Lingkungan kerja PT. Vibrant Indo Manufacture sebenarnya sangat menyenangkan bagi Dikta. Namun, karena permasalahan pribadinya dengan Arsya, Dikta tetap memutuskan untuk mengundurkan diri. Ada rasa sedih menyelinap di hati Dikta, karena perusahaan itu salah satu impiannya sejak dulu. Nyatanya, harga diri atau mungkin egonya lebih berpengaruh dalam mengambil keputusan.
Dikta masih bekerja di sana selama menunggu masa training yang akan selesai dalam beberapa hari. Menjelang jam makan siang, ia mendapat telepon dari Delisha yang kembali mengajaknya bertemu. Sebenarnya Dikta sudah enggan bertemu, tetapi juga dia merasa tidak enak untuk menolak. Maka saat jam makan siang, mereka bertemu di taman yang letaknya tak jauh dari kantor mereka masing-masing."Jadi, bagaimana tentang Abelia dan Arsya? Sudah kamu selidiki?" tanya Delisha langsung setelah mereka saling menyapa.Terdiam sejenak, Dikta lalu mengangguk. "Apa yang Kak Delisha bilang itu benar."<Rasa kesal masih meliputi hati Delisha karena penolakan Dikta kemarin untuk bekerja sama memisahkan Arsya dan Abelia. Namun, Delisha tak merasa sedih karena informasi dari pemuda itu tentang hubungan Arsya dan Abelia sudah dimilikinya. Awalnya Delisha ingin langsung mengadu pada Yunita, tetapi urung. Delisha merasa harus menemukan hal lain lagi agar pengaduannya pada Yunita lebih sempurna. Siang itu Delisha kembali mengunjungi PT. Vibrant Indo Manufacture. Dikta yang melihatnya segera memalingkan wajah seolah ingin menghindarinya. Delisha tak peduli dan terus berjalan ke arah ruangan Arsya sambil membawa kotak bekal. Saat Delisha berdiri di dekat meja sekretaris direktur, Arsya tiba-tiba saja keluar dari ruangan. Delisha segera merapikan rambutnya dengan jemari dan tersenyum manis pada pujaan hatinya itu. Hatinya semakin berbunga ketika Arsya mengajaknya masuk ke dalam ruang direktur. Dengan langkah riang, Delisha mengikuti Arsya ke dalam. "Aku ta
Sudah sejak tadi Abelia berselancar di internet, mencari inspirasi kado untuk seorang pria. Minggu depan Arsya akan berulang tahun dan Abelia berniat untuk memberinya kado. Namun, ia belum menemukan kado yang sesuai menurutnya. Jam tangan terdengar cocok, tetapi ia tahu merek jam tangan yang biasa dipakai oleh Arsya harganya sangat mahal. Ia pun mencoret jam tangan dari daftar referensi.Abelia tersentak ketika mendegar suara bel. Ternyata Luki yang datang membawakan pesanan Arsya berupa mesin espresso otomatis dan alat grill. Abelia hanya bisa menggaruk kepalanya karena Arsya suka sekali membelikan barang-barang elektronik seperti itu, padahal ia tak benar-benar membutuhkannya."Terima kasih, Pak," ucap Abelia pada Luki yang kemudian meninggalkan apartemennya.Sepeninggalan Luki, Abelia menelepon Arsya untuk protes. Arsya berkelit bahwa itu untuknya juga agar mudah kalau ingin minum kopi atau kalau mereka ingin barbeque. Selanjutnya Arsya meng
Langit mulai gelap ketika aku hampir menyelesaikan masakanku. Garlic-butter Steak dan Potato Gnocchi kupilih sebagai menu makan malam. Sebagai ganti makan malam di luar, aku telah mengusulkan pada Arsya agar kami makan malam di apartemen saja. Entahlah, tetapi setelah ini, kami mungkin tak akan bertemu lagi. Maka aku ingin menghabiskan malam berdua saja dengannya tanpa orang lain. Menu makan malam telah terhidang di atas meja makan. Bergegas aku mandi dan bersalin pakaian karena sebentar lagi Arsya datang. Aku mengenakan gaun berkerah sabrina dengan panjang selutut dan juga merias wajah sedikit. Tanpa sadar seulas senyum hadir di wajahku. Sungguh tak kusangka aku mau merepotkan diri demi ulang tahunnya. Atau mungkin aku melakukannya karena kami akan berpisah? "Abelia?" Sebuah suara membuatku tersentak. Kualihkan wajahku dari cermin ke arah pintu. Arsya sudah berada di sana sambil mengulum senyum memandangiku. Segera aku melangkah mendekati Arsya d
