Tiba di Rumah Sakit, Zeland dan David langsung keluar dari mobil, Angelo tiba lebih awal dan berdiri dengan tampang bete di lobby. Jelas terlihat jika Angelo tidak nyaman menuruti keinginan Abraham.
“Dimana cewek miskin itu?” tanya Elo saat Zeland dan David berdiri di sampingnya.
“Tuh,” ucap David memberi kode.
Clarissa baru saja turun dari mobil dengan langkah pelan, sekilas Clarissa tidak ada bedanya dengan gadis dari kalangan atas. Cantik, modis dan terlihat perfect. Hanya dalam semalam penampilannya berubah menjadi 190°
Clarissa melangkah memasuki rumah sakit tanpa menyapa ketiga sang pewaris. Bodoh amat, baginya dia tak perlu patuh selama tuan Abraham tak melihatnya.
“Hu, entah kenapa dia tidak pernah terlihat baik di mata gua. No attitude, no respect.”
“Sudahlah, kau tahu Kakek akan marah besar jika kita membantah keinginannya.” Zeland memperingatkan Angelo.
Tak berdaya dibawa tekanan fasilitas dan uang, Angelo akhirnya mengalah. Sebisanya dia harus mengabaikan perasaan jijiknya setiap berhadapan dengan Cla. Pemuda itu baru meniti usahanya. Belum mandiri seperti kedua abangnya. Tidak lucu jadinya jika seorang Elo di usir dari rumah hanya karena cewek miskin.
David menepuk bahu adik bungsunya itu.
“Yang buat kami takjub, dia memang datang untuk dijadikan pengantin. So surprise, El. Terbakanmu benar," ucap David.
Hal itu sukses membuat Angelo semakin tidak karuan. David menyusul Clarissa begitupun dengan Zeland. Angelo tidak percaya dengan apa yang didengarnya barusan.
“Sudah gua duga! Dunia memang gila, tapi nggak terpikir akan segila ini.” Tangan Elo mengepal kuat.
Kini semua orang tiba di depan ruang rawat. Langkah Cla berhenti membuat yang lainnya ikut berhenti.
Tok tok tok.
Pintu ketuk.
Cla mengatur nafasnya dalam-dalam, berpikir jauh berusaha menyiapkan jawaban.
Tepat saat ketiga cucu Abraham menatapnya bingung, Cla meraih handel pintu dan membukanya. Kini mereka masuk ke dalam ruang rawat tempat Helena berada.
Wajah Helena yang murung mendadak sumringah melihat kehadiran adiknya, wanita itu menangis haru setidaknya Cla tidak dibawa oleh para preman itu.
“Cla, aku takut,” ucap Helena merentangkan tangan.
Keduanya berpelukan, rasa rindu menggebu padahal baru semalam mereka terpisah.
Zeland, David dan Angelo berdiri tidak jauh dari brangkar. Mereka menyaksikan pemandangan yang penuh haru itu dengan tanya yang bercokol di kepala.
“Kamu dari mana saja, Cla? Apa yang terjadi, bagaimana kau bisa memakai pakaian semahal ini dan rambutmu?” tanya Helena bingung setelah memperhatikan penampilan sang adik.
Cla menitikan airmata, pertanyaan sang kakak di acuhkan. Gadis itu bersyukur karena Helena telah kembali sadar.
“Kakak sudah sembuh? Bagaimana sakitnya? Apa masih pusing?” Pertanyaan dibalas dengan pertanyaan.
“Kakak baik-baik saja, kau tidak perlu khawatir. Sekarang kakak ingin tanya? Kamu dari mana dan siapa mereka, Cla?”
David dan Zeland memperhatikan keadaan wanita di hadapan Clarissa. Wajah yang hampir sama, Helena terlihat cantik walau dia berpenampilan lusuh.
“Aku, aku ...." Clarissa gugup, bingung bagaimana menjelaskan semuanya.
“Apa jangan-jangan juragan itu membawamu? Apa kau disandera? Ya, pasti seperti itu kan. Tidak mungkin kau bisa membayar biaya Rumah Sakit dengan fasilitas lengkap seperti ini jika tidak ....” Helena ketakutan membayangkan hal terburuk.
