Rasa gelisah dan tidak tenang karena Sam yang baru saja hilang entah kemana sejak pertemuan dengan laki-laki itu. Rasa gelisah diganti dengan rasa perih dan sesak dalam dada yang pernah dia alami belasan tahun yang lalu. Bahkan dia sampai mengabaikan Sam juga Leo yang sampai sekarang merasa kebingungan karena sikap diamnya. Neta sedang tidak ingin berbicara, lehernya sakit dan paru-parunya rasanya bagai terhimpit benda yang sangat berat. Nyeri rasanya.
Jadi yang dilakukan Neta sejak pulang dari rumah sakit hanya mengunci dirinya di kamar. Lalu berbaring di kasurnya empuknya, menahan jerit tangisnya dengan bantal agar kedua putrnya tidak mendengar suara isak tangisnya yang coba dia redam. Namun gagal, kedua putrnya mengetahui bahwa Neta sedang menagis dalam kamarnya.
“Mama kenapa Le?” tanya Sam yang baru saja memasuki apartment Neta namun sudah mendengar isak tangis dari orang yang telah merawat dirinya sejak bayi.
“Nggak tahu bang, pulang dari
Masih pukul sembilan pagi namun sang Mentari sudah bersinar dengan terik, ketika mobil Range rover hitam itu berhenti di basement sebuah kantor. Tanpa melepas kaca mata hitamnya, Jayden berjalan dengan gagah memasuki Gedung perkantoran yang sarat dengan budak korporat mengejar uang demi sesuap nasi juga sebongkah berlian.“Ruangan Ibu Agneta berada dilantai berapa ya?” masih dengan nada mengintimidasi Jayden bertanya kepada front office yang sedang bertugas.Seolah dihipnotis, petugas front office menyebutkan dilantai berapa Neta bertahta “Ruangan ibu Neta berada dilantai 19”“Baik terima kasih”Langkahnya matab menuju lift dan dengan tangannya memencet tombol 19 sesuai dengan letak ruangan Neta.Ternyata sangat mudah menemukan ruangan dimana Neta. Tanpa tedeng aling-aling Jayden memasuki ruangan 7x7 tersebut untuk bertemu dengan seseorang dimasa lalunya.“Maaf bu, telah membuat Ibu tergangg
Jika Neta berfikir Jayden menyerah setelah dia mengatakan bahwa Leo bukan putranya, maka fikiran Neta salah besar. Karena setelah pulang dari kantor Neta, Jayden langsung menghubungi Rudy. Menyuruh detektif swasta itu untuk melakukan penyelidikan ulang Neta berserta Leo. Tidak ketinggalan mengenai asal muasal Leo. Bagaimanapun caranya Jayden harus mendapatkan informasi yang mendetail.Dan tibalah hari ini, setelah hampir satu bulan penantian dari Jayden berbuah manis dengan adanya beberapa berkas dari laporan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rudy. Kedua tangan Jayden gemetar, setelah lembar terakhir dari dokumen tersebut. Lembar itu bukan sembarangan dokumen melainkan lembar yang memuat test DNA dari Leo yang dilakukan Rudy diam-diam.Rahang Jayden mengeras, suasana ruangan yang semula santai menjadi tegang dan menakutkan. Kertas yang Jayden pegang menjadi buntalan akibat remasan yang kuat dari kedua tangan Jayden.“Fuck Neta, berani-beraninya kau memb
“El…”El melangkah dengan malas menuruni setiap anak tangga, berhenti sejenak untuk menoleh ke sumber suara. El terdiam sejenak, menatap bingung pada Jayden yang sudah duduk di meja makan dengan iPad di tangan kanannya. Ini hari Minggu tumben Papanya sudah duduk manis di meja makan.Tidak mendapat jawaban dari sang empunya nama, Jayden menutup portal berita di ipad nya dan mencurahkan semua perhatiannnya kepada putri satu-satunya. “Kamu sudah makan?”El menggelengkan kepalanya sebagai jawaban dari pertanyaan dari Jayden. Anak yang baru memasuki masa remaja tidak banyak mengeluarkan tenaga untuk bicara hanya diam sambil menunggu action selanjutnya dari Papanya.“Ya kalau begitu, sini duduk sama Papa kita sarapan bareng” Jayden meletakkan gawainya. Senyum hangat terus dipasang Jayden, menatap El dengan pancaran kasih sayang yang sudah lama tidak El temukan.Tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun, El menuruti
