Akibat dari kekacauan tersebut, Nana, Leon, Rion, Sandy, dan Taufik dihukum membersihkan lapangan basket selama seminggu. Tentu saja membuat Sandy menggerutu karena dia tak ada niatan sama sekali untuk ikut dalam huru hara tersebut.
Tapi Nana tak peduli dengan hukumannya, bahkan dia terlihat seperti zombie dalam setiap aktivitasnya. Kalimat yang dilontarkan Sandy hari itu membuat Nana tak semangat, bahkan mengabaikan permintaan Marina untuk di rias kembali di hari ulang tahunnya.Rion semakin pusing, karena Nana tak sesemangat hari biasa ketika bercerita. semuanya hanya ditanggapi dengan 3 kata, ya, tidak, mungkin, hanya kata itu, selebihnya dia memilih menelungkupkan kepalanya selama waktu istirahat.Sepulang sekolah dan melakukan beberapa pemotretan, dikamar si kembar, Rion sedang berbaring di atas ranjang sementara Leon sedang asyik dengan laptopnya. Nana sendiri memilih berbaring di samping Rion untuk beristirahat"Pelit amat sih Na?""Gak mau Rin? ya udah, gak apa sih, bisa lebih hemat lagi kalau gitu.""Ya nggak lah, maksudnya yang elit dikit gitu, kan kamunya udah beberapa kali gajian.""Aku lagi nabung Rin, ada hal yang pingin banget aku beli. Dan uangnya masih jauh dari kata cukup."Rion kembali menghela nafasnya berat.*Ujian semester pertama baru saja selesai. Karena Rion dan Leon adalah murid pindahan, mereka di tempatkan di satu kelas dimana semua isinya adalah murid pindahan."Akhirnya selesai. Males banget sih, gak bisa barengan pas ujian." Rion mengeluh ketika pulang dari sekolah. Kini, mereka sedang berada di kamarnya, bersama Leon dan Nana."Kamu gak dicariin Na?" Leon memilih mengabaikan gerutuan saudara kembarn
Nana masih menguap beberapa kali ketika sudah melewati gerbang sekolah. Semalam dia menemani Rion chat sampai ketiduran, Rion tak mengizinkannya beranjak ke alam mimpi. Dan akhirnya sekarang dia tak bersemangat untuk mengawali semester baru.Andai omnya tak membangunkannya dengan cara ekstrim, mungkin dia tak akan masuk di jam pertama, atau paling buruk, dia masuk di jam kedua karena menunggu jam pertama selesai lalu memanjat pagar seperti beberapa temannya yang sering terlambat."Pagi, Nana." Rion menyapa Nana setelah menguap beberapa kali sembari menggaruk kepalanya. Rion yang biasanya sedikit rapih sekarang sangat berantakan, bahkan rambutnya pun terlihat acak-acakan seperti baru saja bangun tidur.Nana tak merespon, karena dia benar-benar mengantuk dan masih membutuhkan tidur lebih."Hei, kalian berdua! Ini masih pagi, ayo upacara!" Rahma, ketua kelas mereka menggebrak meja yang membuat Nana dan Rion kaget, bahk
Nana mendapatkan sebuah pesan dari seseorang. Tanpa tanda pengenal atau apapun, hanya mengatakan hai, dan tak lebih dari itu. Dia sudah bertanya, namun sudah beberapa hari dia tak mendapat balasan pesan."Kurang ajar!" Ucap Nana dengan nada meninggi dan disertai amarah, membuat Rion yang ada disampingnya terkejut."Kamu kenapa lagi sih?""Tau nomor ini gak sih?" Nana memberikan ponselnya untuk memperlihatkan nomor yang sudah mengganggunya beberapa hari terakhir.Rion meraih ponsel Nana dan mengetik secara cepat nomor tersebut. Tapi tak ada nama yang muncul."Aku akan coba di ponsel Leon, mungkin saja dia punya." Rion memberikan ponsel Nana dan menyimpan ponselnya setelah merubah deringnya menjadi mode getar. Dia sudah pernah terkena amukan dari gurunya karena di tengah pelajaran, ponselnya berdering keras dan membuatnya diusir dari dalam kelas selama jam pelajaran guru tersebut.*Nana masih uring-uringan dengan nomor ponsel yang mengi
