"Apa kau pikir dengan bersikap jual mahal dapat meningkatkan kualitasmu di dalam hatiku? Tidak, Hana. Kau semakin rendah dari anjing jalanan. Jika aku anjing jalanan, kau adalah makanan yang dibuang di tempat sampah. Jika aku rendah, maka kau pastilah yang lebih rendah dariku," cetus Rey.Rey tidak tanggung-tanggung, ketika mengatakan sesuatu yang sangat kejam kepada Hana. Hana pun hanya bisa mengepalkan kedua lengannya dengan perasaan geram.Deg! Jantung Hana seperti dibenturkan di jeruji besi, ketika mendengar Rey mengatakan hal itu kepadanya. Jika itu bukan Rey, Hana tidak akan sesakit ini. Hana tidak tahu jika perkataan dari Rey akan membuatnya merasa sesakit ini.Mendengar perkataan kasar yang diucapkan oleh orang yang dicintai, rasanya berkali-kali lipat pedihnya bagi Hana."Kau salah. Aku tidak mencintaimu, aku hanya ingin membuatmu merasakan apa artinya cinta. Jangan berpikir dengan cara kau mengatakan perkataan kejam kepadaku, kau bisa mengacaukan hatiku. Rey, semakin kau men
Rey sepertinya tidak ingin kalah. Ia pun mencari-cari kesalahan Hana, sekecil apa pun itu. "Sepertinya kau lebih gila. Kau mengambil sandalmu, tapi kau hanya memegangnya di tangan. Apa kau berjalan dengan satu tangan dan satu kaki? Kau bahkan lebih gila dariku," pungkas Rey dengan senyuman liciknya dengan puas.Perkataan Rey membuat Hana tersadar akan apa yang tengah ia lakukan. Mata Hana melirik ke arah lengannya yang masih memegang sandal yang ia ambil dari Rey.Lalu ia menundukan kepalanya dan melihat sebelah kedua kakinya yang hanya mengenakan sebelah sandal, dan satu kakinya lagi tak bersandal. Nyeker, seperti ayam kesasar.Roman wajah Hana berbuah menjadi kemerah-merahan. Hana yang merasa dikalahkan dan tidak ingin menanggung rasa malu pun mendapatkan ide cemerlangnya. Apa pun itu, asalkan ia tidak kalah dari Rey."Ah, ini. Aku sengaja tidak memakainya," cetus Hana."...?" Rey tidak menjawab dan merasa bahwa perkataan Hana terdengar sangat absurd."Aku akan memberikannya kepadam
"Ah, iya. Sepertinya aku... sangat lapar." Hana tersipu malu. "Setelah ini, makan dan minum obat, ya. Perbanyak istirahat. Kalau begitu, kami pergi dulu." Bersama dengan perawat, Dokter itu berlalu pergi. Hana menampilkan senyumnya tanpa arti, lalu menilik jam dinding yang menunjukkan pukul 16.54. WIB. "Sudah sore ternyata. Aku sudah sangat lapar. Sepertinya, jika menunggu makanan rumah sakit, pasti akan lama. Aku juga tidak begitu menyukai makanan rumah sakit." gumam Hana. "Di mana Bibi, ya?" Hana akhirnya tersadar bahwa Bibi nya sedari tadi tidak berada di sampingnya. Dengan tenaganya, Hana menuruni kasur. Kemudian, ia mendorong tiang infusnya menuju ke luar ruangan. Hana baru sadar bahwa kali ini, pergelangan kakinya terasa nyeri. Sekilas Hana memperhatikan pergelangan kakinya, tetapi ia tidak terlalu memperdulikannya. Hana terus berjalan keluar dari ruangan rumah sakit yang luas. Seperti biasa, ia selalu diberikan fasilitas VVIP. Hana tersenyum pada saat ia melihat sosok bib
