Akhirnya Nana pulang tanpa ikut bermain game. Dia hanya memperhatikan Sandy bermain dengan serunya sembari sesekali mengajak Rion bercerita.
Lelah memang, tapi jika mengingat setiap emosi yang diperlihatkan oleh Sandy, semuanya terbayar lunas, bahkan lebih. Teringat seperti momen waktu masih SMP yang selalu dia rindukan.Pagi menyapa Nana, setelah menyelesaikan tugas sekolahnya lebih cepat, dia langsung tertidur tanpa sempat menikmati siaran tv ataupun update grup kelasnya. "Gimana tidurmu semalam? Pasti menyenangkan?" Tanya Rion ketika dia melihat Nana sudah duduk dengan rapi dalam kelasnya."Ya, langsung tertidur tanpa bermimpi saking capeknya." Nana menghembuskan nafas kasar."Gak ada mimpi pasal kejadian kemarin?""Kemarin kalian ngapain?" Rahma langsung masuk diantara cerita mereka tanpa permisi."Kemarin itu...""Jangan ngomong apa-apa, dia ember." Bisik Nana setelah menutup mulut Rion secepat mungkin."Kemarin?""Kemarin gak ada apa-apa kok," Jawab Nana tanpa melepas tangannya dari mulut Rion sampai tangannya terasa basah, "Kamu ngapain Yon?"Rion hanya tersenyum menjawab pertanyaan Nana sembari memainkan alisnya naik turun."Ya sudahlah, pasangan mesra, kirain ada yang seru. Yuk upacara, bel udah bunyi tuh." Ajak Rahma lalu meninggalkan mereka berdua."Yuk Na, kita ikutan,""Tapi tadi ngapain kau jilatin tanganku sih?" Nana menatap Sandy bingung.
"Aku gak bisa nafas kau tutupin gitu mulut dan hidungku, ngomong juga percuma, ya udah, kujilatin." Rion tersenyum cengengesan yang membuat Nana menatapnya dengan pandangan aneh.
*Bel istirahat pertama berbunyi, membuat beberapa orang bersorak senang karena akhirnya otak mereka bisa beristirahat sejenak. "Na, kau beneran suka sama Sandy ya?""Masih bertanya?" "Ya, maksudnya kan kok bisa sih kau suka. dari segimananya coba?" Rion ingin memperjelas alasan kenapa Nana menyukai Sandy.Selain otaknya encer dan terlihat begitu manis ketika tersenyum, tak ada daya tarik lain, bahkan lelaki yang mebyandang predikat nomor satubterpuntar disekolahnya itu benar-benar terlalh angkuh, bahkan tak ada satupun wanita yang pernah dia terima sebagai pacarnya, tak bisa mengajari dan bahkan beberapa kali dia mengetahui jika Sandy tak akan pernah mengajari siapapun. Untuk tampangnya pun terluhat pas-pasan.
"Sial, yang itu bikin bingung. Dari segi mana yah?""Udah ah, lama. Yuk ke kantin." akhirnya Rion mengalah untuk menunggu jawaban yang sepertinya takkan bisa dia dapatkan."Aku bawa bekal, mau berhemat dulu untuk sementara." ucap Nana kemudian mengeluarkan box berwarna biru beserta botol minum berwarna ungu."Wah, lengkap. Ya udah, tungguin yah, aku beli makanan trus sama-sama makan disini." Rion langsung berlari meninggalkan Nana yang masih menatapnya bingung."Aku udah bawa nih, makan yuk." Ucap Rion sesaat setelah dia kembali dari kantin.Ada beberapa roti, air mineral, dan teh dalam kemasan yang dia bawa. Sesekali dia mencomot makanan yang ada dalam kotak bekal Nana."Makananmu enak banget deh. Kau buat sendiri?" Tanya Rion ketika keduanya telah selesai menikmati makanan masing-masing."Ya, kurang lebih, soalnya gak enak kalo ngerepotin nenek.""Sederhana sih, tapi bikin kangen. kapan-kapan buatin aku juga yah." Rion menatap Nana penuh harap."Kau bayar berapa buat bekalnya?""Sepuluh ribu?"Rion tertawa renyah, untuk ukuran yang seperti milik Nana, harga tersebut cukup mahal, tapi jika menilai rasa, tidak ada yang salah, bahkan termasuk murah."Baiklah, nanti aku pesan deh. By the way, mau kutawari kerja gak?""Kerja? Apaan?" Nana ragu. Terlalu banyak cerita kejahatan yang dia baca yang menyangkut tentang penawaran kerja pada awalnya, namun merugikan di akhir."Model?""Model apa? Jangan yang aneh-aneh ya, aku gak suka yang aneh." Nana cukup menyukai Rion, tapi tawaran menjadi model cukup meragukan mengingat terlalu banyak hal buruk yang terjadi dalam dunia permodelan yang selama ini dia ketahui melalui publik."Gak kok. Model biasa aja, pose depen kamera, cekrek, udah, gitu doang."