“Seperti yang kubilang, Claire. Aku selalu memperhatikan kamu. Tentu saja, aku kan pamanmu,” katanya sambil tersenyum miring. Claire menatapnya tajam.
“Kakakku meninggal karena kamu dan ibumu. Sejak awal seharusnya dia tidak memilih ibumu itu. Jika dia tidak menikah dengan ibumu, dia akan menjadi politisi sukses bukan hidup miskin dalam kubangan dan mati di kubangan pula!” serunya dengan suara yang tiba-tiba meninggi.
“Ayahku meninggal karena sakit!” seru Claire.
“Dia tidak akan sakit dan miskin jika tidak menikah dengan ibumu! Kami keluarga terpandang yang seharusnya menguasai dunia! Kami tidak pernah mengijinkan dia menikah dengan ibumu apalagi memiliki anak seperti kamu!” serunya lagi. Air mata Claire mulai mengintip di sudut matanya. Ia tidak akan membiarkan siapapun menghina ibunya.
“Sialan kamu!” seru Claire dengan suara mulai pecah.
“Kamu ingin tahu bagaimana caraku menjebakmu
“Leon! Hentikan dulu apapun yang kamu lakukan! Tenangkan dirimu!” seru Claire panik melihat Leon terlihat sangat kesakitan.“Claire! Tubuh kita ada di luar sana! Sedang dalam keadaan koma... Arghh!” seru Leon sambil menundukkan kepalanya yang terasa sakit, seperti hendak meledak.“Leon, aku tahu! Tenangkan dirimu dulu!” seru Claire lagi. Ia takut Leon akan meninggal saat itu juga sebab wajahnya sudah sangat merah padam, dan urat-uratnya membiru di seluruh wajah dan lehernya.“Ahhh...” teriak Leon lagi dengan air mata mengintip di sudut matanya. Air mata yang timbul karena kesakitan.“Tarik napas, Leon. Tarik napas dalam-dalam, hembuskan... Kumohon, Leon!” seru Claire ketakutan. Leon mencoba menenangkan dirinya, ia menarik napas dalam-dalam sebisanya meskipun dadanya terasa sesak. Ia menghela napas sekali lagi, dan terasa lebih baik. Cairan hangat terasa mengalir keluar dari hidungnya setelah itu,
Claire memejamkan matanya mencoba mengingat-ingat. Kepalanya terasa sangat pening, tapi ia tidak peduli. Ia mulai mengingat kejadian hari itu. Tiba-tiba Claire merasa dirinya tersedot lalu hal berikutnya yang ia ingat adalah ia seperti berada di dalam bola plastik yang buram. Ia bisa melihat sebuah ruangan penuh komputer dan banyak orang di dalamnya. Ia melihat di hadapannya seorang lelaki pendek gemuk sedang berdiri dengan banyak peralatan ditempelkan ke tubuhnya.Claire merasa ada yang janggal. Sebuah ingatan kini seolah memaksa untuk muncul ke permukaan. Kepalanya mulai terasa berputar lebih hebat. Claire bukan berada di sebuah bola saat itu, tapi ia merasa terbangun di sebuah tempat tidur. Ia membuka matanya perlahan-lahan, namun matanya sangat sulit dibuka. Di saat itulah, samar-samar ia melihat apa yang dilihatnya.“Itu... sebuah ranjang. Aku terbangun di atas sebuah ranjang!” seru Claire.“Apakah kamu melihat hal lain lagi saat itu?&rdqu
Claire menyeret kakinya dengan susah payah ke arah satu-satunya pintu yang ada di ruangan itu. Namun, ia terjatuh lagi ke lantai. Ia mendapati tangannya terhubung dengan selang infus. Claire mencabut selang infus itu hingga darahnya terpuncrat. Dengan susah payah, Claire mencoba merangkak menuju ke arah pintu. Ia kemudian menggapai pegangan pintu itu dan membukanya. Ruangan di luar sangat gelap. Namun mata Claire melihat sesuatu yang sepertinya tidak beres. Ia kemudian berdiri dengan berpegangan pada pegangan pintu. Saklar lampu mungkin ada di sekitar situ.Tangan Claire menggapai ke tembok di sebelah pintu. Berbekal cahaya yang keluar dari ruangan tempatnya dibaringkan, ia akhirnya menemukan saklar lampu dan seketika ruangan menjadi sangat terang. Claire menyipitkan matanya karena silaunya. Setelah matanya bisa menyesuaikan dengan cahaya silau itu, Claire hampir tidak bisa bernapas melihat pemandangan yang ada di hadapannya. Tubuh-tubuh tanpa nyawa bergelimpangan di ruangan
