Elmer mendatangi keluarga Ricardo, dan sambil tersenyum menyeringai menepuk pundak Ricardo, “Aku senang kita bekerjasama. Jika putrimu ketemu, maka 30% saham akan aku kembalikan jika dia menjadi istriku.”
Ricardo hanya tersenyum lirih mendengar ucapan Elmer. “Akan saya temukan putri saya.”“Baik. Aku tunggu maksud baikmu. Sekarang, kita tunggu laporan dari Robert,” ucapnya.***Hari sudah beranjak sore. Perut Karin sudah mulai lapar. Mau tidak mau Karin harus keluar dari kapel itu. Jam hampir menunjukkan pukul setengah lima sore. Karin keluar mengendap-endap agar tidak diketahui orang luar, walau tidak bisa dipungkiri pakaiannya terlalu mencolok untuk dipakai berjalan-jalan. Setiap mata memandang kepadanya, seolah-olah mempertanyakan kepada dirinya untuk apa dia memakai gaun pengantin.“Itu dia!” Seseorang berteriak dari kejauhan.Karin menengok ke arah sumber suara. Seorang berpakaian"Sialan! Memangnya aku percaya dengan pesan seperti ini? Jangan karena Martin orang yang supel bisa kamu ajak seperti itu!" geram Karin melihat pesan Brenda, adik tirinya.Walau Brenda kadang bermulut besar, tapi sepertinya pesan yang dikirimkan Brenda mengusik hatinya. Dibacanya sekali lagi pesan itu, "Hari ini aku akan bercinta dengan kekasihmu!"Pesan itu singkat, tapi menohok hatinya. "Kali ini, akan aku buktikan, kalau kamu pembual ulung, Brenda!" Digenggamnya erat gawai miliknya karena kesal, dilihat jam dinding sudah hampir waktu jam pulang kerja. Karin pun segera membereskan meja kerjanya.Jam lima sore tepat, Karin sudah bergegas keluar kantor. Taksi yang melintas di jalan raya, segera dipanggilnya. "Apartemen Cempaka Putih!" ujar Karin yang masuk duduk dibelakang supir."Baik, Nona." Supir taksi melajukan kendaraannya menuju tempat yang dituju Karin, Apartemen Cempaka Putih, tempat Martin tinggal. Dilihatnya jam tangan dan jalanan yang macet, membuat Karin tidak sabar. Dia s
"Siapa orang itu?" bisik Karin pada satpam yang masih berdiri disampingnya."Bos besar, Tuan Elmer, pengusaha tambang dari pulau seberang!" "Oh," Karin hanya manggut-manggut, walau dia sendiri tidak mengenalnya. Bos besar yang dipanggil tuan Elmer itu berjalan diantara para bodyguard dan melihat Karin yang berdiri agak di belakang barisan bodyguard, tiba-tiba, Elmer memandang Karin dan menyeringai kepada Karin. Karin sendiri kaget, diberi senyuman seperti itu. "Bukankah dia sudah kakek tua tambun yang sudah bau tanah?" bisik Karin pada satpam."Hati-hati dengan ucapanmu, Nona. Dia bisa membeli dirimu dengan harga yang dia inginkan. Bahkan istri tidak sahnya ada beberapa orang," ucap satpam memberi peringatan.Karin menggidik mendengar ancaman satpam. Dia langsung menutup mulutnya. Setelah Elmer masuk, mobil yang ditumpanginya pun pergi dari area depan pub dan digantikan dengan mobil kedua yang sama mewahnya, tapi kali ini yang dilihat Karin lebih baik dari si Elmer tambun itu.Peraw
Ethan melihat Karin yang akan menemani Elmer merasa kasihan. Tampang Karin bukan seperti wanita penghibur. Pakaiannya pun hanya pakaian kantor dengan make up yang sudah luntur, berbeda dengan wanita penghibur yang bersolek dan berpakaian mini hanya untuk memuaskan hasrat lelaki hidung belang seperti Elmer."Tuan Ethan, saya sudah memilih wanita untuk saya sendiri. Kamu jangan sungkan untuk memilih wanita-wanita yang ada di pub ini. Tenang saja, semua sudah saya bayar." Tuan Elmer tertawa, dan menyuruh Karin untuk duduk dekatnya.Karin yang awalnya menolak, mau tidak mau duduk disamping tuan Elmer apalagi mata Elmer menatap Karin seperti ingin menelanjanginya. Ethan yang merasa jengah melihat pemandangan seperti itu, rasanya ingin membatalkan kontrak kerjasama dan menonjok muka bulat si tuan Elmer. Namun tidak semudah itu, Elmer memiliki banyak bodyguard. Dia harus memakai cara yang lain."Tuan Elmer, Anda berasal dari luar pulau bukan? Apakah Tuan tahu jika pub ini menyatu dengan hote
