Share

Manipulasi

Penulis: Pipit Aisyafa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aku langsung menuju di mana sosok berdiri. Wulan. Ia menatapku dengan pandangan penuh amarah.

"Kamu belum tidur, Sayang?" tanyaku.

Dia menepis tanganku yang hendak menyentuh rambutnya. Kenapa?

"Bunda apa-apaan? Pake jalan sama laki-laki lain! Bunda punya pacar?!" Aku tersentak kaget. Bagaimana bisa Wulan berkata demikian. Apa yang membuat dia menuduhku sedemikian rupa.

"Kamu ngomong apa, si Wulan?" Aku mencari penjelasan.

"Bunda jangan ngelak! Wulan sudah tahu semua dari ayah!" Nadanya ia naikkan.

Kupastikan Mas Damar mengadu pada Wulan. Mencuci otak anak yang masih belum memiliki pikiran dewasa.

"Bunda cuma pergi sama anak temen Bunda. Dia anak kecil, baru sekolah paud. Ituloh, yang saat Bunda di rumah sakit. Anaknya pak dokter." Aku berusaha menjelaskan. Namun wajah kusut Wulan tak berubah.

"Iya, makanya Wulan tahu! Bunda dan Dokter tengil itu mulai pacaran kan?"

Astaghfirullah. Aku menyebut, apa yang sudah di katakan Mas Damar pada Wulan?

"Tidak, Wulan. Kita cuma sahabat. Maklum la
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • MADU TAK TAHU MALU, SIAP KUJADIKAN BABU.    MISTERI

    " Ya resto itu berdiri di jalan mangga. Kata pelanggan harganya jauh dibawah kita. Tadi sempat berbincang dengan para grabfood jika itu benar adanya. Mereka meminta kepastian jika itu benar-benar cabang kita." Aku terdiam. Jalan mangga? Itu artinya sekitar seratus meter dari Restoku. Kenapa? Apa benar itu milik Mbak Saras? Aku harus secepatnya mencari tahu."Baik, terima kasih, Luk. Biar aku cari tahu. Kamu tetap kerja dengan baik!" "Baik, Bu."Segera aku melajukan mobil dengan cepat. Menuju dimana resto itu berdiri. Aku sangat ingin tahu apa benar Resto itu meniru tempat usahaku."Macet lagi!" Aku menggerutu. Ingin cepat sampai malah terjebak macet.Cukup lama dan panjang. Entah apa yang ada didepan sana. Aku hanya bisa bersabar. "Ada apa ya, Pak. Di depan sana?" tanyaku pada seorang tukang sapu jalanan."Oh, ada truk guling, Bu. Mungkin akan memakan waktu lama. Soalnya alat berat belum datang!" Aku mengangguk, kemudian kembali fokus pada jalanan yang mulai terasa panas walau suda

  • MADU TAK TAHU MALU, SIAP KUJADIKAN BABU.    perselingkuhan

    Aku terperanjat karena terkena cipratan air juga. Ervan pun langsung berdiri."Apa-apaan ini?" Ervan mengadu saat tahu siapa pelaku penyiraman itu. Melisa."Kamu, Mas, yang apa-apaan. Berdua makan dengan babysitter!" Melisa berkata dengan amarah. Beberapa orang melihat, kami menjadi tontonan, bahkan saat Lukman mencoba mendekat aku menahannya dengan isyarat tangan."Tega-teganya aku di luar negri, kamu main sama seorang pengasuh anakmu! Ngga tau malu!" Melisa masih saja berargumen. Ervan bahkan gelagapan karena tak diberi waktu untuk berbicara."Jadi begitu kelakuanmu, Mas. Kamu benar-benar lelaki tak setia! Dan kamu!" Kali ini ia menunjukku, aku hanya bergeming."Kamu tak akan pernah selevel dengan seorang dokter. Kamu hanya pengasuh! Jangan berharap lebih. Palingan juga Mas Ervan mau karena di guna-guna. Kamu cuma mau hartanya saja kan? Mau meninggikan stratamu!" Dengan jari telunjuk ia mengarahkan padaku."Cukup, Mel!" Akhirnya Ervan bersuara. "Kamu ngomong apa? Pulang dari LN ngga

