"Jamu, Jamu! Jamune Bu, Pak, Jamu, Jamu! Jamune Mas, Mbak!" Marni dengan suara mendayu penuh semangat menebar senyum menawarkan Jamu kepada siapa saja yang ia temui."Jamu Bu?" Marni menawarkan Jamu kepada sekelompok Ibu-Ibu yang sedang berkumpul.Marni melihat kelompok Ubu-Ibu muda dengan dandanan menor namun berhijab pasmina cekek leher kekinian.Penampilan wah tapi bukan branded hanya saja sesikit mencolok dengan kacamata hitam, alis sulaman, eyelash dan jangan lupa nail art menjadi ciri khas geng yang entah apa namanya Marni sebutkan."Jamune Mbak," Marni dengan ramah menawarkan. Sedikit merubah panggilan dari Ibu menjadi Mbak dengan harapan sang calon pembeli tertarik."Eh Guys, minum Jamu aja yuk!" Salah seorang perempuan yang terlihat paling heboh dandanannya kemudian diikuti oleh teman-temannya yang lain."Mbak Jamu ya." Bagai koloni lebah satu duduk semua pengikutnya ikut duduk.Marni kini dikelilingi kawanan mamah muda dengan penampilan wah namun banyak barang KW disana-sini
"Assalamualaikum.""Waalaikumsalam."Wajah Marni yang biasanya cerah ceria kini menekuk bagai dompet akhir bukan belum gajian."Loh, Ndok, kenapa, merengut begitu. Lah ini kok wes basah semua pakaianmu?" Bude Sri dibuat kebingungan melihat pakaian Marni basah mana kotor sana sini. Berangkat masih rapi, bersih dan wangi, malah pulang-pulang belepotan seperti kecebur kubangan."Ada yang bawa mibilnya sambil mules kali Bude. Marni tak mandi dulu. Bude jadi kan mau diantar ke pasar?""Jadi Ndok. Tapi Kamu rapopo? Ga ketabrakkan? Ga ada yang luka?" Saking khawatirnya Bude Sri sampai membalik tubuh Marni agar bisa melihat dengan teliti aoakah Marni baik-baik saja selain belepotan dan basah."Aku rapopo Bude. Kalo gitu Marni mandi dulu ya Bude. Sama ini bajunya mau sekalian direndem dulu biar wangi, ini bau got begini.""Yowes, Bude juga mau dzuhuran dulu. Kamu sekalian dzuhuran ya Ndok. Jadi tenang takutnya lama di pasar."Marni mengangguk seiring langkah kakinya menuju kamar mengambil ha
"Gimana Bude kerasan gak tinggal ditempat sekarang?" Mpok Leha mana betah berdiam diri saja saat mobil melaju.Babeh Ali melirik kearah spion tengah melihat ekspresi Marni.Ternyata disaat yang sama Marnipun sedang melihat ke spion hingga keduanya sama-sama berpaling.Marni selalu saja canggung bila bertemu tatap dengan Babeh Ali. Begitupun sebaliknya. Namun keduanya memasrikan bukan karna ada getar-getar cinta entah apa tak tahu bagaimana mendefinisikannya."Alhamdulillah, betah. Warung Bude juga laris manis Leha. Makasi Babeh Ali yang sudah mengizinkan Kami ngontrak disana."Terlihat Babeh Ali menganggykan kepala meski tatapan mata sesekali masih mencuri pandang pada spion tengah sedangkan Marni antisipasi memilih melihat keluar mobil melalui kaca jendela."Mar, besok Lu anterin Bude Sri ke pasar lagi. Besok udah bisa mulai urus-urus duit penggantian gusuran lapak. Iya kan Beh?" Kini Mpok Leha melihat Babehnya dari spion tengah."Hem." Singkat saja jawaban Babeh Ali."Babeh Saya mau
