Lelaki tersebut menatap sayu tubuh telanjang menggoda di bawah, dalam kendalinya. Tangan berotot Axelle meghapus pelan buliran air mata sang istri kecil. Dapat ia rasakan sesuatu yang luar biasa di bawah sana. Lebih indah dari yang ia duga. Kejantanannya seperti di remas oleh denyutan bagian kewanitaan sang istri. Ada rasa bersalah ketika Axelle merasakan miliknya merobek, menelusup masuk paksa ke dalam liang kenikmatan Stela. Axelle memeluk tubuh kecil yang melengkung tersebut. Harusnya dia lebih lembut dalam bertindak, harusnya ia memilih momen yang romantis, bukan dalam kubangan emosi yang meluap. Sapuan angin yang menyapa tubuh bugilnya mengingatkan posisi mereka yang tengah berada di ruang terbuka, ruang yang seharusnya tak ia gunakan untuk merenggut keperawanan Stela.
"Apa masih sakit?" bisik Axelle.
Stela tak menjawab, tapi ia tak menangis lagi. Rasa perih menyergap di bawah sana. Terasa benda tumpul
Sudah hampir satu jam lamanya Stella termenung di depan meja kerjanya. Kertas yang seharusnya berisi gambar-gambar, masih kosong putih bersih. Tangan Stela masih gemetaran, ia bahkan tak ingat bagaimana caranya ia mandi tadi. Rambutnya basah kuyup, dan bajunya terlihat berubah menjadi piyama dengan motif kotak-kotak lengan panjang warna navy serasi dengan piyama yang Axelle, suaminya kenakan. Gadis itu mendongakkan kepala, melihat langit-langit kamar. Bayangan Axelle muncul lagi, dia mengingat sedikit, tangan berotot Axelle mengangkat tubuhnya ke kamar mandi. Axelle memandikan Stela dengan lembut. Suaminya begitu telaten, tangan berotot itu terlihat lembut menyentuh kulit, menyabuni badannya. Stela hanya duduk terbengong di sebuah kursi kecil. Itulah yang membuat Stela semakin linglung. Dia benar-benar tak dapat lagi berpikir dengan jernih. Sisa-sisa sensai menggetarkan luar biasa, masih terlihat jelas dalam ingatan. Ditambah sentuhan tangan yang terasa halus saat meman
Ada rasa berdebar di hati Stela, dadanya bergemuruh, sapuan napas sang suami yang menggelitik ke telinganya memberi sensasi luar biasa. Jantungnya berdegub kencang. Stela menundukkan kepala, rasa malu menyergap. Untaian kata tak bisa ia ucap, tangan yang menggenggam pensil bergetar hebat. Tanpa menunggu persetujuan Axelle mulai mencium tengkuk sang istri. Dia menyibakkan rambut panjang itu ke samping. Mengeksplore leher bagian belakang. Tangan berototnya tak tinggal diam. Meraba, dan sedikit meremas payudara sang istri yang masih terbalut piyama lengan panjangnya. Stela menjatuhkan pensil yang dia genggam. Pikirannya kalut, dia mulai fokus pada sentuhan-sentuhan nakal sang suami. Tangan berotot itu mulai menelusup masuk, merayapi setiap inci perut yang membuat Stela mengepalkan tangan. Menahan geli dan rasa yang tidak karuan. Bibir sang suami mulai mencium, memberikan cupangan di leher bagian belakang. Tangan Axelle merayapi punggung sang istri, dengan sekali sentuhan