Suara lantuntan lagu berputar dari speaker mobil, menemani Jayden yang tengah duduk dibalik kemudi, mobilnya dia parkir dekat dengan lapangan tempat Sam dan Leo bermain basket. Langit tengah mendung, sinar matahari sore itu engan bersaing dengan kumpulan awan pekat yang menggantung berisikan air. Tak lama butiran hujan turun membasahi ibu kota dengan rintik hujan. Jayden masih di dalam mobil, dengan kedua netranya terus saja mengawaasi Sam dan Leo yang tengah bermain basket di bawah rintik hujan. Kedua putranya terlihat bahagia bermain sambil hujan-hujanan. Hasrat ingin bergabung dengan keduanya menghabiskan waktu bersama keduanya, entah bermain basket, surfing, jetski atau lainnya, pasti menyenangkan. Dari rintik hujan berubah menjadi hujan lebat, dan kedua putra masih menikmati waktu di bawah derasnya hujan. Hingga ada seseorang perempuan datang membawa payung. Dari raut wajahnya bisa Jayden tebak, Wanita itu memarahi kedua putranya. Walaupun tengah dimarah
“… Selamanya?” ulang Jayden seraya tertawa lirih. Jayden membuang muka, lebih tepatnya dia menatap jendela Neta yang memuat pemandangan malam kota Jakarta. Berusaha menahan kristalnya yang hendak turun.Sementara Neta masih asik meremas kedua tangannya, dan mengigit bibir bawahnya keras-keras. “Pulanglan, sudah malam” seru Neta “Aku berjanji aku akan memberikan pengertian. Namun tidak dalam akhir-akhir ini. Leo jelas terlalu kaget dengan kehadarianmu”“Dua belas tahun Neta, dua belas tahun” Jayden menekan setiap kata yang terucap dari mulutnya. “Mau sampai kapan?”“Iya, dua belas tahun” Seru Neta dengan senyuman miring “Dan kamu tidak ada di sampinya untuk menemani dia tumbuh.“Semua ini salah kamu” Jayden memukul meja di hadapannya hingga menimbulkan suara yang cukup keras “Apa saja yang kamu ceritakan tentang aku?”“Tidak ada”
“Papa Jay, akhir-akhir ini jadi aneh ya Kak?”Itu bukan pertanyaan melainkan pernyataan yang dilontarkan oleh El. Sam memilih untuk tidak memberikan komentar “Papa sudah jarang lembur, tetapi mengapa kalau bangun tidur udah kaya zombie. Hidup sih masih hidup tetapi kaya tidak ada semangat” lanjut El sambil menoleh ke arah kiri, tempat Kakaknya Sam sedang asyik dengan mobile phone miliknya yang hampir menutupi sebagaian wajahnya.“Memangnya kerjaan Papa seberat apa sih Kak? Sampai bikin Papa kurusan, mana tidak ada istri yang ngurusin lagi. Ngenes banget hidup Papa ya Kak”Sam menurunkan mobile phone miliknya, konsentrasi sudah terpecah begitu saja tidak bisa kembali focus dengan pekerjaan miliknya. Bukan, bukan karena kecerewetan El yang tidak ada habisnya, namun karena kalimat terakhir yang dikatakan El baru saja, sepenuhnya benar.Sam akui bahwa semenjak Papanya bertemu dengan Mama Neta dan Leo
Jayden menuruti saran dari Sam, yaitu mengutamakan kesehatannya. Jadi Jayden memutuskan untuk mengajak Sam dan El berlibur sekalian healing ke Raja ampat selama seminggu full.Ternyata waktu seminggu cukuplah cepat, Jayden hari ini akan memulai kembali perjuangannya. Baik sebagai Papa maupun sebagai Suami atas Leo dan juga Neta. Dan sekarang pria bertubuh tegap itu sudah mendarat kembali di Jakarta untuk menemui anaknya.Langkah besarnya membawanya keluar dari bandara setelah memastikan koper miliknya juga kedua anaknya yang lain sudah berada ditangan mereka. Ia terus saja berfokus pada ponsel yang berada di tangan kirinya, iya mengejar cinta Neta tak membuat Jayden melupakan kewajibannya pada perusahaan miliknya“Semua sudah?” tanya Jayden setelah koper milkinya ditangan.“Sudah Pa”“El istirahat dulu dirumah, besuk baru sekolah. Sam, kamu kerja boleh atau mau istirahat kaya El dulu nggak papa. Sekarang Papa pamit dul