Bunyi beep bom waktu itu terdengar semakin cepat, Claire tahu dia sudah kehabisan waktu. Dan boom! Tubuh Claire dan Leon terpental kuat hingga jatuh berdebam di tanah yang penuh dengan batu kerikil. Telinga mereka berdengung dan sangat sulit rasanya untuk bergerak. Leon menatap Claire yang terjatuh di sebelahnya dengan darah mengalir dari kepalanya. Ia ingin menolong, tapi tubuhnya sama sekali tidak bisa bergerak.Entah berapa lama kemudian, Leon mendengar suara Claire memanggil-manggilnya meskipun samar. Claire juga menarik-narik tubuh Leon dengan susah payah. Leon berusaha menggerakkan kakinya tapi sangat sulit. Leon merasa Claire memapahnya lalu membawanya ke suatu tempat. Leon hampir tidak sadar apa yang terjadi selanjutnya, hal berikutnya yang ia tahu adalah ia terbangun di atas sebuah tempat tidur empuk di sebuah kamar kecil yang bersih dan nyaman.Leon melihat ke sekelilingnya, selang infus terpasang di tangannya, tapi ini bukan rumah sakit. Leon berusaha berger
“Leon, apakah kamu sadar? Di luar sana ada, sepertinya ada yang mengikuti kita?” tanya Claire.“Aku merasakannya. Pria-pria berpakaian hitam?” tanya Leon dengan mata melebar. Ia pikir hanya dirinya saja yang merasa seperti itu.“Iya,” jawab Claire.“Shit! Kita harus menemui ibumu. Di mana dia sekarang?” tanya Leon khawatir.“Aku akan meneleponnya,” jawab Claire sambil mengambil handphonenya, memijit beberapa tombol lalu merapatkannya ke telinganya dengan ekspresi waswas.Sementara itu, berita tentang Boston Hopkins masih terdengar dari televisi.“Masyarakat sudah mulai melakukan demonstrasi di jalanan. Meskipun pemerintahan saat ini masih akan berlangsung hingga empat tahun lagi, tapi mereka meminta pemerintahan diganti tahun ini juga. Tidak ada hal fatal yang dilakukan oleh pemerintah, namun hampir sebagian besar negara bagian telah melakukan demonstrasi meminta agar pemiliha
Leon tidak punya pilihan lain selain mengejar Claire, tapi kakinya yang masih kaku tidak mampu mencegahnya. Claire sudah berada di tangan para pria berbaju hitam itu di dalam apartemen mereka, matanya yang biru menatap Leon untuk terakhir kalinya sebelum kepalanya terpasang kabel itu lagi. Seketika itu juga Claire kembali dalam keadaan koma.“Noooo!!!” seru Leon.Namun terlambat, tubuh Claire sudah terjatuh di lantai. Pria-pria itu kemudian menangkap Leon dan menyeretnya. Leon tidak bisa menahan air mata yang jatuh ke pipinya karena keputusasaan ini. Kabel-kabel itu dipasangkan ke tubuhnya tanpa perlawanan. Leon hanya memandangi Claire yang sudah terbaring dengan kabel penuh terpasang di tubuhnya. Leon tidak ingat bagaimana prosesnya, yang jelas tiba-tiba ia merasa seluruhnya gelap.Leon merasa dirinya tersedot ke dimensi lain dan ia tahu kemana ia akan berakhir. Tiba-tiba tempat gelap itu menjadi terang.‘Welcome back to The Myth. Choos
“Shit!” seru Leon sambil berusaha mengeluarkan api dari sebelah tangannya yang lain. Namun hantu itu tertawa sambil terbang dan menghembuskan napas dinginnya ke arah tangan Leon. Kini dua tangan Leon membeku. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Hantu hutan itu kini semakin mendekat ke arahnya. Kini Leon bisa melihat jelas wajahnya yang polos tanpa mata hidung maupun mulut. Entah bagaimana cara ia melihat atau berbicara. Tapi Leon ingat memang menciptakannya seperti itu.Hantu hutan itu sudah hendak merasuk ke dalam tubuh Leon, karena memang seperti itulah karakternya diciptakan. Saat ia sudah mampu merasuki tubuh seseorang, ia akan membunuhnya dari dalam. Leon bergidik saat hantu itu mendekat, sebagian tubuhnya sudah masuk ke dalam tubuh Leon. Kaki Leon tidak dapat bergerak, begitu pula dengan kedua tangannya yang membeku. Ini baru monster pertama yang ditemuinya di hutan ini dan Leon harus sudah bersiap kehilangan nyawa pertamanya sekarang.“Noo
“No...” gumam Claire sambil menggelengkan kepalanya dan menutupi mulutnya yang ternganga dengan sebelah tangan. Sebelah tangannya masih memegang tombak namun kini tangannya gemetar. Dengan tubuh gemetar bagai melihat hantu, Claire mulai melangkahkan kakinya yang terasa lemas ke belakang.Gadis itu mulai berdiri dan berjalan ke arah Claire. Senyum tipisnya masih menghiasi wajahnya meskipun matanya terus mengeluarkan air mata.“Aku menangis karena kamu! Kamu adalah sisi bodoh dalam diri kita!” serunya.“Siapa kamu?” tanya Claire dengan suara setengah tercekat.“Aku adalah kamu. Hanya saja, aku sisi yang lebih baik dibandingkan kamu!” serunya sambil melangkah lagi ke arah Claire.“Tidak! Kamu bukan aku!” seru Claire sambil menelan ludah. Kini ia bersiap memegang tombaknya dengan kedua tangan. Claire paling takut dengan hantu sejak kecil. Di hadapannya ini seperti cerita-cerita hantu yang memb