Stela terbangun ketika silaunya cahaya mentari mengusik. Dia mengerjab-kerjabkan mata seraya menggeliatkan tubuh yang terasa pegal tesebut. Matanya mulai terbuka, dia nampak beberapa kali menguap. Bibinya mengulas senyum. Malam membahagiakan nan melelahkan masih teringat jelas di pikiran Stela. Pengalaman yang begitu mengesankan bagi gadis tersebut. Setiap gerakan dan sentuhan Axelle sangat membuatnya candu. Stela menepuk-nepuk kepalanya, agar bayangan tubuh telanjang sang suami tak lagi hadir. Stela menghela napas panjang, dia berusaha bangkit untuk duduk. Namun, punggungnya terasa nyeri, tak lama kemudian suara pintu di buka dengan pelan. Seseorang melongok ke dalam, seorang wanita muda. "Anda sudah bangun Nyonya," sapa gadis tersebut. Dia berjalan masuk ke dalam kamar. Membuka gorden penutup jendela satu persatu. Stela sendiri enggan bangun dari ranjang. Tubuhnya benar-benar nyeri berkat pertempuran semal
Axelle merapikan letak dasinya, Stella membuka tas slempang yang ia tenteng dari tadi. Dia berdiri berjalan mendekat ke arah Axelle. Tanpa bicara gadis tersebut mengelap belas lipstik yang menempel di bibir suaminya. Stela tersenyum kemudian. "Duduklah, aku akan keluar sebentar," kata Axelle, dia membimbing istrinya duduk di sebuah kursi sofa, tempta untuk duduk para kolega dan relasi bisnisnya bila berkunjung. Lelaki tersebut kemudian bergegas membuka pintu. Matanya sedikit melebar kala melihat Freya sedang beradu mulut dengan asistennya. "Ada apa ini?" tanya Axelle mbuat semuanya terdiam. "Sayang, mereka tidak mengizinkan aku masuk ke ruangan kamu," kilah Freya manja. "Jangan salahkan mereka, semua memang sudah di atur Ayah," jelas Axelle. "Masuklah," ajak Axelle menggandeng Freya. Keduanya masuk ke dalam ruangan. Stela duduk manis di sofa, dia mengulas sen
Axelle terbengong mendapati sang istri menjelajah ke setiap sudut lehernya. Dan beralih turun ke dada. Kepala Stela sampai tertutup kemeja yang masih dikenakan Axelle. Lelaki itu merasakan sentuhan bibir dan lidahnya menari-nari di dada bidangnya. Dia mengernyitkan kening. "Dari mana kau belajar semua ini Sayang, aku merasa kau sangat pandai dalam menggoda lelaki," seloroh Axelle. "Tentu Stela belajar dari Om semalam," jawab Stela tak kalah receh. "Ah!" pekik Axelle dalam tawa girang kala, merasakan sang istri memberinya tanda cupangan di bagian dada. "Sayang, tidakkah kau tau akibat dari membangunkan macan yang tengah tidur?" tanya Axelle tersenyum nakal. "Saya tahu, karena itu saya lakukakan. Silahkan makan saya hingga habis," tantang Stela pada sang suami. Axelle membiarkan sejenak sang istri, napasnya mulai memburu dengan wajah yang
Sudah hampir satu minggu Axelle Zeroun menyibukkan diri dan berlama-lama di kantor. Ia sering pulang larut malam, bahkan kadang ke luar kota menghadiri acara perjamuan yang sebenarnya tidak begitu penting. Semua ia lakukan demi menghindari Freya. Lelaki itu merasa jijik dan begah berada dalam satu ruang. Tidur jua Axelle lebih memilih di kamar lain, dengan alasan, agar tidak mengganggu kenyamanan Freya. Terlebih lagi bayangan Stela selalu berkelebatan di pikirannya. Menari-nari dengan indah, senyumnya, tawanya, ekspresi wajah ketika penyatuan keduanya. Semua membayang jelas dalam ingatan. Axelle bahagia, sangat bahagia dengan apa yang ia peroleh. Bukan lantaran keperawanan Stela yang telah ia renggut. Tapi Axelle memperoleh seorang wanita kecil mempesona. Yang mampu membuat hati bekunya meleleh. Yang membuat pertahanannya runtuh. Stela, sahabat dari Mirza, anak yang ia besarkan. Alangkah malangnya kenyataan pahit, harus di telan sepahit juadah. Mirza, putra yang ia ban
