Tidak ada kata santai lagi bagi Mira setiap harinya sekarang. Pasalnya, Kaisar akan selalu mengancam akan mengurungnya di apartemen jika dia sampai pulang terlalu malam. Dan tepat di pukul sembilan malam, dia harus segera pulang dan berganti profesi. Dengan kecepatan sedang, dia melajuka motor matic menuju apartemen Kaisar. Baru juga dia memarkirkan motor, ponselnya berdering dan ada notifikasi pesan singkat dengan nama Kaisar.
"Apalagi, sih, nih orang," gerutunya dengan mengusap layar malas.
[Jika dalam lima menit kamu belum sampai, aku akan mengurungmu selamanya.]
"Oh ... shit!"
Mira mengumpat apa pun merutuki Kaisar. Bagaiamana bisa dia seenaknya seperti itu? Untung saja dia sudah sampai di tempat parkir. Kalau saja dia masih di salon tadi, bagaimana nasibnya. Dia pasti akan digantung di alu-alun kota. Sekarang, dia berlarian seperti mengejar maling saja. Berlarian dengan sesekali menaikkan ransel yang terus saja melorot. <
Pria itu berdiri di ambang pintu dengan menyandarkan bahu kirinya ke gawang dengan menekuk kedua tangannya di dada. Kedua kakinya menyilang dengan memandangi Mira yang terduduk di lantai. "Sampai kapan kamu mau gelosotan di situ?"Mau gelosotan? Memangnya siapa yang mau gelosotan di sini?""Lantas kenapa kamu tidak mandi juga? Apa kamu mau menunggu sampai tengah malam?""Ya sudah, menyingkirlah sana! Kalau kamu tetap di situ, bagaimana aku bisa mandi?"Sebenarnya Mira tidak kuat lagi untuk berdiri. Kalau bisa, dia ingin langsung tidur saja malam ini dan lupakan mandi sore yang kemalaman. Kedua kaki itu seperti tidak berfungsi lagi sekarang. Ditambah lagi kedua pahanya yang terasa begitu nyeri. Lapar, lelah, menjadi paket komplit penderitaannya malam ini.Entah apa yang dilakukan oleh Kaisar, dia kembali mendekat ke arahnya dan berjongkok tepat di depan Mira. Wajahnya sangat tenang dengan rahang yang tegas. Kedua alis itu ter
"Apa maksudmu?""Mmm ... maksudku." Mira terlihat sangat kebingungan sekali untuk melanjutkan perkataannya. Sebenarnya dia ingin bertanya apa Kaisar baik-baik saja, setelah melihat dirinya yang tanpa sehelaikain pun dan sekarang dia juga memijit semua kakinya. Apa Kaisar tidak tergoda atau pun tidak menginginkan sesuatu?Sayangnya itu sulit sekali terucap dari mulut Mira. Mana mungkin juga Mira mengatakan kalau dia tidak punya nafsu. Bisa-bisa Kaisar akan membuktikannya secara langsung dan menggarapnya nanti. Tidak, tidak, dia lebih baik diam dan menurut saja. Itu lebih baik saat Kaisar juga tidak berbuat lebih padanya."Bicaralah yang jelas.""Ah .. tidak, lupakan. Aku sudah enakan, jangan diteruskan, karena aku juga lapar sekali."Dari pada Kaisar terus mendesaknya dengan pertanyaan bodoh itu, lebih baik Mira mengalihkan pandangannya, dan menyahut piring yang berada di atas nakas. Lagi pula dia sudah kelaparan sejak tadi.
