengajar di rumah singgah milik Bang Kemal. “Bagaimana kegiatan mengajarmu, Rum? Apakah ada kendala?” tanyanya sambil tersenyum lebar menoleh ke belakang. “Hmm, sejauh ini baik, Pak,” jawabku sekadarnya saja.“Kau senang?” tanyanya dengan mengangkat ujung bibirnya sedikit, seolah ingin memastikan. “Alhamdulillah sangat menyenangkan.” Tawa Pak Romo memenuhi hawa dalam mobil. Dahi ini mengernyit, menelisik ekspresi Pak Romo bagian mana dari jawabanku yang membuat diirnya sampai tertawa seperti itu. Sementara Kak Zaki masih dengan sikap tidak pedulinya,

  • MENANTU PILIHAN IBU   26 . PERMULAAN

    Hari ini aku bangun lebih cepat, sebelum subuh sudah berberes di dapur. Memasak, mencuci, menyapu dan membereskan rumah. Bukan tanpa sebab, karena tugas baru tengah menunggu yaitu membawa tuan muda itu jalan-jalan pagi. Menurut pemikiranku jalan-jalan pagi paling segar dikerjakan sekitar pukul setengah enam. Hawanya masih segar dan membuat suasana hati juga nyaman. Setelah selesai salat subuh aku berniat membangunkan Kak Zaki untuk melaksanakan salat lalu mengajaknya jalan-jalan. Kusambut hari dengan bersenandung sedikit, aku juga tidak perlu repot untuk memikirkan cara mengajaknya untuk jalan pagi hari ini, sebab sewaktu pulang dari rumah sakit, Pak Romo sudah mewanti-wanti Kak Zaki untuk konsisten melakukan saran dokter kalau ingin sembuh. Hmm, Aku bersyukur, setidaknya nggak perlu mengeluarkan usaha memikirkan cara untuk mengajaknya memulai rutinitas baru. Azan berkumandang tepat pukul 5 pagi, kupercepat kegiatan ini yang hanya tinggal mencuci pirin

  • MENANTU PILIHAN IBU   27 . WAKTU UNTUK SINGGAH

    Rutinitas baru yang selalu kulakukan bersama Kak Zaki sudah berjalan selama tiga hari. Dan selama itu juga ada saja tingkahnya yang membuatku naik darah menghadapi sikap keras kepalanya. Dirinya tidak hanya menyulitkanku tapi juga dirinya sendiri. bagaimana tidak, selain mulutnya yang mengeluarkan kata-kata pedas, sikapnya juga membuat tandukku ingin keluar menerjangnya. Seperti kemarin, saat aku akan kembali membawanya ke SMA kami, dirinya menolak keras dan ingin ke taman yang ada didekat balai desa. “Jauh, Kak. Lagian ke sana jalan kaki begini keburu siang,” tolakku saat dia bersikeras mengajak ke sana. Kak Zaki melirikku tanpa senyum, lalu menyunggingkan ujung bibirnya seolah mengejek. “Kalau kau tak mau aku sendiri saja,” ujarnya sambil mengerrakkan tuas otomatis. Jalan berbatu begini, tuas otomatis tidak akan berjalan lancar, pengendalinya tidak ada kecuali akan melemparkan tubuh Kak Zaki jatuh ke tanah atau malah mogok di

Bab terbaru

  • MENANTU PILIHAN IBU   67. WISUDA

    WISUDA POV ZAKI. Sejak keluar dari rumah hingga sampai di pelataran auditorium kampus, aku tidak melepas genggaman ini dari tangan Rumi. Dirinya sampai mengomel karena aku tidak melepas pegangan tanganku padanya. “Sebentar aja, Kak, Rumi mau ke toilet,” ucapnya padaku yang berusaha melepas pegangan tangannya. “Yaudah, aku ikut. Aku tunggu di luar.” Dia melotot menatapku, kuabaikan saja berpaling menatap ke arah lain. “Astaga, Kak Zaki. Rumi cuma ke situ, toiletnya dekat.” “Emang salah kalau aku ikut? Ya aku mau jagaian kamu,” balasku tak mau kalah, seulas senyum kuberikan untuknya sebagai peredam amarahnya, tetapi tampaknya tidak berhasil. Kuabaikan lirikan Rumi yang seolah ingin memakanku hidup-hidup. Rumi melangkahkan kakinya dan kuikuti berdampingan dengannya. Tangannya kugenggam erat agar dia tidak menjauh dariku.