Sesuai janji, Abelia menghubungi Yunita sehari setelah ulang tahun Arsya berlalu. Abelia sudah mengemasi semua barangnya ke dalam koper besar. Tak banyak barang yang dibawanya. Hanya pakaian dan berbagai perlengkapan, sedangkan semua perabotan di apartemen itu Arsya yang membeli. Maka tak ada yang perlu Abelia bawa.Abelia juga berniat mengembalikan beberapa barang mewah pemberian Arsya kepada Yunita nanti, kecuali ponsel dan laptop karena di dalamnya sangat banyak data penting. Namun, Abelia telah menghitung harganya dan memasukkan ke dalam rincian uang pengeluaran Arsya yang juga ingin dikembalikannya. Sedikit pun ia tak ingin berutang.Sebelum Yunita datang, Abelia menyempatkan untuk menelepon ibunya. Sejak beberapa hari lalu, ia sudah mengabarkan akan pulang ke Lampung. Namun, hari ini Abelia ingin memastikan kepulangannya lagi. Abelia terdiam sejenak ketika ibunya mengatakan bahwa Dikta juga sudah berada di Lampung. Adik laki-lakinya itu sedikit pun ta
Masih berada di apartemen Abelia, Arsya menelepon Luki untuk mengonfirmasi dugaannya. Awalnya Luki tak berani mengatakan apa pun, tetapi akhirnya sopir keluarga Hadinata itu menceritakan semuanya. Luki meminta maaf pada Arsya dan mengatakan bahwa ia membongkar semuanya karena takut akan ancaman Yunita yang akan memecat keluarganya dari pekerjaan mereka di kediaman Hadinata.Arsya tak marah pada Luki, ia justru kecewa pada Yunita. Meskipun sudah menduganya, Arsya tak percaya mamanya akan berbuat setega itu. Mungkin semua ini ada campur tangan Delisha, tetapi tetap saja yang mengambil keputusan adalah Yunita. Sementara Arsya sudah pernah menegaskan bahwa ia sangat menginginkan Abelia.Tak ingin membuang waktu, Arsya segera meninggalkan apartemen studio yang biasa ditempati oleh Abelia itu dan melajukan mobil menuju rumah keluarganya. Setibanya di sana, terlihat Yunita menyambut putranya dengan senyum semringah. Sudah cukup lama Arsya tak pulang ke rumah kelua
Suasana yang dirindukan kini terhampar di kanan kiri saat Abelia sudah berada di dalam taksi menuju lokasi rumahnya yang tak terlalu jauh dari pusat kota. Abelia memejamkan mata sesaat, menghirup aroma kampung halaman sembari memikirkan pertemuan dengan ibunya, Dikta, dan Ruben nanti. Senyum Abelia mengembang begitu melihat sang ibunda telah menunggu di depan pintu. Seruni (ibu Abelia) segera menghambur dan memeluk anak perempuan satu-satunya itu. Puas menciumi Abelia, Seruni mengajak anaknya itu masuk. Dikta menyalami Abelia dan membantu membawakan koper ke dalam. Kekakuan antara Abelia dan Dikta dapat sedikit dihindari karena keceriaan Seruni. Melihat ekspresi Seruni yang begitu ceria, Abelia merasa lega. Namun, dalam hati ia bertanya-tanya apakah Dikta sudah menceritakan tentang hubungannya dengan Arsya dan tentang perselingkuhan ayah mereka pada sang ibu. "Ruben sama istri dan anaknya tadi sudah ke sini, tapi mereka main sebentar ke pantai. Di