"Sepertinya, pengasuh Hana akan datang terlambat. Dia sudah menangis dari tadi. Ia tampak sangat lapar. Aku tidak tega membiarkannya. Sayang, aku kasihan padanya. Bolehkah aku memberinya ASI susulan?" ujar ibu Rey, kala melihat Hana yang tak kunjung berhenti menangis.Saat itu, Hana masih bayi. Ia tak kunjung berhenti menyudahi jeritan tangisnya. Para perawat berusaha untuk menenangkannya, dengan cara menggendong, serta mengayun Hana. Akan tetapi, Hana terus menangis.Ibu Rey yang bernama Rini, saat itu bisa langsung tahu, karena ia juga memiliki insting sebagai seorang Ibu. Sebagai seorang Ibu yang memiliki bayi seumuran anak kemarin sore, tentu saja semua nampak sangat jelas. Hana menangis karna suatu alasan, yaitu karena dia lapar.Ibu pengganti yang menyusui Hana, kala itu diberi jadwal tertentu. Ibu pengganti itu hanya datang ketika pagi, sekitar jam 09.00. WIB, lalu pulang ke rumahnya kembali. Kemudian, ia datang lagi ketika pukul 16.00.WIB. Kontrak yang dibuat olehnya dengan or
Rumah mewah menjulang tinggi bak istana, dengan furnitur-furnitur yang menghiasi tiap-tiap konsep kolasenya. Aestetik, glamour, hanya itu kata-kata yang pantas untuk mengumpamakannya. Rumah luas, tetapi sangat sunyi senyap. Suasana hampa, terasa mati rasa. Hanya keheningan yang merajai. Itulah yang dirasakan Hana setiap harinya, setiap menit dan detiknya.Hana mendongakkan kepalanya, menatap langit-langit rumah yang tampak kokoh. Sebutan rumah tidak lagi cocok untuk diberi julukannya, lebih cocok disebut dengan castil. Sedangkan Hana bagaikan seorang putri yang dikurung di sebuah castil, tanpa seorang teman hidup. Ia hanya berteman sepi dengan para pelayan yang sedia melayani.Hana, ayah, dan ibunya tinggal di atap yang sama. Akan tetapi, Hana bagaikan tinggal tanpa keluarga. Kedua orangtunya adalah pengusaha yang memiliki bisnis pesat di mana-mana. Sebutan pengusaha sepertinya kurang cocok untuk seorang pria bernama David Livy, yang tak lain adalah ayah Hana. Sebutan milyarder lebih
Reyhan akhirnya membuka pintu kamarnya. Rey berdiri di tengah pintu sembari menundukkan wajahnya. Hana yang kala itu berada tepat di hadapan Rey pun berencana ingin merangkul Rey. Namun, sebelum Hana sempat melakukannya, Rey sepontan mendorong tubuh Hana, hingga membuat Hana jatuh tersungkur di hadapannya. "Kau ini apaan? Keras kepala sekali! Sudah kubilang untuk pergi dari sini. Enyah kau!" Rey mengusir Hana. Ucapannya lantang dan perlakuannya kasar. Hana menatap wajah Rey yang tak balas menatap wajahnya. Hana tidak mengerti dengan sikap Rey dan perlakuan yang ia terima. Tidak biasanya Rey bersikap seperti ini kepadanya. Ia tidak mengerti mengapa Rey yang biasanya selalu lembut kepadanya berubah drastis dan menjadi kasar. "Rey... kau kenap—" Ucapan Hana langsung dipotong oleh Rey. "Apa kau tuli? Sudah kubilang pergi! Aku tidak ingin melihat wajahmu," cetus Rey. Hana bangkit kembali. Dia kembali mendekat ke arah Rey. Namun, belum sempat Hana mendekat lebih dekat, Rey melangkah ma
Rey tidak bisa tidur semalaman, karena ia terus dihantui oleh bayangan Hana. Karena pagi telah tiba, Rey bangkit dari tempat tidurnya. Rasa kantuk yang dahsyat merajai tubuhnya. Untuk menghilangkan rasa kantuk tersebut, Rey berencana menghilangkannya dengan cara mandi di pagi hari.Rey mulai mengambil handuknya. Namun, sebelum ia menunda niatnya ketika ia melirik sekilas bayangan dirinya di cermin. Wajah Rey kusut, tampak lingkaran hitam seperti mata pada, melingkari kedua matanya."What?!!" Rey histeris. "Kenapa wajahku seperti ini?" gumamnya. "Ini karena Hana sialan itu," sambung Rey.Rey menyalahkan Hana, karena bayang-bayang Hana selalu mengganggu tidurnya. Hal itu yang membuat Rey tidak bisa tidur semalaman.Rey menyentak telapak tangannya ke atas meja. Ia tampak sangat kesal. Kegeramannya itu harus segera ia redakan dengan cara mandi."Yo, lihat siapa ini? Rey, kenapa wajahmu seperti itu?" tanya salah satu teman Rey.Rey berangkat ke kampus lebih awal dan langsung datang mengha