"Ndok hari ini Kamu jadi mau nyekar ke makam si Mbah?" Bude Sri membawa sampah sisa ikan setelah pembeli terakhir baru saja meninggalkan warung sayur miliknya."Insha Allah jadi Bude. Marni mau keliling sekalian pulangnya nyekar ke makam si Mbah.""Kamu balik kerumah dulu ya. Bude mau ikut. Mau doakan Mbahmu juga. Sekalian Kita bersihkan makamnya."Marni pamit untuk berkeliling sementara Bude Sri di rumah beristirahat setelah selesai berjualan."Tak kira dimana Mbahmu dimakamkan Nduk. Gak jauh dari rumah Kita yang sekarang."Bude Sri dan Marni turun dari becak tepat di depan gerbang pemakaman."Iya Bude. Waktu itu Mbah pernah pesen kalai mangkat minta dimakam disini saja.""Nduk, beli air mawar dulu sama bunga."Menjelang memasuki bulan Ramadhan sudah biasa makam selalu ramai dikunjungi.Mereka yang orang tuanya, kakek neneknya atau kerabatnya sudah berpulang biasanya menyempatkan ke makam sebelum memasuki bulan Ramadhan.Tak heran di depan gerbang pintu makam sudah banyak sekali penj
"Tenang semuanya! Kalau masih anarkis Kami tidak segan memanggil pihak kepolisian!"Serentak, Marni, Bude Sri dan Juminten menatap kearah suara yang keluar dari toa."Walah De, itu kok malah mau bawa-bawa polisi?" Juminten mengerut takut kalau mendengar polisi."Kamu mau kemana toh Ndok?" Melihat Marni beranjak Bude Sri menahan."Iyo toh Mar, Kamu jangan kesana. Nanti kebawa-bawa." Juminten masih ketakutan."Marni cuma ingin jelas aaja Bude. Bagaimanapun ada gak Bude juga. Marni gak mau bikin ribut. Hanya mau mendengarkan dengan jelas apa yang Mereka akan sampaikan.""Kalo gitu Bude ikut. Ayo Kita dengar sama-sama.""Loh kok Aku ditinggal. Ikut lah!""Jadi soal Kompensasi bagaimana? Kenapa ga jadi diberikan?" Salah satu pedagang yang terkena penggusuran menyuarakan aspirasinya."Bukan membatalkan, pihak Kami hanya ingin semua berjalan dengan tenang dan sesuai kesepakatan. Bukankah Kita waktu kemarin sudah sepakat. Bahkan disakaikan oleh Bapak Ali dan Pak Basir?"Semua diam. Tak ada ya
"De, bentar lagi mau puasa, Kita ora munggahan iki? Aku juga belum tahu Bude sama Marni sekarang tinggal dimana." Juminten yang menahan keduanya saat akan balik dan nail becak."Ya main saja ke rumah. Munggahan mau dirumah Bude? Yowes kapan bisanya. Bell saja. Biar tak masakin.""Kalau gitu gimana besok. Kan sekalian balik dari sini. Siapa tahu ada kabar gembira. Uang Kompensasi cair terus munggahan di rumah Bude. Nikmat toh!""Atur saja. Kalo memang mau besok, tak masakin dulu. Ajak aja yang lain.""Sip! Tak aja yang lain."*"Ndok, besok masak opo toh yo buat yang mau munggahan disini.""Apa ya Bude. Apa aja sih enak. Apalagi makannya sama-sama.""Eh jangan lupa ajak si Leha. Biar ikut makan disini.""Iya nanti Marni bell Mpok Leha.""Oh ya Mar, buat orderan katering Babeh Ali buat pabriknya udah diomongin sama Leha? Gimana jadinya?""Kemaren Mpok Leha sudah ngasih tahu Marni Bude, katanya buat takjil setiap hari ganti, tapi selalu ada gorengan. Nah untuk sahur paketan nasi kotak pl
Marni membawa Mpok Leha ke dapur.Leha duduk di kursi dekat pintu dapur sambil melamun."Mpok, ini minum dulu." Marni menyodorkan teh manis hangat.Leha menerima teh manis hangat dan langsung menyesapnya, "Makasi Mar. Lu jadi repot-repot nyuguhin Gua Teh. Udah kayak besan aje Gua." Meski ada guyonan yang terlontar dari bibir Mpok Leha, Marni bisa melihat Mpok Leha kepikiran ucapan Ratmi dan Juminten.Memang benar jika ada yang mengatakan lidah tak bertulang, tapi salah bicara bisa membuat luka di hati orang dan luka tersebut lebih perih dari sekedar teriris pisau saat memasak."Eh iye nih Mar. Titipan duit panjer dari Babeh." Padahal Marni dan Mpok Leha belum membahas soal berapa besar biaya katering tapi sepertinya Mpok Leha enggan membahas mengenai hal tadi."Mpok Saya baru mau tanya, soal takjil sama menu sahur. Itu buat buka puasa cuma takjil ada apa sama nasi kotak?""Oh iye ye, Gua gak kepikiran. Maaf Mar kebanyakan yang Gua urus begini nih suka lupa. Ya kalau emang Lu sama Bud