"Sayang, bangunlah!"Regan menepuki pipi Fanya berulang kali hanya untuk membangunkannya. Bagaimana ceritanya dia yang tertidur lebih awal, justru Regan yang membangunkannya sekarang. Tapi dia tidak bangun juga, malah semakin menggulung dirinya dan membenamkan wajahnya di dada Regan. Ah, menggemaskan sekali! Kalau saja Regan tidak igat hari ini semua jadwal sudah diatur oleh kaisar, dia pasti akan langsung menghempaskan semua pakaian Fanya dan memulai paginya dengan berolah raga di atas ranjang. Dan sekarang, dia hanya bisa mendekap tubuh istrinya itu semakin erat dengan menciumi wajahnya.Fanya risih, dia mendorong wajah Regan dengan mata yang masih terpejam dan berteriak, "Ah ... Regan! Berhentilah, biarkan aku tidur nyenyak sedikit lagi.""Sedikit lagi, katamu? Ini sudah siang, Anya! Apa kamu mau bulan madu kita gagal?""Kalau begitu, mandilah dulu dan bangunkan aku setelah kamu selesai."Dia masih juga tidak mau me
Fanya sudah jungkir balik hanya menunggu kapan pesawat jet mereka akan mendarat. Sampai Kaisar merasa bising sendiri karena gadis itu yang entah ke berapa kali merengek untuk segera mendarat. Pria itu kemudian menyumpal telinganya dengan earphone dan menyetel kursi menjadi senyaman mungkin. Menselonjorkan kakinya dengan memejamkan mata erat."Re, kapan sampainya?""Sebentar lagi.""Kenapa sejak tadi sebentar lagi?""Ya aku benar, kan, setidaknya kita sudah semakin dekat dari pada menit sebelumnya.""Ish, menyebalkan." Fanya mencebik, dengan beranjak dari duduknya. Dia memilih untuk merecoki Kaisar yang tidak bertanggung jawab atas lamanya perjalanan mereka. Dia berdehem, tapi Kaisar juga tidak menunjukkan respon apa pun. Kesal dengan Kaisar, dia mencabut earphone pria itu dengan melotot ke arahnya."Hei, apa kamu merencanakan bulan madu hanya di dalam pesawat seperti ini, hah?""Sebentar lagi
Sudaah ada mobil yang menjemput mereka di sana. Dan sekarang, Kaisar membawa mereka menuju Hotel Waldorf Astoria, di mana Kaisar sudah mereservasi tempat untuk mereka. Sudah masuk waktu lewat tengah malam, tapi jalanan masih sangat padat dan ramai.Apalagi kota itu begitu indah dengan ratusan kanal yang memancarkan cahaya memukau di setiap mata memandang. Fanya tidak pernah merasa sebahagia ini, bahkan dia tidak memalingkan pandangannya sedikit pun sampai mobil mereka berhenti di depan hotel.Regan keluar terlebih dulu, dia berputar dan membuka pintu mobil Fanya dengan mengulurkan tangannya. "Selamat datang di Amsterdam sayang."Wajah Fanya begitu merona saat Regan berlagak dengan menekuk tangan kanannya, agar Fanya menggandeng lengan itu. Gadis itu turun, dan pandangan pertama saat dia lihat tentu saja keindahan kanal yang berada tepat di depan hotel. Ditambah lagi dengan lampu-lampu hias yang semakin mempercantik keindahan kanal mereka.
Pagi ini Fanya terbangun terlebih dulu karena dia yang sudah tidak sabar lagi untuk berkeliling ke seluruh kota, katanya kemarin. Kalau bisa, sampai kedua kakinya tidak akan bisa dia gerakkan lagi. Dia menyibakkan tirai terlebih dulu, dan matanya kembali dimanjakan oleh pemandangan kanal yang indah. Beberapa perahu sudah bergerak di atas air tersebut. Rasanya Fanya ingin lepas sendiri saja dan meninggalkan Regan yang masih menggulung dirinya di bawah selimut."Re, kenapa kamu tidak bangun juga? Ayolah, lihatlah keluar. Indah sekali! Rasanya aku tidak ingin pulang ke Jakarta saja."Regan tidak terdengar menyahut. Saat Fanya menolehkan kepala, ternyata pria itu semakin menutupi dirinya dengan selimut hingga kepalanya saja tidak terlihat. Fanya mendengkus dan menarik selimut itu hingga tubuh Regan tidak tertutupi lagi sedikit pun."Regan!""Apa, sih, Nya! Masih dingin, nanti saja.""Dingin dari mana? Kamu saja yang terus
