Setelah satu jam perjalanan, seharusnya mereka sampai di panti asuhan Welbury, tempat di mana Fox dibesarkan sebelum diadopsi oleh Boston. Jelas sekali ada sebuah papan nama dari kayu yang bertuliskan Welbury Orphanage, tapi sudah dalam keadaan miring dan berdebu. Leon mengemudikan mobilnya masuk ke dalam pelatarannya dengan perlahan. Fox memperhatikan melalui kaca jendela, rumput-rumput tinggi sudah tumbuh tidak beraturan. Ia tidak sanggup mengatakan apapun, tapi sepertinya panti asuhan ini sudah lama ditinggalkan.
Mereka memarkirkan mobilnya di pelataran belakang panti asuhan, hanya untuk berjaga-jaga. Mereka tahu konsekuensi memakai mobil milik Boston Hopkins, tapi mereka tidak punya pilihan lain. Leon mematikan mesin kemudian menoleh pada Fox.
“Kita tidak bisa terlalu lama di sini. Lagipula sepertinya tempat ini sudah kosong,” katanya.
“Aku harus melihat ke dalam,” jawab Fox sambil membuka pintu mobil.
Claire mengejarnya sebab
Di saat yang sama Leon bisa membuka pintu yang tergembok itu dan mereka pun segera berlari keluar dari pintu.“Hey!” seru orang yang pertama kali menemukan mereka.Orang itu berlari mendekat, tetapi Claire dengan cepat menggunakan gembok yang terjatuh untuk melempar kepala orang itu. Gembok besi itu telak mengenai kepala bodyguard itu hingga ia terjatuh ke lantai. Para bodyguard lain baru sampai ke ruang belakang setelah Leon, Claire, dan Fox masuk ke dalam mobil.Leon mengemudikan mobilnya secepat kilat, hingga jarak mereka cukup jauh dengan para pengejar mereka. Tentu saja, anak buah Boston Hopkins mengejar mereka dengan beberapa mobil hitam. Jeep yang dikemudikan Leon terlihat hampir sama dengan mobil-mobil pengejarnya.“Pasti ada alat pelacak di mobil ini,” kata Claire.“Aku tahu. Entah di mana,” jawab Leon.“Kurasa aku bisa mematikannya,” sahut Fox tiba-tiba.Wajahnya masih pucat da
“Aku harus pergi sebentar,” kata Fox tiba-tiba sambil berdiri dan membawa ranselnya.“Mau kemana, Fox? Kakimu belum sembuh betul,” tanya Claire.“Aku menemukan informasi yang mungkin valid. Aku harus mencari dia,” jawabnya sambil berjalan keluar dari pintu apartemen.“Hati-hati, jangan sampai mereka menemukanmu,” kata Claire. Tapi pintu sudah ditutup dan Fox sudah tidak terlihat lagi.“Kemana dia?” tanya Leon.“Mencari Mrs. Andrew lagi,” jawab Claire.Leon hanya menghela napas pendek, lalu kembali bekerja di komputernya.***Fox melangkahkan kakinya yang masih terpincang ke sebuah daerah yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya. Ia membayar taksi dengan uang tunai lalu turun di sebuah trotoar yang sepi. Daerah ini terlihat amat sepi meskipun di siang hari. Nampaknya tidak banyak orang di sekitar sini. Sepasang kakek nenek berjalan berdampingan sambil berpeg
“Kamu menemukannya?” tanya Claire saat Fox baru saja melangkahkan kaki masuk ke dalam apartemen mereka yang ke sepuluh dalam bulan ini.“Ya,” jawab Fox singkat. Tapi senyum di bibirnya dan tatapan matanya tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya.“Syukurlah,” kata Claire sambil segera memeluk Fox.“Happy for you, Fox,” kata Leon sambil menoleh ke arah Fox.“Bagaimana perkembangannya?” tanya Fox sambil duduk di sebelah Leon.“Aku sudah melakukan serangkaian program, tapi aku butuh bantuanmu untuk membuat chipnya jauh lebih kecil. Kita gunakan teknologi yang kamu pakai untuk membuat chip di kartu identitas para pegawai Boston,” jawab Leon“Aku mengerti,” jawab Fox sambil segera mengetikkan sesuatu di keyboard komputer yang ada di hadapannya.“Bersemangat sekali,” komentar Leon.“Tentu. Setelah ini selesai, aku akan tinggal bersa