Clarissa tertunduk. Ketiga cucu Abraham mencoba menebak apa yang sedang terjadi.
"Kak, tenanglah." Clarissa berusaha menenangkan Helena.
“Apa yang kau lakukan, Cla? Semua ini mustahil! Kau tidak menyerahkan dirimu kan? Juragan itu datang sebelum anak buahnya membuat kegaduhan. Dia meminta salah satu dari kita menjadi selirnya, kakak tidak mau dan menolaknya tegas. Jangan bilang, kau datang pada mereka dan menyerahkan dirimu!"
Tak kunjung mendapatkan jawaban membuat Helena kesal dan mendorong tubuh adiknya hingga terjatuh ke lantai.
"Hah, apa kau tidak bisa berpikir jernih!"
Bruk.
“Hey, apa yang kau lakukan?” Zeland reflek mendekat dan menolong Clarissa.
Zeland bisa merasakan bagaimana gadis itu gugup. Sekilas pandangan mereka bertemu. Zeland menatap Helena ilfil.
“Kau sangat kasar, aku jadi ragu jika kalian saudara kandung?” ujar David.
Napas Helena kembali sesak, sebelum rumah di sita. Juragan tempatnya menggadai rumah meminta Clarissa sebagai istri. Dengan begitu hutang mereka dianggap lunas dan rumah di kembalikan.
Angelo tersenyum dan duduk di tepi brangkar tempat Helena dirawat.
“Apa ini sandiwara lainnya? Sungguh akting yang sangat memukau.”
Clarissa menghempas tangan Zeland agar tidak menyentuhnya. Tak memiliki harga diri di depan ketiga pemuda itu tidak masalah asal mereka tidak bicara yang tidak-tidak di depan sang kakak.
“Kak, kemarin aku menemukan pekerjaan. Kakak tidak perlu khawatir. Kebetulan, pemilik tempat di mana aku bekerja adalah pemilik yang sama dari Rumah Sakit ini, makanya biayanya gratis.”
Cla menciptakan kebohongan demi menyelamatkan diri.
"Kak."
Clarissa mengenggam tangan Helena dengan netra berkaca-kaca. Clarissa tidak ingin kakaknya stres dan kepikiran. Baik juragan dan Abraham sama saja. Sama-sama ingin menjadikannya pengantin. David dan Zeland lagi-lagi terkesiap mengetahui keadaan gadis itu.
“Benarkah? Kau tidak melakukan sesuatu terhadap dirimu kan, Cla? Kau tidak menyerahkan dirimu pada juragan itu kan?” Helena menangis saat mengatakannya.
Emosi keduanya terlihat sangat tulus membuat David dan Zeland percaya jika Clarissa hanya gadis biasa. Berbeda dengan Angelo. Pemuda itu tetap menatap jijik pada keduanya.
‘Dasar wanita bermuka dua!’ Batinnya.
“Nggak, Kak. Aku akan berusaha mencari kontrakan nanti. Kakak tidak perlu khawatir.”
Helena mengangguk senang.
"Tidak masalah kita kehilangan rumah, asal kau tidak kehilangan masa depanmu. Kakak tidak akan pernah memaafkan diri kakak sendiri jika kau mengorbankan diri."
Helena percaya dengan ucapan Clarissa, wanita itu lalu menatap ketiga lelaki tampan yang ada di sebelahnya.
David bertanya-tanya, mungkinkah yang di sebut juragan adalah kakeknya.
“Mereka siapa?” tanya Helena.
Clarissa menyeka air matanya. Gadis itu memutar otak untuk mencari alasan yang tepat untuk di katakan. Dua detik kemudian dia berhasil mendapatkan ide.
“Kita. Lo ingin tahu siapa kita hah?” Angelo merasa geli, ternyata masih ada yang tidak mengenal wajah mereka di kota ini.
“Ini sangat lucu,” ucapnya.
Semua orang menatap Angelo, jantung Clarissa berdetak tak karuan, takut jika Angelo akan mengatakan sesuatu yang membuat kakaknya gelisah.
