Stela baru saja keluar dari kamar mandi, beberapa saat yang lalu dia baru memasuki sebuah villa dengan diseret Arsen lebih tepatnya. Dengan kasar Arsen membawa menaiki tangga, lelaki tersebut menendang pintu sebuah ruangan. Stela benar-benar terkejut melihat perubahan pada diri Arsen. Lelaki sopan dan lembut kini perangainya beringas mirip setan. Dengan kasar dia mendorong tubuh Stela hingga terjerembab ke lantai.
“Aw! Sakit!” pekik Stela beringsut duduk, dia menoleh ke arah Arsen dengan mata melebar.
“Gegas mandi, setelah itu kita sarapan!” perintah Arsen. Pemuda tersebut kemudian berjalan meninggalkan tempat itu.
Brak! Suara pintu ditutup dengan kencang, Stela menutup mata kemudian menghela napas dengan pelan. Dia mengelus bagian dadanya, mencoba menenangkan diri. Wanita tersebut melepas seluruh pakaian, lalu membasuh tubuh lengket bercampur keringat tersebut. tidak butuh wakt
Mereka mengendap-endap masuk ke dalam ruangan seperti anak sekolah terlambat masuk, mereka melompati dinding pagar. Namun, ketika hendak melangkahkan kaki, sebuah pistol mengarah ke bagian kepala Joy yang baru saja berbalik badan. Terkejut, sudah pasti. Mereka seperti masuk ke dalam kandang macan tanpa persiapan. Gerakan cepat, menendang dengan memutar badan, membuat pistol di tangan lawan terpental. Sayangnya, mereka kalah jumlah ketika melawan dengan adu jotos maupun tendang, tembakan diarahkan ke udara oleh seseorang. Mereka semua berhenti, dengan kompak menoleh ke arah asal tembakan. Nyonya Andreas terlihat menatap mereka dengan tatapan yang, entahlah. Antara gahar, tajam, menguliti bercampur membentuk aura iblis. “Astaga, aku tidak mengira kalian akan nekat, dasar bodoh, bawa mereka ke ruang bawah tanah. Biarkan mereka dimakan anjing-anjing liar. Dasar Zayn bodoh mengirim orang tidak berguna semacam kalian,” desis Nyonya Andre
Hari masih pagi ketika Axelle tersadar pasca penanganan pada luka tembak yang mengenai pundak bagian kanan. Entah bagaimana dia bisa sampai di rumah sakit, dengan selamat. Bersyukur, sudah pasti. Lelaki itu beringsut duduk di brankar. Axelle menarik selang infus yang terpasang di tangannya. Suster yang berjaga di sana melotot menatap Axelle. Wanita bertubuh gempal dengan seragam warna putih bersih itu berjalan ke arahnya. “Astaga, apa yang Anda lakukan, Pak, kondisi Anda masih lemah,” ujar wanita itu, menatap lebih lama wajah pucat Axelle, ‘ya ampun wajah yang sangat tampan,’ bisiknya dalam benak. “Kau berisik sekali, kepalaku pusing,” keluh Axelle memegangi kening. Dia menatap tubuhnya, pakaian telah berganti menjadi pakaian khusus pasien. “Dimana pakaianku?” tanya Axelle. “Pakaian Anda terkoyak, d
Bruak! Suara pintu ditendang keras, oleh salah satu anak buah Zayn. Nampak nyonya Andreas tengah duduk di kursi singgasananya. Olivia mencari kesempatan yang pas untuk menyerang nyonya Andreas. Sebelum masuk ke dalam ruangan wanita gila tersebut, mereka lebih dahulu melumpuhkan para kroco-kroconya. Entah anggota keamanan mereka yang kurang atau bagaimana, Olivia masuk tanpa kendala. Dia, wanita bertubuh gempal tersebut langsung berjalan cepat ke arah nyonya Andreas duduk. Terkejut, sudah pasti nyonya Andreas terkejut, wanita tersebut berteriak memanggil anak buahnya. Olivia tersenyum smirk, tatapan tajam menusuk, mengintimidasi. “Hei, penjaga,” teriak nyonya Andreas. “Sial ke mana mereka semua?” gerutu wanita tersebut. “Teriaklah lagi yang lantang,” kelakar Olivia, “tidak akan ada yang datang menyelamatkan dirimu, bodoh!” cibir Olivia melangkah sampai depan me