Matahari sudah meninggi saat Claired, Leon, dan Fox memarkirkan sebuah truk di seberang gedung hotel yang terlihat sibuk. Tentu saja sibuk, sebab sebuah gala dinner besar akan dilaksanakan di hotel itu sebentar lagi. Mereka berada di sebuah mobil servis kelistrikan. Bagaimana mereka bisa berada di dalam sana? Caranya sangat mudah, Leon masih punya banyak tabungan. Mereka membeli van serupa, lalu memberikan stiker logo perusahan kelistrikan yang sama dengan perusahaan yang menjadi vendor hotel tersebut.Mereka datang satu hari sebelum jadwal pengecekan listrik yang asli dilakukan. Leon sudah memakai seragam yang mirip dengan seragam petugas listrik, lengkap dengan topi dan peralatannya. Baju kerja seperti itu mudah didapatkan, tinggal disablon logonya saja. Dan ternyata, internet menyediakan semua cara untuk melakukan sesuatu. Fox dan Claire yang menyablonnya dengan tutorial dari internet.Claire dan Fox turun cukup jauh dari hotel lalu berjalan kaki menuju halaman hote
“Kita sudah mendapatkan semuanya?” tanya Claire pada Leon dan Fox setelah mereka kembali berkumpul di apartemen mereka.“Tentu saja, aku sudah mendapatkan gambar dari seluruh sudut hotel,” jawab Fox sambil duduk di sofa dan melepaskan tas ranselnya.“Aku sudah memasangkan alat itu di panel listrik utama,” kata Leon.“Bagus. Aku sudah memindai tanda pengenal resepsionis itu,” sahut Claire.“Bagaimana dengan CCTV?” tanya Claire.“Aku sudah mendapatkan akses. Tenang saja,” jawab Fox.“Chip-nya, sebentar lagi akan selesai,” sahut Leon. Ia kemudian mengeluarkan dari sebuah kantung belanjaan, sebuah kotak putih yang eksklusif.“Wow, untukku?” tanya Claire.“Sayangnya bukan,” jawab Leon sambil tersenyum.Leon membuka kotak itu dan mengeluarkan jam tangan yang sama persis dengan milik Boston Hopkins.“Ini yang
“Aku kembali!” seru Claire sambil bersenandung senang. Begitulah memang kalau perempuan habis berbelanja dengan kartu kredit yang tidak ada limitnya. Ia datang membawa kantung belanja besar berisi gaun, sepatu, lengkap dengan aksesoris dan topeng mewah karya designer kenamaan.“Puas berbelanja selama kita bekerja,” komentar Fox muram.“Aku juga berbelanja untuk bekerja,” jawab Claire sambil tersenyum penuh kemenangan.Leon hanya tertawa dan menggelengkan kepalanya.“Kebetulan kamu sudah datang,” kata Leon.“Kenapa?” tanya Claire.“Cobalah ini,” jawab Leon.Leon kemudian menyodorkan sebuah anting-anting besar yang indah pada Claire. Ini bukan hanya anting-anting, yang bagian kanan dilengkapi dengan ear piece yang indah untuk daun telinga bagian atas.“Wow, ini cantik sekali. Sepertinya cocok dengan gaunku,” jawab Claire.“Coba kenaka
“Aku kembali!” seru Claire sambil bersenandung senang. Begitulah memang kalau perempuan habis berbelanja dengan kartu kredit yang tidak ada limitnya. Ia datang membawa kantung belanja besar berisi gaun, sepatu, lengkap dengan aksesoris dan topeng mewah karya designer kenamaan.“Puas berbelanja selama kita bekerja,” komentar Fox muram.“Aku juga berbelanja untuk bekerja,” jawab Claire sambil tersenyum penuh kemenangan.Leon hanya tertawa dan menggelengkan kepalanya.“Kebetulan kamu sudah datang,” kata Leon.“Kenapa?” tanya Claire.“Cobalah ini,” jawab Leon.Leon kemudian menyodorkan sebuah anting-anting besar yang indah pada Claire. Ini bukan hanya anting-anting, yang bagian kanan dilengkapi dengan ear piece yang indah untuk daun telinga bagian atas.“Wow, ini cantik sekali. Sepertinya cocok dengan gaunku,” jawab Claire.“Coba kenaka
Leon berjalan mendekati meja Claire dan Boston Hopkins. Ia membawa nampan berisi gelas-gelas minuman. Leon sudah menandai satu yang sudah diberi cairan yang Claire beli. Itu akan ia letakkan di depan Boston Hopkins. Tetapi tiba-tiba seorang anak kecil berlari di hadapan Leon dan menabrak nampan hingga semuanya terjatuh ke lantai. Semua orang melihat ke arahnya.Leon membungkuk lalu memunguti gelas-gelas yang terjatuh itu. Leon menggunakan kain untuk memunguti pecahan gelas.“Change of plan,” bisiknya.“Claire harus menusuk Boston dengan jarum yang sudah diselipkan di cincin. Kamu siap, Claire?” tanya Fox. Sebuah pertanyaan yang seharusnya tidak ditanyakan, sebab Claire tidak akan bisa menjawab. Ia sedang bersama Boston Hopkins.Makan malam sudah mulai disajikan. Claire mulai memutar otak, bagaimana caranya agar bisa menusukkan cincinnya ke tubuh Boston. Mereka sudah berjabat tangan, mana mungkin Claire tiba-tiba memegang tangan Bos