*Nana menyetujui tawaran Rion, dan disinilah dia sekarang, menunggu di ruang tamu setelah disapa oleh saudara perempuan si kembar.Dan Rion serta Leon muncul bersamaan. tanpa kacamata yang bertengger di wajahnya, membuat keduanya terlihat bak pinang di belah dua, tak ada beda sama sekali."Cara kerja dan honornya akan dijelasin ama kakak aku yah Na." Ucap Rion kemudian menyerahkan sebuah map berisi beberapa lembar kertas yang su
"Kalian ini, bisa gak sih dipisahin barang sebentar aja, lima menit gitu?" Seorang perempuan dengan rambut dikuncir dan membawa selembar kertas bertanya pada keduanya.Rion dan Nana saling berpandangan seakan sedang bertelepati, beberapa kali keduanya mengerutkan kening dan menggeleng, namun di menit berikutnya setelah gadis itu bosan menunggu jawaban, akhirnya keduanya kompak untuk mengatakan tidak lalu memberikannya tawa dan tos."Sudah kuduga. Tapi sayangnya kalian memang harus pisah, kelompok yang baru diberikan Bu Erna bilang gitu." Ucap perempuan itu lagi.Teman sekelasnya memberikan secarik kertas kemudian meninggalkan mereka berdua menuju papan tulis untuk mengumumkan kelompok tersebut."Pisah Rin." Wajah Nana terlihat sedih dan mengerucutkan bibirnya tanda tak terima."Iya nih, ya mau gimana lagi lah, guru yang nentuin." Rion hanya terlihat santai dan mengangkat bahunya, pasrah.
Hari yang ditunggu Nana akhirnya tiba, hari sabtu. Hari yang dijanjikan oleh Rion bahwa akan membuat Sandy terpesona dengannya."Karena hari ini spesial, kakakku Marina yang akan memoles wajahmu." Rion berkata dengan wajah bersinar."Gak akan menor kan?" Nana tak terlalu yakin dengan keputusannya kali ini, mengingat dandanan Marina selalu saja tampak mencolok di matanya."Meragukan kemampuanku ya Na?" Marina menjawab pertanyaan Nana dengan pertanyaan.Marina mengajak Nana mengikutinya, melangkah masuk ke dalam kamar kakak perempuan Rion. Gaya minimalis, dengan meja yang penuh dengan alat-alat make up serta cermin yang lumayan besar dan terpasang beberapa bohlam yang bersinar dengan terangnya."Duduk Nana."Nana mengikuti perintah Marina untuk duduk dan Marina pun mulai menjalankan sesuatu yang paling disukainya, memoles wajah perempuan menjadi cantik dan bers
"Sempurna seperti biasa kak," Ucap Rion dengan jempol dan rona yang masih bertahan di wajahnya, "Yuk, temui Leon." lanjut Rion lagi.Nana hanya mengangguk kemudian menyusul Rion di belakangnya, menuju lantai tiga. Kamar kakaknya berada di lantai dua, bersama dengan kamar kedua orang tua Rion."Bro, kita udah siap nih, yuk ke bawah!" Teriak Rion dari balik pintu, sengaja menggoda saudara kembarnya untuk bisa segera bertemu dengan Nana yang sudah di make over oleh kakak mereka."Iya, bentar. Masih siapin kamera dan perangkatnya nih. Kamu sini kek, bantuin bawa!" Perintah Leon yang tak membuka pintu, hanya menjawab tanpa melihat ke arah sumber suara, dan terus sibuk merapikan alat - alat yang berhamburan.Akhirnya Rion menyerah, dia membuka pintu untuk membantu saudara kembarnya merapikan alat yang semalam di cek kondisinya dan tak sempat di rapikan kembali."Na, kamu bi
Ketika Sedang berfoto setelah beberapa kali take, Sandy dan Taufik muncul. Leon tak menghiraukan mereka dan melanjutkan untuk memfoto keduanya.Sandy dan Taufik begitu memperhatikan Rion dan Nana yang terlihat seperti pasangan sejati, saling bergandengan tangan dan menatap, membuat keduanya memiliki chemistry yang begitu kuat. Beberapa kali mereka merubah gaya, namun tetap saja, seakan keduanya memang pasangan sejati yang diciptakan dari tulang rusuk yang sama."Break!"Teriakan Leon membuat Nana menghembuskan nafas lega, disambut tawa hangat dari Rion yang memperhatikannya."Kenapa, Na? Tumben banget bernafas berat, kayak lagi banyak beban aja." Celetuk Rion menggoda Nana yang tidak biasanya."Akhirnya, pose tadi berat banget, tau gak sih? Mana harus mandang Rion kayak lagi liatin orang yang paling disuka.""Kau gak suka padaku Na?" Rion
