Seorang lelaki terikat kaki dan tangannya, tubuhnya tengkurap di lantai yang gelap dan pengap. Hari masih pagi kala itu tetapi ruangan cukup gelap. Hanya bagian atas, bagian celah ventilasi yang tembus sinar mentari. Lelaki itu terlihat lemas, bibirnya terasa kecut, kehausan. Kepala lelaki itu mendongak, menengok kanan kiri. Napasnya terasa berat.
Krek! Suara pintu terbuka, menyembul lima orang yang mengenakan jas warna hitam, berjajar di sudut ruangan. Beberapa detik kemudian masuklah dua orang lelaki bersama seorang wanita, mereka melangkah berjalan mendekati ke arah depan. Seorang lelaki berusia matang dengan rambut klimis yang mengenakan setelan jas warna putih, duduk di sebuah kursi sofa yang ada di hadapan lelaki yang terkapar di lantai. Tatapannya masih terlihat tajam dalam samar gelap.
Lelaki yang tengkurap di lantai itu mendongak, melihat ke bagian depan. Wajahnya nampak pias seketika menatap, wajah dingin orang-orang
Hai, yuk baca juga karya saya yang lain, -Godaan Memikat (Adult Romance 21+)
"Pulangkan mayat lelaki tua itu ke rumahnya!" perintah Zayn. Lelaki itu kemudian bergegas masuk ke dalam mobil miliknya. Sang sopir melajukan mobil tersebut perlahan tapi pasti meninggalkan gedung terpencil di sudut kota B. Tatapan beringas itu sedikit melunak, menatap layar ponsel yang dia ambil dari saku jasnya. Salah satu sudut bibirnya terangkat ke atas, lelaki itu memperhatikan pesan yang masuk di aplikasi FastApp. Pesan Stela: [Papa, belikan Stela es cappucino cincau ketika pulang sore nanti] "Kita akan kemana, Tuan?" tanya sang sopir. "Rumah sakit," jawab Zayn tanpa menoleh. "Baik, Tuan," jawabnya. Cakrawala bersinar menerangi sebagian belahan dunia. Zayn merasa hidupnya terlihat sempurna, saking sempurna damainya, Zayn merasa khawatir. Putrinya sangat cantik, Arsen juga putra yang baik. Juga dia memiliki seor
Rambut ikal sebahunya tersapu angin, gadis yang mengenakan pakaian hitam itu masih terisak. Dia berhenti menoleh kembali ke arah pusara dengan kembang bertaburan di atasnya. Wanita itu kembali menangis, rindu masih terasa, seperti baru kemarin lelaki yang selalu menemani setiap langkahnya, mendukungnya ketika dia terpuruk, merasa terhina dengan perilaku tidak bermoral yang Marvel tua lakukan. Tangannya masih gemetaran, dada berdegup kencang, bahkan dia tidak nafsu makan sama sekali mengingat kejadian kemarin. Dia menjadi seorang pembunuh, dendam merasuk sukma, menjelma menjadi kebencian yang bertumpuk. Joy menatap wajah wanita di hadapannya. Di bawah pohon beringin, di pemakaman umum, keduanya saling terdiam, hanya isak tangis Rachel yang terdengar. Joy mendekat, jarak keduanya tinggal beberapa inci saja, lelaki itu dengan halus membelai rambut Rachel untuk kemudian menghapus lelehan air mata yang menetes di pipi.
