Dasar Regan. Apa sampai segitunya ya, sampai harus menghentikan mobil di pinggir jalan hanya untuk meminta jatah cium. Padahal jarak rumah mereka sudah dekat. Mungkin hanya butuh lima belas menit lagi untuk sampai di sana. Dan sekarang, pria itu melumat bibir istrinya seperti tidak akan pernah bertemu lagi saja.
Fanya sampai sesak napas dibuatnya. Dia menjauhkan tubuh Regan dengan berkata, "Sudah Regan! Kamu ini kenapa, sih? Udah kayak gak ketemu selama berabad-abad saja."
"Kenapa, aku meminta ini juga ke istriku. Bagaimana kalau aku memintanya pada orang lain, hm?"
"Lakukan saja, sana. Akan aku pastikan aku mengebiri kamu nanti."
"Kebiri?" Regan terbahak mendengar kata itu. "Kamu mau punya suami yang tidak punya pusaka?"
"Buat apa pusaka kalau cuma buat nyenengin orang lain. Mending aku potong lah."
"Dih, sadis."
Membayangkannya saja sudah membuat Fanya terbahak sendiri sekarang. "Sudahlah, a
Makan malam mencekam itu berakhir dengan penuh perjuangan untuk menelan setiap suapan bagi Mira. Dan benar, terlalu sulit untuk mengerti bagaimana perasaan pria itu sejak dulu. Sampai di dalam mobil pun tidak ada pembicaraan sama sekali kecuali Kaisar yang bertanya, "Di mana aku harus menurunkanmu?"Sejauh itukah hubungannya dengan Kaisar sekarang?Mereka seperti orang yang tidak kenal saja. Orang asing, yang baru bertemu malam ini. Kaisar membentang gunung yang terlalu tinggi untuk ditanjaki siapa pun."Anda bisa menurunkan saya di depan gang sana. Rumah kos yang berada di ujung jalan."Begitu saja, dan Kaisar melakukan sesuai dengan apa yang diinginkan Mira. Ternyata Kaisar hanya memanggilnya sekali, hanya untuk kembali terdiam. Kenapa rasanya begitu sulit sekali untuk memulai pembicaraan? Seperti ada yang menahan saat itu akan keluar dari kerongkongan mereka.Tempat kos itu terlihat begitu kecil dengan beberapa kama
Sebelum Mira membuka matanya, Kaisar sudah terlebih dulu untuk membuka pintu kamar itu. Entah sudah berapa lama pria itu berdiri dengan bersandar di jendela dengan memperhatikan Mira yang masih menggulung di bawah selimut itu. Sampai akhirnya dia menyibakkan tirai yang membuat sinar matahari menusuk ke matanya.Mira mengerjap, samar-samar dia melihat bayangan seorang laki-laki yang tengah menekuk kedua tangan dengan memandangi dirinya. Semakin lama, wajah Kaisar semakin terlihat jelas. Gadis itu refleks menutup tubuhnya dengan selimut dan melihat dirinya sendiri yang masih menggunakan pakaian lengkap."Ngapain kamu di sini?""Kamu pikir untuk apa aku ke sini?""Mana aku tau!""Kamu berhutang padaku.""Aku, aku punya hutang apa?""Apa kamu lupa, kamu kemarin mengatakan apa?"Otak Mira masih lemot, memutar apa saja yang ia katakan kemarin malam. Dan ingatannya berhenti saat dia mengatakan
"Apa!"Fanya memang tidak tahu tempat. Bisa-bisanya dia berteriak di dalam resoran seperti itu. Suaranya melegking, hingga pengunjung lainnya pun refleks menoleh ke arahnya."Jangan teriak kenceng-kenceng, Anya!""Maaf, maaf. Ya, aku kaget dong, tiba-tiba Kaisar seperti itu. Tapi bagus juga, sih, itu tandanya dia sudah selangkah di depan.""Apanya yang bagus? Kamu saja gak ngerasain gimana ngadepin sikap dia yang dingin itu.""Aku ngerasain kok, dia perhatian. Waktu Regan gak di rumah, kita tinggal bareng. Dan sedikit banyaknya, aku tau sikap dia itu bagaimana. Gak usah sedih gitu!""Tapi dia pasti seenaknya sendiri sama aku nanti." Wajah Mira medadak berubh kecut. Ia kembali menundukkan kepala dengan mengaduk-aduk minumannya. Sementara Fanya yang tahu itu, hanya bisa menghela napas panjang dan menunggu gadis itu melanjutkan perkataannya."Dia baik padamu karena kamu istrinya Tuan Regan. Dan k
