Aris tidak bisa tidur semalaman. Kata-kata Alena dan suara pria misterius itu terus terngiang di telinganya. Ia merasa semakin yakin bahwa dirinya bukan hanya menghadapi konflik biasa, melainkan permainan yang dirancang untuk menghancurkannya secara mental dan emosional.Saat pagi datang, Aris memutuskan bahwa ia tidak akan tinggal diam lagi. Ia harus mencari tahu siapa pria yang berbicara dengan Alena dan apa tujuannya. Namun, sebelum ia sempat menyusun rencana lebih jauh, sebuah kejadian tak terduga terjadi di sekolah.---Kejutan di SekolahSaat Aris memasuki gerbang sekolah, suasana terasa berbeda. Banyak siswa yang menatapnya sambil berbisik-bisik. Ia tidak memperhatikan itu sampai seorang guru menghampirinya."Aris, ikut ke ruang kepala sekolah sekarang," kata guru itu dengan nada serius.Aris merasa jantungnya berdebar. Apa yang sedang terjadi?Di ruang kepala sekolah, ia menemukan Alena sedang duduk dengan wajah berpura-pura sedih. Di sampingnya, pria yang tadi malam ia dengar
Malam telah larut ketika Aris duduk sendirian di taman kota. Udara dingin menusuk tulang, tetapi rasa ingin tahunya mengalahkan segalanya. Pesan misterius yang ia terima terus terngiang-ngiang di kepalanya. Siapa pun yang ingin menemuinya malam ini pasti memiliki informasi penting. Aris memeriksa sekeliling. Taman tampak sepi, hanya terdengar suara angin yang menggoyangkan dedaunan. Ia menggenggam erat ponselnya, bersiap jika sesuatu yang buruk terjadi. Tiba-tiba, seorang pria paruh baya dengan mantel hitam muncul dari balik bayangan. Wajahnya tertutup sebagian oleh topi. "Kamu Aris, bukan?" tanya pria itu dengan suara serak. "Iya, saya Aris. Anda siapa?" tanya Aris dengan nada curiga. Pria itu tersenyum tipis. "Namaku tidak penting. Aku di sini untuk memberitahumu sesuatu tentang Eleanor Group dan keluargamu." --- Kebenaran yang Mengejutkan Pria itu duduk di bangku taman di depan Aris. Ia membuka tas kecil yang dibawanya dan mengeluarkan beberapa dokumen. "Lihat ini," katany
Aris menatap dokumen-dokumen di hadapannya. Kata-kata dalam surat Dian Prasetya masih terngiang di kepalanya. Konspirasi ini lebih dalam dari yang ia bayangkan, dan kini ia tahu bahwa Alena bukan sekadar pengganggu biasa—dia adalah bagian dari rencana besar untuk menghancurkan keluarganya. Namun, siapa pria di foto bersama Alena dan Dian? Wajah itu tidak dikenalnya, tetapi ia yakin pria itu memainkan peran penting dalam apa yang terjadi pada ayahnya. Aris mengambil ponsel dan segera menghubungi Sasa. “Sasa, aku menemukan sesuatu yang besar. Aku butuh bantuanmu lagi,” katanya dengan nada tegas. “Aris, pelan-pelan. Apa yang kamu temukan?” tanya Sasa di ujung telepon. “Aku nggak bisa jelasin semuanya di sini. Aku akan ke rumahmu sekarang,” jawab Aris sebelum menutup telepon. --- Percakapan Rahasia Sasa terkejut saat melihat ekspresi serius di wajah Aris. Ia tahu temannya itu sedang dalam tekanan besar. “Aku dapat dokumen ini dari seseorang yang nggak aku kenal. Isinya bukti bahw
Malam itu, Aris tidak bisa memejamkan mata. Ancaman yang ia terima lewat pesan singkat terus membayanginya, ditambah dengan tatapan aneh dari Alena saat sarapan tadi. Ia merasa diawasi, seperti ada sepasang mata yang terus memantau setiap gerakannya.Aris memutuskan untuk keluar dari kamar dan memeriksa sekeliling rumah. Dalam keheningan malam, ia mendengar suara langkah kaki samar dari arah halaman belakang. Hati-hatinya terpacu. Ia mengambil senter kecil di meja dan perlahan menuju ke arah suara tersebut.---Penemuan yang MengguncangSetelah beberapa menit menyusuri halaman belakang, Aris menemukan jejak sepatu di tanah yang lembab. Jejak itu terlihat segar, seolah baru saja dibuat beberapa saat lalu.“Siapa yang berkeliaran di sini malam-malam begini?” gumam Aris.Ia mengikuti jejak itu hingga mencapai pagar belakang rumah. Anehnya, jejak itu berhenti di sana, tanpa tanda-tanda pelaku melompati pagar atau melanjutkan langkahnya.Namun, sesuatu di sudut pagar menarik perhatiannya.