Nana bertanya-tanya, kenapa dia mengiriminya pesan dan hanya mengatakan hal tersebut?"Berikutnya apa yang akan kau lakukan?"Nana menggeleng dan membiarkan apapun terjadi, terjadilah.setidaknya dia sudah tahu dan dia tak perlu memperdulikan hal tersebut lagi.Nana mengajak Rion ke kantin, mentraktir walau hanya roti dan teh kemasan.*Siang itu, beberapa senior memasuki kelas mereka, mereka berseragam basket, lengkap dengan sepatu ratusan ribu dan beberapa atribut yang sering dipakai oleh pemain basket nasional. Mereka memperkenalkan beberapa pemain andalan laki-laki dan perempuan serta beberapa chearleader, wanita cantik dengan makeup yang ikut dengan mereka."Kau ikut Rin?""Dimanapun kau pergi, aku ikut." Jawab Rion dengan antusias, membuat Nana menampakkan wajah masamnya."Bukan itu maksudnya Rin, basket ini. Aku kayaknya tertarik deh," ucap Nana menimbang-nimbang.Dan pada akhirnya, keduanya mendaftarkan
Nana berjalan gontai kelasnya pagi itu. Dia masih lelah dengan semua aktifitas dalam beberapa bulan terakhir, belum lagi dia sangat ingin menjadi lebih baik dari sekarang, tapi perjalanannya cukup melelahkan. Mengalahkan lelahnya jadwal padat yag diberikan Leon selama seminggu."Lesu banget sih na? Ada masalah lagi dengan Sandy?""Bukan masalah Sandy, aku bahkan lupa dengan manusia satu itu saking capeknya dengan semua kegiatan." Nana mendesah berat, dia menjatuhkan pantatnya ke kursi dengan cukup keras."Kau harus belajar berdamai dan menerima semuanya dengan tenang Nana, jika tidak kau akan lebih sulit ke depannya." Rion mencoba menyemangati Nana."Kau benar Rin, kedepan pasti lebih sulit lagi, tapi ini berat!" Nana memilih menyandarkan kepalanya pada meja yang begitu menggoda di depannya."Semangat Nana!"Di jam istirahat pertama, Nana mengajak Rion menuju perpustakaan, target masuk di kelas ipa 1 masih menjadi prioritasnya di atas apapun, sehi
Nana sudah mulai terbiasa setelah seminggu menerima keadaan dengan susah payah, dan Rion harus terus berusaha tiap hari menyemangati Nana agar tak menyerah dengan semua hal dan terus berusaha bekerja keras. Tak ada yang mudah dengan perjuangan, namun hasilnya tak pernah mengecewakan. Nana bukan si jenius seperti Sandy, sehingga dia harus benar-benar berusaha keras jika ingin mengejar jenius satu itu."Nanti sore kamu siap kan?" Tanya Leon ketika mereka sedang berjalan pulang ke arah rumah mereka masing-masing."Akan ku usahakan!" ucap Nana dengan penuh semangat.Mendengar kalimat yang penuh percaya diri dan bersemangat Nana membuat si kembar merasa bahagia dan ikut bersemangat. Akhirnya, pekerja wanita mereka kembali seperti hari-hari sebelumnya.Dan setidaknya Leon tak perlu memutar otak lebih banyak agar bisa memberikan Rion solusi untuk kegundahan Nana. Karena rasa tak nyaman Nana seperti bola ber
