Home / Romansa / Love The Way You Lie / 5. Datang padamu

Share

5. Datang padamu

Author: Erdes04
last update Last Updated: 2021-03-11 11:07:14

    Theo memandang bangunan sederhana di hadapannya, dari ekspresinya terlihat sekali pria itu tidak dapat menyembunyikan kekesalannya. “Kenapa di antara restoran mewah, kau mengajakku makan siang di sini? Jika tau seperti ini, aku lebih baik makan dengan layanan apartemen,” keluh Theo.

“Kau terlalu banyak mengoceh,” cibir Dave. “Aku sudah memberikanmu tumpangan jadi, turuti saja apa yang kukatakan.” Theo memutar bola matanya malas, “Lalu apa yang tuan Dave ini inginkan?” dari nadanya terdengar jika Theo malas melakukan apa yang Dave inginkan.

      “Kita akan makan siang di restoran itu, selama di dalam, jangan pernah mengoceh yang aneh-aneh!” papar Dave. Theo mengernyit, tetapi ia memilih diam. Lagi pula di mana pun tempat makannya, paling penting adalah tempat itu bersih dan menyediakan makanan yang layak. 

      Dave membuka pintu restoran, suasana di dalam siang ini lumayan ramai. Dan itu adalah salah satu hal yang dibencinya selain suara berisik, Dave memindai pandangannya ke sekeliling. Senyum samar terlihat di bibir tipisnya, seseorang yang menjadi alasan kedatangannya ke sini berada di sana, Bella terlihat sibuk ke sana kemari melayani pelanggan yang datang memesan. Di belakangnya, Theo turut memperhatikan isi dalam restoran. 

       Theo merasa dirinya menyukai restoran ini, tempatnya lumayan nyaman. Dia menoleh ke arah Dave yang sudah berjalan lebih dulu ke salah meja, Theo berjalan cepat menghampiri. “Aku masih tidak mengerti kenapa kau membawaku ke sini?” tanya Theo.

Dave melirik sekilas, kemudian kembali mengalihkan pandangannya ke pintu dapur restoran. Senyum samar terbit di bibirnya, Theo mengernyit kemudian menoleh ke arah pandang Dave. Seorang perempuan dengan rambut merah kecokelatan yang diikat tinggi dan pakaian pelayan restoran keluar dari dapur, Theo melirik ke arah Dave.

      Mata teman kecilnya itu seolah terpaku pada pelayan tersebut, bahkan Theo dapat melihat bagaimana kepala Dave bergerak mengikuti pergerakan perempuan itu. Theo terkekeh geli, sejak kapan Dave menjadi orang yang mudah ditebak.

“Ah, jadi dia alasanmu membawaku ke sini?” pertanyaan yang dilontarkan Theo membuat Dave menoleh. Theo mengangkat tangan kanannya, “Aku ingin memesan!” Bella menoleh, ia berjalan cepat menghampiri meja pelanggan. Ketika langkahnya semakin dekat, Bella merasa tak asing dengan sosok yang berada satu meja dengan si pemesan.

        “Ah, Anda kembali lagi, tuan?” terdengar nada tak percaya yang keluar dari mulut Bella. Dave berdeham, dia mencoba mengendalikan ekspresinya. Sedangkan Theo yang duduk di depannya menatap curiga pada Dave,  seketika satu pernyataan muncul dikepalanya. Dia menoleh cepat pada Dave, “Aku tau.” Dave mendelik tajam melihat senyum menjijikkan di wajah Theo, dia mengambil kotak tisu di meja dan melemparnya ke wajah Theo.

“Kenapa kau melemparkannya padaku?!” kesal Theo sembari meletakkan tempat tisu ke meja.

         Bella tersenyum kaku, sedari tadi dirinya hanya diam memperhatikan. “Anda pesan apa, tuan?” tanyanya sopan. Dave melirik, dia baru saja membuka mulutnya, tetapi Theo mendahuluinya. “Cantik, bisa aku meminta nomor handphone-mu?” Dave melirik tajam pada Theo, tetapi pria itu sepertinya sengaja melakukan hal yang menurut Dave memalukan itu.

Bella dapat merasakan ujung bibirnya berkedut menahan kesal, “Maaf, tuan. Pesanan itu tidak ada dalam menu.” Dave nyaris tersedak liurnya sendiri, dia mendongak untuk melihat ekspresi seperti apa yang dikeluarkan Bella. Pasalnya baru kali ini dirinya mendengar kalimat penolakan secara tak langsung untuk Theo, Theo terkenal playboy dan sudah dicap sebagai penakluk wanita.

       Katakan saja jika para wanita klub yang biasanya menjadi tempat hiburan mereka, sudah pernah berkencan dengan Theo. Dave melirik teman kecilnya itu, Theo tersenyum kaku. “Ah, seperti itu. Oke, aku pesan sesuatu yang istimewa dan mahal. Dan paling penting adalah makanan itu bisa kumakan,” ujar Theo penuh penekanan. Bella mengangguk, ia menoleh ke arah Dave. “Anda ingin pesan apa, tuan?” tanyanya. “Apa pun itu, aku ingin kau yang membuatnya,” sahut Dave.