Seharian Marni dan Bude Sri sibuk berbelanja untuk memenuhi Katering pesanan Babeh Ali untuk Takjil, Menu Berbuka Puasa dan Sahur."Ndok kira-kira ada lagi ndak yang kurang. Sahur pertama nanti kan menunya nasi putih, sayur capcay, ayam goreng serundeng, bihun, kerupyk udang, pisang dan air mineral." Bude Sri mengabsen menu masakan yang akan ia masak bersama Marni dan tiga orang yang sudah siap membantu. "Sudah Bude. Ayam nanti bakal dianter sama Mas Erwin, terus air mineral sama yang punya depot air juga bakal dikirim. Kalau belanjaan lain sudah semua. Tinggal nanti saja Kita kerjakan setelah pulang taraweh.""Iyo Ndok, meski repot jangan sampe tinggal tarawehnya. Setahun sekali. Bude bersyukur sekali tahun ini masih bisa merasakan Ramadhan, ikut puasa dan nanti malam sudah mulai taraweh. Tapi bener yo puasa mulai besok?""Ya agar pastinya nanti Kita nonton sidang isbat nanti malam. Paling habis magrib akan diadakan sidangnya Bude.""Iyo Ndok, Kita nurut karo pemeritah saja puasa pe
Marni menyesal akhirnya ikut dalam mobil Juragan Basir. Sepanjang jalan ditengah hujan lebat dan begitu deras ada saja kesempatan Juragan Basir untuk bisa mendekati Marni."Ngak lagi-lagi ikut mobil Si Tua Keladi! Gak sadar diri! Bojo udah tiga malah ada tang lagi meteng yo mau jadikan Aku yang keempat! Edan!" Batin Marni."Abang sih masih nunggu loh, kali aja Neng Marni mau mikir lagi, Abang sih oke oke aja. Tapi jangan kelamaan Neng, digantung gak enak." Sungguh rasanya mau muntah saja melihat ekspresi genit tatapan Juragan Basir yang bagai singa lapar."Maaf Juragan, sebaiknya Juragan cari Perempuan lain saja. Saya gak berniat merubah keputusan Saya."Juragan Basir membolakan matanya, baru kali ini ada Perempuan menolaknya secara terang-terangan."Terima kasih banyak Juragan, maaf mobilnya jadi basah." Marni segera turun begitu sudah sampai di dekat rumahnya dan saat bunyi pintu mobil terbuka.Marni buru-buru menurunkan belanjaannya, meski masih keki dengan penolakan Marni Juragan
Juminten dan Ratmi secara bersamaan tiba di rumah Bude Sri dan Marni dengan tubuh terpapar air hujan."Jum, Mi, Kalian opo ndak pake payung? Itu basah-basahan. Masuk angin. Bentar," Bude Sri masuk ke dalam kamarnya membawa dua handuk bersih dan daster untuk keduanya."Salin dulu. Baru sana di kamar Bude.""Enakan Bude. Dasternya adem. Mana bahannya jatuh begini. Beli dimana Bude, mana masih baru ini." Juminten malah memutar tubuhnya bagai pragawati tapi dengan daster sebagai kostumnya."Loh, Bude sendiri Marni kemana?" Kini Ratmi yang kekuar dengan daster sejenis namun berneda warna."Lah yang dipakai Ratmi bagus juga warnanya. Bahannya sama dan baru juga." Juminten masih saja ribut soal daster."Wes toh, jadi ngeributin daster. Sini duduk dulu, minum jahe hangat dulu." Bude Sri membawa keduanya duduk menikmati Jahe hangat."Ini enak banget Bude Jahe hangatnya, sopo yang buat? Marni?" Ratmi yang kedinginan kembali meneguk jahe hangat yang ia tuang dari teko berbahan tanah."Iyo,""Pa
