Hari ini salon sangat sibuk sekali. Sudah tidak kaget lagi jika weekend salon akan padat dua kali lipat bahkan sampai mengantri panjang. Anya yang baru tiba merasa sesak dengan menumpuknya pelanggan di sana.
Rendi benar menepati janjinya, dia tidak hanya mengantar Anya saja, tapi dia juga mengantarnya kembali ke salon setelah makan siang bersama tadi lalu pergi dari sana. Antrian bahkan sampai meluber ke luar salon, dan Anya tidak bisa diam begitu saja.
Setelah meletakkan tasnya, dia kembali keluar dan membantu mereka tipis-tipis seperti mencuci rambut atau sekedar mengeringkan rambut dengan hair drayer.
"Mbak Anya jangan capek-capek dulu, kita masih bisa mengatasinya kok," salah satu dari mereka menyahut dan memperingatkannya.
"Ya tidak apa-apa, juga kali! Cuma gini doang masak iya, bisa bikin orang pingsan?" celetuk Mira dengan ketus.
Anya merasa terganggu sekarang. Jika tadi dia seolah pura-pura tidak tahu, mak
Gadis yang membawa kotak nasi itu masih terbengong dengan menatap isi dalam kotak itu. Salah satu dari mereka menyadari perubahan temannya, dia seperti orang yang tengah melihat hal yang luar biasa saja. "Mel, kamu kenapa?" tanya gadis itu. "Ah, tidak. Hanya saja ... kenapa Mira tidak membawanya pulang tadi. Sayang sekali, padahal Pak Kaisar melebihkan banyak sekali lauk di dalam sini." "Benarkah? coba aku lihat!" Dia juga penasaran dan mendekat ke arah Melisa. "Wah iya, Pak Kasiar perhatian sekali dengan Mira. Sayang kalau itu basi nanti. Kita bagi sama-sama saja." "Kita akan melakukannya nanti." Lalu Melisa meletakkan kotak nasi milik Mira dengan tangannya yang gemetaran. Setelah tidak ada orang yang melihat dia, Melisa mengeluarkan tangan dan kembali membuka genggaman tangannya. "Bodoh sekali kamu Mira," ucapnya lirih dengn memandangi benda itu di atas telapak tangannya. Rupanya itu adalah cincin berlian yang s
Kaisar menyuruh Anya menutup salon tepat pukul sepuluh. Dia tidak mau tahu lagi, dan menolak customer yang datang di pukul delapan. Jika tidak begitu, maka salon tidak akan pernah tutup dan bisa-bisa sampai malam juga.Seperti biasa, Kaisar tidak menginginkan Anya untuk membawa mobil sendiri. Dia sudah menyuruh sopir rumah untuk membawa mobil Anya terlebih dulu. Semua karyawan sudah pulang, hanya menyisakan mereka berdua saja yang sekarang masih mematikan semua lampu sebelum Anya mengunci salon.Saat Anya hendak mematikan lampu utama, tangannya tertahan dan dia menariknya kembali. Dia menyeret kursi dan memasang wajah serius sembari berkata, "Kai, apa aku bisa berbicara sebentar denganmu?""Silakan.""Apa kamu sedang bertengkar dengan Mira?""Anda sudah mengatakan itu berulang kali.""Tapi kamu selalu menutupinya." Anya kembali berdiri dan menatap Kaisar dalam. "Aku tidak mau kalian bertengkar hanya karena