Stela tengah duduk manis di kursi meja rias, Axelle membantunya mengeringkan rambut, wanita tersebut baru saja selesai mandi. Dengan penuh perhatian Axelle mengelus rambut sang istri. Dirinya sendiri sudah nampak rapi dalam balutan jas warna hitam. Setelah dirasa kering. Axelle berpamitan sebentar untuk ke ruang kerjanya. Mengingat baru pagi ini mereka baru kembali dari kediaman Zayn. Mertuanya itu selalu saja menjadi penghalang bagi Axelle, yah, musuh terberat bagi dirinya untuk meraih kembali sang istri. Melihat sang suami melenggang pergi, wanita mulai memoles wajah dengan make up tipis. Dia mengambil dress sabrina setinggi lutut dengan bagian dada terbuka. Melihat sudah cocok dan pas dia pun keluar. Mengulas senyum semanis madu, menghampiri Axelle yang sibuk menumpuk dokumen di ruang kerjanya. "Mas Sayang, mari kita berangkat," ajak Stela. "Sebentar," jawab Axelle tanpa menoleh. Lelaki tersebut masih menundu
Pintu apartemen terbuka, seorang lelaki yang mengenakan setelan jas warna hitam, menyembul masuk tanpa permisi seperti rumah sendiri. Dia berjalan menelusuri ruangan, tanpa dipersilahkan menuju dapur, seorang wanita yang berdiri sendiri tengah membuat teh hangat terkejut. Wanita cantik dengan rambut sebahu itu masih mengenakan mantel tidur. Dia menghentikan aktivitas mengaduk gula, keningnya mengernyit. Keduanya saling menatap dengan ekspresi wajah yang sama-sama canggung. "Hai, kau belum tidur?" tanya lelaki tersebut. "Anda, untuk apa malam-malam datang kemari Tuan Roland?" tanya wanita tersebut. Yah, lelaki itu adalah Roland, saat ini dia sedang berada di apartemen milik Joy. "Ah, panggil aku Roland saja Nona Rachel," ucap Roland tersenyum, dia berjalan mendekat ke arah meja. Meletakkan beberapa berkas lalu meraih gelas dan menuangkan air putih. "Ada beberapa berkas yang harus
Malam itu, Stela berjalan sendirian di taman, dia baru saja terbangun secara tidak sengaja. Hal yang membuatnya berpikir sejenak, sang suami tidak ada di samping. Terlanjur bangun dan tidak mengantuk, Stela mencari angin sejenak. Berejalan pelan menyusuri bunga-bunga indah bermekaran sepanjang jalan. Harum semerbak mawar berbaur, bercampur menjadi satu dengan harum bunga lainnya. Lankah mungil Stela terhenti kala melihat pintu ruang bawah tanah sedikit terbuka, sorot lampu menyinari terlihat kekuningan sedikit terpancar di sela pintu tersebut. Stela memutar bola mata lalu berjalan mendekat. Krek! Derik pintu kayu berbunyi ketika Stela membuka pintu. Dia berjalan menuruni anak tangga, di bawah sana nampak Joy sendirian duduk di kursi bartender. Ada macam-macam gelas kecil di meja bartender dengan berbagai warna, Lelaki itu terlihat menimang-nimang gelas minuman berukuran kecil di tangan kanannya. “Hai, Joy,” sapa Stela yang la
Stela tersenyum melihat kekesalan di wajah sang suami, dia pun merasa kepalang tanggung sebenarnya. Axelle merogoh saku jas lalu mengambil ponsel, wajah gagahnya terlihat serius. Axelle mengangkat panggilan itu dan mendekatkan benda pipih tersebut ke arah telinga. Wajah seriusnya berubah menjadi lega, lelaki tersebut tersenyum. Dia mematiakn saluran ponsel dan langsung menarik Stela mengangkat tubuh mungil itu membawanya berputar dua kali. “Mas, kamu ngapain?” tanya Stela menepuk-nepuk pundaksang suami agar menurunkan tubuhnya. “Ayah sudah sadar sepenuhnya, kita ke rumah sakit sekarang!” ajak Axelle. “Ada Rachel, Mas,” kata Stela mengingatkan. “Biarkan dia bersama Lily,” jawab Axelle. “Baiklah, mari berangkat!” ajak Axelle sekali lagi. Dari