Setelah agak menjauh dari hotel, Ethan merasa sedikit lebih lega dan mengendarai mobilnya dengan perlahan. "Rumahmu, dimana? Akan aku antarkan pulang," tawar Ethan dengan pandangan mata tetap fokus ke depan. "Martin, mengapa kamu ngebut! Perutku mual!" tangan Karin menarik lengan Ethan, membuat Ethan kaget. Akhirnya melaju perlahan, tapi tiba-tiba saja Karin muntah di paha Ethan. "Oh … My God … Mobilku!" pekik Ethan kesal karena muntahan Karin. "Hoex!" Sekali lagi Karin muntah di jok mobil mewah milik Ethan. Dengan rasa jijik, Ethan melihat di depannya ada hotel melati, lalu membawa mobilnya menuju ke hotel itu. "Maafkan aku, sudah mengotori mobilmu," ucap Karin. Ethan melihat tidak hanya baju dia yang kotor, tapi baju Karin juga kotor. "Keluarlah!" "Keluar? Apa kamu tega menyuruhku keluar, Martin?" "Dengar! Aku bukan Martin! Aku menolongmu dari si tua Elmer, tapi malah aku yang kena sialnya. Cepat keluar!" usir Ethan. "Maafkan aku." Dibuka pintu mobil Ethan, udara di
Ethan merapikan jasnya, menghela napas panjang untuk bersiap menghadapi Elmer. Ethan masuk ke kantornya langsung menuju ruangan meeting dimana tuan Elmer menunggu."Halo, tuan Elmer! Bagaimana harimu?" sapa Ethan dengan senyum menyapa Elmer dan hendak memeluknya."Stop! Kamu sudah menipuku tuan Ethan! Kamu mengambil wanitaku dan menukarnya dengan wanita murahan!" hardik tuan Elmer sambil menunjuk-nunjuk jarinya pada Ethan.Ethan tersenyum, melihat tingkah laku tuan Elmer yang seperti anak kecil dihadapannya itu. "Tuan, aku tidak menipumu, aku memberikanmu dua orang wanita untuk anda nikmati. Apakah anda tidak menyukainya?" tanya Ethan dengan muka yang dibuat keheranan."Kamu memang memberikan aku dua wanita, tapi gadis itu kamu ambil, tuan Ethan!""Gadis? Gadis yang jalan saja tidak sanggup? Bagaimana tuan bisa tertantang dengan gadis yang menurut tuan Elmer liar, tapi tertidur di lantai? Aku harus mencari gantinya agar tuan bisa tetap menikmati malam ini, bukan?" ujar Ethan meyakinka
Seminggu kemudian."Sayang, kamu akan pergi ke Bali?" tanya Safira melihat Ethan sedang merapikan pakaiannya ke dalam koper."Iya, Marco mendapatkan klien dan memintaku untuk menggarap sebuah villa. Tim aku sudah merancangkan semuanya, aku hanya datang untuk memeriksanya saja.""Berapa lama kamu di Bali?""Mungkin tiga hari sampai seminggu.""Hm, tiga hari sampai seminggu ya?" Safira melihat gawai miliknya dan melihat beberapa biro perjalanan."Kamu gak kesepian kan, kalau aku tinggal?" tanya Ethan yang khawatir meninggalkan istrinya sendirian. Ethan berhenti menata bajunya dan menghampiri istrinya lalu memeluknya. "Apakah kamu mau ikut saja, sekalian kita berbulan madu?" rayu Ethan mengecup pipi Safira."Sayang, kamu tahu sendiri bukan, kalau kita baru satu tahun menikah? Aku masih ingin bersenang-senang seperti masih pacaran, tapi kalau bulan madu dan pulang-pulang aku hamil, aku rasa sebaiknya aku disini saj