Setelah Resti menyelesaikan perkataannya, ia pun kembali meninggalkan Johandra. Sedangkan Johandra pribadi tidak menyerah untuk terus membujuk Resti."Resti, dengarkan aku dulu! Hei! Aku bisa membantumu." Resti tetap tidak menggubris Johandra. "Aku memang tidak bisa membantumu mendapatkan Reyhan, tapi aku bisa menargetkan Hana. Bagaimana? Apa kau tertarik?" Ucapan Johandra kali ini membuat Resti menghentikan langkahnya sekali lagi.Resti menghentikan langkahnya, tetapi ia tidak berbalik menatap Johandra yang jauh berada di belakangnya. Resti terhenti, sedangkan Johandra berjalan menghampiri.Johandra kali ini berada tepat di samping Resti. Resti menghembuskan nafasnya, lalu ia pun menoleh ke arah Johandra yang berada di sampingnya. Resti menatap Joahandra dengan tatapan malas, sama seperti sebelumnya."Kenapa? Bagaimana? Apa yang mau kau katakan? Ide apa yang kau punya?" tanya Resti dengan nada malas.Kemudian, Resti pun kembali meluruskan pandangannya ke arah depan, sembari melipat k
"Siapa dia? apa murid baru lagi? kenapa akhir-akhir ini banyak sekali murid pindahan? wajahnya tidak asing.""Sepertinya, aku pernah melihatnya di suatu tempat. Tapi di mana, ya?" "Iya. Aku juga seperti pernah melihatnya. Tapi, di mana ya?"Melihat seorang gadis berpenampilan modis, makeup tipis yang menghiasi wajahnya, serta rambut panjangnya yang tergerai dan terawat, seketika membuat semua siswa terkesima. Mereka kira siapa, tatkala gadis itu duduk di bangku milik Elsa, serentak semua orang dibuat terhenyak karena perubahan penampilan Elsa yang jauh berbeda. Tak hanya penampilannya saja, tetapi aura yang terpancar dalam dirinya dominan kuat."Ada apa dengan anak itu?" Bukan hanya siswa lain saja, termasuk Yena pun merasa ada yang berubah dengan Elsa. Elsa yang biasanya berpenampilan cupu dan rambut kepang dua, serta kacamata yang tak pernah lepas dari wajahnya, kini tiba-tiba mengubah penampilannya menjadi seperti orang lain yang jauh berbeda."Aneh sekali. Apa anak itu sedang pub
Kali ini, sikap Rey benar-benar sangat serius dan terkesan menakutkan, seperti iblis yang tengah dipenuhi dengan dendam kesumatnya terhadap manusia bumi."Rey, aku mohon lepaskan aku! Aku sudah memohon kepadamu seperti ini. Punggungku sangat sakit, aku tidak bisa bernafas. Aku mohon ... ." Ucapan Hana terbata-bata karena nafasnya tak lega.Pada akhirnya, Hana menyerah kepada Rey. Ia merendahkan harga dirinya dan meminta Rey untuk segera melepaskannya. Akan tetapi, permohonan Hana tidak membuat Rey berbelas kasihan sedikit pun."Seorang curut hina sepertimu... ternyata berani memohon pengampunan dari kucing. Aku adalah kucing kelaparan. Pikirkan saja, apakah kucing yang kelaparan akan melepaskan tikus yang sudah ia terkam? Hana, kau tidak bisa lepas dari cengkramanku. Aku bisa menyakitimu, bahkan lebih dari ini," cetus Rey.Rey semakin menekan tubuh Hana di tembok dan membuat Hana semakin merasa kesakitan. Hana tak bisa lagi leluasa bergerak, dan kedua telapak tangannya mengepal. Kali