Suara teriakan di ruang bawah tanah memekik, yah teriakan dari Nyonya Andreas. Giliran wanita tersebut yang dilempar masuk ke dalam penjara tempat dua ekor serigala yang masih hidup oleh Olivia. Kemarahan wanita ketua dari mafia kota B memang tanpa ampun Stela menggigit bibir bawahnya hingga berdarah, wanita tersebut berusaha agar dirinya tetap terjaga. Arsen masih berkutat mencumbu tubuh wanita di bawahnya. Bibirnya berkeliaran di area dada turun ke bawah. Tangan kanan Stela menggapai ke arah nakas, mengambil tusuk konde yang sejak awal digunakan untuk mengaitkan rambut. Klik! Stela menekan ujung bagian atas, sebuah jarum muncul dari dalam ujung tusuk konde tersebut. Crash! Stela menancapkan tusuk konde tersebut ke arah lengan Arsen. Pemuda tersebut menghentikan aksinya untuk. Stela mengambil kesempatan itu, dia menendang perut Arsen hingga lelaki tersebut tersungkur, jatuh ke lantai. “Apa ya
Mobil yang dinaiki Joy dan Roland berhenti di sebuah kedai dhahar (makan), rumah makan sederhana, beratap rumbia dengan pagar dari anyaman bambu, suasana khas pedesaan, dengan pemandangan bunga-bunga dan kolam ikan di antara saung yang ada. Roland dan Joy memilih salah satu saung dibandingkan untuk masuk ke dalam ruangan. Suasana lebih terlihat indah dari luar. Seorang pelayan datang menghampiri, menyerahkan lembar daftar menu. Mengingat perut sudah sangat lapar, dia memutuskan untuk memesan apa saja yang terpenting cepat terhidang. Joy menoleh ke arah samping, hamparan perkebunan teh nampak luas dengan dipadukan langit biru nan cerah. Angan Joy masih berkutat pada apa yang terjadi pada dirinya beberapa saat lalu. Bayangan Stela menari di pikirannya, wajah cantik dengan tubuh mungil yang menggoda. Bibir sexy yang mendesah karena pengaruh obat perangsang, mampu membuat naluri lelakinya bangkit. Harusnya Joy menolak, namun dia terlan
Membantai para bawahan Arsen juga membakar ruang yang terhubung ke penjara bawah tanah, menghilangkan jejak. Menutup mulut para maid yang berada di sana dengan mengantongi identitas mereka, mengawasi keluarga masing-masing mereka tanpa terkecuali. Agar semua mulut bungkam, kejam yah satu kata itu yang dapat dikatakan kejam. Bahkan untuk seorang gadis berlesung pipit dengan rambut bergelombang. Iris mata terlihat hitam pekat, kulitnya kuning langsat khas orang pribumi dari kota tersebut. Menatap ke arah Joy dan Roland dengan senyum manis. Joy memandang ke arah Roland mencari jawaban, Roland mengedikkan bahu pertanda tidak tahu menahu. Manis, satu kata yang terlontar dalam pikiran Joy melihatnya. “Ah, maaf, Tuan, bisa saya meminta ijin pulang?” tanya gadis tersebut menundukkan kepala. “Hei, aku sudah katakan dari awal, selama seminggu ke depan kalian masih dalam pantauan kami!” ujar Rolan