Penyatuan yang sangat luar biasa, menyelami samudra cinta, semanis madu, merengkuh indahnya bersama. Rasa memabukkan dan membuat candu tak ubahnya seperti coklat manis. Suara keduanya menggema bersautan di kamar hotel yang cukup luas tersebut. Axelle begitu menghayati setiap denyutan yang menjepit dirinya di bawah sana. Ikrar pernikahan tanpa sengaja, yang dulu ia tolak. Kini layaknya menelan ludah sendiri. Axelle begitu mengagumi Stela. Keindahannya tak khayal membuat ia seperti orang kurang waras. Seminggu tanpa Stela membuat Axelle seperti hilang arah. Di raih bibir wanita yang tengah di gagahinya. Lumatan yang semakin membelit, seiring dengan tubuhnya yang mulai menuntut di bawah sana. Erangan Stela tertahan bibir suaminya. Dia memejamkan mata, meresapi setiap sensasi nimatnya surga dunia yang tak terkira. Tubuhnya sedikit melonjak kala dirinya di ambang batas. Matanya terbuka, bibirnya membalas ciuman sang suami. Axelle
Mirza merasa terhinati, ia awalnya tak menduga. Menerima telepon dari sang kakek, menyuruhnya mengantar dokumen untuk sang papa. Akan tetapi siapa sangka jika sang kakek, merencanakan sesuatu untuknya. Kakek Zeroun sengaja membuat Mirza melihat semua ini. Tatapan pemuda itu tajam mengusik, memandang dalam kedua orang yang menjadi sasarannya. Wajah putih memerah, padam, matanya membulat lebar, menahan amarah yang membuncah. Ia meremas dokumen yang dipegangnya hingga kusut. Betapa menyakitkan menyaksikan sang papa berselingkuh, ketahuan di depan matanya. Yang lebih sakit, kenapa wanita selingkuhannya adalah Auristela. Sahabat terdekat sekaligus perempuan yang Mirza cintai sejak lama. Sakit, memang hati terasa sakit. Dada menyesak seketika. Stela sendiri di posisi tersulit, dia bingung dan khawatir. Tangannya mengepal, menundukkan kepala. Betapa terkejutk ia kala sang suami menggebrak meja makan. Jantungnya berdebar cepat tak menentu. Dia tidak
Novel Baru Judul : Jaran Goyang Ratu Rengganis "Berikan aku ragamu, maka akan aku kabulkan segala keinginanmu, Rengganis.” Suara melantun itu membuat wanita berparas rupawan yang dipanggil Rengganis, menengadah dari posisi bersimpuh, menatap sosok wanita setengah tembus pandang yang melayang di hadapannya dengan kabut tebal menyelimuti tubuh wanita itu. Manik hitam segelap malam milik Rengganis terlihat basah, memancarkan kesedihan yang begitu dalam. Debu dan kotoran tebal menghiasi wajahnya, menunjukkan betapa tersiksa dan terabaikan dirinya untuk waktu yang cukup lama. Melihat keterpurukan Rengganis, wanita itu menyeringai, kakinya turun menapak tanah. “Aku bisa membantumu membalaskan dendam, entah kepada jalang bernama Madhavi … ataupun bajingan yang kau panggil Kakang Prabu Abra itu.” Rengganis mengepalkan tangan, membayangkan wajah kedua orang yang membuat hidupnya terasa bak neraka. Namun, melihat kabut hitam yang menyelimuti wanita di hada
Axelle menoleh ke arah sumber suara, ada Mirza dan juga Marvel. Keduanya berjalan mendekat, Axelle sedikit terkejut, baru saja dia memikirkan anak malang itu kini telah berada di hadapannya beserta sang ayah. Axelle menyalami keduanya, saling bercanda dan juga bertukar kabar. Axelle lalu mengajak mereka menyusuri balkon dan kemudian turun melewati anak tangga menuju taman di samping kediaman megah tersebut. harum bunga mawar menguar tercium ketika mereka berjalan menapaki tanah basah yang baru saja disiram oleh para maid. Bunga-bunga indah tumbuh subur berkat perawatan yang baik pula. Mereka berjalan melewati pohon mangga kenangan. Axelle menoleh ke arah Mirza lalu tersenyum, Mirza yang tidak tahu apa-apa membalas senyuman Axelle seadanya. Mereka kemudian duduk di saung menikmati matahari sore. Warna jingga itu terlihat menenangkan, yah, tenang. Setelah kekacauan yang terjadi selama ini. Ketiga orang yang tengah mengalami hal tidak mengenakkan. Mereka paham