Seharusnya Anya berdiam saja di rumah sekarang. Seharusnya dia hanya perlu duduk manis, dan beristirahat satu hari sesuai dengan perintah Kaisar. Namun sayangnya, keinginan Anya juah lebih besar dan tidak mau terkalahkan lagi. Akhirnya, Kasiar yang mengantar dia ke salon dan dengan perjanjian kalau hari ini dia tidak akan pulang melewati jam makan malam. Kedatangan mereka tepat sekali dengan kedatangan Mira sekarang. Motor Mira pun dia parkiri di sebelah mobil Kaisar seolah sengaja mendekat ke arah mereka. "Hai, Mira," sapa Anya. Sebenarnya dia pun ragu untuk menyapanya tadi, karena dia masih mengira kalau Mira akan kembali menjawabnya dengan ketus. "Hai," balasnya cepat dengan senyum lebar. Dia hanya melirik ke arah Anya saja, tidak ke arah Kaisar. Dia seolah tidak melihat pria yang tengah menatapnya sekarang. "Semangat sekali! Sudah sehat?" "Sudah, dong! Ayo masuk." Dia menggandeng lengan Anya dengan wajahnya ya
Taxi yang membawa Anya berhenti tepat di depan sebuah rumah yang terlihat sangat sepi. Anya sempat berpikir, kalau Manda keluar tadi. Jadi dia meminta sopir itu untuk menunggu sebentar. Setelah dia mengetuk pintu dan belum mendapatkan jawaban, dia mencoba membuka knop dan ternyata tidak terkunci. "Manda?" tanyanya sekali lagi dengan celingukan. "Nya," sahutnya lirih. Suara Manda terdengar bergetar, dia segera berlari dan mencari sumber suara itu. "Astaga Manda!" teriaknya saat dia melihat Manda yang tergeletak di kamar mandi dengan darah yang mengalir di bawahnya. "Kamu kenapa?" "Sakit sekali! Sepertinya aku mau lahiran." Anya terlihat sangat panik sekali. Dia kembali berlari keluar dan maminta bantuan kepada sopir taxi itu. Pria itu dengan segera berlari ke dalam dan membantu Manda untuk naik ke dalam taxinya. "Sabar, ya! Kamu masih kuat, 'kan?" "Sakit sekali, Nya! Sakit sekali!" renge
Kaisar bergegas ke mobilnya, dia terus menghubungi Anya, tapi itu hanya sia-sia saja. Nomornya tidak aktif lagi. Padahal, tadi dia sempat membuat status yang sepertinya itu adalah anak Manda, karena hanya Manda yang dalam masa hamil tua sekarang. Lalu, kenapa cepat sekali tidak aktifnya? Meskipun dia tidak tahu di mana rumah sakit yang dituju Manda, dia akan mencarinya sampai mendapatkan Anya. Mungkin akan butuh sedikit waktu, tapi dia sama sekali tidak akan membuatnya berhenti untuk mencari. Ada tiga rumah sakit yang terdekat dengan rumah Manda, dia memulainya dari salah satu rumah sakit itu. Bertanya, apa ada pasien bernama Manda yang sedang melahirkan di rumah sakit mereka atau tidak. Rumah sakit pertama, nihil. Kedua, hingga ketiga dan saat resepsionis itu mencari daftar pasien yang melahirkan, ternyata benar. Ada nama Manda yang tertera di sana. "Di kamar nomor berapa?" "Kamar VIP nomor tiga, Pa
Rendi memang berniat untuk menemui Anya di salon hari ini. Dia ingin mengajaknya untuk pergi jalan-jalan sekaligus makan malam bersama. Pria itu memutuskan untuk datang lebih sore berharap kalau Anya masih belum pulang. Saat dia tiba di sana, dia tidak menemukan mobil Anya yang biasanya terparkir. Rendi sempat berpikir kalau Anya tidak datang ke salon. Namun tetap saja dia mencoba masuk untuk menanyakannya. Ada Mira yang kebetulan dia lihat terlebih dulu. "Mir," panggilnya tiba-tiba. Mira yang sedang bekerja tersentak dengan kedatangan Rendi. Hanya sesaat, kemudian dia memalingkan pandangan dengan sinis. "Jangan tanya Anya ke aku, aku gak tau dan gak mau tau. Kalau kamu mau mencari dia, cari saja sendiri." Belum juga Rendi mengatakan apa pun, Mira sudah terlebih dulu berkata dengan ketus. Bahkan Rendi tidak pernah menyangka Mira menanggapinya sampai seperti itu. "Aku saja belum berkata apa-apa padamu."
