Axelle mengharapkan kebahagiaan sang istri. Namun, Stela terlalu dermawan untuk berbagi kebahagiaan dengan yang lain. Stela masih terdiam membisu tanpa kata. Jika Axelle berpikir tentang kebaikannya. Namun, Stela berpikir lain, keputusan terburu-buru yang sang suami ambil takutnya akan berdampak buruk. Stela hanya berharap Axelle mau mengajaknya berunding untuk memecahkan masalah yang ada. Stela masih saja dianggap anak kecil oleh sang suami. Stela ingin semuanya terbuka tanpa ada yang harus disembunyikan atau ditutupi. Stela masih kekeh pada pendiriannya. Perempuan muda itu bahkan tidak membalas pelukan sang suami.
Axelle mendengkus kesal, tidak dapat memahami apa yang ia perbuat adalah demi kebahagiaan yang sama. Dia melepas pelukannya menatap tajam Stela. Akan tetapi, emosinya luluh kala ia mendapati wajah mania di depannya itu menggoda. Terlihat imut men
Terlihat kegusaran di wajah Stela, Axelle yang menangkap gelagatnya, lelaki itu langsung menegakkan tubuh mungil sang istri. Keduanya kini berhadapan, netra keduanya saling menatap. Axelle mengelus poni sang istri penuh kasih sayang. Stela nampak sendu, Axelle membelai pipinya mesra. "Hey, kenapa sayang?" tanya Axelle. Stela menggeleng, Axelle mengecup kening sang istri. "Katakanlah, Sayang," imbuh Axelle. "Mengapa, kau masih merasa bersalah pada Freya atau karena hal lain?" telisik Axelle. "Saya." Stela menjeda ucapannya. "Saya merindukan almarhum kedua orang tua saya Om," jawab Stela. Bening air mata menggenang di pelupuk siap meleleh. Senyum hangat Axelle mengembang, menghangatkan. Stela menghambur ke pelukan sang suami. Dapat ia rasa degupan jantung Axelle yang semakin tidak ber
Marvel masih terlihat sibuk di kantornya yang nampak rapi itu. Beberapa dokumen telah rampung ia tandatangani. Lelaki gagah, dengan set jas warna hitam tersebut beringsut dari duduknya. Netranya beralih ke sebuah foto yang baru ia dapatkan dari Axelle. Foto ketika Mirza masih bayi baru lahir. Hidung mancung, matanya sipit dengan pipi gembul mirip bakpao. Marvel berulang kali mengulas senyum. Kali ini ia menelan saliva dalam-dalam. Tatapan getir itu menunjukkan isi hati yang sesungguhnya. Harta yang ia kejar membuatnya kehilangan segala hal. Cinta dan putranya, wanita yang ia cintai telah berpindah hati. Dering telefon berbunyi membuyarkan semua angan."Iya," jawab Marvel singkat."Ada Pak Axelle dan Tuan Zeroun datang, beliau ingin bertemu." Suara wanita di seberang telefon sedikit bergetar.
Siang itu udara terasa panas, di sebuah restoran berbintang milik pribadi. Marvel mengajak putranya makan bersama. Dirinya tengah was-was menanti jawaban Mirza. Ia berharap pemuda di hadapannya menyetujui niat Marvel mengumumkan ke khalayak publik tentang identitasnya. Marvel sangat berharap itu, selain untuk pengakuan dirinya sebagai ayah kandung. Acara tersebut juga bertujuan mengalihkan perhatian Zayn agar Mirza tidak menjadi sasarannya. Keduanya tengah duduk di kursi yang berada paling ujung. Dimana dari jendela kaca yang luas membuatnya melihat keadaan di luar sana. Suara bising pengunjung terdengar riuh penuh canda tawa. Ada satu grub band indie yang telah di sewa pihak restoran, sebagai pemanis. Saat ini penyanyi lelaki yabg juga memegang gitar tersebut. Dia terlihat berduet dengan penyanyi perempuan, melantunkan lagu 'Cinta Yang Sempurna' yang di populerkan Kangen Band. Suara keduanya terdengar mendayu-dayu.