Gadis itu meringis kesakitan, hal wajar itu pengalaman pertama baginya. Saat hendak melangkah, jalannya seperti tidak lagi sama, kakinya terbuka cukup lebar, mengangkang. Joy menoleh ke belakang, menatap gadis yang menundukkan kepala dengan kedua tangan bersedekap di perut. Langkah gadis itu seakan rapuh, yah dia yang menggagahi hingga membuatnya kesulitan berjalan. Lelaki tersebut masih memperhatikan langkah wanita muda tadi, merasa sangat lamban. Joy melebarkan mata bergegas meraih tubuh gadis yang hampir tersungkur ke bawah tersebut. “Hati-hati,” ujar Joy. “Terima kasih,” jawab Violet. Joy tersenyum, lelaki tersebut kemudian memapah Violet memasuki sebuah butik. Beberapa pengunjung menatap dengan Joy dengan perasaan terpukau, kagum, dia lelaki tampan mempesona, meski kemeja yang dikenakan terlihat lusuh, berpeluh, dia belum sempat mandi. Beberapa orang wanita saling berbisik, Joy t
Joy mengganti pakaian di kamar mandi. Dia mengingat beberapa serpihan masa lalu, ketika sang ibu menyuruh untuk mencari kebenaran tentang kematian Nyonya Zeroun. Semua bukti tertutup rapat, lebih gila lagi, saat semua ditemukan segalanya mengarah kepada Zayn. Joy yang notabene putra kedua berbeda ibu tersebut, menjelajahi tempat-tempat kumuh, lontang-lantung mirip gelandangan. Hingga takdir mempertemukan dengan Roland, sang sahabat karib, perbedaan kasta tidak membuat mereka saling mendominasi. kerja sama yang baik mampu menumbuhkan terasa kekeluargaan bagi dirinya dan juga Roland. Begitu keras Olivia mendidik putranya agar mampu menjadi pelindung dan calon pemimpin dari dunia bawah yang Olivia geluti. Maut menjadi lawan seimbang bagi Joy yang pernah beberapa kali hampir mati. Bagi orang yang diinginkan, Joy menampakkan sosok lembut, konyol dan baik hati. Namun, bagi lawan, Joy seperti sosok iblis yang siap mencincang habis mangsanya. Lelaki t
Novel Baru Judul : Jaran Goyang Ratu Rengganis "Berikan aku ragamu, maka akan aku kabulkan segala keinginanmu, Rengganis.” Suara melantun itu membuat wanita berparas rupawan yang dipanggil Rengganis, menengadah dari posisi bersimpuh, menatap sosok wanita setengah tembus pandang yang melayang di hadapannya dengan kabut tebal menyelimuti tubuh wanita itu. Manik hitam segelap malam milik Rengganis terlihat basah, memancarkan kesedihan yang begitu dalam. Debu dan kotoran tebal menghiasi wajahnya, menunjukkan betapa tersiksa dan terabaikan dirinya untuk waktu yang cukup lama. Melihat keterpurukan Rengganis, wanita itu menyeringai, kakinya turun menapak tanah. “Aku bisa membantumu membalaskan dendam, entah kepada jalang bernama Madhavi … ataupun bajingan yang kau panggil Kakang Prabu Abra itu.” Rengganis mengepalkan tangan, membayangkan wajah kedua orang yang membuat hidupnya terasa bak neraka. Namun, melihat kabut hitam yang menyelimuti wanita di hada
Axelle menoleh ke arah sumber suara, ada Mirza dan juga Marvel. Keduanya berjalan mendekat, Axelle sedikit terkejut, baru saja dia memikirkan anak malang itu kini telah berada di hadapannya beserta sang ayah. Axelle menyalami keduanya, saling bercanda dan juga bertukar kabar. Axelle lalu mengajak mereka menyusuri balkon dan kemudian turun melewati anak tangga menuju taman di samping kediaman megah tersebut. harum bunga mawar menguar tercium ketika mereka berjalan menapaki tanah basah yang baru saja disiram oleh para maid. Bunga-bunga indah tumbuh subur berkat perawatan yang baik pula. Mereka berjalan melewati pohon mangga kenangan. Axelle menoleh ke arah Mirza lalu tersenyum, Mirza yang tidak tahu apa-apa membalas senyuman Axelle seadanya. Mereka kemudian duduk di saung menikmati matahari sore. Warna jingga itu terlihat menenangkan, yah, tenang. Setelah kekacauan yang terjadi selama ini. Ketiga orang yang tengah mengalami hal tidak mengenakkan. Mereka paham