"Regan!" kesal Fanya dengan menekuk kedua tangannya di dada. Gadis itu memanyunkan bibirnya dengan melirik ke arah wanita-wanita yang masih saja lengket seperti bekicot di tubuh Regan.Regan nyengir kuda dengan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Kemudian dia pamit mundur dengan kembali menggandeng pinggang Fanya. "Sayang, coba bibirnya jangan begitu. Kalau aku pengin gigit gimana?""Seneng ya, dikerubuti kayak tadi?""Jarang-jarang, 'kan? Eh, maksudnya cuma sekali aja. Mereka juga yang minta.""Iya, dan kamu cuma diam saja. Sudahlah, teruskan saja! Lebih baik aku kencan dengan Kaisar." Dia menyahut lengan Kaisar begitu saja yang sejak tadi berdiri di sisi Regan. Pria itu memasang wajah garang, hingga tidak ada yang berani mendekat ke arahnya. Sedangkan Regan, pria itu justru memberi mereka peluang untuk menempel-nempel seperti tadi."Kai!" teriak Regan."Maaf Tuan, Nona Anya yang narik!" teriak Kaisar dengan terus
Sepertinya Fanya masih juga belum lelah untuk menjelajahi kota Amsterdam. Sejak turun dari perahu, dia masih saja meminta untuk berjalan-jalan menyusuri sepanjang kanal yang tidak jauh dari hotelnya.Cukup hanya jalan kaki, keindahan kota itu sudah dapat mereka nikmati. Udaranya terasa sangat berbeda sekali dengan di kota mereka yang sudah penuh polusi. Di sana, pengendara sepeda justru lebih banyak, seperti menjadi icon tersendiri dan Fanya sempat menyewa hanya untuk bersepeda dengan Regan."Sudah, capek!" seru Fanya dengan mendudukkan dirinya di pinggiran kanal."Baru juga satu putaran, Nya.""Aku gak pernah pakek sepeda, Re. Nih, sakit banget rasanya kakiku.""Sudah, mau pulang?""Belum. Bentar lagi ya!""Mau ngapain lagi?""Nyarik jajanan di sana. Tapi kamu jongkok dulu!""Alasan. Bilang saja mau gendong." Regan mencebik dengan menekuk kedua tangannya di dada. Sem
Seiring waktu, semua permasalahan yang mereka lalui terlupakan. Kehidupan terus berjalan dan seolah memberikan dunia baru untuk mereka. Tiba di saat hari yang mereka tunggu, Anya melahirkan dan dia melakukannya secara normal.Regan tidak pernah meninggalkan istrinya, bahkan dia yang menangis saat Anya mengeluh sakit yang luar biasa. Namun, menit kemudian, tangisnya berubah senyum lebar mendengar suara tangisan bayi.“Pak Regan, anak anda laki-laki.” Dokter itu memberikan anak mereka padanya. Dia sangat tampan, tapi wajah Anya mendominasi hingga dia terlihat tampan sekaligus imut di waktu yang sama.Anya menangis bahagia setelah beberapa jam menangis kesakitan. Setelah dibersihkan, mereka pindah ke ruang inap dan bayi itu tidak juga turun dari gendongan Regan. Kaisar yang ingin menggendongnya pun tidak memiliki kesempatan.Di saat itu, pintu ruangan terbuka, Sarah masuk dengan wajah memelas. Sejak dia mendengar jika Anya akan melahirkan, dia se