Malam itu, Aris termenung di depan jendela kamar rumah Bu Siti yang kini sudah gelap. Ponsel yang ditemukan di halaman menjadi petunjuk baru, tetapi juga ancaman yang tak main-main. Pesan singkat yang muncul di layar tadi terus terngiang di benaknya: “Selamat bermain, Aris. Waktumu hampir habis.”Di ruang tamu, Sasa duduk bersama Bu Siti dan Pak Rudi, mencoba menenangkan mereka setelah insiden bom molotov. Sementara itu, Alena duduk di pojok ruangan dengan kepala tertunduk, merasa bersalah atas semua yang terjadi.---Jejak di PonselAris akhirnya memutuskan untuk memeriksa ponsel itu lebih dalam. Dengan bantuan Sasa, mereka menemukan beberapa foto dan pesan rahasia di dalamnya. Salah satu foto memperlihatkan wajah Dian sedang berbicara dengan seorang pria yang Aris kenali sebagai Haris Wibowo.“Jadi ini bukti lain kalau Dian bekerja sama dengan Haris,” kata Sasa sambil memperbesar foto di layar.Namun, Aris tidak merasa lega. Sebaliknya, dadanya semakin berat. “Tapi kenapa mereka beg
Aris menatap surat itu dengan tatapan kosong, pikirannya melayang jauh. Surat itu seolah menjadi kunci untuk mengungkap semua misteri yang selama ini menyelimuti hidupnya. Ia tak pernah menyangka bahwa keluarganya memiliki hubungan masa lalu yang kelam dengan keluarga Haris.“Jadi, ini bukan sekadar kebetulan,” gumam Aris.Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Sasa masuk dengan wajah khawatir. “Aris, ada apa? Kamu terlihat pucat,” tanya Sasa.Aris menyerahkan surat itu kepada Sasa. “Baca ini. Sepertinya ada sesuatu yang lebih besar dari apa yang selama ini kita duga.”Sasa membaca surat itu perlahan. Wajahnya berubah serius seiring dengan setiap kalimat yang ia baca. “Ini… ini berarti dendam Haris dan Dian bukan sekadar masalah pribadi. Ini masalah keluarga yang sudah terjadi sejak lama.”Aris mengangguk. “Kita harus mencari tahu lebih banyak tentang apa yang sebenarnya terjadi. Kalau nggak, mereka akan terus menghantui kita.”---Jejak Masa LaluKeesokan harinya, Aris dan Sasa
Aris berdiri terpaku di ambang pintu, menatap foto-foto di dalam amplop dengan wajah tegang. Sasa mendekatinya, ikut melihat apa yang membuat Aris begitu terdiam.“Ya Tuhan...” bisik Sasa, tubuhnya gemetar. “Mereka tahu segalanya, Aris. Kita dalam bahaya.”Andre berdiri, mendekati mereka. Ia mengambil foto-foto itu dari tangan Aris dan mempelajarinya dengan saksama. Wajahnya berubah serius.“Mereka sedang meningkatkan permainan,” gumam Andre. “Ini bukan ancaman biasa. Mereka ingin membuatmu takut, Aris. Dan sepertinya mereka tahu kamu mulai melawan.”Aris mengepalkan tangannya erat. “Aku nggak peduli seberapa besar kekuatan mereka. Kalau mereka berani menyentuh orang-orang yang aku sayang, aku akan memastikan mereka menyesal.”---Rencana BaruMalam itu, mereka kembali berkumpul di ruang tengah rumah Pak Rudi dan Bu Siti. Andre memimpin diskusi, mencoba menyusun rencana agar mereka bisa keluar dari situasi berbahaya ini.“Kita nggak bisa terus-terusan defensif. Kalau kita hanya menung