Sudah hampir setengah tahun lamanya Jayden kembali menjadi Papa yang workaholic. Selalu lembur, berkutat dengan laptop mencermati harga saham dan berbagai dokumen yang memuakan kepala.Bukannya Jayden tidak ingin mencari Neta dan putranya. Dia bahkan menyuruh detektif dan beberapa orang kepercayaannya untuk mencari dimana keberadaan Neta berserta Leo, namun usaha Jayden hanya menghasilkan sebuah informasi bahwa mereka masih di Indonesia. Tapi Jayden mau mencari dimana lagi? Indonesia terlalu luas untuk ditelusuri.Orang kepercayaannya bahkan tidak bisa menemukan nama mereka dalam tiket transportasi dimana hari mereka meninggalkan Jakarta. Jayden akui Neta sangat lihai dalam menyembunyikan sesuatu. Neta Wanita yang kuat, tidak pernah mengeluh kepada siapapun. Bahkan dalam menyembunyikan kanduangannya saat mereka masih tinggal dalam satu atap.“Loe, boleh pulang Jun. gue masih ada beberapa dokumen yang harus gue periksa” suruh Jayden pada June yang ter
Samuel Anthonie anak sulung dari Jayden Anthonie, arsitek muda yang sudah berhasil membangun studio miliknya sendiri tanpa embel-embel nama belakangnya. Tiga belas tahun hidup tanpa figure seorang Mama menjadikan Sam pribadi yang tertutup. Termasuk dalam urusan percintaan.Bahkan sering kali Papanya bertanya kepada Sam “Kak? Kamu masih suka perempuan kan?”“Astaga Papa, Sam masih suka sama perempuan. Ya kali aku belok Pa, Sam masih normal kok” Sam yang sedang menggambar design rumah sang client menghentikan aktivitas sementaranya hanya untuk menjawab pertanyaan nyeleneh dari sang Papa.“Terus kenapa belum ada perempuan yang Kakak bawa ke rumah? Papa seumuran kamu udah gendong kamu lo”Sam tersenyum, usia Sam hampir mencapai kepala 3. Namun dia masih belum memikirkan kehidupan percintaannya “Tapi Papa cerai kan?”“Mulut mu makin hari makin tajam ya Sam. Papa cerai karena kematian Bunda mu ya&rdqu
Weekend di kediaman Anthonie hanya berisikan El dan juga Leo, anggota keluarga yang lainnya sibuk dengan kegiatan masing-masing. Contohnya Mama Neta sedang menemani Papa Jay melakukan tinjauan langsung ke proyek baru Papa. Sedangkan anak tertua dari keluarga Anthonie, alias Sam sedang merebut hati sang pujaan hati.“Pagi El” sapa Leo yang baru saja keluar dari kamarnya.“Pagi Le” El sedang menggoreng telur untuk sarapan keduanya. “Mau telur goreng sama nugget nggak Le? Mama nggak sempet masak karena Papa ngajak ke proyek dadakan kaya tahu bulat”“Weits, akan ada badai kah hari ini? celetuk Leo yang sudah menyiapkan piring di meja makan untuk sarapan dia dan juga El.“Kenapa Le? Emangnya mendung? Orang cerah banget pagi ini” tanya El“Ya karena adek gue satu-satunya mau masak sarapan buat Kakaknya tersayang” Leo langsung mengelus surai dari El. Namun kepala Leo segera mendapatkan jita
Beberapa minggu setelah acara pemakaman Ibu dari Jayden, suasana masih sendu bahkan Jayden tidak berangkat ke kantor untuk beberapa hari. “Mas, hari ini kerja?” Tanya Neta yang baru saja terbangun dalam dekap hangat Jayden.“Em, entahlah” bukannya menjawab Jayden mengeratkan pelukannya pada sang istrinya.Neta mengelus surai hitam milik suaminya “Hidup tetap harus berjalan Mas. Mama pasti sedih kalau lihat anak semata wayangnya menangisinya berlebihan dan nggak mau bangkit”Kedua mata Jayden bertemu dengan mata teduh istrinya, perkataan Neta ada benarnya. Hidup tetap harus berjalan meskipun sang Ibu telah berpulang “Tugas Mama sudah selesai Mas, tapi tugas kita di dunia masih belum selesai. Jadi yuk berangkat kerja, sudah sepuluh hari pekerjaan kamu di kerjain sama Jun”“Okay, aku ke kantor hari ini” putus Jayden.Senyum Neta melebar seketika “Nah, yuk mulai dari bangun dari tempat t
Semua persiapan pernikahan Jayden dan Neta sudah seratus persen. Pernikahan diadakan di kapel kecil yang terletak tidak jauh dari rumah sakit tempat di mana Marry dirawat.“Wow” satu kata yang keluar dari mulut Leo. Dia sangat terpesona dengan kecantikan alami yang terpancar dari wajah Mamanya. Ditambah dengan polesan make tipis membuat inter beauty Neta sungguh keluar.“Mama jeleknya?”Leo menggelengkan kepalanya menolak perkataan dari sang Mama “Mana ada Mama Leo itu, wanita paling cantik yang pernah Leo temui tahu”“Iya Mama tahu” Neta tersenyum lembut pada putranya “Lele, boleh Mama peluk kamu?” tangan Neta membentang untuk menerima pelukan dari sang putra.“Sure Mama” Leo segera memeluk Mamanya erat “Mama, bahagia?” Pertanyaan yang membuat Mamanya berpikir sejenak.“Mama bahagia kalau Lelenya Mama bahagia” Neta memeluk Leo semakin erat &ldquo