Jihan membeku, dia merasa sangat kecil di sana. Perlahan, hinaan dari Padmana yang selama ini hanya dia telan bulat-bulat, seolah doa yang menjadi kenyataan. Dia merasa senang sekaligus menangisi dirinya sendri. Bahkan dia tidak pernah merasakan kasih sayang yang seperti itu.Kaisar hanya memandangnya, semakin dilihat Jihan semakin menyedihkan. Jihan memang tidak mengatakan apa pun, tapi kedua mata yang menyorotkan kekosongan di hatinya itu terlihat sangat jelas. Kaisar menjadi gelisah, entah karena apa.Pria itu menyahut botol minum dan meskipun dia menegaknya hingga tersisa setengah, perasaannya masih gelisah. Tubuhnya tergerak untuk mendekat, lalu tiba-tiba mencium bibir Jihan dengan cepat hingga membuat wanita itu terkejut dengan responnya.“Kau hanya membuatku takut dengan ekspresimu yang diam saja. Makanlah, aku akan menyusul Tuan Regan.”Jihan tercengang, sampai Kaisar keluar dari ruangan pun dia masih tidak berkedip.“Kamu
“Aku tidak akan pergi dan aku akan tidur di sini.” Jihan melengos dan masuk ke kamar mandinya. Selesai mandi, dia terlihat sangat segar dengan rambut yang masih basah.Kemeja yang dia pakai pun sangat longgar dan kebesaran, tapi panjangnya hanya sampai paha dan itu sangat minim. Jika dia mengangkat kedua tangan, maka dia akan mengekspose pahanya yang mulus itu membuat Kaisar berkali-kali memalingkan pandangan.“Kau hanya boleh tidur di sofa.”“Tidak masalah, selagi aku tidak sendri.”Kaisar melempar selimut ke arahnya, dan dia memejamkan mata terlebih dulu. Saat dia pikir Jihan pun sudah mulai tertidur, mendadak kasur yang berada di sisinya tenggelam seperti ada seseorang yang meniduri.“Mau apa kau?” teriak Kaisar, yang mendapati Jihan merayap di sisinya.“Tidakkah kau merasa di sini seram? Mira pasti pernah tinggal di sini. Aku tidak berani di sofa sendirian. Kalau kau tidak menahanku p
“Si- siapa ini?”“Kaisar. Mulai saat ini, jika kau berani mendekati Jihan lagi, aku tidak akan ragu untuk mematahkan semua tulangmu.”“Jihan adalah tunanganku dan apa yang aku perbuat padanya, sama sekali tidak ada hubungan apa pun denganmu.”“Dia bukan milikmu lagi dan sebaiknya kau enyah dari kota ini sebelum aku menyeretmu ke lubang kuburmu sendiri.”Setelah mengatakan itu, Kaisar memutus sambungan dan menyerahkan ponsel ke Jihan dengan entengnya. Jihan tidak mendengar apa jawaban Padmana, tapi yang jelas pria itu pasti ketakutan. Satu-satunya hal yang ditatuti pria itu adalah dia yang kembali dengan Kaisar karena dia tahu jika dia tidak akan mampu melawan pria itu.“Anda membuatku dalam masalah besar.”“Aku sudah menyelamatkanmu dan kau mengatakan aku membawa masalah besar?”“Anda tidak tahu, saya berhutang padanya untuk biaya pengobatan ibu saya di kamp
Anya menyandar di pundak Regan, rasanya sangat nyaman dan tenang. Malam ini, Wira mengendara dengan santai, dan sesekali kedua matanya melirik ke arah spion. Melihat Regan yang memejamkan mata dengan Anya yang memeluknya, hatinya pun ikut bahagia.Sayang sekali, hanya dia yang tersiksa karena sudah melajang cukup lama. Namun, melihat Regan, keinginan untuk memiliki satu wanita dalam hidupnya muncul begitu kuat. Wira sudah lama bekerja dengan Kaisar, menjadi pengawal Regan dan mengikuti dia ke mana pun.Selama hidupnya, dia telah menyaksikan sendiri jika Regan tidak pernah bermain-main dengan wanita. Ada pun Manda, tapi saat itu jusru sang wanitalah yang menjebaknya. Dalam arti, Regan tidak pernah berniat untuk bermain-main dengan istrinya.Wira juga masih mengingat dengan jelas, di mana saat itu Regan kehilangan istrinya selama beberapa bulan dan melihat betapa kacaunya dia. Regan memang sangat arogan waktu itu, pemarah dan terlihat bukan pria yang banyak memili