Setelah memastikan Arsen keluar dari ruangan Zayn, seorang wanita yang mengenakan pakaian sexy dengan rambut pendek ikal berwarna blond. Lemah gemulai berjalan masuk ke dalam ruangan. Zayn yang sibuk memperhatikan layar komputer mengira yang masuk adalah putranya. Wanita itu duduk santai tanpa permisi. “Tumben sekali kau kembali lagi, apa kau masih merindukan papamu ini, putraku?” tanya Zayn tanpa menoleh. “Kau terlalu percaya diri sekali Tuan Zayn.” Suara serak basah seorang wanita membuat Zayn menoleh. Zayn terkekeh, dia bangkit dari duduknya lalu berjalan ke arah kursi. “Astaga, Sayang, mengapa kau tidak mengabariku terlebih dahulu?” tanya Zayn, lelaki itu membungkuk kemudian mencium bibir sang istri. “Aku datang diantarkan Mirza, kami baru mendapat kabar jika Tuan Zeroun sudah sadar sepenuhnya. Mau menengok bersa
Zayn dan sang istri menemui Zeroun di ruang rawat inap. Beberapa orang lainnya telah menunggu di luar ruangan, lantaran hanya diijinkan beberapa orang saja yang masuk ke dalam. Lelaki tua tersebut nampak lemas, namun raut wajahnya mulai terlihat berbinar. Zeroun tersenyum simpul, dia menundukkan kepala, malu. Banyak hal yang dia tidak tahu rupanya. Pernah menganggap Zayn adalah pembunuh dari sang istri. Ah, sungguh menyesalkan, kata maaf tidak mungkin bisa menggantikan rasa sakit hati Zayn yang telah dia fitnah. Marvel tua benar-benar ahli siasat yang sangat handal, memutar balikkan fakta, membuat bukti terarah pada Zayn. Bahkan pencarian Joy juga berakhir demikian. Akan tetapi siapa sangka jika semua itu tidaklah benar. Zayn berhasil membuktikan dirinya tidak bersalah. Marvel sendiri memperlihatkan sifat aslinya. Bukti dan berkas-berkas dari pembunuhan nyonya Zeroun ditemukan oleh Marvel Junior dan juga Mirza di ruang rahasia milik Marvel tua. Begitulah awal mula
Novel Baru Judul : Jaran Goyang Ratu Rengganis "Berikan aku ragamu, maka akan aku kabulkan segala keinginanmu, Rengganis.” Suara melantun itu membuat wanita berparas rupawan yang dipanggil Rengganis, menengadah dari posisi bersimpuh, menatap sosok wanita setengah tembus pandang yang melayang di hadapannya dengan kabut tebal menyelimuti tubuh wanita itu. Manik hitam segelap malam milik Rengganis terlihat basah, memancarkan kesedihan yang begitu dalam. Debu dan kotoran tebal menghiasi wajahnya, menunjukkan betapa tersiksa dan terabaikan dirinya untuk waktu yang cukup lama. Melihat keterpurukan Rengganis, wanita itu menyeringai, kakinya turun menapak tanah. “Aku bisa membantumu membalaskan dendam, entah kepada jalang bernama Madhavi … ataupun bajingan yang kau panggil Kakang Prabu Abra itu.” Rengganis mengepalkan tangan, membayangkan wajah kedua orang yang membuat hidupnya terasa bak neraka. Namun, melihat kabut hitam yang menyelimuti wanita di hada