"Iya, kenapa? Aku cemburu dan aku tidak suka kamu terus berada di dekatnya. Apa sekarang kamu menyadarinya, hah? Apa kamu pernah berpikir bagaimana perasaanku saat kamu memperhatikan orang lain?"Kaisar terdiam. kedua matanya menyala tidak suka melihat Mira yang seperti itu. Dia merasa sudah tidak mengenal wanita yang berada di depannya ini.Mira seperti sosok wanita yang sangat berbeda saat ini."Kau tidak bisa menajwab, 'kan? Aku bahkan pernah berharap kalau aku tidak pernah kenal Anya agar aku tidak selalu tersakiti saat melihatnya.""Sepertinya duagaanku benar. Kamu alasan menghilangnya dia." Kaisar mencekram rahang Mira, dia mengangkat kepala gadis itu hingga mendongak menatapnya. "Kalau kamu masih tidak mau mengaku, aku tidak aka segan menyeretmu ke ranah hukum.""Sekarang aku yakin, kau tidak pernah punya perasaan padaku. Setelah kamu lebih mengutamakan dia, sekarang kau
Anya tetap bersikukuh untuk berakting secakap mungkin. Kalau bisa, dia akan mengeluarkan suara-suara aneh, hingga pria yang di sebelahnya ini mengira kalau dia kelewat tertidur. Saat dia masih dengan kepura-puraannya, dia merasakan tangan kasar yang meraih tangan kanannya. Rupanya, dia sedang melepas ikatannya sekarang.Anya membuka matanya perlahan, dan yang dia lihat pertama kali itu wajah pria yang tepat sekali berada di atasnya, membuat dia tersentak kaget dan refleks menarik kepalanya.“Hai, sudah bangun, ‘kan?” Pria itu terlihat ramah dan tersenyum padanya.“Siapa kamu?”“Aku Sandi,” jawabnya dengan melepas semua ikatan di tubuh Anya. “Lupa denganku?”Anya mengernyit, pria di depannya ini sama sekali tidak terlihat berniat jahat padanya. Namun setelah lama dia terdiam, nama Sandi seolah familiar di telinganya. Wajahnya pun terlihat tidak asing baginya, tapi sayangnya dia tidak bisa menging
Seiring waktu, semua permasalahan yang mereka lalui terlupakan. Kehidupan terus berjalan dan seolah memberikan dunia baru untuk mereka. Tiba di saat hari yang mereka tunggu, Anya melahirkan dan dia melakukannya secara normal.Regan tidak pernah meninggalkan istrinya, bahkan dia yang menangis saat Anya mengeluh sakit yang luar biasa. Namun, menit kemudian, tangisnya berubah senyum lebar mendengar suara tangisan bayi.“Pak Regan, anak anda laki-laki.” Dokter itu memberikan anak mereka padanya. Dia sangat tampan, tapi wajah Anya mendominasi hingga dia terlihat tampan sekaligus imut di waktu yang sama.Anya menangis bahagia setelah beberapa jam menangis kesakitan. Setelah dibersihkan, mereka pindah ke ruang inap dan bayi itu tidak juga turun dari gendongan Regan. Kaisar yang ingin menggendongnya pun tidak memiliki kesempatan.Di saat itu, pintu ruangan terbuka, Sarah masuk dengan wajah memelas. Sejak dia mendengar jika Anya akan melahirkan, dia se
Jihan membeku, dia merasa sangat kecil di sana. Perlahan, hinaan dari Padmana yang selama ini hanya dia telan bulat-bulat, seolah doa yang menjadi kenyataan. Dia merasa senang sekaligus menangisi dirinya sendri. Bahkan dia tidak pernah merasakan kasih sayang yang seperti itu.Kaisar hanya memandangnya, semakin dilihat Jihan semakin menyedihkan. Jihan memang tidak mengatakan apa pun, tapi kedua mata yang menyorotkan kekosongan di hatinya itu terlihat sangat jelas. Kaisar menjadi gelisah, entah karena apa.Pria itu menyahut botol minum dan meskipun dia menegaknya hingga tersisa setengah, perasaannya masih gelisah. Tubuhnya tergerak untuk mendekat, lalu tiba-tiba mencium bibir Jihan dengan cepat hingga membuat wanita itu terkejut dengan responnya.“Kau hanya membuatku takut dengan ekspresimu yang diam saja. Makanlah, aku akan menyusul Tuan Regan.”Jihan tercengang, sampai Kaisar keluar dari ruangan pun dia masih tidak berkedip.“Kamu