Fanya pikir, dia pulang terlebih dulu sore ini. Ternyata tidak, sudah ada mobil Regan juga yang ada di sana. Tumben sekali pria itu datang sesore ini. Biasanya dia juga akan datang tepat sebelum makan malam. Tapi tidak apa, setidaknya ada yang menyambut dia di rumah."Aku pulang!" serunya saat memasuki rumah dengan sedikit berlarian."Selamat sore, Nona." Akbar menyambutnya dengan mengulas senyum simpul."Regan sudah datang, ya? Ke mana dia?""Tuan Muda sedang berada di dalam ruang kerjanya dengan Nyonya Besar.""Mama Mertua di sini?""Iya."Mendengar itu, wajah Fanya mendadak lesu. Bukan tidak senang, hanya saja, ya ... sedikit tidak nyaman saja. Baru juga dia sedikit bisa bernpas lega. Fanya melirik ke ruang kerja sekilas, dan kembali melangkahkan kakinya dengan malas menuju kamarnya sendiri.Entah apa yang mereka bicarakan di dalam sana. Dia pun juga tidak tertarik untuk menden
Sore ini, Fanya sudah siap untuk melakukan semua rencananya. Dia bersama dengan Mira menjadi detektif dalam sehari ini. Merencanakan pertemuan Lyan dengan Manda yang sudah mereka susun sedemikian rupa dengan kerja samanya bersama Lyan."Aku melakukan ini karena aku ingin Manda jadi milikku. Tapi jika kalian sampai mengahancurkan dia, aku juga tidak akan terima." Lyan menegaskan itu kepada Fanya yang entah sudah keberapa kalianya."I know, aku sudah berjanji denganmu kalau rekaman ini hanya akan menjadi bukti suamiku untuk menceraikan dia. Setelah dia mengakui kalau dia mengandung anak kamu, suamiku akan menceraikan dia dan kamu bisa dapatkan Manda. Oke? Itu kesepakatan kita bukan?""Jangan menyebarkan ini ke publik.""Iya, Lyan! Astaga ... aku harus bilang berapa kali, sih?"Mira pun jengkel dengan Lyan yang masih saja tidak percaya dengan mereka. Padahal, mereka sudah menjelaskan pada Lyan kalau ini hanya untuk menjadi bukti yang
"Hai sayang," sapa Regan saat pria itu baru saja masuk ke dalam kamarnya sediri. Datang-datang, langsung meligkarkan tangan ke pinggang Fanya dengan menciumi leher wanita itu."Regan ... kamu masih lengket! Mandi dulu sana!"Regan tetap saja bergelayut seperti anak kecil yang sudah lama ditinggal ibunya. Menyesapi semua aroma tubuh Fanya yang baru saja keluar dari kamar mandi. Aroma sabun, sampo dan parfum beraroma sweet menjadi perpaduan yang pas untuk berlama-lama di ceruk leher wanita itu. Regan meyesapnya dalam-dalam, hingga paru-parunya mengembang dan menghembuskanya lembut di telinga Fanya, membuat wanita itu merinding dengan perlakuan Regan.Regan terus melakukannya sembari berkata, "Kenapa aku tidak seharum dirimu? Padahal sabun kita sama. Apa kamu juga mandi dengan kembang tujuh rupa?""Salah. Aku bukan hanya mandi dengan bunga tujuh rupa, tapi aku juga mandi dengan tujuh parfum." Dia melepaskan rangkulan Regan dan berbalik mena