“Mereka rekan kerja aku, Kak," jawab Clarissa cepat.
Angelo dan yang lain kini menatap gadis itu, Clarissa gugup dan tertunduk. Suaranya terdengar bergetar, ini kali pertama Clarissa berbohong pada Helena.
"Rekan kerja?" Helena memperhatikan penampilan pemuda-pemuda itu.
“Iya, jadi, mereka ingin singgah menjenguk Kakak. Makanya mereka berada di sini," ucap Clarissa dan tersenyum kaku.
Helena menatap tanpa ekspresi membuat Cla canggung sendiri.
Di sisi lain.
Angelo tidak terima karena disamakan dengan gadis itu. Penampilan Angelo dari kaki hingga ujung kepala sangatlah sempurna, disamakan dengan gadis miskin itu membuatnya gerah.
“Hey, dengar!"
David menahan adiknya dan segera membekap mulut Angelo.
"Hemmmp!" Pemuda itu berontak. Kesal karena tak di perkenankan berbicara.
“Emm, Cla. Sebaiknya kami tunggu di luar saja." Pemuda itu pamit dan menggiring Elo keluar.
Clarissa menatap lega sungguh apa yang dilakukan David sangat teramat membantunya.
"Ya, Terimakasih."
“Hmmp” Angelo meronta, pemuda itu kesal karena diperlakukan tidak hormat walau itu dengan Abangnya sendiri. Kekuatan David lebih kuat darinya membuat Elo pasrah di bawah keluar
Setelah keduanya berlalu, Clarissa mendekati Zeland yang berdiri di samping Helena.
“Zeland, maaf. Tolong, biarkan kami sendiri,” pinta Clarissa.
Pemuda itu mengangguk, tanpa menyahut Zeland beranjak keluar menyusul saudaranya.
Angelo menatap geram. Hanya karena Cla dia di seret paksa.
“Apa-apaan sih, Vid! Percuma juga lo bohong, siapa yang nggak tahu keluarga kita. Kecuali dia memang buta informasi. Masa iya dia nggak ngenalin salah satu dari kita, kampungan.” Angelo memaki tanpa peduli jika mereka berada di rumah sakit.
“Udahlah, kita nggak tahu apa yang di sembunyikan gadis itu pada kakaknya, kamu nggak kasihan melihat keadaan mereka,”
Angelo melipat tangan di dadanya.
“Yang benar saja, kali gua harus kasihan sama pembohong sekaligus penipu kayak dia, yang gua heran kenapa lo pada bantuin dia?”
“Ayolah, kau tahu kalau kami kesini karena Kakek, kan. Jangan buat ini terlihat sangat berlebihan.” Zeland yang di kenal pendiam angkat bicara.
Angelo menahan diri untuk tidak mengumpat. Setelah menunggu cukup lama, Clarissa akhirnya keluar dari ruangan itu.
Gadis itu langsung mendekati Angelo perlahan dengan tatapan tajam, pemuda itu mengerutkan alis melihat tingkah tak sopannya.
“Apa keadaannya tidak bisa membuatmu luluh? Kau bisa menghinaku, berpikir apapun semaumu. Tapi, tidak bisakah kau bersikap baik pada kakakku?”
Gadis itu menatap Angelo lekat, Zeland dan David memilih tidak ikut campur.
“Penting ya nama dan kepopuleran keluarga kalian harus di ketahui banyak orang. Seolah mengemis pengakuan gitu.”
“Lu!! Jaga omongan lo!” Angelo menunjuk dengan geram wajah cantik di hadapannya.
Angelo merasa sudah cukup sabar dengan sikap Clarissa. Belum dua hari bersama dan gadis itu sudah membuatnya darah tinggi.
“Wo, wo, wo, tahan. Jangan lupa jika dia perempuan.” David menahan lengan Angelo agar tidak mendekati Clarissa.
“Apa lo nggak denger dia bilang apa barusan? Eh, cewek miskin. Lo kira berbohong adalah cara pintar, ha!”
Clarissa membusungkan dada seolah menantangnya.