“Lepaskan aku! Aku ini calon presiden kalian! Lepaskan aku sekarang juga!” seru Boston Hopkins pada para polisi yang memborgol tangannya.“Anda berhak untuk diam. Semuanya bisa Anda jelaskan di pengadilan. Anda juga bisa menyewa pengacara untuk membela Anda,” jawab polisi itu.“Pengawal! Pengawal!” teriak Boston Hopkins dengan panik. Tetapi tidak ada satupun pengawal yang mendekat. Sebab Leon sudah menyuruh mereka pergi sejauh mungkin.Boston Hopkins terpaksa menyerah kepada para polisi. Ia masuk ke dalam mobil polisi dan dibawa pergi. Sepanjang perjalanan, orang-orang melemparinya dengan telur busuk. Polisi harus menertibkan masyarakat agar tidak melempari Boston dengan telur dan benda-benda lainnya. Boston tidak percaya ini benar-benar menimpa dirinya. Padahal selangkah lagi saj
Fox kembali berbaring di sofa meluruskan kakinya yang sakit. Claire membantu Fox dengan mengganjal kakinya dengan bantal agar bengkaknya tidak semakin parah.“Aku bisa membantu Leon,” katanya.“Kamu tidak akan bisa membantu kalau kamu belum sehat. Istirahatlah dulu, kamu membutuhkannya,” jawab Claire.Claire pergi ke dapur dan ia pun memanaskan air untuk membuatkan teh hangat untuk Leon. Masih ada teh yang belum basi di apartemen itu. Ia pun membawakannya untuk Leon. Pria itu bahkan belum beristirahat sejak tadi. Tubuhnya masih basah kuyup.“Terima kasih,” kata Leon sambil tersenyum. Senyuman yang selalu membuat jantung Claire berdegup dua kali lebih cepat.“Apakah kamu tidak bisa ber
Claire berlari menuju ke arah jendela yang mulai terbakar itu, sementara Fox merangkak mengikuti Claire. Ia tidak mungkin diam saja, meskipun kini ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun.“Leon!” seru Fox dengan suaranya yang parau. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi, sedikit lagi, ia tidak ingin pingsan sekarang. Ia harus membantu Claire dan Leon! Fox berusaha tetap sadar lebih lama, tetapi percuma saja. Sekejap kemudian segalanya menjadi gelap dan telinganya mulai berdenging. Fox jatuh dan tidak bisa mendengar atau melihat apapun lagi.“Leon!!” seru Claire.Ia hampir saja masuk ke dalam ketika tiba-tiba tangan Leon menggapai jendela. Saking terkejutnya, Claire hampir saja terjatuh.“Leon!” serunya lagi ketika ia sadar bahwa L
Claire berlari menuju ke arah jendela yang mulai terbakar itu, sementara Fox merangkak mengikuti Claire. Ia tidak mungkin diam saja, meskipun kini ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun.“Leon!” seru Fox dengan suaranya yang parau. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi, sedikit lagi, ia tidak ingin pingsan sekarang. Ia harus membantu Claire dan Leon! Fox berusaha tetap sadar lebih lama, tetapi percuma saja. Sekejap kemudian segalanya menjadi gelap dan telinganya mulai berdenging. Fox jatuh dan tidak bisa mendengar atau melihat apapun lagi.“Leon!!” seru Claire.Ia hampir saja masuk ke dalam ketika tiba-tiba tangan Leon menggapai jendela. Saking terkejutnya, Claire hampir saja terjatuh.“Leon!” serunya lagi ketika ia sadar bahwa L
“Hey bro, kamu sudah lihat berita di televisi?” tanya salah seorang bodyguard yang sedang berjaga di markas tempat Fox menjalani hukumannya.“Sudah. Aku berpikir kita sebaiknya pergi sebelum polisi menangkap kita juga,” jawab bodyguard yang satunya.“Ssst!! Pelankan suaramu. Jika yang lain mendengar kita bisa dibunuh,” jawabnya.“Hey... let me go, please...” kata Fox mengiba pada kedua orang yang sedang berbisik-bisik itu.Dua orang itu berpandang-pandangan lalu melihat ke arah Fox.“Sorry, kid. Kalau kami melepaskanmu, kami pasti akan mati. Sekarang kecilkan suaramu atau kita akan dapat masalah!” seru orang itu dengan suara berbisik.