“Lepaskan aku! Aku ini calon presiden kalian! Lepaskan aku sekarang juga!” seru Boston Hopkins pada para polisi yang memborgol tangannya.“Anda berhak untuk diam. Semuanya bisa Anda jelaskan di pengadilan. Anda juga bisa menyewa pengacara untuk membela Anda,” jawab polisi itu.“Pengawal! Pengawal!” teriak Boston Hopkins dengan panik. Tetapi tidak ada satupun pengawal yang mendekat. Sebab Leon sudah menyuruh mereka pergi sejauh mungkin.Boston Hopkins terpaksa menyerah kepada para polisi. Ia masuk ke dalam mobil polisi dan dibawa pergi. Sepanjang perjalanan, orang-orang melemparinya dengan telur busuk. Polisi harus menertibkan masyarakat agar tidak melempari Boston dengan telur dan benda-benda lainnya. Boston tidak percaya ini benar-benar menimpa dirinya. Padahal selangkah lagi saj
Fox kembali berbaring di sofa meluruskan kakinya yang sakit. Claire membantu Fox dengan mengganjal kakinya dengan bantal agar bengkaknya tidak semakin parah.“Aku bisa membantu Leon,” katanya.“Kamu tidak akan bisa membantu kalau kamu belum sehat. Istirahatlah dulu, kamu membutuhkannya,” jawab Claire.Claire pergi ke dapur dan ia pun memanaskan air untuk membuatkan teh hangat untuk Leon. Masih ada teh yang belum basi di apartemen itu. Ia pun membawakannya untuk Leon. Pria itu bahkan belum beristirahat sejak tadi. Tubuhnya masih basah kuyup.“Terima kasih,” kata Leon sambil tersenyum. Senyuman yang selalu membuat jantung Claire berdegup dua kali lebih cepat.“Apakah kamu tidak bisa ber
Claire berlari menuju ke arah jendela yang mulai terbakar itu, sementara Fox merangkak mengikuti Claire. Ia tidak mungkin diam saja, meskipun kini ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun.“Leon!” seru Fox dengan suaranya yang parau. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi, sedikit lagi, ia tidak ingin pingsan sekarang. Ia harus membantu Claire dan Leon! Fox berusaha tetap sadar lebih lama, tetapi percuma saja. Sekejap kemudian segalanya menjadi gelap dan telinganya mulai berdenging. Fox jatuh dan tidak bisa mendengar atau melihat apapun lagi.“Leon!!” seru Claire.Ia hampir saja masuk ke dalam ketika tiba-tiba tangan Leon menggapai jendela. Saking terkejutnya, Claire hampir saja terjatuh.“Leon!” serunya lagi ketika ia sadar bahwa L
Claire berlari menuju ke arah jendela yang mulai terbakar itu, sementara Fox merangkak mengikuti Claire. Ia tidak mungkin diam saja, meskipun kini ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun.“Leon!” seru Fox dengan suaranya yang parau. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi, sedikit lagi, ia tidak ingin pingsan sekarang. Ia harus membantu Claire dan Leon! Fox berusaha tetap sadar lebih lama, tetapi percuma saja. Sekejap kemudian segalanya menjadi gelap dan telinganya mulai berdenging. Fox jatuh dan tidak bisa mendengar atau melihat apapun lagi.“Leon!!” seru Claire.Ia hampir saja masuk ke dalam ketika tiba-tiba tangan Leon menggapai jendela. Saking terkejutnya, Claire hampir saja terjatuh.“Leon!” serunya lagi ketika ia sadar bahwa L
“Hey bro, kamu sudah lihat berita di televisi?” tanya salah seorang bodyguard yang sedang berjaga di markas tempat Fox menjalani hukumannya.“Sudah. Aku berpikir kita sebaiknya pergi sebelum polisi menangkap kita juga,” jawab bodyguard yang satunya.“Ssst!! Pelankan suaramu. Jika yang lain mendengar kita bisa dibunuh,” jawabnya.“Hey... let me go, please...” kata Fox mengiba pada kedua orang yang sedang berbisik-bisik itu.Dua orang itu berpandang-pandangan lalu melihat ke arah Fox.“Sorry, kid. Kalau kami melepaskanmu, kami pasti akan mati. Sekarang kecilkan suaramu atau kita akan dapat masalah!” seru orang itu dengan suara berbisik.