Malamyangdinginsemakindingindenganbungkamnyakeduaorangyang
Pemuda itu tengah duduk di balkon kamar milik sang Mama, isi kepalanya tengah berdebat dengan suara hatinya. Kepala menginginkan untuk pergi, namun hati meminta untuk tetap tinggal dan merasakan kehangatan keluarga yang utuh.“Melamun apa hayo” kini seorang gadis menempelkan minuman dingin ke pipinya. “Mikir apa sih?”“Astaga, El kalau mau masuk ketuk pintu dulu ihh” Jantung Leo dari dada kiri pindah ke mata kaki. Namun tetap menerima minuman dingin dari El.El memamerkan deretan gigi putih miliknya “Siapa suruh melamun, aku udah ketuk pintu tapi kamu nggak jawab, ya udah aku masuk aja. Mikir apa sih?”“Aku bingung”“Kenapa?”“Bingung, mau pulang atau tetap disini”El merangkul pundak Leo “Ikuti kata hati kamu, dia yang tahu apa yang terbaik untuk kamu” Leo mengangguk menerima nasihat dari El &ldquo
Belum ada lima menit dia sampai di rumah sakit, remaja yang tengah memakai celana jeans yang dipadukan dengan kaos polos berwarna hitam itu memegang erat tangan sang Mama.“Ma, Lele mau pulang” lirihnya pada Neta.Kakinya serasa berat menuju kamar inap sang Nenek dari pihak Papanya. “Lele, ayo ketemu dulu baru kita pulang” Neta mencoba menenangkan putranya.“Lele takut, Lele tidak diterima. Lele nggak sekuat Mama” Bisik Leo, menumpahkan rasa takutnya.Neta memeluk putranya yang kini badannya bergetar menahan tangisnya “It’s okay anak Mama. Semua akan berjalan baik-baik saja. Setelah ketemu sama Nenek kamu kita benar-benar akan pulang ke Jogja”Leo mengatur nafasnya, mencoba menenangkan hati dan pikirannya. Neta setia menemani putranya untuk mengatur nafas dan menunggu dia siap bertemu dengan neneknya.“Mam, I’m ready. Tapi janji setelah ini semua kita balik ya. Aku nggak mau d
Dia hanya duduk terdiam di ranjang Mamanya, matanya mengikuti kemana kedua orang tuanya yang sibuk memasukan barang ke dalam koper. Ia sama sekali belum menanyakan kemana mereka akan pergi. Karena seingatnya yang pergi hanya Papanya dan dia belum siap untuk bertemu dengan saudara lainnya.“Kita mau kemana Ma?” tanyanya saat mereka sudah berada di ruang tunggu bandara.“Ke Jakarta?”Leo berdiri seketika “Leo belum siap Ma”“Mama tahu sayang, kamu belum siap. Tapi ini benar-benar penting” Neta tersenyum lembut “Leo mau ketemu nenek?”“Mau tapi Lele belum siap”Neta merengkuh Lele dalam dekapnya “Semoga ini bukan menjadi satu-satunya kesempatan Lele untuk bertemu dengan nenek ya. Tapi kali ini Lele harus bertemu dengannya”“Kenapa?” banyak sekali pertanyaan yang ada di dalam kepala Lele saat ini. Dan ini semua terlalu cepat baginya.
Jayden membuka matanya begitu mendengar suara isakan kecil dari Leo yang kebetulan kamarnya ada disebelahnya.Sebelum bangkit dari ranjang, Jayden memindahkan terlebih dahulu kepala Neta dari dada bidangnya ke bantal di belakangnya. Setelah Neta merasa nyaman dengan posisi barunya. Jayden bangkit dari ranjang dan menuju kamar sang putra.Ternyata Leo belum bangun namun bibir mungilnya terus saja merengek, dan dahinya terpenuhi dengan peluh. Sepertinya sang putra sedang mimpi buruk.“Anak Papa”Jayden merebahkan dirinya di samping sang putra lalu mendekapnya, dan memberikan ciuman diseluruh wajah Leo.“Nak, bangun sayang”Begitu mendengar bisikan sang Papa, kedua Netra Leo langsung terbuka dan memeluk sang Papa.“Pa, takut” lirihnya“Ada Papa disini nak. Nggak usah takut, itu hanya mimpi ya”Leo terisak mengingat mimpi yang sangat buruk me