Mendengar perkataan Hana, Rey pun hanya mengernyitkan kedua alisnya dan memikirkan arti dari perkataan Hana."Kalian? Para lelaki?" Rey bertanya-tanya."Ya, kalian. Kalian para lelaki. Tapi aku sama sekali tidak berdebar karenamu. Kau hanyalah Rey, lelaki yang nantinya pasti akan terobsesi denganku," cetus Hana dengan percaya diri."Jangan bilang kau . . . dengan lelaki lain, Ah, benar! Gadis murahan sepertimu, tentu saja sering melakukannya dengan banyak pria. Sudah berapa banyak pria yang kau cicipi?" Rey malah balik menyindir dan menuduh Hana.Hana pun tidak terima dengan perkataan Rey yang terdengar seolah-olah meremehkannya dan menuduhnya secara acak. Hana semakin menatap tajam netra Rey yang juga tak berkedip."Dengar, Rey . . . berhenti merendahkanku! Apa kau pikir kau akan merasa tinggi, setelah terus merendahkanku seperti ini?" Hana semakin geram dan gentar. Kedua telapak tangan Hana pun mulai mengepal."Tentu saja tidak. Kita berbeda, aku tidak sepertimu yang sangat hina. Ak
Hana tidak sengaja melihat Rey yang sedang berada di tempat tongkrongan Rey biasanya. Tujuan Hana yaitu keluar dari halaman kampusnya. Namun, ketika melihat sosok Rey, Hana pun langsung memalingkan wajahnya."Kenapa bocah itu ada di sana? Aish! Merepotkan saja." Merasa dirinya ketimpa kesialan.Hana pun mendapat ide ketika melihat salah satu mahasiswi seumurannya, tengah berlalu melewatinya. Meski tidak mengenalnya, Hana tanpa malu meminta bantuannya."Kamu, siapa . . . tidak! siapa pun kamu, bantu aku dong!" Hana meminta bantuan kepada mahasiswi itu."...?"Mahasiswi itu awalnya merasa heran ketika Hana tiba-tiba menyaut lengannya yang tengah memegang buku. Hana menatap wajah mahasiswi itu dengan memelas, seperti isyarat memohon bantuan darinya.Mahasiswi itu pun tidak terlalu memperdulikannya, lalu ia membiarkan Hana berjalan di sampingnya. Hana melakukan hal itu agar seolah-olah dia adalah teman dekatnya, hanya untuk menghindari Rey.Hana berjalan di samping kirinya dan menutupi tu
"Jadi, kau ingin aku membayar berapa?" tanya Hana sekali lagi. Nada suara Hana terkesan menantang."Tidak seru jika membayarnya dengan uang. Aku adalah orang kaya, aku tidak membutuhkan sepeser pun uang dari orang lain," cetus Johandra dengan bangganya.Mendengar ucapan Johandra yang terkesan angkuh, Hana pun hanya tersenyum kecil. Kemudian, ia pun berkacak sebelah pinggang. Tangan kanannya ditempatkan di pinggangnya."Hufft ... ." Hana menghela nafasnya sekejap, lalu melanjutkan perkataannya, "Lalu? Kau ingin aku membayar kompensasi dengan cara apa? Kau ini pamrih ya? Hanya benturan kecil seperti itu saja kau minta ganti rugi." Hana memprotes tindakan Johandra."Tentu saja, permintaan maaf saja tidak akan cukup. Jika ada orang yang mencuri di rumahmu, lalu kau melepaskannya dan memaafkannya begitu saja, tentu saja pencuri itu akan datang kembali keesokan harinya. Pencuri datang bukan untuk berkunjung dan berganti status menjadi tamu. Pencuri tetaplah pencuri, karena mencuri adalah ke
Hana telah berhenti berlari menjauhi Rey. Kini, Hana tengah berjalan dengan santainya. Akan tetapi, Hana tiba-tiba ditabrak oleh seseorang dari arah samping.Orang tersebut menabrak Hana dari arah samping, dari balik samping tembok. Sedangkan Hana saat itu tengah berjalan lurus dengan santainya.Hana yang ditabrak olehnya pun sepontan terjatuh dan berteriak kesakitan. "Aaw!" pekiknya. "Siapa sih yang jalan nggak lihat-lihat?!!" protes Hana dengan lantang.Seketika buku-buku yang dibawa oleh Hana di lengannya pun terjatuh ke atas lantai. Buku-bukunya berantakan. Sedangkan Hana tengah sibuk mengusap lututnya yang terasa nyeri, karena membentur lantai keramik.Seseorang yang menabrak Hana pun membantu membereskan buku-buku milik Hana. Lalu, ia pun bertanya kepada Hana, "Apa kau baik-baik saja?" tanyanya."Baik-baik saja kepalamu! Aku yang ditabrak seperti ini masih ditanya apa aku baik-baik saja. Seharusnya kau tanya, 'apa aku terluka?' Seharusnya begi ... ." Hana sengaja menggantung uca