Suasana di meja makan masih diliputi kehangatan. Keceriaan Keenan dan Kirana membuat kekakuan di antara kami semakin melebur. Canda dan tawa mulai terdengar karena tinggah lucu mereka. Belum lagi ocehan Kai, keponakan bungsuku yang masih bayi, begitu menggemaskan. Aku tak akan meminta lebih dari semua keindahan ini. "Mulai sekarang, kalian semua saling akur, ya. Hanya itu yang ibu minta jika kalian ingin melihat ibu bahagia," ujar ibu setelah kami semua selesai makan. Aku mengangguk tersenyum seraya menggenggam tangan ibu. Usai membereskan meja makan, aku mengajak ibu dan Regina melihat sisa stok kain tenun ikat yang kubawa, sedangkan Ruben dan Dikta mengobrol di teras. Kukeluarkan beberapa motif kain tenun ikat itu dari koper dan menunjukkannya pada ibu dan kakak iparku. Mereka mengagumi kehalusan bahan produk jualanku. Bahan kain tenun ikat yang kupilih memang berkualitas bagus sehingga bisa dijual dengan harga mahal dan pembelinya p
Setahun berlalu. Dekorasi pernikahan menghiasi sebuah ballroom hotel yang megah. Sepasang pengantin terlihat bersanding di atas pelaminan dengan sikap yang kaku satu sama lain. Itu adalah pernikahan Azkaa, kerabat sekaligus sahabat Arsya. Dari kabar yang beredar, Azkaa menikah dengan seorang gadis yang dijodohkan dengannya. Arsya mengamati ekspresi sahabat sebayanya itu, tampak tak bergembira dengan pesta pernikahannya sendiri. Meskipun sebuah pernikahan karena dijodohkan mungkin akan baik-baik saja nantinya, Arsya tetap tidak setuju dengan ide perjodohan. Kenapa orang tua harus ikut campur masalah jodoh anaknya yang sudah dewasa? "Mas Arsya," panggil seorang wanita yang membuat Arsya menoleh. Delisha. Kerabat sekaligus gadis yang dijodohkan dengannya di masa kecil. Arsya tak menyahuti sapaan Delisha karena masih merasa heran gadis itu tetap saja bisa menemukannya meski sudah menyendiri di dekat meja hidangan. Kembali menatap ke arah p
Hello, MELODI ABELIA readers! Thank you so much for reading love story of Abelia and Arsya. Hope you like it. Cerita ini memang bukan tema populer, tapi aku menyukainya. Tema novel ini memang sedikit dark dengan mengangkat isu kesehatan mental dan konflik keluarga yang pelik. Di sini hampir setiap tokohnya melakukan kesalahan, tidak ada yang sempurna. Masing-masing memiliki sisi baik dan buruk, juga memiliki keterikatan dengan masa lalu. Masing-masing tokoh juga mengalami perkembangan karakter.Terlepas dari kelebihan dan kekurangan dari novel ini, semoga kamu bisa mengambil pelajaran di dalamnya, ya. Semoga juga bisa menjadi bacaan yang menghibur dan berkesan. That's it. Thank you and see you. With Love,Author Remahan Croissant NOTE: JANGAN MENJIPLAK KARYA INI SEBAGIAN ATAUPUN SELURUHNYA. SANK
Sekian tahun berlalu. Abelia terbangun di pagi hari karena sinar mentari yang mengintip dari sela tirai jendela kaca. Segera ia beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelahnya, ia melihat kalender. Ia tak akan pernah lupa pada tanggal itu. Hari ulang tahun Arsya, pria yang sangat dan akan selalu ia cintai. Perlahan Abelia menghela napas. Sambil menyunggingkan senyum, ia beranjak ke kamar anaknya. Putranya yang bernama Abizhar, berumur 5 tahun. Putrinya yang bernama Aubrie, berumur 3 tahun. Abelia segera membangunkan mereka untuk mandi dan bersiap-siap. Karena mereka sulit sekali dibangunkan, Abelia menciumi pipi mereka hingga terbangun. "Ayo, bangun. Hari ini ulang tahun papa," ucap Abelia. Abizhar dan Aubrie segera bangkit dari ranjang mungil mereka masing-masing. "Oh, ya. Hari ini ulang tahun papa!" seru mereka. "Apakah kita akan menemui papa hari ini, Ma?" tanya Abizhar. "Tentu saja, Sayang. Makanya mandi, biar cepat bertemu papa." Abelia tersenyum. "Ayo, mandi, M