"Karena ini tamu istimewa.""Seseorang lagi?" tanya Manda sekali lagi. "Jadi aku ke sini dia yang mengundangku, dan bukan kamu?" Manda menunjuk Fanya dan kemudian menunjuk Regan setelahnya."Tentu saja tidak. Aku melakukannya karena istriku yang meminta."Manda sudah merasa ada yang tidak beres di sini. Dia segera menyahut tasnya dan berdiri begitu saja. Apa lagi saat melihat wajah Fanya yang tersenyum aneh padanya. Fix, benar dugaannya. Tidak mungkin jika Fanya tiba-tiba mengundangnya tanpa sebab. Apa lgi saat ia menggabungkan kejadian tadi siang, saat mereka berada di dalam satu cafe.Melihat Manda yang pergi terburu-buru, Regan berteriak, "Mau ke mana? Kita bahkan belum memulainya."Manda tidak peduli, dia tetap tidak menghentikan langkahnya dan terus berjalan menuju pintu utama. Tepat saat ia baru melangkah keluar, tubuhnya terpental karena menabrak seorang lelaki dengan tubuh kekar. Kedua matanya membola,
Rupanya Manda bisa menangis juga, ya? Sekarang dia terisak seolah dialah korbannya. Padahal yang membuat semuanya menjadi rumit ya memang dia. Kalau saja dia menerima Lyan, mana mungkin semuanya seperti ini. Kalau tidak ingin punya anak dari lelaki lain, ya kenapa harus berhubungan badan?Sekarang, mau menjerit pun tidak akan ada gunanya. Dia menghempaskan pelukan Lyan dan kembali mendekat ke arah Regan. dengan terisak dia mengatakan, "Ini anak kamu, Re! Kamu harus bertanggung jawab atas ini!""Manda, sudahlah! Mau berapa kali kamu berbohong pada kami, kalau kita semua sudah tau itu bukan anakku."Manda masih belum menyerah juga. Dia menggenggam lengan Regan dan kembali memohon, "Re, tapi aku cintanya sama kamu, Re!"Jengah dengan perlakuan Manda, dia mengibaskan tangan dan menggaruk pelipisnya. "Manda, apa kamu tidak mengerti juga, kalau aku tidak mencintaimu, hah? Mau kamu sampai ngesot-ngesot pun aku gak akan bisa nerima kamu, k
Seiring waktu, semua permasalahan yang mereka lalui terlupakan. Kehidupan terus berjalan dan seolah memberikan dunia baru untuk mereka. Tiba di saat hari yang mereka tunggu, Anya melahirkan dan dia melakukannya secara normal.Regan tidak pernah meninggalkan istrinya, bahkan dia yang menangis saat Anya mengeluh sakit yang luar biasa. Namun, menit kemudian, tangisnya berubah senyum lebar mendengar suara tangisan bayi.“Pak Regan, anak anda laki-laki.” Dokter itu memberikan anak mereka padanya. Dia sangat tampan, tapi wajah Anya mendominasi hingga dia terlihat tampan sekaligus imut di waktu yang sama.Anya menangis bahagia setelah beberapa jam menangis kesakitan. Setelah dibersihkan, mereka pindah ke ruang inap dan bayi itu tidak juga turun dari gendongan Regan. Kaisar yang ingin menggendongnya pun tidak memiliki kesempatan.Di saat itu, pintu ruangan terbuka, Sarah masuk dengan wajah memelas. Sejak dia mendengar jika Anya akan melahirkan, dia se
Jihan membeku, dia merasa sangat kecil di sana. Perlahan, hinaan dari Padmana yang selama ini hanya dia telan bulat-bulat, seolah doa yang menjadi kenyataan. Dia merasa senang sekaligus menangisi dirinya sendri. Bahkan dia tidak pernah merasakan kasih sayang yang seperti itu.Kaisar hanya memandangnya, semakin dilihat Jihan semakin menyedihkan. Jihan memang tidak mengatakan apa pun, tapi kedua mata yang menyorotkan kekosongan di hatinya itu terlihat sangat jelas. Kaisar menjadi gelisah, entah karena apa.Pria itu menyahut botol minum dan meskipun dia menegaknya hingga tersisa setengah, perasaannya masih gelisah. Tubuhnya tergerak untuk mendekat, lalu tiba-tiba mencium bibir Jihan dengan cepat hingga membuat wanita itu terkejut dengan responnya.“Kau hanya membuatku takut dengan ekspresimu yang diam saja. Makanlah, aku akan menyusul Tuan Regan.”Jihan tercengang, sampai Kaisar keluar dari ruangan pun dia masih tidak berkedip.“Kamu