  • MADU TAK TAHU MALU, SIAP KUJADIKAN BABU.    Berfikir

    "Tak semudah itu, Mas! Kami pikir dengan menalak Tari didepanku, aku akan langsung memaafkanmu? Jangan mimpi!" Aku segera beranjak pergi. Malu, masih ada beberapa polisi yang lewat dan memperhatikan kami."Fat! Dek!" Mas Damar memanggil, aku acuh langsung menuju kendaraan. Tak perduli Mas Damar yang mengetuk kaca keras.Kulajukan mobil dengan sedikit kencang. Kepalaku pusing, memikirkan semua masalah yang ada. Rasanya lelah hidup ini. Menghadapi semua masalah yang terus melanda.Ponsel berdering. Dari Lukman!"Hallo, Assalamualaikum.""Waalaikumsalam, Bu. Saya mau menginformasikan bahwa resto yang berada di jalan mangga di miliki oleh seseorang dari Pakistan dan menurut yang info saya dapatkan jika perempuan yang di nikahi secara mut'ah bernama Saras."Deg!Mendengar penjelasan Lukman aku kaget. Bukan kaget karena pemilik resto adalah Mbak Saras. Tapi kaget tentang pernikahan mut'ah yang dia lakukan."Kamu yakin jika berita ini akurat, Luk?""Yakin, Bu."Aku menutup sambungan telfon d

  • MADU TAK TAHU MALU, SIAP KUJADIKAN BABU.    Kelumpuhan Damar (TAMAT)

    "Bun!" Aziz tahu perubahan expresiku. Dia langsung mendekat kearahku yang merasa Tek bertulang. Sedangkan Wulan juga dengan sigap langsung menopangku."Ada apa, Bu?" tanya Wulan, berbarengan dengan Aziz yang sampai di dekatku. Aku harus kuat. Aku tak ingin sampai Aziz tak punya foto kenang-kenangan atas prestasinya."Ngga papa, ayok! Ayah minta maaf tak bisa datang karena keadaan." Aku berusaha untuk melangkah keatas podium. Menyambut uluran tangan kepala sekolah, menerima penghargaan kemudian berfoto. Setelah selesai dan turun dari podium aku meminta berbicara dengan Aziz kebelakang sebentar sebelum ia masuk kembali ke barisan teman-temannya."Bunda mau bicara sebentar. Bisa?" Dia mengganuk dan mengikuti langkahku. Aku memilih untuk keluar karena suara yang riuh. Wulan juga kubawa."Aziz, Ayahmu kecelakaan saat akan kesini. Dia katanya kritis." ucapku dengan menahan serak didada. Bagaimanapun dia telah mengisi hariku puluhan tahun, aku tak mungkin abai disaat seperti ini."A-ayah?"

  • MADU TAK TAHU MALU, SIAP KUJADIKAN BABU.    Bab 1

    [Mas, Pulanglah segera bawa juga Tari. Aku sudah mengizinkan kamu menikah lagi.] Kukirim WA pada Suamiku yang tiga hari lalu izin untuk pulang kerumah orang tuanya. Dengan alasan jika Sepupunya masuk rumah sakit. Dia izin dari kantor juga izin padaku. Tadinya aku berinisiatif ikut, namun Mas Damar menolak dengan alasan kasian Wulan dan Aziz yang sedang tes.Namun, kemarin aku melihat Tari mengunggah sebuah foto pernikahan. Pernikahan yang kulihat sederhana. Mungkin karena nikah siri. Kulihat Tari dan Mas Damar tersenyum manis.Tari memang memprivasi postingan itu. Dia tak tahu jika aku memiliki akun lain dan berteman dengannya. Sungguh terlalu gegabah.[Kamu ngomong apa sii?] Jawaban Mas Damar seolah aku belum tahu semuanya. Aku menghela nafas.Kalau ada yang bilang tak sakit rasanya di poligami itu bohong! Sesak dada ini, namun untuk larut dalam kesedihan dan tangis rasanya itu bukan pilihan yang tepat.[Udahlah, Mas. Ngga perlu kamu tutupi. Aku sudah tahu jika kamu telah menikah de