Taufik hampir setiap hari datang ke kelasnya setelah hari itu. Mengajaknya bercerita, dan bahkan terkadang membawa cemilan untuk dirinya dan untuk NanaDan itu sangat mengganggu bagi Rion, terutama Nana. Karena dia tak bisa leluasa bercerita atau bercengkrama bersama Nana seperti biasanya. Taufik selalu saja muncul seperti setan yang tak di harapkan, lalu mencampuri cerita apa saja yang sedang mereka ceritakan."Rin, lama-lama aku jadi benci banget sama kehadiran Taufik, tau gak sih? Udah kelewatan gangguinnya." Nana melipat tangannya di dada dan menekuk wajahnya.Rion tertawa cukup keras, walau harus dia akui kalau Taufik memang mengganggu belakangan ini."Itu bukti kalau kau emang mempesona hari itu, coba kalau make overmu dipakai ke sekolah?" Rion mencoba menyemangati Nana dengan melihat sisi positif dari tingkah Taufik.Tawaran Rion membuat fikiran Nana melanglang
"Betul banget kak." Jawab Rion dengan riang.Marina membisikkan sesuatu yang hanya Nana dan Marina yang bisa dengar, bahkan Rion yang berada tepat di samping Nana pun tak mendengarnya."Oke kak, dengan senang hati." Nana langsung memperlihatkan jempol dan senyuman terbaiknya yang membuat Marina langsung bergegas keluar ruangan tersebut."Dibisikin apa sih?" Rion penasaran tentu saja, namun Nana hanya tersenyum menjawab pertanyaan Rion lalu kembali menekuri buku di hadapannya.Rion dan Leon hanya menghela nafas pasrah, percuma juga dia memaksa, karena tak mungkin Nana akan mengatakan sesuatu yang rahasia. Butuh lebaran monyet untuk itu.Rion pun ikut kembali menekuri soal-soal seperti yang dilakukan Nana."Bro, ngelamun aja, udah mutusin hadiahnya apa?" Taufik menepuk pundak Sandy yang sedang melamunkan sesuatu.Mendengar kata hadiah dari Taufik, me
Dan seketika mereka menjadi pusat perhatian ketika melewati gerbang sekolah. Setiap mata menatap mereka walau hanya sekedar ingin mengetahui siapa yang lewat."Rin, jagain tuh princess hari ini, dia pasti bakalan banyak yang gangguin." Ucap Leon ketika sudah berada di depan kelasnya."Nana!" Teriak Taufik ketika melihat Nana singgah di depan kelasnya. Dia segera berlari ke arah pintu."Ya ampun," Nana langsung bersembunyi di belakang Rion dan memegang bajunya erat ketika melihat Taufik dari balik tubuh Leon."Ya ampun, cantik banget, kalo kayak gini tiap hari bakalan bantu ngedonkrak nilaiku, soalnya makin semangat. San, liat deh, Nana secantik hari itu." Taufik cukup histeris dan ribut sehingga beberapa anak - anak lain juga penasaran dengan apa yang di teriakkan oleh lelaki cerewet satu itu.Sandy hanya menoleh sepintas dan tersenyum, lalu kembali bercerita dengan yang lain, seakan tak memiliki minat apapun. Padahal dia b
"Aku pakaikan eyeshadow ala korea yah. Kamu ntar pelajari lewat video, banyak kok tutorialnya. Ini gak bakalan terlihat menor juga, malah kayak kesannya natural banget, cerah."Marina memoles eyeshadow berwarna peach, menggunakan eyeliner, dan mascara, dan memoles lipstik yang warnanya sedikit lebih cerah dibanding warna bibir Nana.Lalu menggunakan bedak tabur memakai kuas tebal. Dan sentuhan akhirnya, dia menyemprotkan fixing spray mist."Udah. Kamu udah siap. Yuk kebawah." Ucap Marina.Dia melirik jam. Setengah tujuh pagi. Dia akan mandi jam tujuh nanti, dan bersiap ke kantor."Wah, cantik! Kalau tiap hari kayak gini, Amanda gak bakalan bisa bersaing denganmu." Ucap Rion yang kini sedang mengunyah nasi gorengnya. Mama Rion sedang mengoles selai coklat di roti tawar, dan menaruhnya di piring setelah melipatnya."Hai, cantik. Yuk gabung sarapan." Ucap Rosa dengan wajah sumringah.