“Itu bukan urusan kamu!"
Angelo tertawa pelan, seorang suster berjalan melalui mereka.
“Baiklah, kalau begitu lihat ini!"
Clarissa mengerutkan kening, tidak mengerti maksud Angelo.
"Sus, bisakah suster menebak siapa dia?” tanya Angelo dan menunjuk wajah David.
Suster itu berhenti dan menatap mereka satu per satu. Tak lama suster membungkuk hormat membuat Clarissa terbelalak.
“Ya, dia adalah David Reevand, sang pewaris keturunan pemilik Rumah Sakit ini.”
Clarissa tercengang, dia hanya bercanda soal pemilik Rumah Sakit pada kakaknya. Tidak di sangka jika Abraham benar-benar pemilik tempat itu.
“See, Kakak lo itu akan tahu kebohongan lo cepat atau lambat. Gua nggak perlu menjelaskan apapun. Ha, kasihan.” Angelo meninggalkan tempat itu. Suasana hatinya selalu saja kacau setiap bertemu dengan Cla.
Gadis itu mundur dan tersungkur di tempatnya.
"Apa, tidak mungkin."
Bersambung.
Takdir mempermainkan Clarissa Anastasya, hati gadis itu kini merasa sangat cemas. Bagaimana jika Helena tahu? Bagaimana jika sang kakak tidak setuju? Sepanjang perjalanan, pikiran Clarissa lagi-lagi terkuras memikirkan kemungkinan yang akan terjadi. Zeland dan David menatapnya yang gelisah sejak tadi. Kedua lelaki itu kini tahu, jika Clarissa punya banyak masalah. "Mau makan siang dulu atau langsung menuju ke butik, Tuan?" tanya Tiger memecah keheningan. Tiger adalah supir sekaligus pengawal yang akan mendampingi Clarissa. "Butik, siapa yang akan belanja?" tanya David. "Nona Clarissa. Nona akan memilih model gaun untuk acara pertunangan, Tuan." "Apa!" Ketiganya shock mendengarnya. Zeland menatap Clarissa, wajah gadis itu berubah pias. Tubuhnya gemetar membayangkan apa yang paling di takutinya, selangkah demi selangkah semakin dekat. Cla frustasi memikirkan bagaimana caranya untuk menggagalkan semua itu. "Tuan Abraham sudah mengatur semuanya, di harapkan Tuan muda ikut me
Clarissa berlari tanpa henti, suara klakson mobil terdengar di sisi kanan dan kirinya. Gadis itu tak menyadari betapa konyolnya apa yang dia lakukan kini. Bahkan sekarang, gadis itu tengah menjadi sorot perhatian. David, Zeland mengejar sekuat tenaga dan Angelo masih dengan akal sehatnya mengendarai mobil sport miliknya. Gadis nan cantik dengan gaun super mewah melangkah di tengah jalan raya, sedang mobil kontainer melaju dengan kencang dari arah berlawanan. Cla terpaku sekaligus kaget saat melihat mobil dengan ukuran besar itu tepat melajuh ke arahnya. "Acchhhh!!" teriak Cla ketakutan, kematian telah berada di depan mata. "Inikah akhirnya, apa aku akan mati?" batinnya. Sreaatth. Sebuah tangan kekar meraih bahu gadis itu, Clarissa oleng dan jatuh bersamaan. Piiiippp. Klakson panjang tedengar nyaring. Semua mata memandang dan teriakan pak supir memecah kesadaran. "Mau mati jangan di sini woi!! Dasar cewek gila!!" sang supir kesal, dengan sengaja lelaki itu menghembuskan asap k