Haris melangkah lebih dekat ke arah Aris, Andre, dan Sasa, senyumnya licik. Karin berdiri di sampingnya dengan ekspresi dingin, seolah-olah tidak ada rasa bersalah sama sekali."Kamu memang licik, Karin, gumam Andre, nadanya penuh dengan kekecewaan."Licik?" Karin mendengus sambil menatap mereka dengan tajam. "Kalian yang bodoh karena percaya padaku. Aku hanya bermain sesuai aturan Haris, itu saja."Aris mengepalkan tangan, mencoba menahan amarahnya. "Kenapa kamu melakukan ini, Karin? Kita percaya padamul"Karin melipat tangan di dadanya. "Kamu nggak pernah tahu bagaimana rasanya hidup di bawah ancaman. Haris menawarkan perlindungan, dan aku menerima tawarannya. Tidak ada yang peduli pada keselamatanku, jadi kenapa aku harus peduli pada kalian?"Andre menggeram marah, tetapi ia tahu bahwa mereka tidak memiliki banyak pilihan dalam situasi ini.Ketegangan MemuncakAnak buah Haris mulai mengepung mereka, senjata tajam di tangan masing-masing. Aris merapat ke Andre dan Sasa, melindungi m
Pagi berikutnya, markas Victor kembali bergeliat. Setelah menerima informasi penting dari Clara, setiap anggota tim terlihat sibuk dengan tugas mereka. Ada yang mempersiapkan peralatan, ada pula yang memperkuat sistem keamanan seperti yang dirancang oleh Aris.Victor berdiri di ruang rapat bersama Andre, Aris, dan Clara, menatap peta besar yang memenuhi layar. Peta itu menampilkan lokasi-lokasi strategis yang dikendalikan oleh Raven Syndicate.“Prioritas kita sekarang adalah mengamati pergerakan mereka,” kata Victor sambil menunjuk salah satu titik merah di peta. “Basis utama mereka ada di sini, tapi mereka punya tiga lokasi cadangan yang digunakan untuk menyimpan persenjataan dan dokumen penting.”Andre mengangguk. “Kalau kita bisa menyerang lokasi cadangan itu, mereka akan kehilangan banyak sumber daya.”“Tapi itu berisiko,” Clara menimpali. “Raven Syndicate bukan organisasi kecil. Mereka punya penjaga bersenjata di setiap lokasi.”Aris yang berdiri di belakang Clara angkat bicara,
Pagi itu, markas Victor tampak sibuk seperti biasa. Meskipun bekas-bekas pertempuran masih terlihat di beberapa sudut bangunan, para anggota tim tidak membiarkan semangat mereka surut. Mereka saling membantu memperbaiki kerusakan, mengatur ulang peralatan, dan memastikan markas kembali berfungsi optimal.Aris bergabung dengan kelompok yang sedang memperbaiki area penyimpanan. Ia memegang alat berat di tangannya, membantu mengangkat puing-puing yang menumpuk. Keringat mengalir di wajahnya, tetapi senyum tak pernah lepas dari bibirnya."Aris, kau pasti bisa jadi tukang bangunan setelah ini," canda Andre yang lewat sambil membawa papan kayu.Aris tertawa kecil. "Kalau begini terus, aku mungkin bisa buka jasa renovasi rumah setelah semua ini selesai."Tawa kecil di antara mereka membuat suasana kerja terasa lebih ringan, meskipun tugas yang mereka hadapi cukup berat.---Rapat Strategi BaruSetelah beberapa jam bekerja, Victor memanggil seluruh tim inti untuk berkumpul di ruang rapat utam
Setelah mendapatkan informasi lengkap dari Jovan, Victor memutuskan untuk bertindak cepat. Dengan peta markas utama Raven Syndicate yang Jovan berikan, mereka mulai menyusun strategi untuk menyerang balik."Kita tidak bisa membiarkan mereka menyerang kita lagi," ujar Victor tegas. "Ini saatnya kita mengambil alih kendali."Aris mengangguk setuju. "Tapi kita harus berhati-hati. Raven Syndicate tidak akan membiarkan kita masuk tanpa perlawanan."Victor membagi tim menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama akan menangani keamanan dan menyerang langsung, kelompok kedua bertugas menciptakan pengalihan, sementara kelompok terakhir, yang dipimpin Aris, akan fokus menyusup ke dalam markas untuk menghancurkan sistem komunikasi mereka."Kita harus membuat mereka lumpuh sebelum mereka sadar apa yang terjadi," tambah Andre, yang berada di kelompok pertama.Aris mengepalkan tangannya. "Aku siap memimpin timku."