Sampai di rumah Axelle segera memeluk sang istri, dia mengangkat lalu memutar tubuh Stela bersama dengan dirinya. Kebahagiaan tiada tara yang tercurah. Layaknya selongsong kosong kini menumpuk bernas kebahagiaan yang semakin bertambah. Ada benih di dalam rahim sang istri yang harus dijaga kini. Sungguh sesuatu yang sangat tidak terkira. Kembali pada masa lalu pertemuan keduanya yang tidak pernah terduga. Auristela gadis mungil teman anaknya, yah, gadis yang selalu bersama Mirza. Lebih tepatnya, Mirza yang selalu menyeret gadis tersebut ke mana pun dia pergi. Axelle yang awalnya mengira Freya adalah cinta sejatinya, siapa yang menyangka wanita tersebut mengkhianati dan mempermainkan perasaan dirinya juga Marvel Junior, ayah biologis dari Mirza. Hidup layaknya bianglala yang berputar, begitu pula dengan takdir yang semestinya memang harus terjadi. Kehidupan ibarat topeng yang menyembunyikan jati diri. Dunia bawah penuh kekejaman, mem
Rafael tersenyum dengan kebahagiaan yang dirasakan Stela, hasil pemeriksaan menyatakan Stela sehat. Rafael mengernyitkan kening melihat senyum Stela itu berubah sedikit menyeramkan, dia seolah melihat aura Zayn dari dalam diri wanita muda yang duduk manis di hadapannya. Dingin AC tidak membuatnya dingin, Rafa kesulitan bernapas juga mendadak, aura ruangan menyeramkan, keringat dingin mengucur di pelipis. “Ini pasti akan menjadi kejutan bagi Mas Axelle dan juga Papa,” kelakar Stela. “Mereka, mereka pasti akan bahagia,” ujar Rafael terbata. ‘Astaga, kenapa aku jadi segugup ini dengan seorang wanita muda, sangat menyeramkan, apakah semua keturunan darah biru memang memiliki aura mematikan,’ keluh Rafa dalam benaknya sendiri. “Lebih tepatnya mungkin mereka akan terkejut,” ujar Stela. “Apa!” pekik Rafael. “Dokter
Pagi hari ketika bangun tidur, Stela merasa enggan sekali bangkit. Tubuh terasa benar-benar nyeri dan remuk, dia mengamati sekeliling. Sang suami tidak ada di sampingnya, terdengar suara bunyi air di kamar mandi. Wanita muda itu tersenyum lalu meraup wajahnya dengan kedua tangan. Axelle keluar dari kamar mandi dengan keadaan basah dan hanya mengenakan handuk seukuran pinggang. Lelaki tersebut tersenyum sumringah melihat Stela melambaikan tangan. “Selamat pagi, istriku,” sapa Axelle berjalan mendekati ranjang. Lelaki tersebut duduk di samping lalu mengecup kening sang istri dengan sayang. Wajah sang istri nampak lesu dan kelelahan. “Tidurlah lagi jika masih mengantuk!” perintah Axelle mengumbar senyum. Stela menggeleng, dia berusaha beringsut bangkit namun, perutnya terasa nyeri. “Aw!” pekiknya, membuat dirinya meringis, Axelle yang melihat gelagat aneh langsung membantu sang istri duduk. &nb