Tidak butuh waktu lama, Claire dan Leon sudah sampai ke apartemen lama Leon. Mereka berlari menuju ke elevator setelah memarkirkan mobil di garasi pribadi Leon. Elevator pribadi itu langsung mengantarkan mereka ke apartemen Leon yang ditinggal dalam keadaan berantakan. Bekas-bekas peluru masih ada di tembok, kaca jendela yang pecah, bahkan bantal sofa yang berlubang.Leon tidak menunggu waktu lama, ia langsung berlari ke ruang kerja lamanya lalu mengeluarkan laptop milik Claire dan segala peralatan yang ia bawa di dalam tas. Claire langsung menyalakan TV untuk mendengarkan ada berita apa di televisi. Begitu dinyalakan, berita di televisi langsung menayangkan hal yang sudah Claire dan Leon duga sebelumnya.“Sejumlah pejabat negara mendatangi kantor polisi secara tiba-tiba hari ini. Belum ada konfirmasi resmi dari pihak kepolisian tetapi informasi yang bere
Api yang keluar dari mulut Chimera itu kini sudah disemburkan ke arah Claire dan Leon. Air mata Claire meleleh turun ke pipinya. Dengan perlahan dan lembut, ia menyentuhkan bibirnya ke bibir Leon. Mungkin ini ciuman mereka yang terakhir. Tidak ada cukup kata-kata bagi Claire untuk mengungkapkan perasaannya pada Leon, ia memilih untuk mengungkapkannya melalui ciuman terakhir ini.Namun sesaat sebelum api itu membakar tubuh mereka, tiba-tiba Claire dan Leon merasa diri mereka tersedot ke dimensi yang berbeda. Saat mereka membuka mata, mereka kembali ke tempat mereka semula. Ini di apartemen Claire, di depan laptop mereka.“Apakah kita sudah mati sekarang?” tanya Claire.“Kurasa tidak,” jawab Leon.“Apakah ini ilusi?” tanya Claire lagi.
“Kamu akan menyusul mereka secepatnya. Jangan khawatir,” kata Boston sambil melihat ke mana arah pandang Fox.Fox tetap tidak menjawab. Ia tetap menatap Boston tanpa ekspresi. Wajahnya memerah, senada dengan warna rambutnya. Setiap melihat wajah Boston, ia teringat bagaimana Mrs. Andrew meninggal. Kepalanya mengeluarkan darah, bahkan kini masih meninggalkan noda di pakaian Fox. Dalam hati, Fox bersumpah bahwa ia akan menuntut balas. Boston harus mati di tangannya.“Terserah jika kamu ingin tetap membisu seperti itu. Tapi sekarang kamu harus mengirimkan hipnotis pada semua orang di Amerika. Akses ke satelitnya sudah kuberikan padamu,” kata Boston Hopkins lagi.Fox hanya diam saja, menatap Boston tanpa berkata apapun. Boston mulai jengah dengan sikap Fox, ia memberikan kode pada orang yang meno
“Ayo kita lakukan sekarang. Lebih cepat, lebih baik. Kita tidak ingin kehilangan momen ini,” kata Leon lagi. Ia sudah duduk di depan laptopnya bersiap untuk kembali masuk ke dalam The Myth. Matanya menatap ke arah Claire menunggu gadis itu duduk di sebelahnya dan segera memulai misi kali ini.Claire menghela napas panjang, berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. Ia kemudian melangkahkan kakinya dan duduk di sebelah Leon. Jantungnya berdebar, perasaannya mengatakan bahwa ada sesuatu yang salah. Namun, ia harus melakukan ini. Seperti kata Leon, ini mungkin kesempatan mereka untuk menghancurkan Boston Hopkins untuk selamanya.“Kamu sudah siap?” tanya Leon.“Iya,” jawab Claire singkat.Ia menatap wajah Leon lalu sesaat kemudian, tanpa