       Bella mengangguk ragu, “Apa ada yang ingin Anda pesan lagi?” “Apa di tempat seperti ini ada Wine?” terdengar nada meremehkan dari pertanyaan Theo, matanya mengitari sekeliling restoran. Bella menghela napas pelan, “Maaf, tuan. Untuk hal itu saya kurang tau, tetapi kami menyediakan Soju dengan kadar alkohol lebih tinggi. Apa Anda menginginkannya?”

        Dave menoleh cepat pada Theo, dimatanya seolah mengatakan untuk menolak tawaran Bella. “Astaga, kau sepertinya meremehkanku. Aku pesan tiga botol,” sahut Theo menghiraukan tatapan penuh ancaman dari Dave. “Baiklah, pesanan akan segera disiapkan. Mohon ditunggu,” usai mengatakan itu, Bella pun beranjak pergi dari sana. Dave menatap datar Theo, “Aku akan menendangmu jika kau mabuk.”

       Theo membulatkan matanya, “Itu tidak akan terjadi! Kau tau sendiri jika aku bisa minum dua botol Wine sebelumnya.” Dave menatapnya malas, “Kau bodoh? Soju memiliki kadar alkohol lebih tinggi dari Wine dan bir.” Theo mengibaskan tangannya, “Jangan meremehkanku. Lihat saja nanti, aku akan menghabiskan tiga botol Soju!” Dave menatapnya malas, tanpa berniat berbicara lebih jauh, ia memandang ke arah tempat perginya Bella. 

      Tak berapa lama, Bella menghampiri meja mereka dengan sebuah nampan berisi tiga botol Soju dan dua gelas kecil pesanan Theo. “Makanannya akan selesai beberapa menit lagi,” ucap Bella sembari meletakkan ketiga botol itu di atas meja. Bella baru saja melangkah, tetapi seseorang menahannya. Ia menoleh ke arah pergelangan tangan kirinya yang berada dalam genggaman Dave, Bella menatapnya datar.

“Kau tidak ingin bergabung?” tawar Dave. Bella menyentak tangannya pelan hingga terlepas dari genggaman Dave, pria itu terlihat terkejut.

       “Bukankah Anda yang menginginkan masakan yang saya buat? Maaf, saya tidak mengonsumsi alkohol di siang hari,” balas Bella kemudian berlalu menuju dapur.

Theo memandang tak percaya kepergian Bella, dia menoleh ke arah Dave dengan tawa tertahan. Theo menuangkan satu botol Soju ke dua gelas kecil itu, dia menyodorkan satu gelas di depan meja Dave. “Sepertinya kalian cocok,” sindir Theo membuat Dave melirik. Seringai tampak disudut bibirnya, pria itu mengambil gelas berisi Soju. Ditatapnya cairan bening itu dengan intens, “Aku rasa kau benar.” Dalam sekali tegukan, cairan beralkohol itu masuk ke dalam tubuhnya.

       Theo menggeleng tak percaya, Dave sangat pandai minum. Bahkan di saat mereka mencari hiburan di klub, Dave tak pernah sekalipun terlihat mabuk meski dua botol minuman alkohol diteguknya. Theo mencicipi Soju dalam gelasnya, sensasi rasa pahit membuatnya mengernyit. Namun, entah bagaimana rasa pahit itu terasa nikmat di tenggorokannya. Sehingga tanpa sadar, satu botol telah dia habiskan dalam beberapa tegukan gelas kecil.

      Dave terlalu sibuk dengan pikirannya, hingga tak menyadari botol kedua tengah diminum oleh Theo. Bella akhirnya keluar dari dapur dengan nampan yang kali ini berisi masakannya, Dave berdiri tegak sambil meletakkan gelasnya kembali. Bella meletakkan dua piring berisi daging sapi yang dipanggang ala Amerika, makanan ini dipilihnya karena daging sapi adalah daging mahal di restoran kecil ini.

       Bella melirik pria yang memesan Soju yang duduk di meja sama, “Sepertinya teman Anda mabuk, tuan.” Dave mengikuti arah mata Bella, seketika itu juga emosinya naik. Kepala Theo sudah terkapar di meja, botol Soju yang sudah kosong berada dalam genggaman tangannya. “Shit,” desisnya. Sejak kapan Theo mabuk, sepertinya Dave terlalu fokus pada Bella sehingga tidak menyadarinya.

       Dave mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya, lalu meletakkannya di atas meja. Dia berjalan ke kursi Theo, kemudian menepuk sedikit keras pundaknya. “Bangun,” ujarnya tetapi tidak dapat respons dari Theo. Dave menarik pundak Theo, kemudian menyenderkan punggungnya ke kursi. 