  • MADU TAK TAHU MALU, SIAP KUJADIKAN BABU.    bab 2

    Kalau boleh meminta, cukup kali ini merasakan sakit seperti ini. Teman yang kutolong enam bulan lalu, kini tengah bersanding dengan imamku."Apa benar jika Mas Damar sering memberi perhatian padanya saat Tari di sini? Bukankah saat itu Mas Damar sering lembur. Bahkan bisa aku hitung dengan jari, Mas Damar bertemu Tari."Aku pusing memikirkan ini. Segera beranjak. Masuk kekamar mandi. Merendam diri dalam bathtub serta menyalakan lilin aroma terapi. Semua aku lakukan agar hatiku tenang. Hati yang sebenarnya telah di terjang badai badai.Ahhh!Hidup memang tak selalu mulus. Jika aku memiliki segalanya. Mungkin ini ujian hidupku, memiliki suami yang ternyata tak setia.Setengah jam sudah, aku naik. Rasanya cukup membuat tubuh rileks.Hp terus berbunyi. Notifikasi chat demi chat terus saja kudengar. Siapa yang mengirim pesan?Setelah memakai handuk yang seperti baju, aku duduk pada ranjang perukuran King dengan desain mewah. Kulipat kaki untuk memudahkan membaca setiap chat.[Mbak, memang

  • MADU TAK TAHU MALU, SIAP KUJADIKAN BABU.    Greget

    Jarum jam menunjukan angka sepuluh lebih lima belas menit. Saat deru mobil milik Mas Damar terdengar. Tak berapa lama, klakson berbunyi.Tentu! Karena tak ada lagi yang membukakan pintu gerbang seperti biasanya.Segera aku turun dan langsung membuka gerbang. Tentu ini untuk yang terakhir kalinya. Besok tugas ini akan di lakukan oleh Tari.Mobil masuk. Dengan angkuh Tari duduk di kursi depan. Aku menutup gerbang kemudian masuk kedalam. Tak ada lagi sambutan hangat untuk suamiku.Ku menunggu di dalam, tak lama masing-masing menyeret satu koper. Koper Tari tentu yang lebih besar. Penampilan yang dulu masih di bilang standar, kini terlihat sudah hampir menyaingiku. Tentu itu yang membuat ia bangga."Dek!" Mas Damar memanggil."Iya, Mas." Aku menjawab dengan tersenyum. Mas Damar dan Tari masih berdiri di ruang tamu yang cukup luas."Mas-mas, mau jelaskan sesuatu. Ini semua tak seperti yang Adek pikirkan. Semua ...." ucapan Mas Damar tertahan."Sudahlah, Mas. Kalian capek kan? Istirahatlah.

  • MADU TAK TAHU MALU, SIAP KUJADIKAN BABU.    Perjanjian dulu

    "Hati-hati, Mas!" Kusodorkan minuman pada Mas Damar. Kuabaikan Tari yang langsung membersihkan pecahan gelas. Beruntung aku tak minta ganti rugi. Kerja baru sebentar sudah pecahin gelas."Ayo makan yang cepat. Sudah akan terlambat." Aku menyuruh Wulan dan Aziz yang sekali memperhatikan Tari."Mas, setelah antar anak-anak, pulang dulu kerumah lagi. Kita akan bahas sesuatu. Lagian kamu masih punya kesempatan libur satu hari lagi kan?" tanyaku. Aku tahu betul kebijakan di perusahaan di mana Mas Damar bekerja."Iya, Dek. Nanti aku pulang lagi." Mas Damar mengulurkan tangan. Tari mendekat, namun seketika aku langsung mengandeng tangan Mas Damar agar tak sampai bersalaman dengan Tari. Bisa curiga anak-anak.Seperginya Mas Damar, aku kembali masuk. Kulihat Tari yang tengah melihat dari balik kaca jendela. "Kasian! Punya suami tak bisa mengantar pergi kerja. Makanya jangan punya suami orang!" Aku berbisik tepat di telinganya. Ia tentu kaget, namun aku tersenyum dan langsung meninggalkannya.