Alaram ponsel Nana menyala tepat ketika jam menunjukkan pukul empat pagi. Dengan segera dia memaksa dirinya bangun, dan mulai melakukan kegiatan membersihkan rumah. Menyapu, mengepel, dan memeriksa isi kulkas."Ah, sial! Lupa belanja bahan." Keluh Nana.Dia ingin membuat bekal dan sarapan, tapi bahannya sudah jauh dari kata cukup, dan kemarin dia lupa membeli ketika pulang dari tempat Rion.Dan ketika tiba dirumah, dia malah sibuk memperhatikan barang-barang yang dibeli oleh Marina dan akhirnya malah melupakan waktu belanjaannya untuk membuat bekal pesanan Rion."Hah... Maaf Rion, sepertinya hari ini gak bisa bawain kamu bekal." Nana menatap pasrah kulkas tersebut dan menutupnya dengan berat hati. Walau dibuka tutup berulang kali pun, isinya tak akan berubah, tetap sama.Dan akhirnya, dia hanya memasak nasi goreng dan telur ceplok.Setelah mandi dan bersiap, waktu menunjukkan pukul lima pagi.
"Aku tau kau menyukai warna tadi, tapi kau tak bisa menggunakannya sekarang, cukup kau pakai milikku atau yg sudah disediakan Rion. Benda-benda dalam kantong yang sedang kamu bawa itu adalah kebutuhan harianmu." Marina menjelaskan ketika sudah berada di dalam mobil. "Tapi kok sampai di traktir sih kak? Ini kan aku jadi gak enak, kesannya malah kayak manfaatin kebaikan kak Mary tau gak sih?" "Gak apa kali Na, duit segitu mah receh, lagian juga itu untuk perkenalan. Bagusnya sih kalau langsung ke dokter spesialis kulit kayak aku sekarang, tapi gak apa deh, pakai produk ringan aja dulu." Celoteh Marina panjang lebar. "Iyah kak, aku ngikutin saran expert saja." "Lapar nih Na, kita singgah di TruExpo yang di depan itu yah." Dan Marina langsung memarkir mobilnya dan membawanya ke lantai tiga. Lantai satu dijadikan tempat parkir untuk para pengunjung, sementara lantai dua adalah supermarket.Tempat makannya beragam, dengan mini
"Kamu masih menyukai Sandy?" Tanya Rion ketika baru saja mendaratkan pantatnya di kursi. "Aku masih menyukainya Rin, perasaan ini masih sangat kuat." Nana menjawab tanpa menatap Rion, takut airmatanya tumpah lagi. "Tapi dia selalu menyakitimu Na, bahkan kemarin, dengan santainya dia menggenggam tangan murid baru itu, bahkan dengan sukarela mengajukan diri mengantarnya pulang, padahal ada Taufik yang juga ingin mengantarnya. Sementara kamu malah disuruh jalan. Itu gak adil Nana!" Kali ini Rion sedikit meninggikan suaranya, beruntung hanya mereka berdua yang ada dalam kelas pagi itu, beberapa siswa yang sudah datang memilih menghabiskan waktu diluar kelas. "Sandy itu orang baik Rin, dia hanya ingin mengantarnya karena disini hanya dia yang dipercaya oleh keluarga Amanda." Nana masih berusaba berfikir positif, walau pikiran buruk memang sudah menanggapi sejak awal. "Argh! Aku gak peduli! Bela aja terus pangeranmu." Dan t
"Kamu kenapa Rin?" Leon mencegat Rion di pintu ketika melihat saudara kembarnya itu terlihat begitu marah."Gak usah urusin aku kali ini kak." Rion menghempaskan cengkraman tangan Leon dan melangkah dengan penuh tekanan."Saudaramu kenapa tuh?" Tanya Sandy ketika Leon sudah duduk di sampingnya. Amanda dia suruh pindah ke belakang."Biar kutebak. Kau habis chit chat seru sampe cekikikan dengan murid baru ini kan?""Kok tau?" Sandy menatap Leon heran."Karena salah satu alasan yang membuat Rion tak bisa menahan amarahnya adalah membuat Nana menangis. Dan kuyakin, Nana sedang menangis sekarang." Leon masih sibuk dengan buku di hadapannya."Kok bisa gitu?""Karena kamu ketahuan selingkuh, Sandy! Dasar, rumus sekolah doang dimengerti. Ilmu cinta kosong.""Tapi kenapa harus menangis?" Sandy mencoba menggali fakta, apakah Nana membocorkan rahasia mereka atau tidak.