Nana akhirnya mulai bisa mengatur sedikit demi sedikit jadwal sekolahnya sehingga dia tak kewalahan seperti sebelumnya.Kalimat Sandy bahwa kedua keluarganya berseteru cukup lama membuatnya sedikit bingung. Setahunya, Sandy bukanlah bagian dari keluarganya, lalu mengapa dia bilang dua keluarga?Dan itu mengambil sedikit wilayah yang melekat di ingatannya.Padahal dia harus berkonsentrasi agar bisa memaksimalkan kerja otak dan tenaganya untuk ujian minggu depan."Nana, kamu kenapa lagi sih, mendekati ujian bukannya rileks malah tegang gitu." Rion cukup gusar dengan Nana yang sering berfikiran kosong akhir-akhir itu. Kan tak lucu jika Nana kesurupan. Membayangkan Nana teriak - teriak gak jelas dengan menggunakan bahasa orang yang tak dimengerti siapapun, tak bisa dibayangkan oleh Rion lebih jauh lagi karena dia tak ingin Nana kesakitan pada akhirnya."Rin, sejujurnya, waktu Sandy menjawab pertanyaanmu, aku sudah terbangun. Dan itu menggangg
"Kesempatanku hilang Len." Rion berbicara dengan nada lemah, membuat Leon iba dengan saudara kembarnya itu."Kesempatanmu tetap ada Rin! Yakin aja." Leon memberi semangat pada saudara kembar yang berbeda beberapa menit itu.Menjadi anak kembar membuatnya selalu berbagi apapun dalam hidupnya, dan terkadang membuat Leon cukup kesulitan.Leon tak pernah bisa menang jika menyangkut karisma pada Rion. Karena saudara kembarnya itu selalu akan bersinar secerah matahari pagi dan dia hanyalah rembulan yang disukai serigala.Sorenya, Nana sudah sedikit dipoles oleh Rion dan bersiap untuk mengambil beberapa foto sendiri."Na, sini deh, ada beberapa foto yang harus kamu lihat dulu. Contohnya yang diminta pihak brand dikirim tadi siang." Leon memanggil Nana yang sedang bersiap dan bercerita dengan Rion.Nana cukup kaget dengan beberapa pose seakan dia
"Aku pakaikan eyeshadow ala korea yah. Kamu ntar pelajari lewat video, banyak kok tutorialnya. Ini gak bakalan terlihat menor juga, malah kayak kesannya natural banget, cerah."Marina memoles eyeshadow berwarna peach, menggunakan eyeliner, dan mascara, dan memoles lipstik yang warnanya sedikit lebih cerah dibanding warna bibir Nana.Lalu menggunakan bedak tabur memakai kuas tebal. Dan sentuhan akhirnya, dia menyemprotkan fixing spray mist."Udah. Kamu udah siap. Yuk kebawah." Ucap Marina.Dia melirik jam. Setengah tujuh pagi. Dia akan mandi jam tujuh nanti, dan bersiap ke kantor."Wah, cantik! Kalau tiap hari kayak gini, Amanda gak bakalan bisa bersaing denganmu." Ucap Rion yang kini sedang mengunyah nasi gorengnya. Mama Rion sedang mengoles selai coklat di roti tawar, dan menaruhnya di piring setelah melipatnya."Hai, cantik. Yuk gabung sarapan." Ucap Rosa dengan wajah sumringah.
Alaram ponsel Nana menyala tepat ketika jam menunjukkan pukul empat pagi. Dengan segera dia memaksa dirinya bangun, dan mulai melakukan kegiatan membersihkan rumah. Menyapu, mengepel, dan memeriksa isi kulkas."Ah, sial! Lupa belanja bahan." Keluh Nana.Dia ingin membuat bekal dan sarapan, tapi bahannya sudah jauh dari kata cukup, dan kemarin dia lupa membeli ketika pulang dari tempat Rion.Dan ketika tiba dirumah, dia malah sibuk memperhatikan barang-barang yang dibeli oleh Marina dan akhirnya malah melupakan waktu belanjaannya untuk membuat bekal pesanan Rion."Hah... Maaf Rion, sepertinya hari ini gak bisa bawain kamu bekal." Nana menatap pasrah kulkas tersebut dan menutupnya dengan berat hati. Walau dibuka tutup berulang kali pun, isinya tak akan berubah, tetap sama.Dan akhirnya, dia hanya memasak nasi goreng dan telur ceplok.Setelah mandi dan bersiap, waktu menunjukkan pukul lima pagi.