"Ini uangnya semua seratus ribuan kompak banget? Apa udah turun THRnya?"Marni dan Bude Sri berangkat bersama menuju agen yang tak jauh dari rumah Mereka.Persediaan bahan masakan yang minyak goreng, tepung-tepungan, kerupuk dan bumbu-bumbu kering sudah habis."Ndok, sekalian beli bahan kue juga, sesekali snack takjilan Kita buatin bolu. Biar ada variasinya.""Berarti tambah terigunya sama margarinnya Bude. Kalau pasta-pasta dibeli sekalian saja Bude?""Yo ambil saja yang diperlukan untuk buat bolu. Sama plastik kecil buat bungkusnya sekalian juga. Oh ya, tissu makan juga sudah tinggal sedikit, sendok garpu masih ada setengah, mau beli boleh enggak ya masih ada.""Beli yang sekiranya butuh dulu saja Bude. Selebihnya kalau kurang gampang, Marni bisa kesini atau pesan nanti diantar.""Iyo baik kalo begitu."Marni memasukkan kebutuhan membuat kue tak lupa Marni juga memasukan beberapa toping seperti mesem, chocochip dan lainnya agak kue Mereka semakin menarik."Lah kalo ada receh yo dika
"De, tadi sore kemana toh?" Ratmi sedang mencetak nasi dan memasukkannya ke kotak nasi berkolaborasi dengan Juminten yang menata sambal goreng kentang ati plus tumis buncis putren."Oh pas buka? Aku karo Marni ke rumahnya Babeh Ali, Si Leha minta dibawakan makanan. Minta dimasakin urap sayur. Kepingin." Bude Sri duduk di meja makan sambil mengecek kelengkapan nasi kotak agar tak ada menu yang tertinggal dan memasukkan komponen terakhir pisang ambon, kerupuk udang dan air mineral."Ladalah, Jangan-Jangan ngisi yo De?" Juminten terkejut mengira Mpok Leha hamil."Wus masih pagi jangan ghibah! Nduk, pisangnya masih ada di dalam, ini tuker, kekecilan. Kasian yanh dapet takut iri ngelihat kotak nasi sebelahnya pisangnya gede!" "Bude bisa saja, Lah tahu gitu doyanan wong pisang yang gede-gede!" Juminten malah mesam mesem sendiri sambil memikirkan sesuatu tang bersifat mesum."Yo koe aja Jum yang otaknya ngeres, tak sapu nanti. Lah pisang yang diomong iki pisang buahan, Ora pisang bojomu!""
Brakkkk!Tatapan tajam dengan nafas memburu, garis wajah mengeras, rahang yang ditumbuhi jenggot yang telah memutih gemeretak menahan amarah yang telah memuncak jelas tergambar dari sorot penuh emosi yang Babeh Ali tunjukkan saat ini"Beh, Leha! Saya minta maaf, Abang minta maaf Leha, Beh, Udin minta maaf." Bang Udin baru saja datang seketika meringsut di bawah kaki Babeh Ali."Lu bawa semua barang-barang Lu! Gua gak sudi nampung gelandangan tang gak tahu diri kayak Lu!" Sekali hentak Babeh Ali melepas tangan Bang Udin yang memegangi kakinya."Leha, Leha, tunggu! Abang bisa jelasin!" Bang Udin menggapai tangan Mpok Leha besar harapan agar Istrinya mau mendengarkan kata-katanya."Abang, cukup sampe disini aje ye. Leha ikhlas Bang, Abang pergi aje ye. Nanti tunggu surat dari pengadilan." Tak lagi melihat kebelakang Mpok Leha mengikuti Babeh Ali masuk ke dalam rumah."Bang," penjaga rumah Babeh Ali menghampiri Bang Udin.Udin merasa akan di bantu namun tidak sesuai harapan, "Bang mending
"Kamu kenapa toh Ndok? Sejak tadi Bude perhatikan yo mesam-mesem gitu. Gak kesambet kan di rumah Bu RW? Maklum banyak patung tadi rupanya." Bude Sri heran melihat Marni sesekali menatap Bude Sri sambil senyum-senyum."Ndak Bude. Marni baik-baik saja. Marni ruh cuma lagi kagum saja. Keren!" Marni masih tersenyum menatap Bude Sri sambil memberikan dua jempolnya."Sopo yang keren? Lah Bude gak lihat ono lanang disini." Bude Sri celingak celinguk memperhatikan apakah ada pria yang membuat Marni senyum-senyum begitu.Keduanya masih menunggu angkot yang lewat menuju pasar untuk membeli belanjaan."Yang keren itu ada si depan Marni!""Bude?"Anggukan serta senyum manis Marni dengan semangat membenarkan."Ada-ada saja Kamu Ndok. Lah Bude pake baju lama, Dandan juga enggak, yo keren dari mana? Wes mujimu salah alamat Ndok. Bude kasih sewu mau ora?" Tawa Bude Sri balik menggoda Marni."Ih Bude, Bukan karena penampilan, tapi Bude Keren banget tadi bisa melibas makhluk-makhluk julid yanh ada di r