Wajah memerah Theo sudah membuktikan pria itu mabuk, Dave menghembuskan napas kasar. Ia meletakkan lengan kiri Theo di pundaknya, lalu tangannya sendiri bergerak ke punggung Theo sebelum mengangkatnya untuk membantu berdiri.

        Melihat pelanggannya yang sudah akan pergi, Bella pun melirik makanan yang belum sempat disentuh. “Tuan, makanannya apa ingin dibungkus?” tawarnya. Dave menoleh, “Kau makan saja.”

Kemudian pria itu pun berjalan keluar sambil memapah Theo, Bella mendengus tak suka. “Kenapa orang kaya senang sekali menghamburkan uang,” gumamnya. Bella kembali meletakkan piring berisi masakan buatannya ke nampan, tangannya meraih tiga botol Soju yang dua di antaranya telah habis dan meletakkannya juga di nampan.

        Keningnya mengernyit saat melihat benda berbentuk persegi panjang berada di meja, Bella mengambil ponsel yang terlihat mahal tersebut. Ia menoleh ke arah pintu, seketika itu pula dirinya berlari keluar restoran. Napasnya sedikit terengah-engah, tetapi Bella merasa senang jika pria kaya itu masih berada di daerah restoran. Bella menghampiri Dave, “Tuan.” Dave yang hendak membuka pintu mobil pun menoleh ke belakang, Bella berada di sana. “Ada apa?” tanyanya. 

        Bella menyodorkan ponsel di tangan kanannya, “Apakah ini handphone milik Anda?” Dave melirik ke arah ponsel di tangan Bella, ia menghela napas kasar menyadari kecerobohannya. Dengan susah payah karena menahan berat badan Theo, Dave berhasil mengambil ponselnya. “Sepertinya Anda terlihat kesulitan, apa bisa saya bantu?” tawar Bella.

       Dave mengernyit, ia seolah tidak suka dengan usulan Bella. “Tidak perlu,” balasnya singkat. Bella mengangkat bahunya acuh, terserah saja. Bella mencoba mengabaikan Dave yang kesulitan membuka pintu belakang mobil, ia sebenarnya ingin membantu. Bella menghela napas kasar, kemudian membantu Dave untuk membuka pintu belakang mobil. Dave terkejut, pria itu menatap Bella cepat. 

       “Maaf, tapi Anda terlihat kesulitan.”

       Dave baru saja akan memasukkan Theo ke dalam mobil, tetapi tubuhnya kehilangan keseimbangan dan hampir terjatuh jika saja Bella tidak membantunya menahan tubuh Theo. Namun, sebagai gantinya. Kini tubuh Theo berada dalam pelukan Bella, tangannya terkepal kuat.

Dia baru saja akan mendorong tubuh Theo menjauh, sebelum matanya membulat oleh aksi Bella selanjutnya.

        Bella membulatkan matanya ketika lidah Theo menjilat lehernya, sontak saja itu membuatnya mendorong tubuh Theo menjauh. Kemudian satu tamparan dirinya layangkan, tatapan penuh amarah Bella berikan pada pria mabuk di depannya. Dave tersentak, dia tak menyangka jika Bella berani menampar Theo. Tangan perempuan itu terangkat hendak menampar Theo kembali, tetapi Dave jauh lebih cepat mencegahnya.

        Bella menatap tajam Dave, “Lepaskan!” ia mencoba melepaskan tangannya dalam genggaman kuat Dave. “Kenapa? Kau mau membela temanmu yang kurang ajar ini?” cemooh Bella. Dave mengernyit, sebenarnya apa yang dilakukan Theo hingga membuat Bella sangat marah. Bukankah Theo hanya tak sengaja memeluk perempuan ini? Bella tersenyum sinis, “Dia menjilat leherku!” Dave tersentak, kini dirinya turut menatap tajam Theo yang terduduk di tanah. Sepertinya tamparan yang diberikan Bella cukup keras, dan Dave tau satu hal buruk akan terjadi sebentar lagi.

       Dave kembali dibuat terkejut oleh aksi Bella, perempuan itu berhasil melepaskan tangannya. Namun, tangan Dave sepertinya lebih cepat dari tangan Bella. Perempuan itu menoleh dan kembali mendapati Dave yang tengah menatapnya sambil menahan tangannya di udara. “Sudah cukup, jangan menamparnya lagi,”  ujar Dave. “Dia sudah berlaku tak sopan padaku! Meskipun aku hanya pelayan restoran, tak sepantasnya dia berlaku seperti itu! Apa karena dia temanmu?” sentak Bella.

     Dave mendorong tubuh Bella hingga bersandar di mobilnya, ia mengurung Bella di antara lengan kekarnya. Matanya menyusuri wajah Bella, sepasang mata bulat yang dihiasi bulu mata lentik, hidung mancung yang mungil, dan jangan lupakan bagian yang sudah menjadi perhatiannya sejak awal. Bibir merah merona yang terlihat alami itu seolah mengundangnya untuk mencicipi, tetapi kepalanya menggeleng. Bukan itu tujuannya sekarang, matanya turun ke bawah dan tiba di leher jenjang Bella.