"Sudah putus, Dad, karena ada pelakor diantara kita. Daripada capek-capek ngurusin pelakor, lebih baik aku kasih saja. Pria sempurna menurut Brenda gak cuma dia seorang kok," jawab Karin. Sontak Brenda tertawa mengejek."Hahaha, pria sempurna memang gak hanya seorang, tapi kalo gak cepat-cepat diambil, bakal direbut orang. Apalagi, tampan, kaya, pintar. Pokoknya jangan sampai lepas deh!" sindir Brenda. Samantha ikut tertawa, begitu pula dengan Ricardo yang membenarkan perkataan Brenda. Dia teringat bagaimana Samantha dulu begitu menarik perhatiannya ketika istrinya baru saja hamil. Gairah Samantha tidak terlupakan. Apalagi hampir sembilan bulan istrinya harus bedrest karena kehamilannya yang sulit. Hingga akhirnya istrinya melahirkan Karin dan meninggal, otomatis Samantha naik menjadi nyonya, walau dia berasal dari pelayan."Sudah, sudah … sebaiknya kita makan malam saja, okey?" tawar Ricardo.Tuan Ricardo duduk paling ujung, sebelah kiri istrinya dan Kari
Samantha dan Brenda membelalakkan matanya. Terutama Samantha, apalagi jika mengingat kekayaan suaminya, itu berarti Karin tidak akan mendapatkan warisan. Bibirnya tersenyum simpul.“Aku pikir, kakakku ini seorang yang sangat alim, tidak mau melakukan hubungan diluar pernikahan tapi nyatanya kebobolan. Enak yah kak? Sampai lupa apa itu nama pengaman,” sindir Brenda tertawa melihat Karin yang duduk dilantai seperti seorang anjing yang tersiram air.“Atau jangan-jangan … kali ini saja yang ketahuan? Padahal sebelumnya kakak sudah ahli? Bahkan Martin pun belum sempat mencoba bagaimana tubuhmu karena sudah hamil?” sindir Brenda lagi.Martin yang namanya disebutkan Brenda, mukanya merah padam. Ada rasa kecewa di dalam dirinya.“Yang pasti, aku bersyukur kalau kita sudah putus, Karin! Dengan ini aku memantapkan hati untuk menikahi Brenda! Menyesal aku memohon-mohon untuk memintamu kembali kepadaku. Sekarang jelas sudah,
Elmer mendatangi keluarga Ricardo, dan sambil tersenyum menyeringai menepuk pundak Ricardo, “Aku senang kita bekerjasama. Jika putrimu ketemu, maka 30% saham akan aku kembalikan jika dia menjadi istriku.”Ricardo hanya tersenyum lirih mendengar ucapan Elmer. “Akan saya temukan putri saya.”“Baik. Aku tunggu maksud baikmu. Sekarang, kita tunggu laporan dari Robert,” ucapnya.***Hari sudah beranjak sore. Perut Karin sudah mulai lapar. Mau tidak mau Karin harus keluar dari kapel itu. Jam hampir menunjukkan pukul setengah lima sore. Karin keluar mengendap-endap agar tidak diketahui orang luar, walau tidak bisa dipungkiri pakaiannya terlalu mencolok untuk dipakai berjalan-jalan. Setiap mata memandang kepadanya, seolah-olah mempertanyakan kepada dirinya untuk apa dia memakai gaun pengantin.“Itu dia!” Seseorang berteriak dari kejauhan.Karin menengok ke arah sumber suara. Seorang berpakaian
“Berhenti, Nona?” tanya supir kaget.“Ya. Tolong jangan buat saya lebih dari sekedar ancaman, Pak. Karena bisa saja, cutter ini menusuk leher Bapak. Tolong berhenti!” ancam Karin.Mau tidak mau, supir memperlambat laju kendaraannya dan menepi. Karin keluar dari mobil dan menyuruh supir itu tetap berjalan ke Hotel tempatnya menikah.Karin segera mempercepat langkahnya. Dia ingat di sekitar daerah situ ada kapel kecil dekat tempat dia bersekolah dulu. Ketika Karin sekolah dasar, disamping sekolahnya itu bersebelahan dengan biara suster, dan ada kapel yang selalu buka 24 jam di bagian depannya. Setiap kali dirinya dibully oleh Brenda dan teman-temannya, dia selalu menyendiri setelah menjambak atau memukul Brenda. Karin tumbuh menjadi anak yang sedikit liar karena membela harga dirinya. Dia menyendiri agar kuat menghadapi ayah dan ibu tirinya jika pulang dan Brenda mengadu.Kali ini, setelah beber