Sampai di rumah Axelle segera memeluk sang istri, dia mengangkat lalu memutar tubuh Stela bersama dengan dirinya. Kebahagiaan tiada tara yang tercurah. Layaknya selongsong kosong kini menumpuk bernas kebahagiaan yang semakin bertambah. Ada benih di dalam rahim sang istri yang harus dijaga kini. Sungguh sesuatu yang sangat tidak terkira. Kembali pada masa lalu pertemuan keduanya yang tidak pernah terduga. Auristela gadis mungil teman anaknya, yah, gadis yang selalu bersama Mirza. Lebih tepatnya, Mirza yang selalu menyeret gadis tersebut ke mana pun dia pergi. Axelle yang awalnya mengira Freya adalah cinta sejatinya, siapa yang menyangka wanita tersebut mengkhianati dan mempermainkan perasaan dirinya juga Marvel Junior, ayah biologis dari Mirza. Hidup layaknya bianglala yang berputar, begitu pula dengan takdir yang semestinya memang harus terjadi. Kehidupan ibarat topeng yang menyembunyikan jati diri. Dunia bawah penuh kekejaman, mem
Rafael tersenyum dengan kebahagiaan yang dirasakan Stela, hasil pemeriksaan menyatakan Stela sehat. Rafael mengernyitkan kening melihat senyum Stela itu berubah sedikit menyeramkan, dia seolah melihat aura Zayn dari dalam diri wanita muda yang duduk manis di hadapannya. Dingin AC tidak membuatnya dingin, Rafa kesulitan bernapas juga mendadak, aura ruangan menyeramkan, keringat dingin mengucur di pelipis. “Ini pasti akan menjadi kejutan bagi Mas Axelle dan juga Papa,” kelakar Stela. “Mereka, mereka pasti akan bahagia,” ujar Rafael terbata. ‘Astaga, kenapa aku jadi segugup ini dengan seorang wanita muda, sangat menyeramkan, apakah semua keturunan darah biru memang memiliki aura mematikan,’ keluh Rafa dalam benaknya sendiri. “Lebih tepatnya mungkin mereka akan terkejut,” ujar Stela. “Apa!” pekik Rafael. “Dokter
Pagi hari ketika bangun tidur, Stela merasa enggan sekali bangkit. Tubuh terasa benar-benar nyeri dan remuk, dia mengamati sekeliling. Sang suami tidak ada di sampingnya, terdengar suara bunyi air di kamar mandi. Wanita muda itu tersenyum lalu meraup wajahnya dengan kedua tangan. Axelle keluar dari kamar mandi dengan keadaan basah dan hanya mengenakan handuk seukuran pinggang. Lelaki tersebut tersenyum sumringah melihat Stela melambaikan tangan. “Selamat pagi, istriku,” sapa Axelle berjalan mendekati ranjang. Lelaki tersebut duduk di samping lalu mengecup kening sang istri dengan sayang. Wajah sang istri nampak lesu dan kelelahan. “Tidurlah lagi jika masih mengantuk!” perintah Axelle mengumbar senyum. Stela menggeleng, dia berusaha beringsut bangkit namun, perutnya terasa nyeri. “Aw!” pekiknya, membuat dirinya meringis, Axelle yang melihat gelagat aneh langsung membantu sang istri duduk. &nb