     Bella mengikuti arah pandang Dave, seketika ia menyembunyikan lehernya dengan rambut agar menghalangi pandangan pria itu. Kini pandangan Dave jatuh pada kedua bola mata yang menatapnya tajam, dia tersenyum miring. Ah, Dave sangat menyukai mata bulat yang menatapnya tajam itu. Kepalanya maju perlahan, Bella memasang posisi siaga. “Untung saja tidak sampai memerah,” lirih Dave tepat di samping telinga kanan Bella.

     Dave melirik ke arah Theo yang terlihat mencoba berdiri, dia melepaskan tangan Bella lalu berjalan menghampiri Theo. Dave mengangkat tubuh Theo dengan mudah, semua itu berkat kesadaran Theo yang mulai pulih. Dengan cepat Dave memasukkan Theo ke dalam mobil, sesaat kemudian pria yang kini sudah berada di dalam mobil itu terduduk. Kepalanya mendongak, tamparan keras tadi sepertinya membuat Theo sedikit sadar.

       Dave menoleh ke arah Bella yang tengah menatapnya tajam, ia tersenyum miring. “Kau beruntung aku menyelamatkanmu,” ucapnya. Bella menautkan alisnya, “Menyelamatkan aku? Kau menyelamatkan temanmu! Seharusnya kau memberi pukulan pada pria kurang ajar itu!” Dave mengangkat sebelah alisnya, “Kau mau aku melakukannya?” Bella mengenyit tak mengerti, ia berbalik dan memutuskan untuk masuk kembali ke restoran.

       Dave memperhatikan Bella hingga tubuh perempuan itu menghilang di balik pintu, setelahnya Dave pun memasuki mobilnya. Ia akan kembali ke apartemen sekarang, Dave melirik ke arah kursi belakang. Tatapan tajam diberikannya pada Theo yang berada dalam keadaan linglung.

~

      “Sialan, pipiku sakit sekali... “ keluh Theo sambil memegang pipi kirinya yang kebas. “Sebenarnya apa yang terjadi kemarin?” tanyanya. Dave melirik datar tanpa menjawab, dia kembali melanjutkan pekerjaannya.

Theo mendengus, pria itu berjalan menuju kamar mandi. Baru saja tangannya hendak membuka pintu, sekilas ingatan muncul. Tubuhnya tersentak saat mengingat tamparan keras itu, kini dirinya ingat sebab mengapa pipinya terasa sakit dan memerah. “Jadi perempuan gila itu yang membuat pipiku sakit!?”

      “Kau tidak ingat apa yang kau lakukan hingga membuatnya marah?” tanya Dave. Theo melotot, “Tentu saja tidak! Kau bodoh?! Aku sedang mabuk!” Dave melayangkan tatapan dinginnya, hal itu membuat Theo diam tak berkutik. “Jangan berteriak padaku,” desisnya. Theo bergerak kaku, kemudian masuk ke dalam kamar mandi dengan cepat. Di dalam kamar mandi, Theo merutuki mulutnya yang tidak bisa diam. Hampir saja dia membuat Dave menjadi monster.

       Dave memandang lurus ke depan, seringai terbit di sudut bibirnya. Ah, dia bahkan masih mengingat dengan jelas ketika bogem mentah berhasil mendarat di rahang Theo. Ya, dialah penyebab pipi pria itu merah bahkan sedikit bengkak. Hei, satu tamparan keras dari telapak tangan mungil tidak mungkin membuat pipi bengkak. Dave hanya membenci ketika seseorang menyentuh miliknya, sekalipun itu adalah temannya sendiri.

Related chapters

  • Love The Way You Lie   6. Mendekat

    Theo keluar dari kamar mandi dengan handuk kecil mengalung di lehernya, dia melirik ke arah Dave yang terlihat sibuk berkutat dengan laptopnya. Pria itu bergidik saat matanya tanpa sengaja melihat lengan berotot milik Dave yang tengah memakai kaos lengan pendek, Theo kini ingat penyebab rahangnya sakit waktu itu. Bukan karena tamparan pelayan restoran itu, tetapi pukulan mentah dari Dave. Theo meneguk ludahnya kasar, di tengah ambang kesadaran waktu itu, Dave tanpa aba-aba memberinya pukulan. Tubuhnya bergidik, meskipun kejadian sudah berlalu seminggu. Tetapi dia akan mengingat rasa sakitnya, hal itu akan berguna untuk Theo agar lebih hati-hati ketika bersama dengan Dave. Sebenarnya Theo tidak mengerti alasan Dave memukulnya, dari yang dirinya ingat, dia hanya mabuk. Theo memakai kaos lengan pendeknya, lalu melirik ke arah laptop yang menjadi fokus Dave. “Apa kau yakin akan tetap dengan rencanamu? Kau juga tau bukan, seperti

    Last Updated : 2021-03-13
  • Love The Way You Lie   7.1 Cemburu?