"Ndok, udah dikunci?" Bude Sri memastikan pintu belakang dan juga depan sebelum Mereka berangkat berbelanja kebutuhan Katering."Sampun Bude, kompor juga uwis. Sekalian mampir ke warung mau beli gas. Habis. Ada dua tabung yang kosong. Biar diantar nanti pas Kita sudah di rumah.""Iyo Ndok. Untung saja persoalan Gas yang sempat langka segera teratasi ya. Bulan Puasa yo repot kalo gas langka macam kemaren. Kalo dulu di Kampung bisa masak pakai kayu bakar. Lah disini jangankan kayu bakar, pohon aja susah. Tanah sudah gak ada. Lahan buat nanem ya seadanya."Marni tersenyum mendengarkan ceriwisnya Bude Sri yang membuatnya selalu sayang dengan perempuan yang sudah Marni anggap Ibunya sendiri."Bude, Kita naik angkot saja yo berangkatnya. Nanti pulangnya baru naek becak. Kan bawa belanja banyak.""Iyo, Wes jalan ke depan itung-itung olahraga.""Bu Sri mau kemana iki?" Sapa salah seorang tetangga."Mau belanja buat Katering. Loh, iki mau kemana toh ramean?""Itu loh Bu Sri, denger-denger Cucu
Setiap dini hari aktivitas di dapur Bude Sri sudah sibuk. Menyiapkan seratus porsi Katering orderan Mpok Leha untuk anak-anak Pabrik yang bekerja di Pabrik milik Babeh Ali.Ramadhan memang selalu mendatangkan rezeki bagi siapa saja yang mau berusaha.Tergantung bagaimana setiap individu menyikapinya.Ada yang mengisi Ramadhan dengan tidur saja seharian, ada yang memilih fokus beribadah namun tak sedikit yang mencari rezeki dengan berjualan takjil dan sebagainya.Dibalik kejadian penggusuran lahan di pasar yang hingga kini masih terkendali soal pemberian kompensasi, Bude Marni bersyukur Allah masih memberikan jalan bagi dirinya dan Marni untuk dapat menjemput rezeki dengan cara lain yakni dengan berjualan sayur dan kini saat Ramadhan tidak disangka-sangka Allah datangkan rezeki lewat order Katering sebulan full.Betapa rasa syukur yang terucap dari lisan dan hati Bude Sri atas segala kemurahan Allah kepada dirinya dan Marni untuk bisa bertahan dalam situasi apapun.Selesai menunaikan s
Tok!Tok!Tok!"Kayaknye ada yang ngetok pintu Mar?" Mpok Leha menajamkan indera pendengarannya sambil ekor mata beralih kearah pintu rumah."Iya ya, Bude kalau pulang pasti salam dan langsung masuk. Apa Aku lupa ngunci ya. Sek Mpok tak lihat dulu."Marni bangkit dari kursi diikuti Mpok Leha yang beradang dibelakang Marni.Ceklek!"Leha! Lu disini! Lu bikin Abang kuatir seharian! Lu gak angkat telepon! WA Abang Lu kagak bales! Pulang!" Bang Udin langsung saja masuk tak memperdulikan Marni yang kini melongo dengan apa yang kini Ia lihat."Lu jangan ciba deket-deket agua Bang! Gua kagak mau Lu sentuh! Najis! Tangan Lu udah kotor belas megang-megang Si Sundel!" Mpok Leha menepis tangan Bang Udin yang memegang lengannya."Lu kenape sih! Ngomong jangan begini Leha! Malu! Ini dirumah orang! Lu malah disini! Abang cari Lu dirumah Babeh tapi gak ada orang. Babeh lagi ke Kota dan Lu Gak bisa dihubungin! Abang Kuatir Leha!""Dah Bang! Lu Kagak usah banyak cincong! Gua udah gak mau lagi Lu boongin