Hari ini mereka kedatangan murid baru, seseorang yang membuat Nana cukup iri padanya.Gadis cantik, putih dan terlihat mempesona dengan riasan diwajahnya itu sukses membuat beberapa lelaki di dalam kelasnya langsung terpana dan mengerubungi gadis tersebut ketika istirahat sedang berlangsung."Nana, mau ke kantin atau makan disini?""Makan disini deh, bisa berhemat dikit.""Astaga, tabunganmu masih belum cukup?""Udah cukup kok. Malah udah kebeli."Rion menatapnya penuh tanya, wajahnya seakan membuat tanda tanya besar."Seriusan deh, kamu beli apaan?"Nana mengeluarkan sesuatu dari tasnya."Oh, ipad apple toh.""Aku dapet murah, kebetulan ada diskon, dan uang yang kutabung pas dengan harganya, ya masih ada lebih ya dikit sih.""Kamu kok gak bilang, kamu dapet harga berapaan?""Main di angka delapan belas." Nana menundukkan wajahnya, dia malu untu
"Apa harus?""Entah, aku hanya sedang bimbang dengan banyak hal, tidak tau bagaimana mrmecahkan semuanya satu-satu.""Tapi kan Sandy itu jenius, soal apapun bisa dijawab tanpa perlu repot nyari rumus atau jalannya, pasti betul."Sandy malah tertawa mendengar Nana memujinya."Aku dan si kembar tak beda jauh kok, hanya saja, daya ingatku lebih baik dari mereka. Dan kalimatku itu tidak membantu menyelesaikan apa yang kukatakan sebelumnya.Nana mendekati Sandy, bersandar dipundaknya."San, emang gak boleh bilang ke sikembar kalo kita pacaran? Aku selalu bingung bagaimana harus beralasan setiap kali mereka bertanya padaku.""Jangan di kasih tau dulu yah. Aku gak mau ada orang lain tau. Setidaknya bukan sekarang." Sandy mengusap kepala Nana yang sedang bersandar di bahunya.Dan Nana paling suka kepalanya diusap, dia akan langsung tertidur jika ada orang lain yang melakukannya."N
Beberapa hari telah berlalu semenjak insiden tersebut. Pada akhirnya, Nana tak menerima permintaan Leon walau dibayar dua kali lipat, karena alasan yang di ungkapkan Rion juga ada benarnya, dia akan semakin kesulitan dengan jadwalnya, sehingga harus bangun lebih awal dan harus bisa juga membuat dia bangun lebih pagi. Dan Sandy masih penasaran dengan orang yang memasak bekal keduanya.Walau tak sesering sebelumnya, tapi dia tetap menanyakan sang pembuat bekal. Nana baru sampai rumah setelah diantar oleh Rion. Hari ini dia tak memiliki jadwal pemotretan, dan sebentar sore dia akan latihan basket seperti biasanya. Sebuah deringan menandakan ada pesan masuk di ponsel Nana. Dia segera membuka pesan yang masuk. [Besok minggu, ayo keluar jogging] Sandy mengirim sebuah pesan. [Besok pagi kita latihan basket, San. Kamu lupa?] Nana mengetik dengan lincah pada ponsel model ketupat tersebut. [Sore?] Balasan
"Nana, harusnya tadi kamu melihat bagaimana kecewanya Sandy setelah bermohon dengan sangat untuk mengetahui siapa yang buat. Bisa kamu bayangkan reaksinya jika dia tau kalau kamulah yang memasak bekal selama ini?" Ucap Rion dengan nada menggebu-gebu."Oh, ngomong tentang bekal, aku juga penasaran, memangnya seenak apa makanan yang kau buat?" Kini Leon yang sedang memilah foto berhenti dari kegiatan dan menatap keduanya yang sedang bermain game."Nana, kamu mau masak gak buat kita?" Tanya Rion"Tante?""Mama lagi keluar, malam baru balik. Kak Mary lagi liburan ama tunangannya." Leon menjawab dengan cepat, mendahului Rion yang ingin menjawab."Jadi gimana? Mau masak makan sore untuk kami?"Nana tersenyum dan meninggalkan keduanya, menuju dapur. Salah satu ruangan yang tak pernah dia injak, karena memang Nana hanya melenggang di sekitar kamar si kembar dan ruangan umum lainnya, dan sekali dua ka