"Aku tau kau menyukai warna tadi, tapi kau tak bisa menggunakannya sekarang, cukup kau pakai milikku atau yg sudah disediakan Rion. Benda-benda dalam kantong yang sedang kamu bawa itu adalah kebutuhan harianmu." Marina menjelaskan ketika sudah berada di dalam mobil. "Tapi kok sampai di traktir sih kak? Ini kan aku jadi gak enak, kesannya malah kayak manfaatin kebaikan kak Mary tau gak sih?" "Gak apa kali Na, duit segitu mah receh, lagian juga itu untuk perkenalan. Bagusnya sih kalau langsung ke dokter spesialis kulit kayak aku sekarang, tapi gak apa deh, pakai produk ringan aja dulu." Celoteh Marina panjang lebar. "Iyah kak, aku ngikutin saran expert saja." "Lapar nih Na, kita singgah di TruExpo yang di depan itu yah." Dan Marina langsung memarkir mobilnya dan membawanya ke lantai tiga. Lantai satu dijadikan tempat parkir untuk para pengunjung, sementara lantai dua adalah supermarket.Tempat makannya beragam, dengan mini
"Kamu masih menyukai Sandy?" Tanya Rion ketika baru saja mendaratkan pantatnya di kursi. "Aku masih menyukainya Rin, perasaan ini masih sangat kuat." Nana menjawab tanpa menatap Rion, takut airmatanya tumpah lagi. "Tapi dia selalu menyakitimu Na, bahkan kemarin, dengan santainya dia menggenggam tangan murid baru itu, bahkan dengan sukarela mengajukan diri mengantarnya pulang, padahal ada Taufik yang juga ingin mengantarnya. Sementara kamu malah disuruh jalan. Itu gak adil Nana!" Kali ini Rion sedikit meninggikan suaranya, beruntung hanya mereka berdua yang ada dalam kelas pagi itu, beberapa siswa yang sudah datang memilih menghabiskan waktu diluar kelas. "Sandy itu orang baik Rin, dia hanya ingin mengantarnya karena disini hanya dia yang dipercaya oleh keluarga Amanda." Nana masih berusaba berfikir positif, walau pikiran buruk memang sudah menanggapi sejak awal. "Argh! Aku gak peduli! Bela aja terus pangeranmu." Dan t
"Kamu kenapa Rin?" Leon mencegat Rion di pintu ketika melihat saudara kembarnya itu terlihat begitu marah."Gak usah urusin aku kali ini kak." Rion menghempaskan cengkraman tangan Leon dan melangkah dengan penuh tekanan."Saudaramu kenapa tuh?" Tanya Sandy ketika Leon sudah duduk di sampingnya. Amanda dia suruh pindah ke belakang."Biar kutebak. Kau habis chit chat seru sampe cekikikan dengan murid baru ini kan?""Kok tau?" Sandy menatap Leon heran."Karena salah satu alasan yang membuat Rion tak bisa menahan amarahnya adalah membuat Nana menangis. Dan kuyakin, Nana sedang menangis sekarang." Leon masih sibuk dengan buku di hadapannya."Kok bisa gitu?""Karena kamu ketahuan selingkuh, Sandy! Dasar, rumus sekolah doang dimengerti. Ilmu cinta kosong.""Tapi kenapa harus menangis?" Sandy mencoba menggali fakta, apakah Nana membocorkan rahasia mereka atau tidak.