Bab terbaru

  • MADU TAK TAHU MALU, SIAP KUJADIKAN BABU.    Kelumpuhan Damar (TAMAT)

    "Bun!" Aziz tahu perubahan expresiku. Dia langsung mendekat kearahku yang merasa Tek bertulang. Sedangkan Wulan juga dengan sigap langsung menopangku."Ada apa, Bu?" tanya Wulan, berbarengan dengan Aziz yang sampai di dekatku. Aku harus kuat. Aku tak ingin sampai Aziz tak punya foto kenang-kenangan atas prestasinya."Ngga papa, ayok! Ayah minta maaf tak bisa datang karena keadaan." Aku berusaha untuk melangkah keatas podium. Menyambut uluran tangan kepala sekolah, menerima penghargaan kemudian berfoto. Setelah selesai dan turun dari podium aku meminta berbicara dengan Aziz kebelakang sebentar sebelum ia masuk kembali ke barisan teman-temannya."Bunda mau bicara sebentar. Bisa?" Dia mengganuk dan mengikuti langkahku. Aku memilih untuk keluar karena suara yang riuh. Wulan juga kubawa."Aziz, Ayahmu kecelakaan saat akan kesini. Dia katanya kritis." ucapku dengan menahan serak didada. Bagaimanapun dia telah mengisi hariku puluhan tahun, aku tak mungkin abai disaat seperti ini."A-ayah?"

  • MADU TAK TAHU MALU, SIAP KUJADIKAN BABU.    Berfikir

    "Tak semudah itu, Mas! Kami pikir dengan menalak Tari didepanku, aku akan langsung memaafkanmu? Jangan mimpi!" Aku segera beranjak pergi. Malu, masih ada beberapa polisi yang lewat dan memperhatikan kami."Fat! Dek!" Mas Damar memanggil, aku acuh langsung menuju kendaraan. Tak perduli Mas Damar yang mengetuk kaca keras.Kulajukan mobil dengan sedikit kencang. Kepalaku pusing, memikirkan semua masalah yang ada. Rasanya lelah hidup ini. Menghadapi semua masalah yang terus melanda.Ponsel berdering. Dari Lukman!"Hallo, Assalamualaikum.""Waalaikumsalam, Bu. Saya mau menginformasikan bahwa resto yang berada di jalan mangga di miliki oleh seseorang dari Pakistan dan menurut yang info saya dapatkan jika perempuan yang di nikahi secara mut'ah bernama Saras."Deg!Mendengar penjelasan Lukman aku kaget. Bukan kaget karena pemilik resto adalah Mbak Saras. Tapi kaget tentang pernikahan mut'ah yang dia lakukan."Kamu yakin jika berita ini akurat, Luk?""Yakin, Bu."Aku menutup sambungan telfon d

  • MADU TAK TAHU MALU, SIAP KUJADIKAN BABU.    perselingkuhan

    Aku terperanjat karena terkena cipratan air juga. Ervan pun langsung berdiri."Apa-apaan ini?" Ervan mengadu saat tahu siapa pelaku penyiraman itu. Melisa."Kamu, Mas, yang apa-apaan. Berdua makan dengan babysitter!" Melisa berkata dengan amarah. Beberapa orang melihat, kami menjadi tontonan, bahkan saat Lukman mencoba mendekat aku menahannya dengan isyarat tangan."Tega-teganya aku di luar negri, kamu main sama seorang pengasuh anakmu! Ngga tau malu!" Melisa masih saja berargumen. Ervan bahkan gelagapan karena tak diberi waktu untuk berbicara."Jadi begitu kelakuanmu, Mas. Kamu benar-benar lelaki tak setia! Dan kamu!" Kali ini ia menunjukku, aku hanya bergeming."Kamu tak akan pernah selevel dengan seorang dokter. Kamu hanya pengasuh! Jangan berharap lebih. Palingan juga Mas Ervan mau karena di guna-guna. Kamu cuma mau hartanya saja kan? Mau meninggikan stratamu!" Dengan jari telunjuk ia mengarahkan padaku."Cukup, Mel!" Akhirnya Ervan bersuara. "Kamu ngomong apa? Pulang dari LN ngga