Assalamu'alaikum Halo, saya author KarRa. Dengan segala kerendahan hati, saya mohon maaf tidak bisa up date untuk beberapa hari ke depan. Baik Love Sugar Daddy mau pun Godaan Memikat. Saat ini author sedang sakit, mohon do'anya agar cepat pulih untuk bisa melanjutkan up date seperti biasanya 🙏 Untuk giveaway menuju akhir Love Sugar Daddy masih berjalan dengan semestinya ya, dan pemenang yang mendapat souvenir akan diumumkan ketika novel tersebut Tamat. Tetap ikuti selalu ya guys, untuk informasi lebih lanjut bisa lihat di akun sosial media author. Add: KarRa atau Follow: @karra_lovely. Sekian dan terima kasih, sekali lagi mohon maaf yang sebesar-besarnya 🙏
Joy mengganti pakaian di kamar mandi. Dia mengingat beberapa serpihan masa lalu, ketika sang ibu menyuruh untuk mencari kebenaran tentang kematian Nyonya Zeroun. Semua bukti tertutup rapat, lebih gila lagi, saat semua ditemukan segalanya mengarah kepada Zayn. Joy yang notabene putra kedua berbeda ibu tersebut, menjelajahi tempat-tempat kumuh, lontang-lantung mirip gelandangan. Hingga takdir mempertemukan dengan Roland, sang sahabat karib, perbedaan kasta tidak membuat mereka saling mendominasi. kerja sama yang baik mampu menumbuhkan terasa kekeluargaan bagi dirinya dan juga Roland. Begitu keras Olivia mendidik putranya agar mampu menjadi pelindung dan calon pemimpin dari dunia bawah yang Olivia geluti. Maut menjadi lawan seimbang bagi Joy yang pernah beberapa kali hampir mati. Bagi orang yang diinginkan, Joy menampakkan sosok lembut, konyol dan baik hati. Namun, bagi lawan, Joy seperti sosok iblis yang siap mencincang habis mangsanya. Lelaki t
Gadis itu meringis kesakitan, hal wajar itu pengalaman pertama baginya. Saat hendak melangkah, jalannya seperti tidak lagi sama, kakinya terbuka cukup lebar, mengangkang. Joy menoleh ke belakang, menatap gadis yang menundukkan kepala dengan kedua tangan bersedekap di perut. Langkah gadis itu seakan rapuh, yah dia yang menggagahi hingga membuatnya kesulitan berjalan. Lelaki tersebut masih memperhatikan langkah wanita muda tadi, merasa sangat lamban. Joy melebarkan mata bergegas meraih tubuh gadis yang hampir tersungkur ke bawah tersebut. “Hati-hati,” ujar Joy. “Terima kasih,” jawab Violet. Joy tersenyum, lelaki tersebut kemudian memapah Violet memasuki sebuah butik. Beberapa pengunjung menatap dengan Joy dengan perasaan terpukau, kagum, dia lelaki tampan mempesona, meski kemeja yang dikenakan terlihat lusuh, berpeluh, dia belum sempat mandi. Beberapa orang wanita saling berbisik, Joy t
Membantai para bawahan Arsen juga membakar ruang yang terhubung ke penjara bawah tanah, menghilangkan jejak. Menutup mulut para maid yang berada di sana dengan mengantongi identitas mereka, mengawasi keluarga masing-masing mereka tanpa terkecuali. Agar semua mulut bungkam, kejam yah satu kata itu yang dapat dikatakan kejam. Bahkan untuk seorang gadis berlesung pipit dengan rambut bergelombang. Iris mata terlihat hitam pekat, kulitnya kuning langsat khas orang pribumi dari kota tersebut. Menatap ke arah Joy dan Roland dengan senyum manis. Joy memandang ke arah Roland mencari jawaban, Roland mengedikkan bahu pertanda tidak tahu menahu. Manis, satu kata yang terlontar dalam pikiran Joy melihatnya. “Ah, maaf, Tuan, bisa saya meminta ijin pulang?” tanya gadis tersebut menundukkan kepala. “Hei, aku sudah katakan dari awal, selama seminggu ke depan kalian masih dalam pantauan kami!” ujar Rolan