“Aku tidak akan pergi dan aku akan tidur di sini.” Jihan melengos dan masuk ke kamar mandinya. Selesai mandi, dia terlihat sangat segar dengan rambut yang masih basah.Kemeja yang dia pakai pun sangat longgar dan kebesaran, tapi panjangnya hanya sampai paha dan itu sangat minim. Jika dia mengangkat kedua tangan, maka dia akan mengekspose pahanya yang mulus itu membuat Kaisar berkali-kali memalingkan pandangan.“Kau hanya boleh tidur di sofa.”“Tidak masalah, selagi aku tidak sendri.”Kaisar melempar selimut ke arahnya, dan dia memejamkan mata terlebih dulu. Saat dia pikir Jihan pun sudah mulai tertidur, mendadak kasur yang berada di sisinya tenggelam seperti ada seseorang yang meniduri.“Mau apa kau?” teriak Kaisar, yang mendapati Jihan merayap di sisinya.“Tidakkah kau merasa di sini seram? Mira pasti pernah tinggal di sini. Aku tidak berani di sofa sendirian. Kalau kau tidak menahanku p
“Si- siapa ini?”“Kaisar. Mulai saat ini, jika kau berani mendekati Jihan lagi, aku tidak akan ragu untuk mematahkan semua tulangmu.”“Jihan adalah tunanganku dan apa yang aku perbuat padanya, sama sekali tidak ada hubungan apa pun denganmu.”“Dia bukan milikmu lagi dan sebaiknya kau enyah dari kota ini sebelum aku menyeretmu ke lubang kuburmu sendiri.”Setelah mengatakan itu, Kaisar memutus sambungan dan menyerahkan ponsel ke Jihan dengan entengnya. Jihan tidak mendengar apa jawaban Padmana, tapi yang jelas pria itu pasti ketakutan. Satu-satunya hal yang ditatuti pria itu adalah dia yang kembali dengan Kaisar karena dia tahu jika dia tidak akan mampu melawan pria itu.“Anda membuatku dalam masalah besar.”“Aku sudah menyelamatkanmu dan kau mengatakan aku membawa masalah besar?”“Anda tidak tahu, saya berhutang padanya untuk biaya pengobatan ibu saya di kamp
Anya menyandar di pundak Regan, rasanya sangat nyaman dan tenang. Malam ini, Wira mengendara dengan santai, dan sesekali kedua matanya melirik ke arah spion. Melihat Regan yang memejamkan mata dengan Anya yang memeluknya, hatinya pun ikut bahagia.Sayang sekali, hanya dia yang tersiksa karena sudah melajang cukup lama. Namun, melihat Regan, keinginan untuk memiliki satu wanita dalam hidupnya muncul begitu kuat. Wira sudah lama bekerja dengan Kaisar, menjadi pengawal Regan dan mengikuti dia ke mana pun.Selama hidupnya, dia telah menyaksikan sendiri jika Regan tidak pernah bermain-main dengan wanita. Ada pun Manda, tapi saat itu jusru sang wanitalah yang menjebaknya. Dalam arti, Regan tidak pernah berniat untuk bermain-main dengan istrinya.Wira juga masih mengingat dengan jelas, di mana saat itu Regan kehilangan istrinya selama beberapa bulan dan melihat betapa kacaunya dia. Regan memang sangat arogan waktu itu, pemarah dan terlihat bukan pria yang banyak memili