Sepasang suami istri tersebut masih menduga lelaki asing, yang bak pinang dibelah dua dengan Mirza sang cucu. Seorang wanita paruh baya datang menghampiri, mengalihkan pandang mereka. Wanita tersebut beringsut sedikit jongkok, meletakkan segelas teh yang masih mengepul panas. Ada juga toples kecil yang mereka taruh di dekatnya. Setelah melakukan pekerjaannya, wanita tersebut menunduk menjauh, dan pergi menghilang ke dalam."Mirza masih mencari Mamanya pasti," ujar sang kakek."Iya Pak," jawab Marvel menunduk."Aku tidak pernah melihatmu, tapi dirimu nampak tidak asing, Nak," ucap sang nenek.Marvel menatap kedua orang tua di hadapannya yang terhal
Malam itu baik Stela maupun Axelle sama-sama sibuk di meja kerja mereka. Keduanya sama-sama tenang mengerjakan pekerjaan masing-masing. Meski keduanya kadang melirik satu sama lain. Bukan tidak ingin bercengkrama, dan bersenda gurau. Hanya saja, pekerjaan menumpuk membuat mereka untuk sementara waktu menunda kemesraan. Pintu terbuka membuyarkan kesibukan keduanya. Sepasang suami istri tersebut sontak memandang ke arah pintu. Zeroun menyembul masuk, lelaki tua tersebut mengenakan set piyama lengan panjang, warna biru motif awan putih. Axelle dan Stela sontak meneliti piyama masing-masing yang ternyata sama. Mereka kemudian terbahak, mendapati apa yang mereka kenakan malam ini sama. "Sepertinya aku harus berganti pakaian," seloroh Zeroun berjalan ke arah sofa. "Tidak perlu Ayah," tutur Axel
Udara dingin yang menyapa tidak membuat Axelle mendingin. Lelaki itu nampak gusar oleh ucapan sang istri kecilnya. Stela dengan wajah tanpa dosa memasang senyum menggoda, dia benar-benar terlalu polos. Dalam setiap ucapan maupun perilaku sangat menggemaskan dan membangunkan gairah yang sedari tadi Axelle pendam. Entah Stela benar tidak tahu atau hanya pura-pura tidak tahu. Ia terlalu berani masuk ke perangkap serigala kelaparan yang hendak memangsanya. Kadar pertahanan Axelle jebol, dia meraih ponsel di saku piyamanya."Kosongkan tempat ini dalam waktu satu menit," ujarnya.Axelle beringsut membenarkan letak duduknya. Stela menoleh ke arah samping, menatap bingung dengan apa yang suaminya katakan. Axelle menghela napas berukang kali, tangannya menyilang, bersedekap. Dalam hitungan det
Ronald dengan wajah tanpa dosa menatap ke arah kedua majikannya tersebut. Zeroun mendelik, tatapan Axelle juga tidak kalah menyeramkan. Ia pantas mendapatkan lantaran dengan sadar menginjak alat tersebut hingga rusak. Pemuda itu bangkit dari duduk setelah mematikan komputer di meja kerja Zeroun. Dia berdiri ketiganya kini terlihat tegang. Ronald seperti menantang perang para singa yang telah terjaga. Ia kemudian mendengkus kesal."Berhentilah menatap intimidasi saya, itu hanya gps bukan alat penyadap. Terlihat raut kelegaan di hati Zeroun dan Axelle."Lalu kenapa kamu langsung menuju komputerku?" telisik Zeroun."Untuk memastikan sistem keamanan kita tidak diretas," jawab Roland singkat
Luapan emosi membelenggunya hingga ia tidak lagi paham, mana yang benar dan salah. Erangan kesakitan dan ucapan minta ampun seolah tidak berguna, rungunya menuli. Tatapan mata melebar, matanya memerah seperti kesetanan, tanpa gemetar sedikitpun. Emosi membludak merajai jiwa. Dia berteriak lantang menancapkan serpihan vas yang runcing ke leher lelaki di bawahnya. Darah mengucur, erangan sang pria tidak lagi terdengar. Sebagian darah itu terciprat, ke wajah dan mengenai tangannya juga. Axelle bangkit dia berdiri dalam samar kilatan petir menggelegar. Gorden berterbangan tersapu angin di mana jendela tidak lagi tertutup lantaran di jebol. Pikirannya kosong, yang teringat sosok sang bunda. Wanita yang ia hormati dan sayangi jatuh tersungkur dalam sekali tembak. Axelle lunglai berjalan menuruni tangga. Zeroun yang masih menangisi sang istri mendongak ketika melihat kali telanjang Axelle. Lelaki itu meletakkan pelan tubuh kaku sang istri.
