Zayn baru saja membelokkan mobil yang dia naiki ke arah gang kediamannya, ketika ponsel miliknya berdering. Lelaki tersebut menghela napas lalu menepikan mobil. Tangan kanannya merogoh ponsel, dia mengernyitkan kening, nomor asing tertera di layar ponsel. Saat hendak diangkat ponsel tersebut sudah dimatikan. Selang beberapa detik muncul pesan masuk di aplikasi FastApp. Zayn melebarkan mata, sebuah pesan share lokasi. Zayn bergerak cepat, dia menyuruh anak buahnya menyelidiki lokasi tersebut. Tidak butuh waktu lama hanya beberapa detik sang anak buah memberikan jawaban. Sebuah tempat yang sangat jauh dari tempatnya sekarang.
Secepat kilat Zayn menyuruh sang anak buah untuk menyiapkan helikopter miliknya. Dengan segala kemungkinan Zayn mencengkram stang setir mobil tersebut. Lalu bergegas melajukan mobil dengan kecepatan penuh ke tempat yang diutarakan kepada bawahannya. Mobil sport warna merah itu melaju kencang menyalip mobil-mobil yang lewa
Sinar mentari yang bersinar membuat tidur lelap Stela terusik. Dia menggeliatkan badan, merentangkan kedua tangan ke atas. Mata lentiknya mengerjap-ngerjap terpapar sinar sang mentari. Wanita muda tersebut membelalakkan mata, mendapati diri berada di atas ranjang yang empuk. Dia bangkit, beringsut duduk. Dia mengedarkan pandangan ke segala arah. Ada lemari besar di samping ranjang, berwarna coklat mengkilat, sesuai dengan warna ranjang dan nakas. Gadis itu menyibakkan selimut yang masih membelit tubuhnya dari semalam. Tubuh mungilnya terbelit kemeja warna putih semalam, Stela menghela napas dengan mata terpejam. Masih dengan rasa terkejut yang belum reda, mata indah gadis tersebut membeliak, mendengar suara pintu terbuka. Jantung terasa meletup-letup menanti dengan sedikit menahan napas. Wajahnya berubah tenang ketika mendapati R di masuk ke dalam ruangan, membawa nampan berisi segelas susu dan roti bakar di atas piring kecil. “Anda sudah ban
Pagi hari di kediaman Zayn, Fraya masih terlelap dalam tidurnya. Zayn sendiri baru saja beringsut bangkit. Dia menatap sang istri lalu membenahi letak selimut, perlahan menutup tubuh polos sang istri. Dini hari tadi, mereka baru saja sampai di kediaman. Waktu yang seharusnya digunakan untuk istirahat. Seharusnya demikian, mereka baru selesai mandi. Masih mengenakan mantel handuk, keduanya beriringan menuju dapur untuk membuat minuman hangat. Zayn terduduk di dekat meja dapur, Freya sendiri baru saja membuatkan teh panas untuk Zayn. Tangan lentik Freya Permainan singkat mereka berlangsung panas. Melihat sang suami menekuk wajah, Freya meraup lalu mengecup bibir Zayn. Lelaki tersebut menarik tubuh Freya ke dalam pangkuan. “Kau lelah tapi nakal, aku ingin memakanmu,” bisik Zayn dengan suara serak. "Kalau begitu, makanlah aku," ucap Freya tersenyum menggoda. Zayn semakin mempererat
Amarah Marvel membludak, lelaki tua itu menyeret tangan Stela, membawanya ke dalam sebuah ruangan. Dia menghempaskan tubuh mungil tersebut hingga terjerembab di kasur. Stela meringis menahan punggung dan sudut bibirnya yang sakit. Ada rasa sakit menyeruak, membawa bongkahan rasa takut, tubuh mungil tersebut gemetaran. Stela menghela napas panjang nan berat, dia memantapkan hati, mencengkram sprei berwarna gold tersebut. Wanita muda itu sedang mencari kekuatan untuk dirinya sendiri. ‘Tidak Stela, kau tidak boleh takut, kau pasti bisa, kamu kuat,’ bisik Stela. Dia beringsut bangkit berdiri. “Aku tidak akan pernah takut kepada bedebah sepertimu,” teriak Stela. “Nyalimu besar juga gadis kecil,” ungkap Marvel tua tersenyum smirk. Marvel bangkit berjalan semakin mendekat, dia kembali meraih tubuh Stela. Sontak gadis itu meronta dalam pelukan lelaki tua tersebut. Dia menggunakan siku, memuk
Stela berjalan melewati ranjang mendekat ke arah lelaki gagah yang menyelamatkan. Air mata luruh sudah, di hadapannya dia merasa rapuh, tidak berdaya. Stela menangis terisak, dia melempar pistol keluar jendela yang pecah lalu menghambur ke pelukan pria tersebut. Stela merasa nyaman dalam hangat dekapannya, merasa terlindungi. Tidak peduli akan kemeja warna putih sang lelaki yang telah lusuh berbau keringat. Bagi wanita muda tersebut harum itu lebih eksotis menggairahkan. Kepalanya mendongak ke atas, sebuah kecupan mendarat di bibir Stela. Untuk kemudian berubah menjadi ciuman panas menggairahkan. Lidah lelaki tersebut menyeruak ke dalam mulut Stela, bermain, menyesap lidah Stela dengan agresif. “Ah, Sayang, aku tidak akan bisa menahan diri jika terus seperti ini,” keluh sang lelaki menghapus linangan air yang meleleh di pipi Stela. “Saya merindukan kamu, Mas Axelle,” ucap Stela masih betah dalam pelukan sang suami