    “Kau tidak mau membantunya?” tanya Theo. “Tidak,” balas Dave. Keduanya sama-sama melihat Ed yang tampak kewalahan menghadapi empat orang pria yang tiba-tiba menyerang, Theo meringis mendengar suara pukulan-pukulan itu. Hanya mendengarnya saja, Theo sudah yakin pukulan-pukulan itu sangat keras. Tetapi dirinya dibuat kagum oleh kemampuan bela diri Ed, bahkan untuk orang awam sekalipun pasti dapat menebak jika pria itu sudah terbiasa menghadapi keadaan seperti sekarang. “Sebenarnya kenapa pria itu diserang?” gumam Theo. “Akh!!” sebuah teriakan membuatnya terkejut. Di depan sana, Ed terlihat kesakitan setelah salah satu pria berbadan besar itu berhasil menginjak lengan kanannya. Wajah Ed memang hanya dihiasi beberapa luka, pria itu sepertinya tidak akan kalah jika melawan 1 atau 2 orang. Theo melirik Dave, pria itu tidak menampilkan ekspresi apa pun. Lalu Theo memandang ke sekeliling lewat kaca mobil, “Apa di sekitar sin

    Last Updated : 2021-03-13
  • Love The Way You Lie   7.2 Cemburu?

    Suasana canggung tercipta di dalam rumah sederhana itu, Bella tidak mengerti apa yang terjadi di sini sebenarnya. Ketika mereka tiba di rumahnya, pria yang menolongnya itu tidak pergi dan terus berdiam di depan pintu. Bella terlihat bingung saat itu harus melakukan apa, akhirnya setelah meminta pendapat Ed. Ia menawarkan kedua pria itu masuk, dan tanpa di sangka dengan mudahnya pria yang pergi ke toko bunga pagi tadi itu, begitu saja menyetujui. Dave diam-diam memperhatikan kondisi di dalam rumah kecil itu, tidak banyak perabotan maupun ruang. Ruangan tempatnya berada saat ini hanya diisi oleh karpet dengan sebuah dapur kecil di depannya, matanya memandang dinding bercat putih dengan hiasan foto-foto Bella dan pria itu. Sebuah ruangan dengan pintu tertutup, menarik perhatiannya. Satu tebakan yang membuat dia benci memikirkannya, ruangan tersebut adalah kamar. Tidak masalah jika ada dua ruangan seperti itu di sini, tetapi itu hanya satu yang artinya mereka berbagi kamar.

    Last Updated : 2021-03-29
  • Love The Way You Lie   8.1 Pertemuan terakhir yang tidak menyenangkan

    Udara pagi ini, sama saja dengan hari-hari sebelumnya. Satu hal yang membedakan adalah ketika Theo terbangun dan melihat Dave telah bersiap dengan pakaian yang rapi, pria itu bahkan sesekali memperbaiki penampilan di depan cermin. Hal itu tentu saja mengundang rasa penasarannya, Theo duduk di sofa. “Kau memperhatikan penampilan ternyata,” katanya. Dave melirik tajam ke arahnya, “Apa aku terlihat aneh?” Theo mengernyit, “Kau meminta pendapatku?! Tentu saja penampilanmu tetap keren seperti biasa, dan aku benci mengakuinya.” Dave menoleh sekilas, lalu berjalan menuju lemari tanpa menghiraukan ucapan teman kecilnya. “Kau akan pergi? Ke mana?” tanya Theo. Dave mendengus, “Jangan mengikutiku.” Theo mendengus, “Siapa juga yang mau mengikutimu. Aku hanya ingin mengatakan pulanglah sebelum jam makan siang, ayahmu kemarin menelepon dan meminta kita kembali ke Seoul.” Dave terdiam, dia melirik jam di pergelangan tangan kirinya. Tanpa mengatakan apa pun lagi, Dave keluar dari apartemen.

    Last Updated : 2021-04-01
  • Love The Way You Lie   8.2 Pertemuan terakhir yang tidak menyenangkan

    Sekitar lima belas menit kemudian, Ed keluar dari kamar mandi dengan handuk yang hanya menutupi pinggang hingga lutut, sebuah handuk putih kecil berada di kepalanya. Bella berbalik saat aroma sabun cair miliknya menguar, seketika itu juga ia menahan napas. Tetesan air jatuh ke dada bidang Ed, lalu menuruni perutnya yang terbentuk sempurna. Mata Bella naik ke kepala Ed, ia mendengus lalu mendekat ke arah pria itu. Bella menarik handuk kecil di atas kepala Ed, lalu meletakkannya kembali di sana dan mulai mengusap-usap rambut itu. “Ed, menunduklah sedikit,” keluh Bella yang merasa kesulitan dengan kegiatannya membantu mengeringkan rambut Ed. Perbedaan tinggi yang lumayan jauh, harus membuat ia berjinjit agar tangannya sampai di kepala Ed. Ed menahan tawanya saat melihat Bella yang terlihat kesulitan, bukannya mengikuti apa yang Bella katakan, dia malah dengan sengaja berjinjit hingga perbedaan tinggi badan keduanya terlihat begitu kentara. Bella menghembuskan napas kasar, “Berh