Axelle menoleh ke arah sumber suara, ada Mirza dan juga Marvel. Keduanya berjalan mendekat, Axelle sedikit terkejut, baru saja dia memikirkan anak malang itu kini telah berada di hadapannya beserta sang ayah. Axelle menyalami keduanya, saling bercanda dan juga bertukar kabar. Axelle lalu mengajak mereka menyusuri balkon dan kemudian turun melewati anak tangga menuju taman di samping kediaman megah tersebut. harum bunga mawar menguar tercium ketika mereka berjalan menapaki tanah basah yang baru saja disiram oleh para maid. Bunga-bunga indah tumbuh subur berkat perawatan yang baik pula. Mereka berjalan melewati pohon mangga kenangan. Axelle menoleh ke arah Mirza lalu tersenyum, Mirza yang tidak tahu apa-apa membalas senyuman Axelle seadanya. Mereka kemudian duduk di saung menikmati matahari sore. Warna jingga itu terlihat menenangkan, yah, tenang. Setelah kekacauan yang terjadi selama ini. Ketiga orang yang tengah mengalami hal tidak mengenakkan. Mereka paham
Sampai di rumah Axelle segera memeluk sang istri, dia mengangkat lalu memutar tubuh Stela bersama dengan dirinya. Kebahagiaan tiada tara yang tercurah. Layaknya selongsong kosong kini menumpuk bernas kebahagiaan yang semakin bertambah. Ada benih di dalam rahim sang istri yang harus dijaga kini. Sungguh sesuatu yang sangat tidak terkira. Kembali pada masa lalu pertemuan keduanya yang tidak pernah terduga. Auristela gadis mungil teman anaknya, yah, gadis yang selalu bersama Mirza. Lebih tepatnya, Mirza yang selalu menyeret gadis tersebut ke mana pun dia pergi. Axelle yang awalnya mengira Freya adalah cinta sejatinya, siapa yang menyangka wanita tersebut mengkhianati dan mempermainkan perasaan dirinya juga Marvel Junior, ayah biologis dari Mirza. Hidup layaknya bianglala yang berputar, begitu pula dengan takdir yang semestinya memang harus terjadi. Kehidupan ibarat topeng yang menyembunyikan jati diri. Dunia bawah penuh kekejaman, mem
Rafael tersenyum dengan kebahagiaan yang dirasakan Stela, hasil pemeriksaan menyatakan Stela sehat. Rafael mengernyitkan kening melihat senyum Stela itu berubah sedikit menyeramkan, dia seolah melihat aura Zayn dari dalam diri wanita muda yang duduk manis di hadapannya. Dingin AC tidak membuatnya dingin, Rafa kesulitan bernapas juga mendadak, aura ruangan menyeramkan, keringat dingin mengucur di pelipis. “Ini pasti akan menjadi kejutan bagi Mas Axelle dan juga Papa,” kelakar Stela. “Mereka, mereka pasti akan bahagia,” ujar Rafael terbata. ‘Astaga, kenapa aku jadi segugup ini dengan seorang wanita muda, sangat menyeramkan, apakah semua keturunan darah biru memang memiliki aura mematikan,’ keluh Rafa dalam benaknya sendiri. “Lebih tepatnya mungkin mereka akan terkejut,” ujar Stela. “Apa!” pekik Rafael. “Dokter
Pagi hari ketika bangun tidur, Stela merasa enggan sekali bangkit. Tubuh terasa benar-benar nyeri dan remuk, dia mengamati sekeliling. Sang suami tidak ada di sampingnya, terdengar suara bunyi air di kamar mandi. Wanita muda itu tersenyum lalu meraup wajahnya dengan kedua tangan. Axelle keluar dari kamar mandi dengan keadaan basah dan hanya mengenakan handuk seukuran pinggang. Lelaki tersebut tersenyum sumringah melihat Stela melambaikan tangan. “Selamat pagi, istriku,” sapa Axelle berjalan mendekati ranjang. Lelaki tersebut duduk di samping lalu mengecup kening sang istri dengan sayang. Wajah sang istri nampak lesu dan kelelahan. “Tidurlah lagi jika masih mengantuk!” perintah Axelle mengumbar senyum. Stela menggeleng, dia berusaha beringsut bangkit namun, perutnya terasa nyeri. “Aw!” pekiknya, membuat dirinya meringis, Axelle yang melihat gelagat aneh langsung membantu sang istri duduk. &nb