Sudah beberapa hari ini, Karin terpenjara di rumahnya sendiri. Tidak dapat keluar dan Samantha yang selalu mengontrol setiap kali Karin hendak makan. Sedangkan Karin sendiri rasanya sudah bosan berada di dalam kamarnya.Diambil gawainya disaat-saat jam dimana orang-orang di rumah sedang sibuk. “Martin, bisa tolong aku?” Pada saat ini, Karin hanya berharap meminta pertolongan dari mantan kekasihnya itu.“Akhirnya, kamu membutuhkan aku juga, Karin,” balas Martin.“Martin, aku ingin keluar dari rumah ini. Tolonglah aku.”“Jika aku menolongmu, apa balasannya untukku?”“Apa yang kamu inginkan?”“Hahaha ….”“Martin?”“Aku ingin bercinta denganmu!”“Shit! Kurang ajar Martin!” batin Karin. Kini dia tahu bagaimana sikap Martin sebenarnya.“Kenapa kamu ingin bercinta denganku? Kamu sekarang sudah menjadi suami Brenda!”“Kamu tahu bukan, sejak dahulu aku mencintaimu, Karin. Bahkan aku rela menung
Karin membuka pintu kamar, membersihkan diri, lalu duduk di pinggir ranjang. “Apalagi yang aku harapkan? Aku sebatang kara disini. Ayahku sudah tidak lagi memperdulikan aku. Ibuku sudah tidak ada. Aku bebas menentukan nasib hidupku sekarang. Aku hanya punya yang ada di rahimku dan aku akan berjuang untuk mereka. Apakah aku akan menikah dengan tuan Elmer? Nama yang tidak asing lagi di telingaku. Dimana ya aku mendengar namanya? Jika dia orang kaya, seharusnya dia terkenal bukan? Akan aku cari di media sosial.”Karin mencari informasi yang berhubungan dengan Elmer. Di media sosial, hanya sedikit pembahasan mengenai orang yang bernama Elmer, kecuali perusahaan Elmer, perusahaan tambang yang berlokasi di pulau Seberang.“Apakah tuan Elmer ini, yang dimaksud oleh Daddy seorang pengusaha tambang Elmer? Aku tidak menemukan foto apapun mengenai tuan Elmer. Tapi namanya aku pernah dengar di … di ….” Karin berupaya untuk mengingat-ingat sampai pintu kamarnya diketu
Karin mendengar desahan-desahan yang jelas terdengar di telinganya. Dia jadi teringat ketika dirinya memergoki Martin dan Brenda di apartemen Martin. “Kenapa sih gak tinggal saja di apartemennya Martin? Bukankah lebih enak karena terletak di pusat kota?”Karin berusaha menutup telinga, tapi suaranya masih saja terdengar. Dengan kesal, Karin keluar kamar dan menggedor pintu kamar pengantin.Karin harus menunggu beberapa saat agar pintu kamar itu dibuka. Brenda dengan jubah tidur membuka pintu sedikit untuk melihat siapa yang ada diluar.“Apa kamu tidak tahu apa yang sedang dilakukan oleh pengantin?” tanya Brenda kesal setelah yang dilihat adalah Karin.“Bisa tidak kalau suaramu itu tidak membuat keributan? Apakah aku harus tahu apa yang kalian sedang lakukan?” balas Karin.Brenda hanya tertawa, dia menutup pintu tidak memperdulikan Karin.“Sh*t!”Karin masuk kembali ke kamar, dan mengambil ponselnya. “Sepertinya aku harus
Dokter Herman menjelaskan posisi janin, berat badan, tinggi serta kemungkinan akan melahirkannya kapan, serta jenis kelamin mereka.“Ternyata mereka sepasang, Tuan. Laki dan perempuan. Selamat! Tolong dijaga nyonya, karena kehamilannya sangat rentan. Nyonya Safira harus bedrest, tidak boleh melakukan hubungan suami istri, jadi mohon perhatian dari suaminya,” perintah dokter Herman dari dalam gorden.“Yah, Dok.” Buat Ethan, tidak masalah. Selama ini dia sudah bertahan untuk tidak menyentuh Safira. Apalagi dengan kehamilan kembar membuat Safira harus bedrest.Walau pemeriksaan telah selesai, tapi pikiran Ethan terlintas kembali sosok wanita yang mirip dengan seseorang yang pernah bercinta dengannya. “Apakah gadis itu juga hamil? Tapi sepertinya tidak. Kalau dia hamil, tentu dia akan menghubungiku untuk meminta pertanggung jawaban bukan? Dan sampai hari ini tidak ada seorang perempuan yang menghubungiku. Sepertinya aku hanya salah lihat saja.”