    Last Updated : 2021-04-04
  • Love The Way You Lie   9.1 Pertengkaran

    Akhir pekan merupakan hari yang dinanti oleh para pekerja, setidaknya mereka dapat menikmati satu hari dengan menyegarkan otak dan tubuh. Meskipun tidak semua orang dapat menikmati hari itu, begitu juga dengan Bella dan Ed. Pagi ini, Bella berencana pergi ke pasar untuk membeli bahan makanan restoran. Ia sedang dalam keadaan hati yang bagus, beberapa hari lagi ulang tahunnya akan tiba. Meskipun dirinya tidak yakin tanggal 29 Desember adalah hari lahirnya. Tak masalah, selama ia masih dapat merasakannya seperti orang lain. Bella mempercepat langkahnya ketika memasuki area pasar, meskipun matahari mulai sedikit tampak, tetapi pasar masih sepi. Tujuan pertamanya adalah pergi ke pedagang ikan dan daging, tidak terlalu sulit memilih keduanya yang masih segar. Ikan yang segar biasanya memiliki insang yang berwarna merah cerah, sedangkan daging sapi segar biasanya memiliki warna kemerahan dan tidak pucat. Begitu kedua bahan itu selesai dibungkus, Bella pergi ke pedagang sayuran yan

    Last Updated : 2021-04-06
  • Love The Way You Lie   9.2 Pertengkaran

    ~ Pintu terbuka, ruangan gelap dan kosong menyambut Bella ketika memasukinya. Ia melirik jam dinding yang masih menunjukkan pukul satu siang, cuaca yang mendung membuat langit tampak seperti sore hari. Tujuan pertamanya sekarang adalah kamar, entah mengapa ia merasa hatinya tengah diliputi oleh emosi negatif. Bella meraih sesuatu dari bawah ranjang kecil, sebuah kotak kayu kecil didapatkannya. Ia membuka kotak tersebut, sebuah foto usang kini berada di tangannya. Seorang wanita tengah tersenyum menatap kamera dengan begitu manisnya. Bella membalikkan foto tersebut, beberapa tulisan tangan yang ia tulis semasa kecil. Bella ingat ia menulisnya ketika merindukan wanita dalam foto tersebut, ibu panti menyebutkan bahwa wanita tersebut adalah ibu kandungnya. Dan beliau selalu memberitahu Bella yang sewaktu kecil selalu menangis ingin bertemu dengan sang ibu, beliau mengatakan bahwa ibu kandungnya juga sangat merindukannya dan berjanji akan menjemputnya. Setelah itu, ia yan

    Last Updated : 2021-04-08
  • Love The Way You Lie   10.1 Pertengkaran terakhir

    Ed membuka pintu di depannya, Bella tidak berada di kamar seperti dugaannya. Dia baru saja hendak menutup pintu kembali, tetapi sebuah benda mengalihkan perhatiannya. Ed memasuki kamar, dia berjongkok untuk mengambil benda tersebut. Selembar foto berisi seorang wanita cantik tengah tersenyum menatap kamera, kini berada dalam genggaman tangannya. Foto itu terlihat usang, tetapi terlihat sekali foto itu dirawat dengan baik oleh pemiliknya. Ed membalikkan foto tersebut, beberapa tulisan menghiasi bagian putih belakang foto itu. Tulisan-tulisan itu kurang lebih berisi pengungkapan rasa rindu yang ditulis oleh seorang anak kecil, Ed tersenyum. Tulisan tangan yang sangat dikenalnya, tulisan itu adalah milik Bella sewaktu kecil. “Sepertinya kau sangat merindukan ibumu, Bella.” Ed berdiri, matanya memandang sekeliling kamar. Kamar sederhana yang terlihat sangat rapi dan bersih, aroma lavender memasuki hidungnya. Ini adalah wangi sabun yang dipakai Bella, dia keluar dari kamar. Ed me

    Last Updated : 2021-04-10

Latest chapter

  • Love The Way You Lie   32. Semuanya berakhir sekarang (END)

    Bella terus menunduk, ia tidak berani mendongak untuk memandang dua sosok yang kini duduk di depannya. Entah bagaimana kedua pria itu datang bersamaan, mendatanginya dan mengajaknya kembali. Bella mendongak, kedua pria itu saling menatap tajam. “Bisakah kalian pergi?” ucapannya sontak saja membuat kedua pria itu menatapnya.“Tidak bisa,” ujar mereka bersamaan. Bella menghela napas lelah, ini tidak akan mudah. “Kau harus ikut denganku,” terdengar nada perintah dalam ucapan Dave. “Kau tidak bisa memaksanya,” kini giliran Ed yang berbicara. Ya, kedua pria itulah yang sedari dua jam memaksanya.Sudah seminggu Bella berada di Los angeles, beruntung baginya karena bertemu dengan salah satu ibu panti ketika tiba di bandara. Panti kini telah pindah ke salah satu bangunan sederhana milik seorang pengusaha, bahkan pengusaha yang tidak diketahui namanya itu telah menjadi penyumbang terbesar untuk panti.