Abraham menemui seorang paparazi secara empat mata, sudah menjadi kebiasaan Abraham untuk menyelesaikan semuanya sendiri tanpa menyerahkan semua urusan pada sang bawahan. Suasana Cafe sedang ramai, dengan sekali jentikan jari, Abraham bisa mengosongkan tempat itu. Seorang lelaki dengan kamera di tangan masuk ke dalam Cafe dan menenteng tas di tangan kanannya. “Maaf menganggu waktu Anda Pak Abraham,” sapa lelaki itu. Dia adalah seorang yang selalu mengambil keuntungan dari setiap gambar yang di dapatkannya di lapangan. “Tidak masalah, kali ini berita apa yang kau punya?” Abraham bersikap dingin, menyingkirkan satu parasit bukanlah hal yang sangat sulit bagi Abraham. Namun, apa yang di lakukan wartawan itu menurutnya sejauh ini masih dalam ketegori aman. Wartawan itu bernama Jack, dia mengeluarkan beberapa lembar foto dan menyerahkannya pada Abraham. Foto Clarissa sedang berlari mengenakan gaun di tengah jalan terpampang di sana. Foto David yang mengejar serta berguling di jalan me
Helena duduk termenung menyapu rambut Clarissa yang tidur di pangkuannya. Nasib buruk mendekati sang adik karena kondisinya saat itu membuat Helena merasa sangat bersalah. “Kakak akan membantumu lepas dari sini, Cla. Kakak janji,” bisiknya. Clarissa menangis dalam diam. David, Zeland dan Angelo sedang berkumpul di ruang khusus di lantai dua, mereka sedang memikirkan rencana Angelo saat berada di Butik tadi. Raut wajah Clarissa dan Helena tidak memperlihatkan kebahagiaan atau merasa bangga karena rencana pernikahan akan semakin dekat. Hal itu mengusik ketenangan ketiga pewaris Reevand. “Apa ini baik? Mereka sepertinya tertekan dan kita tidak bisa melakukan apa-apa. Mereka tidak seperti dengan apa yang ada dalam pikiran kita,” ucap David gelisah. Zeland memiliki pemikiran yang sama. Namun, siapa yang bisa membantah keputusan sang Kakek. “Alah, kalian itu gampang banget ditipu oleh akting mereka. Banyak yang di luar berpura-pura menolak tapi kenyataannya, apa? Mereka adalah wanita
Dengan lemah lembut, Clarissa mengoles obat merah dan sesekali meniup luka sayat pada tangan David, dia membalutnya pelan dengan kain kasa. Gadis itu merasa sangat berhutang budi pada pemuda itu. ‘Apa yang ada di pikirannya? Kenapa dia bisa melukai diri sendiri seperti ini,’ batin Cla. Luka di lengan David mencuri perhatiannya, kilasan kejadian tadi siang kembali di ingatan. “Terima kasih,” ucap gadis itu memecah keheningan. David terus menatapnya sejak tadi. “Untuk apa?” “Karena telah menyelamatkanku dari maut.” David tersenyum kecut dan segera bangkit. “Sudah malam, istrahatlah.” Pemuda itu kembali ke kamar dengan perasaan kacau. Tatapan Clarissa menganggu konsentrasinya. Siapa dia? dan apa tujuannya menjadi misteri tersendiri bagi David. Malam berganti dengan cepat, Clarissa ketiduran dan masih terlelap di atas kasur. Helena sudah bangun dari tadi dan dua pelayan telah berdiri di sisi tempat tidurnya. “Selamat pagi, Nona.” Bibi Agnes sang asisten datang membangunkan Cla.