Assalamu'alaikum Halo, saya author KarRa. Dengan segala kerendahan hati, saya mohon maaf tidak bisa up date untuk beberapa hari ke depan. Baik Love Sugar Daddy mau pun Godaan Memikat. Saat ini author sedang sakit, mohon do'anya agar cepat pulih untuk bisa melanjutkan up date seperti biasanya 🙏 Untuk giveaway menuju akhir Love Sugar Daddy masih berjalan dengan semestinya ya, dan pemenang yang mendapat souvenir akan diumumkan ketika novel tersebut Tamat. Tetap ikuti selalu ya guys, untuk informasi lebih lanjut bisa lihat di akun sosial media author. Add: KarRa atau Follow: @karra_lovely. Sekian dan terima kasih, sekali lagi mohon maaf yang sebesar-besarnya 🙏
Joy mengganti pakaian di kamar mandi. Dia mengingat beberapa serpihan masa lalu, ketika sang ibu menyuruh untuk mencari kebenaran tentang kematian Nyonya Zeroun. Semua bukti tertutup rapat, lebih gila lagi, saat semua ditemukan segalanya mengarah kepada Zayn. Joy yang notabene putra kedua berbeda ibu tersebut, menjelajahi tempat-tempat kumuh, lontang-lantung mirip gelandangan. Hingga takdir mempertemukan dengan Roland, sang sahabat karib, perbedaan kasta tidak membuat mereka saling mendominasi. kerja sama yang baik mampu menumbuhkan terasa kekeluargaan bagi dirinya dan juga Roland. Begitu keras Olivia mendidik putranya agar mampu menjadi pelindung dan calon pemimpin dari dunia bawah yang Olivia geluti. Maut menjadi lawan seimbang bagi Joy yang pernah beberapa kali hampir mati. Bagi orang yang diinginkan, Joy menampakkan sosok lembut, konyol dan baik hati. Namun, bagi lawan, Joy seperti sosok iblis yang siap mencincang habis mangsanya. Lelaki t
Gadis itu meringis kesakitan, hal wajar itu pengalaman pertama baginya. Saat hendak melangkah, jalannya seperti tidak lagi sama, kakinya terbuka cukup lebar, mengangkang. Joy menoleh ke belakang, menatap gadis yang menundukkan kepala dengan kedua tangan bersedekap di perut. Langkah gadis itu seakan rapuh, yah dia yang menggagahi hingga membuatnya kesulitan berjalan. Lelaki tersebut masih memperhatikan langkah wanita muda tadi, merasa sangat lamban. Joy melebarkan mata bergegas meraih tubuh gadis yang hampir tersungkur ke bawah tersebut. “Hati-hati,” ujar Joy. “Terima kasih,” jawab Violet. Joy tersenyum, lelaki tersebut kemudian memapah Violet memasuki sebuah butik. Beberapa pengunjung menatap dengan Joy dengan perasaan terpukau, kagum, dia lelaki tampan mempesona, meski kemeja yang dikenakan terlihat lusuh, berpeluh, dia belum sempat mandi. Beberapa orang wanita saling berbisik, Joy t
Membantai para bawahan Arsen juga membakar ruang yang terhubung ke penjara bawah tanah, menghilangkan jejak. Menutup mulut para maid yang berada di sana dengan mengantongi identitas mereka, mengawasi keluarga masing-masing mereka tanpa terkecuali. Agar semua mulut bungkam, kejam yah satu kata itu yang dapat dikatakan kejam. Bahkan untuk seorang gadis berlesung pipit dengan rambut bergelombang. Iris mata terlihat hitam pekat, kulitnya kuning langsat khas orang pribumi dari kota tersebut. Menatap ke arah Joy dan Roland dengan senyum manis. Joy memandang ke arah Roland mencari jawaban, Roland mengedikkan bahu pertanda tidak tahu menahu. Manis, satu kata yang terlontar dalam pikiran Joy melihatnya. “Ah, maaf, Tuan, bisa saya meminta ijin pulang?” tanya gadis tersebut menundukkan kepala. “Hei, aku sudah katakan dari awal, selama seminggu ke depan kalian masih dalam pantauan kami!” ujar Rolan