Setelah Resti menyelesaikan perkataannya, ia pun kembali meninggalkan Johandra. Sedangkan Johandra pribadi tidak menyerah untuk terus membujuk Resti."Resti, dengarkan aku dulu! Hei! Aku bisa membantumu." Resti tetap tidak menggubris Johandra. "Aku memang tidak bisa membantumu mendapatkan Reyhan, tapi aku bisa menargetkan Hana. Bagaimana? Apa kau tertarik?" Ucapan Johandra kali ini membuat Resti menghentikan langkahnya sekali lagi.Resti menghentikan langkahnya, tetapi ia tidak berbalik menatap Johandra yang jauh berada di belakangnya. Resti terhenti, sedangkan Johandra berjalan menghampiri.Johandra kali ini berada tepat di samping Resti. Resti menghembuskan nafasnya, lalu ia pun menoleh ke arah Johandra yang berada di sampingnya. Resti menatap Joahandra dengan tatapan malas, sama seperti sebelumnya."Kenapa? Bagaimana? Apa yang mau kau katakan? Ide apa yang kau punya?" tanya Resti dengan nada malas.Kemudian, Resti pun kembali meluruskan pandangannya ke arah depan, sembari melipat k
Rey tidak bisa tidur semalaman, karena ia terus dihantui oleh bayangan Hana. Karena pagi telah tiba, Rey bangkit dari tempat tidurnya. Rasa kantuk yang dahsyat merajai tubuhnya. Untuk menghilangkan rasa kantuk tersebut, Rey berencana menghilangkannya dengan cara mandi di pagi hari.Rey mulai mengambil handuknya. Namun, sebelum ia menunda niatnya ketika ia melirik sekilas bayangan dirinya di cermin. Wajah Rey kusut, tampak lingkaran hitam seperti mata pada, melingkari kedua matanya."What?!!" Rey histeris. "Kenapa wajahku seperti ini?" gumamnya. "Ini karena Hana sialan itu," sambung Rey.Rey menyalahkan Hana, karena bayang-bayang Hana selalu mengganggu tidurnya. Hal itu yang membuat Rey tidak bisa tidur semalaman.Rey menyentak telapak tangannya ke atas meja. Ia tampak sangat kesal. Kegeramannya itu harus segera ia redakan dengan cara mandi."Yo, lihat siapa ini? Rey, kenapa wajahmu seperti itu?" tanya salah satu teman Rey.Rey berangkat ke kampus lebih awal dan langsung datang mengha
Reyhan akhirnya membuka pintu kamarnya. Rey berdiri di tengah pintu sembari menundukkan wajahnya. Hana yang kala itu berada tepat di hadapan Rey pun berencana ingin merangkul Rey. Namun, sebelum Hana sempat melakukannya, Rey sepontan mendorong tubuh Hana, hingga membuat Hana jatuh tersungkur di hadapannya. "Kau ini apaan? Keras kepala sekali! Sudah kubilang untuk pergi dari sini. Enyah kau!" Rey mengusir Hana. Ucapannya lantang dan perlakuannya kasar. Hana menatap wajah Rey yang tak balas menatap wajahnya. Hana tidak mengerti dengan sikap Rey dan perlakuan yang ia terima. Tidak biasanya Rey bersikap seperti ini kepadanya. Ia tidak mengerti mengapa Rey yang biasanya selalu lembut kepadanya berubah drastis dan menjadi kasar. "Rey... kau kenap—" Ucapan Hana langsung dipotong oleh Rey. "Apa kau tuli? Sudah kubilang pergi! Aku tidak ingin melihat wajahmu," cetus Rey. Hana bangkit kembali. Dia kembali mendekat ke arah Rey. Namun, belum sempat Hana mendekat lebih dekat, Rey melangkah ma