Clarissa telah duduk di mobil, setelah meyakinkan Helena semuanya akan baik-baik saja. Gadis itupun pasrah mengikuti David. Tiger dan tuannya saling berembuk, tangan David sakit dan dia meminta Tiger mengalah. Helena menatap khawatir melepas Cla keluar tanpa dirinya. Namun titah Abraham, jelas. Hanya Clarissa dan David yang boleh menghadiri acara penting itu. Klik. Pintu mobil terbuka dan David masuk ke kursi pengemudi. Tanpa bicara, lelaki itu membanting pintu mobil dan menyalahkan mesin, mereka melaju meninggalkan kediaman Reevand. Clarissa terpaku menatap tangan lelaki itu dan bergumam di dalam hati. ‘Kenapa dia harus menyetir sendiri saat tangannya masih cidera, kenapa tidak memakai jasa supir,' batinnya. Mereka telah jauh dari rumah, David berhasil meminta Tiger tidak mengikutinya. “Dengar," ucap David tanpa menoleh. Cla menatapnya segan. "Entah ini akan berakhir baik atau sebaliknya. Aku hanya ingin memberi tahu. Konferensi pers ini sangatlah penting bagi kakek." Cla
David dan Clarissa memasuki ruangan konfrensi pers yang megah, mereka bagai pasangan yang serasi dan langsung mencuri perhatian, para wartawan dan pengawal saling berdesakan demi mengambil foto sesuai angel yang mereka inginkan. Cla gugup sekaligus takut, keringat dingin membasahi telapak tangannya. Beruntung ada David yang selalu stay di sampingnya. "Kau tidak apa-apa?" tanya pemuda itu perhatian. Cla menatapnya sungkan lalu mengangguk canggung. Di Kejauhan, Elo dan Zeland tampak tenang duduk di depan sana. Mereka diam dan mengamati, penasaran bagaimana akhir dari kekacauan ini. “Selamat siang, Tuan David. Silahkan duduk di kursi yang telah disediakan,” ucap sang pembawa acara. Cla yang bingung akan melangkah kemana, terpaku saat David mengenggam tangannya. "Ikuti aku, oke." Cla seolah terhipnotis. Pemuda itu maju dan berusaha melindungi Cla meski tangannya sendiri masih cidera. "Auww!" Grasak grusuk dari awak media membuat Cla hampir terpeleset. David geram melihatnya, sont
Setibanya di rumah, David langsung keluar dari mobil dan meninggalkan Clarissa di sana. Pengawal dan pelayan sigap datang menyambutnya. “Selamat siang, Tuan David. Tuan besar menunggu anda di ruang kerja.” "Hemm, siang." David bergegas, melihat Bibi Agnes berdiri di sana pemuda itupun lantas menghampirinya. “Dia ketiduran, bangunkan dia setelah saya berada di dalam.” “Baik, Tuan.” David pun berjalan menemui kakeknya di ruang kerja. Angelo dan Zeland berada di ruangan yang sama. Klikkk Pintu terbuka, Zeland dan Angelo kompak menatap ke arah pintu. “Bagus lo pulang, darimana aja lo, udah gua bilang jauhi gadis itu. Sekarang lo susah sendiri, kan.” Angelo terus bicara tidak peduli dengan keberadaan Abraham di sampingnya. David mengabaikan sang adik dan berdiri tepat di hadapan sang kakek. “Apa maksud Kakek tadi? Kenapa nggak terang-terangan saja jika memang kakek mau menikahi Clarissa.” Abraham tersenyum, emosi David bagaikan simfoni di telinganya. “Kakek akan melakukannya, V
Asap mengepul memenuhi isi rumah, Cla yang baru saja selesai mengganti pakaiannya tampak panik dan berlari turun ke bawah. Entah apalagi yang terjadi saat ini. Ulah apa yang telah dibuat sang suami. "Uhuk uhukk uhuukk!" David membuat kekacauan, dia menggoreng ikannya dengan asal lalu tak membaliknya. Alhasil ikan itu hangus namun dia tak berani untuk mematikan kompornya. "Hey, apa yang kau lakukan dengan dapurku?!" Cla melotot melihat penggorengannya sudah tak tertolong. "Kauu!!" Gadis itu melangkah akan mematikan kompornya, namun David menangkap tubuhnya. Asap yang mengepul membuat David tak tega membiarkannya masuk. "Cla, pergi. Di sini berbahaya!" Cla menatapnya tak percaya. "Lebih berbahaya lagi jika kita tidak mematikan kompornya, kau bisa membakar seisi rumah." David terkesiap. Pemuda itu segera ke kamar mandi dan membawa se ember air. Dia tahu, gadis itu nekat. Sepanjang dia mengenalnya. Cla adalah sosok tak terduga. Klik. Byuur!! "Hah!" Cla tersentak panik den