  • Love The Way You Lie   31. Keputusan akhir

    Kelopak mata itu tampak bergerak-gerak, sebelum akhirnya terbuka secara perlahan. Hal pertama yang tertangkap oleh retina matanya adalah langit-langit ruangan berwarna putih, kepalanya menoleh ke samping. Dinding bercat putih juga menyambutnya, Bella mengerutkan hidungnya ketika bau obat-obatan tercium jelas. Ah, rumah sakit. Bella menghela napas pelan, ia melirik pergelangan tangan kirinya yang terbalut perban. Ingatan kembali membawanya pada kejadian sore tadi, ketika Bella dengan bodohnya melukai pergelangan tangannya. Ia tersenyum miris, dibandingkan dengan bodoh, Bella akan menyebutnya sebuah usaha melarikan diri.Tentu saja dirinya tidak akan mungkin bertahan lebih lama dari penjara yang dibuat Dave, pria itu sungguh-sungguh sudah tidak memedulikannya lagi. Bella tidak dapat mengetahuinya dengan pasti berapa lama Dave pergi, tetapi Maid beberapa kali yang mengantarkan makanan untuknya. Ia tidak dapat menahannya lagi, terlebih ketika hujan badai terjadi sor

  • Love The Way You Lie   30.2 Aku lelah..

    Bella terus mundur, hingga kemudian punggungnya menyentuh tembok. Bella jatuh terduduk, ia meringkuk disudut kamar, matanya memandang takut ke arah Dave yang melangkah mendekat. “Kau sakit, Dave.” Dave membulatkan matanya mendengar perkataan Bella, “Aku tidak sakit.” Bella menggeleng cepat, “Mentalmu sakit!” ekspresi mengeras di wajah Dave, berganti menjadi raut wajah datar. “Katakan sekali lagi dan kau akan mati,” desis Dave. Entah mengapa keberanian Bella mulai terkumpul, ia menatap Dave dengan ekspresi wajah meremehkan. “Kau tidak akan berani melakukannya, Dave.” “Karena selama ini hanya aku yang masih bertahan denganmu, benarkan?” rahang Dave mengeras kembali. Dia berjongkok, lalu jari telunjuk dan jempol tangan kanannya mengapit dagu Bella. “Apa kau mau aku melepaskanmu?” suara Dave terdengar dalam. Bella mengepalkan kedua tangannya, intimidasi yang dilakukan Dave, nyatanya telah membuat ketakutan kembali menghampiri. Ia mengang

  • Love The Way You Lie   30.1 Aku lelah..

    “Dave, kumohon buka pintunya! Ayo kita bicara! Dave!” seru Bella seraya terus menggedor pintu di depannya. Ia menghela napas lelah, tangannya terasa kebas setelah menggedor-gedor pintu selama beberapa menit. Bella tahu Dave berada di luar ruangan, karena itulah ia terus berteriak hingga membuat tenggorokannya terasa kering. Bella berbalik, ia memandang hampa pada ruangan tempatnya berada kini. Bukan kamar dengan ranjang empuk dan cahaya lampu yang terang, melainkan sebuah ruangan tanpa ada satu pun perabotan dan jendela. Hanya ruangan kosong dengan satu lampu temaram dan sebuah lubang ventilasi kecil, Bella menunduk. Entah sudah berapa hari dirinya berada di sini, Dave benar-benar mengurungnya seperti seorang tahanan. Pintu yang merupakan satu-satunya jalan keluar, tidak pernah terbuka seperti ketika ia dikurung di kamar. Makanan akan tiba di ruangan melalui sebuah lubang yang hanya muat untuk satu nampan, tidak lagi melalui Maid. Bella benar-benar

  • Love The Way You Lie   29.2 Aku bersamamu

    Bella tidak dapat memercayai penglihatannya sekarang, matanya tak pernah lepas pada layar laptop di depannya. Sebuah video sedang di putar, terdapat seorang anak laki-laki dengan seorang wanita berpakaian dokter. Wanita tersebut tampak mengajak bicara anak itu, tetapi respons yang diperlihatkan anak laki-laki itu sungguh membuatnya terkejut.Tanpa diberitahu, Bella dapat menebak bahwa anak itu adalah Dave kecil. Video enam menit itu akhirnya berakhir, Bella masih mencoba mencerna apa yang dirinya lihat tadi. Ia melirik ke arah kertas-kertas yang kini berada dalam pangkuannya, Bella telah selesai membaca beserta dokumen-dokumen lain yang kini tercecer di atas lantai.Tangannya terangkat untuk meraih sebuah foto usang dengan bergetar, foto yang memperlihatkan seorang anak laki-laki tengah menatap ke arah kamera dengan tatapan hampa. Tanpa sadar air matanya jatuh, lihatlah tubuh yang tampak seperti hanya tulang berbalut kulit.Bahkan perban yang