“Aku tidak akan pergi dan aku akan tidur di sini.” Jihan melengos dan masuk ke kamar mandinya. Selesai mandi, dia terlihat sangat segar dengan rambut yang masih basah.Kemeja yang dia pakai pun sangat longgar dan kebesaran, tapi panjangnya hanya sampai paha dan itu sangat minim. Jika dia mengangkat kedua tangan, maka dia akan mengekspose pahanya yang mulus itu membuat Kaisar berkali-kali memalingkan pandangan.“Kau hanya boleh tidur di sofa.”“Tidak masalah, selagi aku tidak sendri.”Kaisar melempar selimut ke arahnya, dan dia memejamkan mata terlebih dulu. Saat dia pikir Jihan pun sudah mulai tertidur, mendadak kasur yang berada di sisinya tenggelam seperti ada seseorang yang meniduri.“Mau apa kau?” teriak Kaisar, yang mendapati Jihan merayap di sisinya.“Tidakkah kau merasa di sini seram? Mira pasti pernah tinggal di sini. Aku tidak berani di sofa sendirian. Kalau kau tidak menahanku p
“Si- siapa ini?”“Kaisar. Mulai saat ini, jika kau berani mendekati Jihan lagi, aku tidak akan ragu untuk mematahkan semua tulangmu.”“Jihan adalah tunanganku dan apa yang aku perbuat padanya, sama sekali tidak ada hubungan apa pun denganmu.”“Dia bukan milikmu lagi dan sebaiknya kau enyah dari kota ini sebelum aku menyeretmu ke lubang kuburmu sendiri.”Setelah mengatakan itu, Kaisar memutus sambungan dan menyerahkan ponsel ke Jihan dengan entengnya. Jihan tidak mendengar apa jawaban Padmana, tapi yang jelas pria itu pasti ketakutan. Satu-satunya hal yang ditatuti pria itu adalah dia yang kembali dengan Kaisar karena dia tahu jika dia tidak akan mampu melawan pria itu.“Anda membuatku dalam masalah besar.”“Aku sudah menyelamatkanmu dan kau mengatakan aku membawa masalah besar?”“Anda tidak tahu, saya berhutang padanya untuk biaya pengobatan ibu saya di kamp
Anya menyandar di pundak Regan, rasanya sangat nyaman dan tenang. Malam ini, Wira mengendara dengan santai, dan sesekali kedua matanya melirik ke arah spion. Melihat Regan yang memejamkan mata dengan Anya yang memeluknya, hatinya pun ikut bahagia.Sayang sekali, hanya dia yang tersiksa karena sudah melajang cukup lama. Namun, melihat Regan, keinginan untuk memiliki satu wanita dalam hidupnya muncul begitu kuat. Wira sudah lama bekerja dengan Kaisar, menjadi pengawal Regan dan mengikuti dia ke mana pun.Selama hidupnya, dia telah menyaksikan sendiri jika Regan tidak pernah bermain-main dengan wanita. Ada pun Manda, tapi saat itu jusru sang wanitalah yang menjebaknya. Dalam arti, Regan tidak pernah berniat untuk bermain-main dengan istrinya.Wira juga masih mengingat dengan jelas, di mana saat itu Regan kehilangan istrinya selama beberapa bulan dan melihat betapa kacaunya dia. Regan memang sangat arogan waktu itu, pemarah dan terlihat bukan pria yang banyak memili