Penantian Arsya berakhir sudah. Hari bahagianya bersama Abelia yang sempat tertunda kini telah terwujud. Sebuah hari bahagia di mana ia dan sang kekasih akhirnya mengucap ikrar suci dan janji untuk saling setia dalam ikatan pernikahan. Mereka mengikuti semua prosesi pernikahan yang sakral dalam suasana syahdu. Para tamu yang hadir pun ikut terlarut. Ijab kabul dan prosesi adat telah selesai dilakukan. Sekarang saatnya mereka bersanding di pelaminan mengebakan sepasang gaun pengantin hasil rancangan desainer ternama. Arsya terlihat semakin tampan dalam balutan tuxedo berwarna putih, sedangkan Abelia mengenakan gaun panjang sederhana berwarna putih yang terlihat mewah dengan taburan payet di bagian dada. Para tamu mengagumi keelokan penampilan mereka. Ditambah dengan dekorasi pernikahan yang didominasi dengan warna putih semakin membuat suasana pesta pernikahan itu begitu agung. Arsya menoleh pada Abelia, wanita yang sudah sah menjadi istrinya. Keel
Kebekuan melingkupi Abelia dan Arsya sepanjang perjalanan. Setibanya di apartemen Abelia pun mereka masih saling berdiam diri tanpa sepatah kata terucap. Sambil menahan air mata, Abelia menatap Arsya. Mereka saling menatap dalam diam dengan pandangan yang redup. Suasana yang dingin pun tercipta. Semua kebahagiaan yang terjadi pada mereka belakangan ini seolah lenyap begitu saja. Abelia merasa dia harus kembali mengulang masa-masa sakit, tetapi kali ini lebih perih. Masa lalu yang kelam kembali datang menghampiri. Membuat luka yang sudah hampir sembuh kini menganga kembali. "Arsya," panggil Abelia pelan. "Lebih baik kita akhiri hubungan ini." Perlahan Abelia melepaskan cincin tunangan yang melekat di jari manisnya. Melihat itu, Arsya menahannya dan menggeleng. "Aku tidak mau, Abelia." "Lalu maumu bagaimana? Tetap menjalani hubungan sampai ke pernikahan setelah semua fakta itu?" cecar Abelia. Sejenak Arsya terdiam, lantas mengangguk. "Bagaimana mungkin aku bisa menikah dengan seora
Suasana bahagia masih meliputi hati Abelia dan Arsya sejak hari pertunangan mereka kemarin. Mereka tak bisa menyembunyikan kelegaan akan hubungan mereka yang sudah masuk ke jenjang yang lebih serius. Kedua pihak keluarga juga sudah membicarakan persiapan pernikahan mereka yang rencananya akan dilaksanakan dalam beberapa bulan ke depan. Hanya tinggal selangkah lagi untuk benar-benar saling memiliki.Kini Abelia bisa sedikit lebih fokus pada outlet barunya yang sudah dibuka dan beroperasi. Ia sudah mempekerjakan beberapa orang karyawan yang didapatnya dari rekomendasi supplier produk jualannya. Hari-hari yang sibuk akan segera dimulai. Abelia harus membagi waktu antara mengurusi bisnis dan mempersiapkan pernikahan.Namun, Abelia tak merasakan masalah berarti karena ada Arsya yang selalu mendukungnya. Hari itu Arsya menemani Abelia mengunjungi outlet-nya yang dinamakan Abelia Mode. Selain menjual kain, Abelia juga berencana untuk memproduksi pakaian berbahan d