  • MADU TAK TAHU MALU, SIAP KUJADIKAN BABU.    MISTERI

    " Ya resto itu berdiri di jalan mangga. Kata pelanggan harganya jauh dibawah kita. Tadi sempat berbincang dengan para grabfood jika itu benar adanya. Mereka meminta kepastian jika itu benar-benar cabang kita." Aku terdiam. Jalan mangga? Itu artinya sekitar seratus meter dari Restoku. Kenapa? Apa benar itu milik Mbak Saras? Aku harus secepatnya mencari tahu."Baik, terima kasih, Luk. Biar aku cari tahu. Kamu tetap kerja dengan baik!" "Baik, Bu."Segera aku melajukan mobil dengan cepat. Menuju dimana resto itu berdiri. Aku sangat ingin tahu apa benar Resto itu meniru tempat usahaku."Macet lagi!" Aku menggerutu. Ingin cepat sampai malah terjebak macet.Cukup lama dan panjang. Entah apa yang ada didepan sana. Aku hanya bisa bersabar. "Ada apa ya, Pak. Di depan sana?" tanyaku pada seorang tukang sapu jalanan."Oh, ada truk guling, Bu. Mungkin akan memakan waktu lama. Soalnya alat berat belum datang!" Aku mengangguk, kemudian kembali fokus pada jalanan yang mulai terasa panas walau suda

  • MADU TAK TAHU MALU, SIAP KUJADIKAN BABU.    Manipulasi

    Aku langsung menuju di mana sosok berdiri. Wulan. Ia menatapku dengan pandangan penuh amarah."Kamu belum tidur, Sayang?" tanyaku.Dia menepis tanganku yang hendak menyentuh rambutnya. Kenapa?"Bunda apa-apaan? Pake jalan sama laki-laki lain! Bunda punya pacar?!" Aku tersentak kaget. Bagaimana bisa Wulan berkata demikian. Apa yang membuat dia menuduhku sedemikian rupa."Kamu ngomong apa, si Wulan?" Aku mencari penjelasan."Bunda jangan ngelak! Wulan sudah tahu semua dari ayah!" Nadanya ia naikkan.Kupastikan Mas Damar mengadu pada Wulan. Mencuci otak anak yang masih belum memiliki pikiran dewasa."Bunda cuma pergi sama anak temen Bunda. Dia anak kecil, baru sekolah paud. Ituloh, yang saat Bunda di rumah sakit. Anaknya pak dokter." Aku berusaha menjelaskan. Namun wajah kusut Wulan tak berubah."Iya, makanya Wulan tahu! Bunda dan Dokter tengil itu mulai pacaran kan?"Astaghfirullah. Aku menyebut, apa yang sudah di katakan Mas Damar pada Wulan?"Tidak, Wulan. Kita cuma sahabat. Maklum la

  • MADU TAK TAHU MALU, SIAP KUJADIKAN BABU.    jalan-jalan

    "Tari?" Apa aku tak salah lihat. Tari berada di Paud? Anak siapa? Jangan-jangan dia mau menculik?Ah! Kenapa aku jadi berfikir negatif. Kalau anak itu di culik pasti udan teriak.Aku ingin menyambanginya. Menanyakan bahwa aku sudah melaporkan dia pada polisi. Namun, aku tersadar saat akan membuka pintu."Tante!" Panggil Sifa. Aku tak mungkin meninggalkannya."Iya, Sayang." Aku urung keluar, Sifa terlihat juga menatap ke Tari."Sifa kenal anak itu?""Kenal, Tan. Dia namanya Ines.""Terus itu siapa?" tanyaku memastikan tentang Tari."Dia itu babycitternya. Galak banget!" ujar Sifa polos."Kok tahu kalau dia galak?" ucapku memancing."Iya, Ines sering kena marah-marah sama dia, dia itu kata Ines nenek lampir!"Aku tertawa mendengar penuturan Sifa. Bocah kecil sudah tahu maklampir. Setelah melihat Tari masuk sebuah mobil, akhirnya aku juga melajukan mobilku menuju pusat perbelanjaan. Ada beberapa kebutuhan yang memang ingin kubeli, sekaligus mengajak Sifa main di Playground. Menghabiskan