Mengorbankan dua nyawa? Regan tertegun sejenak dan pikirannya jatuh pada Manda dan juga anaknya. Dia yang mendesak Manda agar mengatakan semua tentang Lyan, dan apakah itu maksudnya Lyan akan membunuh mereka?Regan menendang tubuh Lyan, hingga dia menggelinding beberapa kali. “Patahkan semua tulangnya hingga dia mati dan buang mayatnya ke laut.”“Baik.” Wira mengeksekusi Lyan dan menyelesaikan tugas Regan dengan sangat ganas.Di samping itu, dia mengambil istrinya dari Kaisar dan membawanya di atas kedua tangan lalu pergi dari gedung itu. Namun, Regan tidak pergi begitu saja. Dia hanya meletakkan Anya di dalam mobil dan kembali keluar untuk menghubungi Sandi.Seharusnya Sandi masih menangani masalah cafe, tapi dalam beberapa sambungan dia juga tidak mendapatkan jawaban atas panggilannya. Regan mengumpat, dan melayangkan pukulan ke udara. Dia sudah meletakkan bodyguard untuk melindungi Manda, tapi Lyan itu sangat licik! Kemungkinan
Mobil yang membawa Anya bergerak dengan cepat sekali, tapi Wira sudah menyambungkan dengan sistem navigasi di mobil dan mereka tidak perlu untuk mencarinya. Mereka pikir Lyan akan membawanya keluar dari Jakarta, tapi ternyata tidak. Mobil mereka berbelok dan menuju ke suatu tempat.Melihat itu, Regan semakin menambah kecepatan, hingga Jihan kehilangan jejak mereka. Kaisar dengan cepat melacak mobil Regan, dan mengikuti rute mereka meskipun sudah tertinggal jauh.Saat Regan tiba di sana, tempat itu merupakan gedung kosong dengan bangunan terbengkalai. Semuanya gelap dan tidak terlihat cahaya apa pun. Meskipun begitu, Regan tidak merasa ragu sama sekali untuk meneruskan langkahnya. Ada Anya yang menunggu untuk diselamatkan di dalam sana.Mereka masuk dengan waspada, berbekal hanya lampu senter di ponsel dan mengarahkan itu segela arah. Awalnya tidak ada yang aneh, hanya saja tepat saat mereka masuk lebih dalam lagi, terlihat Lyan yang berdiri dengan me
“Benar, tampar aku! Tampar!” teriak Mira sekencang-kencangnya. Entah saat ini dia memang sedang menangis menyesal atau masih dengan kepura-puraannya, kedua mata wanita itu mengalirkan air mata. “Aku iri denganmu, aku benci melihat kehidupanmu yang sempurna sedangkan banyak orang yang menderita di bawahmu. Aku benci!”“Jadi kau menyalahkan semua orang yang menderita itu padaku? Apa kau tidak pernah berpikir, jika sikapmu sendiri yang membuat semua orang menjauhimu?”“Kau yang sudah merebut perhatian Kaisar! Kau merebut kasih sayangnya, hingga aku tidak akan pernah menjadi yang pertama baginya. Kau sudah memiliki Regan, dan kau masih serakah dengan merebut perhatian Kaisar! Aku membencimu!”PLAKKSekarang, bukan hanya Anya yang menampar dia, melainkan Akbar yang melakukan itu. “Salah Apa Nona Anya padamu hingga kau berulang kali ingin melenyapkan nyawanya, hah? Apa dia mencoba untuk membunuhmu? Hanya kar
Baru juga mereka masuk, pelayan lelaki itu itu berdiri dan menghadang. “Maaf, Pak, untuk malam ini cafe tidak bisa dipesan karena sudah ada seseorang yang memesan untuk acara penting.”“Tenang saja, aku ke sini tidak untuk menyewa tempat ini. Aku hanya ingin sedikit melakukan renovasi.”“Mungkin kamu lebih butuh ini.” Kaisar menyodorkan pemukul itu ke arah Sandi dan dia dengan senang hati menerimanya.Sekali ayunan, dia memecahkan etalase kaca hingga membuat semua pengunjung ketakutan dan termasuk pelayan juga di dalamnya.“Maaf untuk ketidak nyamanannya, tapi kalian semua bisa pergi dari sini sekarang juga dan tidak perlu membayar makanan yang sudah kalian pesan.” Kaisar berteriak ke arah mereka semua dan di saat itu mereka berlarian sendiri-sendiri.“Pak, apa yang anda lakukan?” teriak salah satu dari pelayannya. Semuanya tampak panik, tapi hanya Kila yang sudah tidak terkejut sama sekal