Assalamu'alaikum Halo, saya author KarRa. Dengan segala kerendahan hati, saya mohon maaf tidak bisa up date untuk beberapa hari ke depan. Baik Love Sugar Daddy mau pun Godaan Memikat. Saat ini author sedang sakit, mohon do'anya agar cepat pulih untuk bisa melanjutkan up date seperti biasanya 🙏 Untuk giveaway menuju akhir Love Sugar Daddy masih berjalan dengan semestinya ya, dan pemenang yang mendapat souvenir akan diumumkan ketika novel tersebut Tamat. Tetap ikuti selalu ya guys, untuk informasi lebih lanjut bisa lihat di akun sosial media author. Add: KarRa atau Follow: @karra_lovely. Sekian dan terima kasih, sekali lagi mohon maaf yang sebesar-besarnya 🙏
Joy mengganti pakaian di kamar mandi. Dia mengingat beberapa serpihan masa lalu, ketika sang ibu menyuruh untuk mencari kebenaran tentang kematian Nyonya Zeroun. Semua bukti tertutup rapat, lebih gila lagi, saat semua ditemukan segalanya mengarah kepada Zayn. Joy yang notabene putra kedua berbeda ibu tersebut, menjelajahi tempat-tempat kumuh, lontang-lantung mirip gelandangan. Hingga takdir mempertemukan dengan Roland, sang sahabat karib, perbedaan kasta tidak membuat mereka saling mendominasi. kerja sama yang baik mampu menumbuhkan terasa kekeluargaan bagi dirinya dan juga Roland. Begitu keras Olivia mendidik putranya agar mampu menjadi pelindung dan calon pemimpin dari dunia bawah yang Olivia geluti. Maut menjadi lawan seimbang bagi Joy yang pernah beberapa kali hampir mati. Bagi orang yang diinginkan, Joy menampakkan sosok lembut, konyol dan baik hati. Namun, bagi lawan, Joy seperti sosok iblis yang siap mencincang habis mangsanya. Lelaki t
Gadis itu meringis kesakitan, hal wajar itu pengalaman pertama baginya. Saat hendak melangkah, jalannya seperti tidak lagi sama, kakinya terbuka cukup lebar, mengangkang. Joy menoleh ke belakang, menatap gadis yang menundukkan kepala dengan kedua tangan bersedekap di perut. Langkah gadis itu seakan rapuh, yah dia yang menggagahi hingga membuatnya kesulitan berjalan. Lelaki tersebut masih memperhatikan langkah wanita muda tadi, merasa sangat lamban. Joy melebarkan mata bergegas meraih tubuh gadis yang hampir tersungkur ke bawah tersebut. “Hati-hati,” ujar Joy. “Terima kasih,” jawab Violet. Joy tersenyum, lelaki tersebut kemudian memapah Violet memasuki sebuah butik. Beberapa pengunjung menatap dengan Joy dengan perasaan terpukau, kagum, dia lelaki tampan mempesona, meski kemeja yang dikenakan terlihat lusuh, berpeluh, dia belum sempat mandi. Beberapa orang wanita saling berbisik, Joy t
Membantai para bawahan Arsen juga membakar ruang yang terhubung ke penjara bawah tanah, menghilangkan jejak. Menutup mulut para maid yang berada di sana dengan mengantongi identitas mereka, mengawasi keluarga masing-masing mereka tanpa terkecuali. Agar semua mulut bungkam, kejam yah satu kata itu yang dapat dikatakan kejam. Bahkan untuk seorang gadis berlesung pipit dengan rambut bergelombang. Iris mata terlihat hitam pekat, kulitnya kuning langsat khas orang pribumi dari kota tersebut. Menatap ke arah Joy dan Roland dengan senyum manis. Joy memandang ke arah Roland mencari jawaban, Roland mengedikkan bahu pertanda tidak tahu menahu. Manis, satu kata yang terlontar dalam pikiran Joy melihatnya. “Ah, maaf, Tuan, bisa saya meminta ijin pulang?” tanya gadis tersebut menundukkan kepala. “Hei, aku sudah katakan dari awal, selama seminggu ke depan kalian masih dalam pantauan kami!” ujar Rolan