---Persiapan Sebelum PerangMalam itu, suasana di markas Victor sangat tegang. Semua ang
Tim Victor kembali ke markas utama menjelang fajar. Udara pagi terasa dingin, namun tidak ada yang lebih menyejukkan daripada rasa lega setelah pertempuran panjang. Meskipun begitu, suasana di antara mereka tetap tegang. Mereka tahu bahwa kemenangan ini hanya sementara.Aris melangkah keluar dari kendaraan, wajahnya menunjukkan kelelahan yang mendalam. Lina mendekatinya, membawa segelas kopi hangat yang ia buat di ruang sementara."Kau butuh ini," katanya lembut sambil menyerahkan kopi tersebut."Terima kasih," jawab Aris, meminum seteguk kopi. "Bagaimana keadaan tim lainnya?"Lina menghela napas panjang. "Beberapa masih dalam perawatan. Tapi kita kehilangan tiga orang."Aris terdiam. Setiap kehilangan adalah beban berat, terutama saat dia melihat mereka sebagai bagian dari keluarganya.---Victor Merancang Strategi BaruSementara itu, Victor langsung memimpin rapat darurat di ruang utama. Darius, pemimpin Raven Syndicate, telah ditahan di ruang bawah tanah untuk diinterogasi."Ini be
Malam itu, markas dipenuhi dengan ketegangan yang terasa di udara. Setiap orang bergerak cepat, mempersiapkan diri untuk serangan yang hampir pasti datang. Aris berdiri di salah satu pos penjagaan, matanya tajam mengamati kegelapan di depan gerbang utama."Lina, pastikan timmu sudah siap di posisi masing-masing," ujar Aris melalui radio."Semua sudah siap," jawab Lina singkat namun tegas.Sementara itu, Victor berada di ruang komando, memantau layar monitor yang menampilkan rekaman dari kamera pengawas. Dia tahu ini adalah momen yang menentukan. Jika mereka kalah malam ini, seluruh jaringan mereka bisa runtuh."Kita tidak bisa membiarkan mereka mengambil alih," kata Victor dengan nada penuh keyakinan.---Serangan DimulaiTepat tengah malam, suara mesin kendaraan terdengar mendekat. Lampu sorot dari truk dan mobil SUV menerangi area depan markas, mengungkapkan belasan orang bersenjata lengkap yang keluar dari kendaraan tersebut."Semua di posisi masing-masing!" teriak Aris melalui rad
Pagi hari setelah insiden di gudang, Victor memimpin pertemuan besar di markas. Seluruh tim inti hadir, termasuk Aris, Lina, Andre, dan beberapa orang kepercayaan Victor. Mereka tahu bahwa waktu semakin menipis untuk menghadapi ancaman dari Raven Syndicate."Aris sudah membawa dokumen penting tadi malam," Victor membuka pertemuan. "Dan informasi ini memastikan bahwa mereka tidak hanya mengincar kita. Mereka berencana menguasai semua wilayah yang selama ini menjadi bagian dari jaringan kita."Andre mengamati peta yang terbentang di meja. "Mereka tahu semua lokasi strategis kita. Kalau informasi ini benar, maka ada pengkhianat di dalam tim kita."Kata-kata Andre membuat suasana menjadi tegang. Semua orang saling memandang, mencoba mencari tanda-tanda siapa yang mungkin berkhianat.Victor mengangguk setuju. "Aku sudah memikirkan hal itu. Karena itu, kita harus bergerak cepat. Sebelum kita menemukan siapa yang membocorkan informasi, kita perlu melindungi tempat-tempat yang rentan terhadap