  • MENANTU PILIHAN IBU   66. PRIA LAIN

    PRIA LAIN“Kalian berdua sama pentingnya di hati ini. Nggak mungkin aku harus memilih”              Pagi ini aku bangun lebih awal, sebab jam 8 nanti ada undangan dari Bang Kemal untuk menghadiri acara wisudanya. Masalah kemarin sudah selesai, nggak diperpanjang dan berlarut. Kami sama-sama minta maaf.             Kak Zaki sudah menjelaskan padaku tentang Tiara. Perasaan itu berubah sejak lama, saat Tiara mengabaikannya, tidak ingin tahu tentang dirinya. Kalaupun Tiara  merasa kehilangan Kak Zaki, harusnya Tiara mencari bukan malah menghilang tanpa kabar.                Dia katakan kalau Tiara banyak berubah, bukan seperti wanita yang dikenalnya dulu. memang sejak dulu Tiara ambisius, tetapi sekarang jadi lebih terobsesi ingin kembali pada Kak Zaki, padahal Kak Zaki sudah menolaknya.               “Kakak, pakai baju ini?” tanyaku saat melihat Kak Zaki mengeluarkan kemeja batik berwarna hijau botol dengan celana hitam berbahan kain. Dia menatapku sekilas

  • MENANTU PILIHAN IBU   65. PROBLEM

    PROBLEM“Terima kasih karena sudah peduli dan khawatir”              Aku menghela napas pelan berjalan lunglai melewati tiang-tiang koridor perpustakaan. Napas ini sesak, bukan karena Kak Zaki, tetapi lebih kepada diri sendiri. Mulai dari pergi menuju kampus kesialan sudah mengikutiku. Ban taksi online yang bocor di tempat sepi, membuat sopir taksi tersebut kewalahan melakukan pergantian ban sendiri dengan peralatan seadaanya.              Begitu tiba di kampus dosen pembimbing sudah tidak ada lagi, beliau pergi karena menunggu terlalu lama. Entah bagaimana nanti aku menemuinya karena sudah membuatnya menunggu.              Aku mengutuki diri, mungkin ini adalah salah satu pelajaran karena mengingkari dan mengabaikan ucapan Kak Zaki. Dia melarangku pergi, tetapi aku paksa untuk pergi, alhasil begini hasilnya. Allah langsung menegurku dengan berbagai rentetan kejadian di luar kuasa diri.              Getaran dari dalam tas membuat langkahku terhenti, menepi se

  • MENANTU PILIHAN IBU   64. SALAH PAHAM

    SALAH PAHAM “Siapa, Kak,” tanyaku dari dalam sambil berjalan ke arah pintu. Langkah kaki ini terhenti begitu pintu kubuka lebar. “Kak,” lirihku pelan menatap Tiara berpelukan dengan Kak Zaki, dirinya tesenyum ke arahku sambil mengedipkan sebelah matanya. “I miss you,” bisiknya sengaja di depanku sambil melirik. Kak Zaki menoleh, dia segera melepaskan pelukan wanita itu dan berjalan pelan ke arahku perlahan. “Rum,” desisnya sembari meraih tangan ini. Namun, tanpa diduga tangan yang berusaha meraih tangan ini kutepis begitu saja, refleks karena merasa kecewa dengan apa yang sudah kulihat. Kutatap kedua netra Kak Zaki yang terlihat seperti memohon. “Rum, dengar sebentar, Sayang,” ucapnya lembut sambil memegang tanganku lagi. Mata ini sudah memupuk air yang siap

  • MENANTU PILIHAN IBU   63. UNGKAPAN

    UNGKAPAN             Aku masuk terlebih dahulu membiarkan Kak Zaki yang masih diteras memandang ke arah jalan, seolah tengah menunggu seseorang. Mulai dari membereskan ruang tamu juga sisa piring yang masih ada di wastafel belum aku bersihkan.              Oh ya, aku lupa mengecek ponsel yang belum sempat kuperiksa tadinya.  Kubuka ponsel dan melihat beberapa banyak pesan masuk dan panggilan tidak terjawab dari Bang Kemal juga Riyan.              [Rum, kamu baik-baik aja, kan?]             [Apa Zaki melarangmu datang?]              Jariku berhenti tepat di pesan tersebut begitu membacanya, seolah Bang Kemal tahu apa yang terjadi. Pantas saja tatapan pria itu tidak sedikitpun terusik dengan apa yang Kak Zaki lakukan, dia masih terlihat santai di saat Kak Zaki melakukan aksi konyolnya tadi.               [kamu nggak bisa di hubungi, nggak terjadi apa-apa, kan?]             [Nanti aku sama Riyan mau datang ke rumah menjenguk kamu.]             Ak