Novel Baru Judul : Jaran Goyang Ratu Rengganis "Berikan aku ragamu, maka akan aku kabulkan segala keinginanmu, Rengganis.” Suara melantun itu membuat wanita berparas rupawan yang dipanggil Rengganis, menengadah dari posisi bersimpuh, menatap sosok wanita setengah tembus pandang yang melayang di hadapannya dengan kabut tebal menyelimuti tubuh wanita itu. Manik hitam segelap malam milik Rengganis terlihat basah, memancarkan kesedihan yang begitu dalam. Debu dan kotoran tebal menghiasi wajahnya, menunjukkan betapa tersiksa dan terabaikan dirinya untuk waktu yang cukup lama. Melihat keterpurukan Rengganis, wanita itu menyeringai, kakinya turun menapak tanah. “Aku bisa membantumu membalaskan dendam, entah kepada jalang bernama Madhavi … ataupun bajingan yang kau panggil Kakang Prabu Abra itu.” Rengganis mengepalkan tangan, membayangkan wajah kedua orang yang membuat hidupnya terasa bak neraka. Namun, melihat kabut hitam yang menyelimuti wanita di hada
Axelle menoleh ke arah sumber suara, ada Mirza dan juga Marvel. Keduanya berjalan mendekat, Axelle sedikit terkejut, baru saja dia memikirkan anak malang itu kini telah berada di hadapannya beserta sang ayah. Axelle menyalami keduanya, saling bercanda dan juga bertukar kabar. Axelle lalu mengajak mereka menyusuri balkon dan kemudian turun melewati anak tangga menuju taman di samping kediaman megah tersebut. harum bunga mawar menguar tercium ketika mereka berjalan menapaki tanah basah yang baru saja disiram oleh para maid. Bunga-bunga indah tumbuh subur berkat perawatan yang baik pula. Mereka berjalan melewati pohon mangga kenangan. Axelle menoleh ke arah Mirza lalu tersenyum, Mirza yang tidak tahu apa-apa membalas senyuman Axelle seadanya. Mereka kemudian duduk di saung menikmati matahari sore. Warna jingga itu terlihat menenangkan, yah, tenang. Setelah kekacauan yang terjadi selama ini. Ketiga orang yang tengah mengalami hal tidak mengenakkan. Mereka paham
Sampai di rumah Axelle segera memeluk sang istri, dia mengangkat lalu memutar tubuh Stela bersama dengan dirinya. Kebahagiaan tiada tara yang tercurah. Layaknya selongsong kosong kini menumpuk bernas kebahagiaan yang semakin bertambah. Ada benih di dalam rahim sang istri yang harus dijaga kini. Sungguh sesuatu yang sangat tidak terkira. Kembali pada masa lalu pertemuan keduanya yang tidak pernah terduga. Auristela gadis mungil teman anaknya, yah, gadis yang selalu bersama Mirza. Lebih tepatnya, Mirza yang selalu menyeret gadis tersebut ke mana pun dia pergi. Axelle yang awalnya mengira Freya adalah cinta sejatinya, siapa yang menyangka wanita tersebut mengkhianati dan mempermainkan perasaan dirinya juga Marvel Junior, ayah biologis dari Mirza. Hidup layaknya bianglala yang berputar, begitu pula dengan takdir yang semestinya memang harus terjadi. Kehidupan ibarat topeng yang menyembunyikan jati diri. Dunia bawah penuh kekejaman, mem
Rafael tersenyum dengan kebahagiaan yang dirasakan Stela, hasil pemeriksaan menyatakan Stela sehat. Rafael mengernyitkan kening melihat senyum Stela itu berubah sedikit menyeramkan, dia seolah melihat aura Zayn dari dalam diri wanita muda yang duduk manis di hadapannya. Dingin AC tidak membuatnya dingin, Rafa kesulitan bernapas juga mendadak, aura ruangan menyeramkan, keringat dingin mengucur di pelipis. “Ini pasti akan menjadi kejutan bagi Mas Axelle dan juga Papa,” kelakar Stela. “Mereka, mereka pasti akan bahagia,” ujar Rafael terbata. ‘Astaga, kenapa aku jadi segugup ini dengan seorang wanita muda, sangat menyeramkan, apakah semua keturunan darah biru memang memiliki aura mematikan,’ keluh Rafa dalam benaknya sendiri. “Lebih tepatnya mungkin mereka akan terkejut,” ujar Stela. “Apa!” pekik Rafael. “Dokter