Kembali ke MarkasAris dan tim tiba di markas utama yang kini dalam keadaan kacau. Pintu-pintu terbuka, barang-barang berserakan, dan beberapa anggota tim terlihat terluka. Kekacauan ini tidak hanya fisik, tetapi juga mental.Victor segera memimpin rapat darurat. "Ada yang membocorkan informasi penting tentang markas kita. Ini bukan kebetulan."Sang Rubah mengangguk. "Kita perlu mencari tahu siapa yang bertanggung jawab atas ini."Aris memperhatikan suasana tegang di ruangan. Ia tahu bahwa pengkhianatan ini dapat merusak kepercayaan di antara mereka.---Penyelidikan DimulaiVictor membentuk tim kecil untuk menyelidiki kemungkinan adanya mata-mata di dalam kelompok mereka. Aris, Andre, dan Lina dipercaya untuk memimpin investigasi."Kita mulai dari siapa saja yang memiliki akses ke data penting," kata Victor. "Cari tahu siapa yang terakhir kali menggunakan sistem komunikasi kita."Andre menambahkan, "Kita juga perlu memeriksa semua orang yang berada di dekat lokasi kejadian saat seran
Mentor Victor, pria tua yang dikenal dengan nama sandi Sang Rubah, mulai mempelajari situasi yang dihadapi oleh tim Victor. Ia meminta semua informasi terbaru mengenai Raven Syndicate, termasuk pola serangan mereka, struktur organisasi, dan segala data yang berhasil dikumpulkan."Raven Syndicate bukan hanya organisasi kriminal," kata Sang Rubah dengan nada serius. "Mereka adalah ahli dalam permainan psikologi. Mereka memanipulasi musuh untuk bertindak tergesa-gesa, kemudian menghancurkannya perlahan-lahan."Victor mengangguk. "Kami menyadari itu. Tapi kali ini, kami tidak akan membiarkan mereka memimpin permainan."Sang Rubah tersenyum kecil. "Bagus. Kalau begitu, kita harus memulai dengan serangan balik yang tidak mereka duga."---Misi RahasiaSang Rubah menyusun strategi yang melibatkan infiltrasi ke salah satu lokasi operasi kecil Raven Syndicate. Aris dan Andre ditugaskan untuk memimpin misi ini, dengan dukungan beberapa anggota terpercaya."Kalian harus bergerak tanpa terdeteksi
Sementara itu, Victor menerima informasi penting dari salah satu informannya. Kelompok yang menyerang mereka dikenal sebagai Raven Syndicate, sebuah organisasi kriminal besar yang sudah lama mengincar wilayah Victor."Mereka tidak hanya ingin menghancurkan kita," kata Victor kepada Andre. "Mereka ingin mengambil alih seluruh jaringan kita."Andre menghela napas panjang. "Kalau begitu, kita harus bersiap menghadapi perang yang lebih besar."Victor mengangguk. "Tapi pertama-tama, kita harus memastikan Aris dan yang lain selamat."---Pengepungan di Tengah MalamMalam itu, situasi semakin tegang. Aris, Andre, dan beberapa anggota lainnya tetap berjaga di markas yang tersisa. Mereka tahu bahwa serangan berikutnya bisa datang kapan saja.Saat tengah malam, suara kendaraan mendekat membuat semua orang siaga. Aris memegang senjatanya erat-erat, bersiap menghadapi apa pun yang datang.Victor memberikan instruksi melalui radio, "Tetap di posisimu. Jangan bertindak gegabah."Namun, apa yang mer