  • MADU TAK TAHU MALU, SIAP KUJADIKAN BABU.    Penyebab Selingkuh

    Aku terperangah karena tak menyangka jika yang datang itu si Bocah T3ngik. Lagian, kenapa coba tadi karyawan tak bilang. Aku menabok keningku sendiri."Kenapa kamu masuk kesini? Ini tempat pribadi! Tak ada yang boleh kesini kecuali keluarga dan karyawan!" gerutuku padanya.Dia tampak kelimpungan, "aku disuruh masuk kesini! Bukan inisiatif kusendiri."Aku mengkerutkan kening. Apa mungkin? Ah ... Sudahlah."Kan bisa nyuruh karyawan panggilkan bukan masuk." Aku masih mencoba mencari kesalahannya walau sebenarnya aku juga yang salah. Entah kenapa aku ingin dia serba salah. "Ada apa datang?" tanyaku padanya cuek."Tadinya mau bawa Sifa. Dia kepengen ketemu kamu katanya!" ujarnya.Aku celingukan. "Mana dia?""Dia sedang sekolah. Dia minta aku jemput kamu dan jemput dia saat pulang." Aku memijit pelipis. Bukan menolak, aku juga suka sekali dengan Sifa. Karena pada dasarnya aku pencinta anak-anak."Bagaimana?" tanyanya kemudian.Aku mengangguk, tak dapat kutolak permintaan anak kecil yang m

  • MADU TAK TAHU MALU, SIAP KUJADIKAN BABU.    Biang masalah

    Aku tak bisa menolak ibu mertua. Kubiarkan saja, aku hanya butuh memantau dan melihat gerak geriknya. Aku memiliki perasaan jika Ibu mertua memiliki niat tertentu.Dua hari sudah aku tidak meninjau Resto, juga Aziz, aku menyuruhnya fokus belajar karena akan menghadapi ujian. Jadi tak kuizinkan dia pergi ke Resto.Aku sudah merasa enakkan hingga ada keniatan untuk menghilangkan jenuh yang sudah hampir satu minggu tak melakukan rutinitas apapun. Aku pergi ke Resto.Tiba di sana suasana tegang tak seperti biasanya. Wajah pada karyawan yang biasanya ramah tersenyum kini serius bahkan terlihat takut.Ada apa ini?"Sisil! Bagaimana kondisi Resto?" tanyaku dengan ramah. Dia yang biasa paling supel."Alhamdulilah, Bu. Semua baik-baik saja! Permisi." Aku heran dengan perubahan mereka. Kenapa? Bahkan Sisil saja seperti ketakutan setengah mati."Kemana Lukman?" tanyaku kembali pada Sisil yang mau pergi."Dia-dia sudah di pecat kemarin, Bu." Aku tersentak kaget. Bagaimana bisa karyawan seramah L

  • MADU TAK TAHU MALU, SIAP KUJADIKAN BABU.    Tobat

    "Siapa, Si?" tanya Mas Damar penasaran."Lah kan tahu dari seragamnya? Dokter lah!" Aku tak mengatakan sejujurnya. Biarlah ini menjadi rahasiaku dulu. Toh, palingan Mas Damar tak peduli."Oh ... Kenapa si kamu masuk rumah sakit ngga kabarin aku?" Mas Damar kemudian menatap Aziz dan Wulan yang tengah duduk di sofa. "Wulan, Aziz, kenapa ngga beritahu ayah tentang ini?"Wulan terlihat membisu, sambil sesekali menatap kakaknya. Pasti sudah di setir oleh Aziz dan Wulan dilema."Kenapa kalian diam?" tanya Mas Damar kembali."Aku yang menyuruh mereka tak mengabarimu, Mas. Aku baik-baik saja!" ujarku agar dia Tek mencerca anak-anak.Aziz beranjak, kemudian langsung pergi meninggalkan ruangan ini dengan pintu sedikit dibanting."Sampai di rawat begini kok bilang ngga papa. Kamu kenapa? Sakit apa?" tanya Mas Damar memberondong."Cuma kelelahan saja, Mas. Ini juga udah membaik. Palingan besok sudah boleh pulang." Aku meriah HP, tak ingin terlalu serius menanggapi obrolan bersama Mas Damar."Lain

DMCA.com Protection Status