  • MENANTU PILIHAN IBU   62

    DEBAT KUSIRPOV KEMALAku menunggu Riyan di meja pantry yang ada di dapur Rumi. Sambil main ponsel melihat dokumentasi kegiatan yang baru dilakukan hari ini bersama pihak yayasan chariety peduli rumah singgah. Aku tersenyum senang melihat wajah-wajah semringah anak-anak rumah singgah yang senang mendapat bantuan dari para relawan. Selain itu juga sebagai pendiri rumah singgah, yayasan tersebut mengucurkan dana berupa bantuan untuk membangun bangunan sekolah semi permanen agar dindingnya tidak beralaskan kardus lagi. Aku banyak mengucap syukur, setidaknya apa yang kulakukan bisa memberikan mafaat bagi orang lain. Melihat foto kegiatan para pengajar terbesit rasa sedih walau hanya sedikit, karena Rumi tidak hadir. Namun, aku mencoba menepisnya. Bukannya Rumi tidak mau datang, pasti ada sebabnya kenapa dia tidak bisa hadir. Aku mengulas smirk, menyadari bahwa Rumi bukanlah wanita yang kukenal dulu. Dia sudah bersuami dan pasti dia harus menuruti perkataan suaminya. Sepanjang kegiatan

  • MENANTU PILIHAN IBU   61. TARIK MENARIK

    TARIK MENARIK Selagi aku sibuk di dapur membuka barang belanjaan yang dibawa Riyan, kubiarkan mereka bertiga di ruang tamu. Sambil membuka layar televisi agar suasana tidak terlalu hening. Dari dapur bisa kuperhatikan apa yang sedang ketiganya lakukan. Kak Zaki masih tetap dengan posisinya fokus menatap layar televisi, Bang Kemal lebih memilih membaca buku yang ada di atas nakas sebelah sofa. Yah, memang di sebelah sofa itu selalu kusiapkan beberapa buku yang sering kubaca, sengaja di letakkan di sana agar tidak berulang mengambil ke kamar. Sementara Riyan sama dengan Kak Zaki, fokus menonton acara kesukaan keduanya, apalagi kalau bukan berita tentang sepak bola. Sesekali kudengar keduanya mengobrol. Membincangkan berita yang disampaikan presenter televisi tentang acara bola tersebut. Sedikit merasa lega, karena akhirnya Kak Zaki tidak diam saja, bisa mengobrol dengan Riyan membincangkan hal yang dia sukai. Supaya suasana mencair tidak mencekam seper

  • MENANTU PILIHAN IBU   60. SURAM

    SURAM“Sebentar ya, Bang, Rumi buatkan minum dulu,” ucapku tersenyum lalu meninggalkan keduanya di ruang tamu. Sepeninggalanku keduanya tidak banyak bicara, sesekali curi-curi pandangan ke arah mereka, tetapi keduanya masih diam membisu, tidak seperti biasanya. Aku hanya berharap semoga apa yang kutakutkan tidak terjadi, masalah pertengkaran aku dan Kak Zaki semoga saja tidak menjadi masalah bagi hubungan perteman mereka. Semoga Kak Zaki bisa bersikap biasa saja kepada Bang Kemal. “Ini Bang, silakan di minum,” ucapku mempersilakan Bang Kemal. Kubuatkan dua teh hangat untuk dirinya dan juga Riyan, sekaligus ada camilan roti kaleng yang sudah kutaruh dipiring agar mempermudah keduanya untuk mengambilnya. “Terima kasih, Rum,” balasnya sambil tersenyum. Aku ambil duduk di single sofa yang letaknya tidak jauh dari Kak Zaki dan Bang Kemal. Namun, belum juga duduk lenganku tertahan. “Kamu mau ke mana, Sayang?” tanya Kak Zaki tiba-tiba. Aku terhent

  • MENANTU PILIHAN IBU   58. CONTEMPLATION

    COMTEMPLATION“Dirinya terlalu samar untuk diriku yang butuh kejelasan.”Masih dengan posisi yang sama, meringkuk memeluk lutut sambil merenungi kesalahanku hari ini. Tangis belum juga reda dan dada masih terasa sesak. Kuliirik jam yang berdentang menunjukkan pukul 9 tepat, tanpa sadar berada di posisi ini sudah dua jam lebih. Ponselku berdenting, sebuah pesan masuk dari Bang Kemal.[Rum, sudah di mana?]Begitulah bunyi pesan itu yang tampil di layar bar tanpa membuka aplikasi pesan itu langsung terbaca. Karena terlalu hanyut dengan perasaan ini membuatku lupa mengabari Bang Kemal. [Maaf ya, Bang. Rumi nggak bisa hadir. Kasihan Kak Zaki nggak ada yang temani.]Seperti itulah alasanku, setelah itu kumatikan ponsel tidak ingin diganggu oleh siapapun. Aku masih ingin meresapi perasaan ini, memikirkan bagaimana caranya untuk meminta maaf kepada Kak Zaki. Keras dan angkuhnya itu belum bisa terpatahkan. Kak Zaki terlalu samar untuk kutelus

DMCA.com Protection Status