Hari pertunangan Abelia dan Arsya secara resmi tengah berlangsung. Mereka memilih tema garden party sebagai dekorasi. Lantunan musik romantis terdengar dari sebuah band akustik yang berada di salah satu sudut taman. Nada dan melodi yang merdu itu seakan membuat para tamu terhanyut dalam kesyahduan. Keluarga dari kedua belah pihak telah datang. Abelia datang hanya bersama keluarga intinya yang sempat menginap semalam di hotel. Sementara dari pihak keluarga Arsya tidak hanya dihadiri oleh keluarga inti, tetapi juga kerabat dekat termasuk Derry dan Delisha. Semua tamu tampak menikmati suasana pesta yang hangat itu. Arsya dan Abelia berdiri berdampingan di depan sebuah dekorasi hiasan bunga bertuliskan inisial nama keduanya. Mereka mengobrol dengan para kerabat yang sebaya. Setelah para kerabat itu berlalu, Delisha berjalan mendekati Arsya dan Abelia yang tampak sibuk bercanda satu sama lain. Melihat itu, Dikta menyusul karena merasa khawatir Delisha akan membuat
Ini pertama kalinya aku berlibur ke Kupang, Nusa Tenggara Timur. Memang tak salah kalau Arsya ingin mengajak liburan ke sini karena begitu banyak wisata alam yang indah dan memanjakan mata. Kalau sudah mengeksplor keindahan alam biasanya kepenatan akan hilang dan tergantikan dengan ketenangan dan tentu saja munculnya ide-ide baru. Setelah semalaman berisitirahat di hotel, hari pertama kami berkunjung ke Gua Kristal dengan waktu tempuh sekitar 30 menit dari kota Kupang. Awalnya aku ragu untuk masuk karena sebelumnya aku belum pernah mengunjungi gua atau sejenisnya. Namun, setelah akhirnya turun, tak ayal aku mengagumi keindahan Gua Kristal. Di dalamya terdapat air yang berwarna biru kehijauan, sangat unik. Aku dan Arsya mengambil beberapa foto dari berbagai sisi yang memberikan efek berbeda di setiap sudut pengambilan gambar karena perbedaan cahaya. Puas menikmati keindahan Gua Kristal, kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Lasiana yang tak kalah indah.
Hari sudah gelap ketika Abelia dan Arsya tiba di kediaman Hadinata. Rumah besar itu terlihat sepi. Masih dengan perasaan cemas, Abelia mengikuti langkah Arsya masuk ke dalam rumah. Yunita sudah menunggu di ruang tamu dengan penampilannya yang elegan bak putri keraton, seperti biasa.Namun, kali ini ada senyuman di wajah wanita paruh baya itu. Tiba-tiba Abelia merasa tak enak hati karena ia dan Arsya datang dengan tangan kosong. Abelia memang sama sekali tak membawa buah tangan dari Lampung karena ia tak berpikir akan bertemu dengan Arsya kembali, apalagi bertemu Yunita."Lama tidak berjumpa, Abelia," sapa Yunita membuyarkan lamunan Abelia."Ya, Tante," sahut Abelia pelan.Walaupun Yunita bersikap ramah, Abelia masih bisa melihat kesan kaku pada sikap mama Arsya itu. Abelia berkesimpulan bahwa memang begitu watak Yunita karena pada Arsya pun begitu sikapnya. Melihat Abelia masih berdiri di tempatnya, Arsya membimbing wanita itu untu
Setahun mengurusi online shop di Lampung, begitu banyak perkembangan yang patut aku syukuri. Sejak delapan bulan lalu, aku sudah mendirikan sebuah outlet tak jauh dari rumahku. Sengaja aku membuatnya agar aku juga bisa menjual produk secara offline dan mempekerjakan penduduk setempat sebagai karyawan.Aku sudah memiliki beberapa orang karyawan untuk mengurusi usahaku secara online dan offline. Selain itu, aku juga menambah produk jualanku berupa kain tapis (kain tenun Lampung) yang bisa bernilai mahal. Kini penjualanku mulai merambah ke negara tetangga. Hal yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya.Ibu sangat bahagia melihat keberhasilanku. Di sela bekerja, aku juga sering mengisi seminar yang masih berhubungan dengan UMKM. Karena banyak tawaran seminar yang berasal dari Jakarta dan akupun berniat membuka cabang outlet di sana secara serius, maka aku memutuskan untuk kembali menetap di ibu kota negara tersebut.Awalnya ibu berat melepasku kemba