Pagi hari ketika bangun tidur, Stela merasa enggan sekali bangkit. Tubuh terasa benar-benar nyeri dan remuk, dia mengamati sekeliling. Sang suami tidak ada di sampingnya, terdengar suara bunyi air di kamar mandi. Wanita muda itu tersenyum lalu meraup wajahnya dengan kedua tangan. Axelle keluar dari kamar mandi dengan keadaan basah dan hanya mengenakan handuk seukuran pinggang. Lelaki tersebut tersenyum sumringah melihat Stela melambaikan tangan. “Selamat pagi, istriku,” sapa Axelle berjalan mendekati ranjang. Lelaki tersebut duduk di samping lalu mengecup kening sang istri dengan sayang. Wajah sang istri nampak lesu dan kelelahan. “Tidurlah lagi jika masih mengantuk!” perintah Axelle mengumbar senyum. Stela menggeleng, dia berusaha beringsut bangkit namun, perutnya terasa nyeri. “Aw!” pekiknya, membuat dirinya meringis, Axelle yang melihat gelagat aneh langsung membantu sang istri duduk. &nb
Assalamu'alaikum Halo, saya author KarRa. Dengan segala kerendahan hati, saya mohon maaf tidak bisa up date untuk beberapa hari ke depan. Baik Love Sugar Daddy mau pun Godaan Memikat. Saat ini author sedang sakit, mohon do'anya agar cepat pulih untuk bisa melanjutkan up date seperti biasanya 🙏 Untuk giveaway menuju akhir Love Sugar Daddy masih berjalan dengan semestinya ya, dan pemenang yang mendapat souvenir akan diumumkan ketika novel tersebut Tamat. Tetap ikuti selalu ya guys, untuk informasi lebih lanjut bisa lihat di akun sosial media author. Add: KarRa atau Follow: @karra_lovely. Sekian dan terima kasih, sekali lagi mohon maaf yang sebesar-besarnya 🙏
Joy mengganti pakaian di kamar mandi. Dia mengingat beberapa serpihan masa lalu, ketika sang ibu menyuruh untuk mencari kebenaran tentang kematian Nyonya Zeroun. Semua bukti tertutup rapat, lebih gila lagi, saat semua ditemukan segalanya mengarah kepada Zayn. Joy yang notabene putra kedua berbeda ibu tersebut, menjelajahi tempat-tempat kumuh, lontang-lantung mirip gelandangan. Hingga takdir mempertemukan dengan Roland, sang sahabat karib, perbedaan kasta tidak membuat mereka saling mendominasi. kerja sama yang baik mampu menumbuhkan terasa kekeluargaan bagi dirinya dan juga Roland. Begitu keras Olivia mendidik putranya agar mampu menjadi pelindung dan calon pemimpin dari dunia bawah yang Olivia geluti. Maut menjadi lawan seimbang bagi Joy yang pernah beberapa kali hampir mati. Bagi orang yang diinginkan, Joy menampakkan sosok lembut, konyol dan baik hati. Namun, bagi lawan, Joy seperti sosok iblis yang siap mencincang habis mangsanya. Lelaki t
Gadis itu meringis kesakitan, hal wajar itu pengalaman pertama baginya. Saat hendak melangkah, jalannya seperti tidak lagi sama, kakinya terbuka cukup lebar, mengangkang. Joy menoleh ke belakang, menatap gadis yang menundukkan kepala dengan kedua tangan bersedekap di perut. Langkah gadis itu seakan rapuh, yah dia yang menggagahi hingga membuatnya kesulitan berjalan. Lelaki tersebut masih memperhatikan langkah wanita muda tadi, merasa sangat lamban. Joy melebarkan mata bergegas meraih tubuh gadis yang hampir tersungkur ke bawah tersebut. “Hati-hati,” ujar Joy. “Terima kasih,” jawab Violet. Joy tersenyum, lelaki tersebut kemudian memapah Violet memasuki sebuah butik. Beberapa pengunjung menatap dengan Joy dengan perasaan terpukau, kagum, dia lelaki tampan mempesona, meski kemeja yang dikenakan terlihat lusuh, berpeluh, dia belum sempat mandi. Beberapa orang wanita saling berbisik, Joy t
Membantai para bawahan Arsen juga membakar ruang yang terhubung ke penjara bawah tanah, menghilangkan jejak. Menutup mulut para maid yang berada di sana dengan mengantongi identitas mereka, mengawasi keluarga masing-masing mereka tanpa terkecuali. Agar semua mulut bungkam, kejam yah satu kata itu yang dapat dikatakan kejam. Bahkan untuk seorang gadis berlesung pipit dengan rambut bergelombang. Iris mata terlihat hitam pekat, kulitnya kuning langsat khas orang pribumi dari kota tersebut. Menatap ke arah Joy dan Roland dengan senyum manis. Joy memandang ke arah Roland mencari jawaban, Roland mengedikkan bahu pertanda tidak tahu menahu. Manis, satu kata yang terlontar dalam pikiran Joy melihatnya. “Ah, maaf, Tuan, bisa saya meminta ijin pulang?” tanya gadis tersebut menundukkan kepala. “Hei, aku sudah katakan dari awal, selama seminggu ke depan kalian masih dalam pantauan kami!” ujar Rolan