Mengorbankan dua nyawa? Regan tertegun sejenak dan pikirannya jatuh pada Manda dan juga anaknya. Dia yang mendesak Manda agar mengatakan semua tentang Lyan, dan apakah itu maksudnya Lyan akan membunuh mereka?Regan menendang tubuh Lyan, hingga dia menggelinding beberapa kali. “Patahkan semua tulangnya hingga dia mati dan buang mayatnya ke laut.”“Baik.” Wira mengeksekusi Lyan dan menyelesaikan tugas Regan dengan sangat ganas.Di samping itu, dia mengambil istrinya dari Kaisar dan membawanya di atas kedua tangan lalu pergi dari gedung itu. Namun, Regan tidak pergi begitu saja. Dia hanya meletakkan Anya di dalam mobil dan kembali keluar untuk menghubungi Sandi.Seharusnya Sandi masih menangani masalah cafe, tapi dalam beberapa sambungan dia juga tidak mendapatkan jawaban atas panggilannya. Regan mengumpat, dan melayangkan pukulan ke udara. Dia sudah meletakkan bodyguard untuk melindungi Manda, tapi Lyan itu sangat licik! Kemungkinan
Mobil yang membawa Anya bergerak dengan cepat sekali, tapi Wira sudah menyambungkan dengan sistem navigasi di mobil dan mereka tidak perlu untuk mencarinya. Mereka pikir Lyan akan membawanya keluar dari Jakarta, tapi ternyata tidak. Mobil mereka berbelok dan menuju ke suatu tempat.Melihat itu, Regan semakin menambah kecepatan, hingga Jihan kehilangan jejak mereka. Kaisar dengan cepat melacak mobil Regan, dan mengikuti rute mereka meskipun sudah tertinggal jauh.Saat Regan tiba di sana, tempat itu merupakan gedung kosong dengan bangunan terbengkalai. Semuanya gelap dan tidak terlihat cahaya apa pun. Meskipun begitu, Regan tidak merasa ragu sama sekali untuk meneruskan langkahnya. Ada Anya yang menunggu untuk diselamatkan di dalam sana.Mereka masuk dengan waspada, berbekal hanya lampu senter di ponsel dan mengarahkan itu segela arah. Awalnya tidak ada yang aneh, hanya saja tepat saat mereka masuk lebih dalam lagi, terlihat Lyan yang berdiri dengan me
“Benar, tampar aku! Tampar!” teriak Mira sekencang-kencangnya. Entah saat ini dia memang sedang menangis menyesal atau masih dengan kepura-puraannya, kedua mata wanita itu mengalirkan air mata. “Aku iri denganmu, aku benci melihat kehidupanmu yang sempurna sedangkan banyak orang yang menderita di bawahmu. Aku benci!”“Jadi kau menyalahkan semua orang yang menderita itu padaku? Apa kau tidak pernah berpikir, jika sikapmu sendiri yang membuat semua orang menjauhimu?”“Kau yang sudah merebut perhatian Kaisar! Kau merebut kasih sayangnya, hingga aku tidak akan pernah menjadi yang pertama baginya. Kau sudah memiliki Regan, dan kau masih serakah dengan merebut perhatian Kaisar! Aku membencimu!”PLAKKSekarang, bukan hanya Anya yang menampar dia, melainkan Akbar yang melakukan itu. “Salah Apa Nona Anya padamu hingga kau berulang kali ingin melenyapkan nyawanya, hah? Apa dia mencoba untuk membunuhmu? Hanya kar
Baru juga mereka masuk, pelayan lelaki itu itu berdiri dan menghadang. “Maaf, Pak, untuk malam ini cafe tidak bisa dipesan karena sudah ada seseorang yang memesan untuk acara penting.”“Tenang saja, aku ke sini tidak untuk menyewa tempat ini. Aku hanya ingin sedikit melakukan renovasi.”“Mungkin kamu lebih butuh ini.” Kaisar menyodorkan pemukul itu ke arah Sandi dan dia dengan senang hati menerimanya.Sekali ayunan, dia memecahkan etalase kaca hingga membuat semua pengunjung ketakutan dan termasuk pelayan juga di dalamnya.“Maaf untuk ketidak nyamanannya, tapi kalian semua bisa pergi dari sini sekarang juga dan tidak perlu membayar makanan yang sudah kalian pesan.” Kaisar berteriak ke arah mereka semua dan di saat itu mereka berlarian sendiri-sendiri.“Pak, apa yang anda lakukan?” teriak salah satu dari pelayannya. Semuanya tampak panik, tapi hanya Kila yang sudah tidak terkejut sama sekal