  • Love The Way You Lie   29.1 Aku bersamamu

    Pemandangan di sore hari ini tampak indah, pantulan cahaya jingga menerpa kaca besar ruangan yang terlihat gelap itu. Bella memandang lurus pada pemandangan langit sore dari balik kaca kamarnya yang membentang luas, sekalipun pandangan itu tidak benar-benar menikmati apa yang tersaji. Di tengah lamunan, suara gemercik air sesekali terdengar dan memecahkan keheningan ruangan itu.Empat belas hari sudah berlalu semenjak kejadian besar itu, hingga saat ini Bella tidak pernah mengetahui kabar Ed. Apakah pria itu baik-baik saja? Bagaimana kehidupannya sekarang? Pertanyaan yang beberapa hari terakhir mengganggu pikirannya itu terus menghantui, Bella bahkan tidak dapat tidur nyenyak.Tidak ada hal berarti yang dilakukannya, setiap hari ia selalu melamun di kursi yang menghadap ke arah kaca. Sudah dua minggu itu pula, Bella terkurung dalam rumah mewah Dave. Pria itu benar-benar tidak membiarkan dirinya melangkah sejengkal pun keluar dar

  • Love The Way You Lie   28.2 Sekeping hati yang dipatahkan

    “Bella!” suara tak asing yang memanggil namanya, sontak membuat Bella dan Ed sama-sama menoleh ke asal suara. Mata mereka membulat, kehadiran Dave dan Clara juga sekitar lima orang pria berbadan besar dalam balutan pakaian serba hitam, mengejutkan mereka. Bella terlebih dahulu berdiri, ekspresi wajahnya berubah panik.“Dave?’ gumamnya. Dave melangkah menghampiri, diikuti Clara dan kelima pria itu. “Jadi, ini yang kau lakukan di belakangku saat aku sibuk bekerja? Kau mengkhianatiku?!” sentak Dave. Ekspresi dingin yang kentara di wajah Dave, tanpa sadar membuat tubuh Bella bergetar. Karena dibandingkan dengan ekspresi itu, Bella lebih memilih Dave berekspresi marah.“Ed,” suara lirih itu berasal dari satu-satunya perempuan selain Bella. Clara memandang Ed dan Bella bergantian, tatapan mata yang terluka itu sontak membuat Bella diliputi rasa bersalah. Ia mendekat ke arah Clara, kemudian berdiri di depanny

  • Love The Way You Lie   28.1 Sekeping hati yang dipatahkan

    Arah matanya tak pernah lepas dari pintu masuk kedai, tak berapa lama senyuman manis terbit di bibir merah meronanya. Seorang pria dalam balutan mantel hitam tengah mendekat dengan buket bunga di tangannya, senyumnya terukir indah ketika matanya menangkap sang terkasih. “Maaf, sudah membuatmu menunggu lama,” ujar pria tersebut seraya mendudukkan dirinya di depan perempuan itu. Bella menggeleng, senyum tak jua lepas dari bibirnya. “Tak apa, kau pasti sangat sibuk. Eum.. apa bunga itu untukku?” tanyanya seraya menunjuk buket bunga di tangan pria di depannya.Ed terkekeh geli, kemudian mengangguk. “Untuk perempuan istimewa yang menempati seluruh ruang dihatiku,” sahutnya seraya menyodorkan buket berisi bunga anyelir putih. Bella menerimanya, senyumnya semakin lebar ketika menghirup aroma bunga anyelir yang harum. “Terima kasih, Ed. Padahal kau tidak perlu repot-repot membawakannya untukku, kau datang saja aku sudah sangat bahagia.&

  • Love The Way You Lie   27. Hanya kau dan aku

    Cengkeraman kuat pada sabuk pengaman seolah menjadi satu-satunya cara agar sesuatu yang buruk tidak terjadi, sekalipun Bella tahu harapannya itu tidak akan pernah terjadi. Meskipun ketakutan merasuki, ia tidak dapat menghentikan atau setidaknya meminta Dave menurunkan kecepatan mobil. Pria itu tengah kalap, terlihat dari wajahnya yang memerah.Bahkan di saat emosi mengusai, Dave tetap bisa mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Beberapa kendaraan lain mencoba menghindar agar tidak terjadi kecelakaan, tak jarang ada yang menghentikan kendaraannya ketika mobil Dave melintas dengan cepat.Bella sungguh takut, seperti dalam adegan film laga. Dave mengendarai mobil dengan kegilaan, Bella tidak bisa lagi menahan ketakutannya. Ia harus menghentikan Dave, terlebih ketika seorang pejalan kaki yang hendak menyeberang hampir tertabrak.“Dave, hentikan mobilnya. Sadarlah!” sebisa mungkin dirinya berteriak, meskipun yang keluar hanya seruan yang tercekat. Dave

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status