Tidak butuh waktu lama, Claire dan Leon sudah sampai ke apartemen lama Leon. Mereka berlari menuju ke elevator setelah memarkirkan mobil di garasi pribadi Leon. Elevator pribadi itu langsung mengantarkan mereka ke apartemen Leon yang ditinggal dalam keadaan berantakan. Bekas-bekas peluru masih ada di tembok, kaca jendela yang pecah, bahkan bantal sofa yang berlubang.Leon tidak menunggu waktu lama, ia langsung berlari ke ruang kerja lamanya lalu mengeluarkan laptop milik Claire dan segala peralatan yang ia bawa di dalam tas. Claire langsung menyalakan TV untuk mendengarkan ada berita apa di televisi. Begitu dinyalakan, berita di televisi langsung menayangkan hal yang sudah Claire dan Leon duga sebelumnya.“Sejumlah pejabat negara mendatangi kantor polisi secara tiba-tiba hari ini. Belum ada konfirmasi resmi dari pihak kepolisian tetapi informasi yang bere
Api yang keluar dari mulut Chimera itu kini sudah disemburkan ke arah Claire dan Leon. Air mata Claire meleleh turun ke pipinya. Dengan perlahan dan lembut, ia menyentuhkan bibirnya ke bibir Leon. Mungkin ini ciuman mereka yang terakhir. Tidak ada cukup kata-kata bagi Claire untuk mengungkapkan perasaannya pada Leon, ia memilih untuk mengungkapkannya melalui ciuman terakhir ini.Namun sesaat sebelum api itu membakar tubuh mereka, tiba-tiba Claire dan Leon merasa diri mereka tersedot ke dimensi yang berbeda. Saat mereka membuka mata, mereka kembali ke tempat mereka semula. Ini di apartemen Claire, di depan laptop mereka.“Apakah kita sudah mati sekarang?” tanya Claire.“Kurasa tidak,” jawab Leon.“Apakah ini ilusi?” tanya Claire lagi.
“Kamu akan menyusul mereka secepatnya. Jangan khawatir,” kata Boston sambil melihat ke mana arah pandang Fox.Fox tetap tidak menjawab. Ia tetap menatap Boston tanpa ekspresi. Wajahnya memerah, senada dengan warna rambutnya. Setiap melihat wajah Boston, ia teringat bagaimana Mrs. Andrew meninggal. Kepalanya mengeluarkan darah, bahkan kini masih meninggalkan noda di pakaian Fox. Dalam hati, Fox bersumpah bahwa ia akan menuntut balas. Boston harus mati di tangannya.“Terserah jika kamu ingin tetap membisu seperti itu. Tapi sekarang kamu harus mengirimkan hipnotis pada semua orang di Amerika. Akses ke satelitnya sudah kuberikan padamu,” kata Boston Hopkins lagi.Fox hanya diam saja, menatap Boston tanpa berkata apapun. Boston mulai jengah dengan sikap Fox, ia memberikan kode pada orang yang meno
“Ayo kita lakukan sekarang. Lebih cepat, lebih baik. Kita tidak ingin kehilangan momen ini,” kata Leon lagi. Ia sudah duduk di depan laptopnya bersiap untuk kembali masuk ke dalam The Myth. Matanya menatap ke arah Claire menunggu gadis itu duduk di sebelahnya dan segera memulai misi kali ini.Claire menghela napas panjang, berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. Ia kemudian melangkahkan kakinya dan duduk di sebelah Leon. Jantungnya berdebar, perasaannya mengatakan bahwa ada sesuatu yang salah. Namun, ia harus melakukan ini. Seperti kata Leon, ini mungkin kesempatan mereka untuk menghancurkan Boston Hopkins untuk selamanya.“Kamu sudah siap?” tanya Leon.“Iya,” jawab Claire singkat.Ia menatap wajah Leon lalu sesaat kemudian, tanpa