Makanan tersaji di atas meja, wajah David bergidik bahkan saat dia hanya melirik aneka makanan yang di siapkan istrinya itu."Kau tidak akan kenyang jika hanya melihatnya," ucap Cla cuek.David menatap ngeri, dia kehilangan selera makan dan memilih bersandar di kursi kayu sembari menyilangkan tangan ke dada."Apa tidak ada restoran di sekitar sini, aku bisa sakit perut jika makan semua itu."Cla berdecak, tentu saja semua itu hanya omong kosong baginya."Hey, kau dengar aku. Aku bicara padamu!"David melambaikan tangan di depan wajah istrinya, baru dua hari menikah tapi keduanya masih belum menemukan kecocokan."Eheemm," Cla menghilangkan rasa gugup.David menyipitkan mata melihat tingkahnya."Jangan manja tuan muda. Tidak ada pelayan di sini. Apa yang kau takutkan, aku bahkan memakannya. Kenapa kau begitu suka membesar-besarkan masalah."David terkesiap.Cla duduk di kursi meja makan, menyantap sarapannya dengan tenang tak peduli suaminya menatap jijik."Tidak, tidak! Aku tidak bisa
Matahari bersinar cerah, David baru saja bangun setelah mendengar suara berisik dari luar jendela. Lelaki itu membuka mata dan tidak menemukan istrinya di ruangan yang sama. “Eh, udah kaya kan sekarang. Lunasin tuh hutang-hutang kakak kamu. Kita udah cukup bersabar ya, masa lunasin hutang besar ke rentenir bisa, ke kita-kita nggak bisa,” ucap salah satu wanita paruh baya yang berdiri di halaman kecil milik Clarissa. “Bener tu, Bu. Lihat aja pakaiannya, mahal banget, mobil itu juga. Kalau udah hidup seneng bayar hutang, woi.” Clarissa bingung dan hanya pasrah mendengar cacian mereka. Dia tak memiliki uang, dan lagi hutang-hutang yang di maksud tetangga-tetangganya entah berapa jumlahnya. David menutup telinga, suara berisik mereka benar-benar sangat mengganggu. “Kalau kamu nggak bayar, kami akan melapor sama Pak RT.” David bangkit dan mengintip dari jendela, melihat istrinya berdiri tak berdaya dia lalu meraih dompetnya dan segera keluar. “Mana diem aja lagi, punya kuping nggak s
Setelah pembicaraan di meja makan. Abraham lalu mengirim beberapa orang bersama Tiger untuk membersihkan rumah lama Clarissa. Dia sangat berharap hubungan antara David dan Cla akan berjalan harmonis. Abraham ingin cinta benar-benar tumbuh di antara mereka.David menunggu di ambang pintu, lelaki itu sedikit berubah setelah menjalani ijab kabul. Petuah dari penghulu di resapinya baik-baik. Cla datang ditemani Bibi Agnes, istrinya hanya mendongak sekilas lalu tertunduk lemah.“Kau sudah siap?”Cla mengangguk. Tatapannya memancarkan rasa takut.“Apa Bibi juga ikut dengan kami?” David menatap Bibi Agnes yang menarik koper milik istrinya.“Tidak, Tuan. Tuan besar memintaku membawa koper Nona Cla ke mobil.”David menyingkir dan memberi jalan.“Baiklah, silahkan.” Si bibi pun pergi dari sana.&
Pagi menyingsing, matahari bersinar cerah tapi tidak dengan ruangan yang di tempati Clarissa. Dia terduduk di atas ranjang tidak berani untuk melangkah menyingkap tirai. Selimut menyelimuti tubuhnya, dia berharap David akan bangun dan membantunya mengambil pakaian.Clarissa ingin sekali memanggil namanya, tapi dia sungkan untuk melakukannya.Resah dan gelisah, dia mulai tidak sabar karena waktu kini menunjukan Pukul 08:00 Pagi.“Tuan Abraham akan marah jika kami terlambat untuk sarapan. Aduh bagaimana ini?”Clarissa nekat berjinjit mendekati tirai lalu menyingkapnya, sinar matahari pun memenuhi ruangan, terang dan menyilaukan.David terusik dan menghalau sinar itu dengan tangannya.Sesaat Clarissa terdiam dan mengamati. Semalam begitu panas, hingga David melepaskan bajunya. Perlahan lelaki itu membuka mata dan menatap Clarissa yang berdiri di deka