Safira terhenyak, “Jangan, Sayang. Kamu tahu bukan, kamu yang menginginkan aku hamil. Bahkan kita sudah mendapatkan janin kembar. Sedangkan aku yang kewalahan dan capek karena harus membawa kemana-mana si kembar. Bukankah aku harus bedrest gegara ini?” tunjuk Safira pada perutnya yang membuncit. “Hm. Baiklah. Aku akan sabar menunggu kalian lahir, yah?” Ethan mengelus-elus perut Safira yang sudah diganjal busa agar terlihat sedang hamil. Ide ini sudah dia pikirkan, jadi dia persiapkan perut palsu agar terlihat sedang hamil. Safira mengelus kepala Ethan. Selama pura-pura hamil, Ethan sama sekali dilarang untuk menyentuhnya. Jika dirinya ingin melampiaskan nafsunya, maka disaat jadwalnya kontrol ke dokter, dia pun mengirimkan pesan ke Marco untuk menemuinya di hotel dan bercinta dengannya. “Aku harus menghubungi Brenda, supaya aku bisa di USG dengan Ethan,” batin Safira. Diraih gawainya ketika Ethan sudah tertidur dan mengirim
Tidak ada ranjang, bukan masalah bagi Safira. Ethan antusias istrinya sudah ingin hamil. Jadi ini adalah kesempatan emas baginya. Dilakukannya diatas meja, di sofa hingga mencapai klimaksnya.“Aku harap, kali ini berhasil, Sayang,” ucap Ethan mengecup kening istrinya.“Kamu luar biasa, Sayang. Aku yakin, aku akan segera hamil. Sekarang, aku harus pulang. Bukankah kamu ada jadwal meeting yang digeser olehku? Segeralah bersihkan dirimu. Aku tidak ingin melihat wajahmu kelelahan karena habis bercinta denganku, Ethan.”Ethan tersenyum, dia melepaskan Safira dan mengambil pakaiannya yang berceceran. “Baiklah, hati-hati di jalan, Sayang.”Safira merapikan dress-nya dan keluar ruangan Ethan, dan berpamitan pada Maya, sekretarisnya.Di dalam mobil, dia mengeluarkan botol kecil dari dalam tasnya dan meminum pil yang biasa dia minum setelah bercinta kemudian mendorong obat itu dengan sebotol air mineral yang sudah dipersiapkan.Dengan ters
Brenda mengerti akan hal ini. Dia berdiri, membuka bajunya yang sesak agar dua bukit itu bisa bernafas dengan lega. Kemudian berjalan mendekati dokter Herman dan membungkuk sedikit dihadapannya. “Dokter, anda kalah cepat. Aku baru saja bertunangan dengan seorang pria. Jadi dokter hanya bisa bermain-main dengan kedua milikku ini, bukan yang lain,” rayu Brenda memainkan dua bukit miliknya. “Sayang sekali, aku sudah lama tidak bermain-main, Brenda,” sesal dokter Herman. “Dokter terlalu sibuk sih, apalagi setiap hari melihat wanita hamil melulu,” keluh Brenda. Dokter Herman tertawa terbahak-bahak. “Kemarilah. Duduklah disini, aku ingin memeriksa dua bukit milikmu itu, apakah sudah berisi atau belum,” goda dokter Herman. Dengan tersenyum, Brenda menghampiri dokter Herman dan melakukan apa yang diperintahkannya. *** "Butuh Uang. Dijual, janin kembar berusia 9 Minggu. Ibu dalam keadaan sehat. Minat se