Mengorbankan dua nyawa? Regan tertegun sejenak dan pikirannya jatuh pada Manda dan juga anaknya. Dia yang mendesak Manda agar mengatakan semua tentang Lyan, dan apakah itu maksudnya Lyan akan membunuh mereka?Regan menendang tubuh Lyan, hingga dia menggelinding beberapa kali. “Patahkan semua tulangnya hingga dia mati dan buang mayatnya ke laut.”“Baik.” Wira mengeksekusi Lyan dan menyelesaikan tugas Regan dengan sangat ganas.Di samping itu, dia mengambil istrinya dari Kaisar dan membawanya di atas kedua tangan lalu pergi dari gedung itu. Namun, Regan tidak pergi begitu saja. Dia hanya meletakkan Anya di dalam mobil dan kembali keluar untuk menghubungi Sandi.Seharusnya Sandi masih menangani masalah cafe, tapi dalam beberapa sambungan dia juga tidak mendapatkan jawaban atas panggilannya. Regan mengumpat, dan melayangkan pukulan ke udara. Dia sudah meletakkan bodyguard untuk melindungi Manda, tapi Lyan itu sangat licik! Kemungkinan
Mobil yang membawa Anya bergerak dengan cepat sekali, tapi Wira sudah menyambungkan dengan sistem navigasi di mobil dan mereka tidak perlu untuk mencarinya. Mereka pikir Lyan akan membawanya keluar dari Jakarta, tapi ternyata tidak. Mobil mereka berbelok dan menuju ke suatu tempat.Melihat itu, Regan semakin menambah kecepatan, hingga Jihan kehilangan jejak mereka. Kaisar dengan cepat melacak mobil Regan, dan mengikuti rute mereka meskipun sudah tertinggal jauh.Saat Regan tiba di sana, tempat itu merupakan gedung kosong dengan bangunan terbengkalai. Semuanya gelap dan tidak terlihat cahaya apa pun. Meskipun begitu, Regan tidak merasa ragu sama sekali untuk meneruskan langkahnya. Ada Anya yang menunggu untuk diselamatkan di dalam sana.Mereka masuk dengan waspada, berbekal hanya lampu senter di ponsel dan mengarahkan itu segela arah. Awalnya tidak ada yang aneh, hanya saja tepat saat mereka masuk lebih dalam lagi, terlihat Lyan yang berdiri dengan me
“Benar, tampar aku! Tampar!” teriak Mira sekencang-kencangnya. Entah saat ini dia memang sedang menangis menyesal atau masih dengan kepura-puraannya, kedua mata wanita itu mengalirkan air mata. “Aku iri denganmu, aku benci melihat kehidupanmu yang sempurna sedangkan banyak orang yang menderita di bawahmu. Aku benci!”“Jadi kau menyalahkan semua orang yang menderita itu padaku? Apa kau tidak pernah berpikir, jika sikapmu sendiri yang membuat semua orang menjauhimu?”“Kau yang sudah merebut perhatian Kaisar! Kau merebut kasih sayangnya, hingga aku tidak akan pernah menjadi yang pertama baginya. Kau sudah memiliki Regan, dan kau masih serakah dengan merebut perhatian Kaisar! Aku membencimu!”PLAKKSekarang, bukan hanya Anya yang menampar dia, melainkan Akbar yang melakukan itu. “Salah Apa Nona Anya padamu hingga kau berulang kali ingin melenyapkan nyawanya, hah? Apa dia mencoba untuk membunuhmu? Hanya kar
Baru juga mereka masuk, pelayan lelaki itu itu berdiri dan menghadang. “Maaf, Pak, untuk malam ini cafe tidak bisa dipesan karena sudah ada seseorang yang memesan untuk acara penting.”“Tenang saja, aku ke sini tidak untuk menyewa tempat ini. Aku hanya ingin sedikit melakukan renovasi.”“Mungkin kamu lebih butuh ini.” Kaisar menyodorkan pemukul itu ke arah Sandi dan dia dengan senang hati menerimanya.Sekali ayunan, dia memecahkan etalase kaca hingga membuat semua pengunjung ketakutan dan termasuk pelayan juga di dalamnya.“Maaf untuk ketidak nyamanannya, tapi kalian semua bisa pergi dari sini sekarang juga dan tidak perlu membayar makanan yang sudah kalian pesan.” Kaisar berteriak ke arah mereka semua dan di saat itu mereka berlarian sendiri-sendiri.“Pak, apa yang anda lakukan?” teriak salah satu dari pelayannya. Semuanya tampak panik, tapi hanya Kila yang sudah tidak terkejut sama sekal