Pesta pernikahan telah usai, hal yang menarik baru saja terjadi. Viona pergi meninggalkan ruangan saat ijab kabul selesai di lafalkan. Clarissa kini berada di kamar David. Bibi Agnes dan Abraham sendiri yang telah mengantarkannya. Gadis itu duduk ditepi ranjang dengan perasaan yang kacau.Kamar di hias dengan sedemikian rupa, kelopak bunga mawar berserakan dengan indah di atas seprei putih yang sengaja di pasang. Lilin-lilin berwarna-warni tampak cantik terpajang di setiap sisi. Lampu kamar telah di padamkan, semua telah di atur oleh Abraham.Suara pintu berderit, suaminya baru saja masuk dan melepas jas yang di pakainya.Tetiba hening, langkah David terhenti kala menyadari kehadiran Clarissa di kamarnya.“Kau, disini?”David tampak konyol menanyakan hal itu pada wanita yang baru saja dinikahinya.“Kakek yang memintaku masuk di kamar i
Gedung termegah dan terbesar yang berada di tengah kota menjadi pilihan Abraham untuk mengadakan resepsi pernikahan untuk cucunya.Semua orang di undang, dari seluruh kalangan bisnis hingga selebriti. David di temani Zeland dan Angelo menunggu kedatangan pengantin wanita di atas altar.Para undangan mulai berdatangan dan memenuhi ruangan.Clarissa baru tiba bersama Helena, mereka terjebak macet di jalan. Abraham terus memantau mereka dengan mengerahkan beberapa pengawal.Clarissa ragu, gadis itu terus memikirkan bagaimana caranya agar tidak menikah dengan David.“Mari Nona, Tuan besar dan Tuan muda telah menunggu di dalam.” Tiger stand by di sampingnya.Kilatan blist dari media menerpa wajah cantik gadis itu. Perhatian tertuju hanya padanya. Clarissa menjadi bintang hari ini.“Ayo, Cla. Hey jangan melamun di hari pernikahanmu.”Clarissa tersen
Hari ini Clarissa mematut dirinya di depan cermin, gaun pengantin yang akan dia kenakan terpampang di hadapan. Bibi Agnes telah menjemput gaun itu dan menyimpannya di kamar Clarissa. Semuanya seperti mimpi, yang tadinya harus mengabdikan diri dengan seorang lelaki tua kini dia harus menikah dengan salah satu penerus Reevand. Lelaki yang memiliki kekayaan yang berlimpah. David adalah cucu kepercayaan. Semua tanggungjawab penting dilimpahkan kepadanya. Persiapan sepenuhnya telah selesai, tinggal menghadiri pernikahan esok hari. Malam ini, Angelo dan Zeland kembali memperingatkan David atas keputusan lelaki itu. Mereka bertiga kini berada di ruang kerja. “Bang, lo yakin nggak bakal mundur. Besok semuanya nggak akan bisa buat lo ngebatalin semuanya.” “Bener, tuh. Lagian kan awalnya rencana kita nggak kayak gini, emang sih mau menjauhkan kakek dari dia tapi nggak perlu juga kau yang menikah dengan
Clarissa tertidur sangat pulas, gadis itu baru bangun saat matahari sedang terik-teriknya. Helena menunggu dengan sabar. Tidak ada yang berani membangunkannya. Semua itu karena titah Abraham pagi ini.“Huam.” Dia menguap, kepalanya terasa sangat berat.“Eh, jam berapa sekarang?”Helena mendekat dan menunjuk ke arah jam dinding.“Jam 9,” Clarissa terbelalak.“Oh Tuhan, aku akan kena marah. Kenapa Kak Helena tidak mebangunkan aku?”Helena hanya tersenyum. Wanita itu merasa lega karena adiknya terbebas dari keharusan menikahi Abraham.“Nona, minum susu dulu. Tuan Abraham menunggu di halaman belakang.”Bibi Agnes masuk membawa segelas susu di atas nampan.“Dia pasti akan memarahiku,” ucap Clarissa merenggut.B