Hari ini mereka kedatangan murid baru, seseorang yang membuat Nana cukup iri padanya.Gadis cantik, putih dan terlihat mempesona dengan riasan diwajahnya itu sukses membuat beberapa lelaki di dalam kelasnya langsung terpana dan mengerubungi gadis tersebut ketika istirahat sedang berlangsung."Nana, mau ke kantin atau makan disini?""Makan disini deh, bisa berhemat dikit.""Astaga, tabunganmu masih belum cukup?""Udah cukup kok. Malah udah kebeli."Rion menatapnya penuh tanya, wajahnya seakan membuat tanda tanya besar."Seriusan deh, kamu beli apaan?"Nana mengeluarkan sesuatu dari tasnya."Oh, ipad apple toh.""Aku dapet murah, kebetulan ada diskon, dan uang yang kutabung pas dengan harganya, ya masih ada lebih ya dikit sih.""Kamu kok gak bilang, kamu dapet harga berapaan?""Main di angka delapan belas." Nana menundukkan wajahnya, dia malu untu
"Apa harus?""Entah, aku hanya sedang bimbang dengan banyak hal, tidak tau bagaimana mrmecahkan semuanya satu-satu.""Tapi kan Sandy itu jenius, soal apapun bisa dijawab tanpa perlu repot nyari rumus atau jalannya, pasti betul."Sandy malah tertawa mendengar Nana memujinya."Aku dan si kembar tak beda jauh kok, hanya saja, daya ingatku lebih baik dari mereka. Dan kalimatku itu tidak membantu menyelesaikan apa yang kukatakan sebelumnya.Nana mendekati Sandy, bersandar dipundaknya."San, emang gak boleh bilang ke sikembar kalo kita pacaran? Aku selalu bingung bagaimana harus beralasan setiap kali mereka bertanya padaku.""Jangan di kasih tau dulu yah. Aku gak mau ada orang lain tau. Setidaknya bukan sekarang." Sandy mengusap kepala Nana yang sedang bersandar di bahunya.Dan Nana paling suka kepalanya diusap, dia akan langsung tertidur jika ada orang lain yang melakukannya."N
Beberapa hari telah berlalu semenjak insiden tersebut. Pada akhirnya, Nana tak menerima permintaan Leon walau dibayar dua kali lipat, karena alasan yang di ungkapkan Rion juga ada benarnya, dia akan semakin kesulitan dengan jadwalnya, sehingga harus bangun lebih awal dan harus bisa juga membuat dia bangun lebih pagi. Dan Sandy masih penasaran dengan orang yang memasak bekal keduanya.Walau tak sesering sebelumnya, tapi dia tetap menanyakan sang pembuat bekal. Nana baru sampai rumah setelah diantar oleh Rion. Hari ini dia tak memiliki jadwal pemotretan, dan sebentar sore dia akan latihan basket seperti biasanya. Sebuah deringan menandakan ada pesan masuk di ponsel Nana. Dia segera membuka pesan yang masuk. [Besok minggu, ayo keluar jogging] Sandy mengirim sebuah pesan. [Besok pagi kita latihan basket, San. Kamu lupa?] Nana mengetik dengan lincah pada ponsel model ketupat tersebut. [Sore?] Balasan
"Nana, harusnya tadi kamu melihat bagaimana kecewanya Sandy setelah bermohon dengan sangat untuk mengetahui siapa yang buat. Bisa kamu bayangkan reaksinya jika dia tau kalau kamulah yang memasak bekal selama ini?" Ucap Rion dengan nada menggebu-gebu."Oh, ngomong tentang bekal, aku juga penasaran, memangnya seenak apa makanan yang kau buat?" Kini Leon yang sedang memilah foto berhenti dari kegiatan dan menatap keduanya yang sedang bermain game."Nana, kamu mau masak gak buat kita?" Tanya Rion"Tante?""Mama lagi keluar, malam baru balik. Kak Mary lagi liburan ama tunangannya." Leon menjawab dengan cepat, mendahului Rion yang ingin menjawab."Jadi gimana? Mau masak makan sore untuk kami?"Nana tersenyum dan meninggalkan keduanya, menuju dapur. Salah satu ruangan yang tak pernah dia injak, karena memang Nana hanya melenggang di sekitar kamar si kembar dan ruangan umum lainnya, dan sekali dua ka