Resort nampak sepi, beberapa pengawal Marvel masih berjaga-jaga di tepi pantai menanti kehadiran yang lain. Dua buah sekoci warna orange mulai terlihat dari kejauhan, beberapa di antaranya menanti dengan tidak sabar. Yacht yang tadi dipergunakan Marvel terlihat di pinggir pantai, tak jauh dari anak buahnya yang berdiri. Dalam resort Marvel sedang duduk di sebuah kursi yang ada di dekat dinding kaca, dimana ada meja kecil di dekatnya, champagne terhidang dengan gelas champagne tulip. Marvel menatap ke arah luar jendela, menatap lautan lepas, dia meremas kedua tangan. Rachel yang berdiri di dekatnya sempat melirik dengan harap-harap cemas. Tidak berapa lama, ruangan tersebut terbuka. R dan beberapa orang lainnya masuk ke dalam ruangan. Marvel menatap sengit. “Bagaimana?” tanya Marvel. “Maaf, kami sudah berusaha sekuat tenaga mencari mereka, menyusuri hutan tersebut. Akan tetapi, mereka berhasil kabur,” jawab R.
Malam itu, ketika Zayn mendapatkan sinyal dari seseorang. Dia menyempatkan menghubungi Axelle, dengan penuh pertimbangan akhirnya Axelle menemui Zayn seorang diri mengingat keberadaan ayahnya juga butuh pengawasan. Mereka bersua di atas gedung Zayn Grub, lalu berangkat ke sebuah pulau terpencil menggunakan helikopter. Axelle ikut menyelinap ke dalam bangunan beserta Zayn dan anak buahnya, mereka berpencar. Mengendap masuk lewat sebuah jendela dengan beberapa anak buah Zayn. Malam sunyi berubah mencekam, teriakan, suara tembak bersaut-sautan dengan erang kesakitan yang sambung menyambung dari tempat satu ke ruang lain. Pertarungan sengit adu tembak, membuat beberapa nyawa melayang. Suasana malam nan remang, dimana sorot lampu dalam gedung sangat tidak memadai. Sebagian lagi mulai berpencar, dari kejauhan lelaki itu melihat segerombolan orang berja
Lampu hanya terpasang di area fasilitas umum seperti, rumah sakit dan juga pos keamanan. Selebihnya jika waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, suasana akan terlihat gelap, lampu-lampu di rumah penduduk desa akan dimatikan. Kedatangan rombongan orang-orang yang mengendarai mobil mewah membuat warga sekitar berkerumun. Ada rasa asing mengingat perkampungan nelayan berada di garis kemiskinan. Mereka hidup dari hasil melaut. Malam gelap-gulita seperti itu kemudian beralih dengan kelap-kelip lampu mobil yang berseliweran memasuki kawasan rumah sakit. Axelle berdiri di hadapan pintu masuk bersama seorang nelayan baik hati yang menolong dia dan sang istri. Zayn keluar dari mobil berjalan mendekat, tatapan tajam membuat beberapa wanita yang berseragam dokter menelan saliva. Berbeda dengan kaum hawa, sebagian dari mereka melongo menatap lekat wajah gagah tersebut. Zayn saling berhadapan dengan Axelle, tatapan dingin Axelle sangat cocok dengan pa
Malam itu, suasana hening di resort Marvel, lelaki tua tersebut tengah duduk di sudut ranjang. Mia berjongkok di lantai, memberikan service terbaik dirinya kepada lelaki itu usai pergumulan panas mereka. Mulut tua itu meracau menikmati akhir dari pelepasan, tanpa rasa jijik Mia menelan habis cairan kental itu. Ketukan pintu membuat Marvel bangkit membenahi mantel tidurnya, Mia juga langsung mengambil pakaian yang berserakan di lantai. Gadis itu bergelayut dalam pangkuan Marvel tua, ketika seorang lelaki berpakaian setelan jas hitam masuk ke dalam kamar. “Saya membawa mereka, Tuan,” kata lelaki berkulit sawo matang dengan rambut keriting itu. “Seret mereka masuk!” perintah Marvel sembari mengusap pistol miliknya. Tatapan mata lelaki tua tersebut tajam menusuk. Dia mengatupkan giginya melihat Rachel dan juga R didorong. Tubuh kedua orang itu tersungkur, di lantai tepat di bawah kaki Marve
Novel Baru Judul : Jaran Goyang Ratu Rengganis "Berikan aku ragamu, maka akan aku kabulkan segala keinginanmu, Rengganis.” Suara melantun itu membuat wanita berparas rupawan yang dipanggil Rengganis, menengadah dari posisi bersimpuh, menatap sosok wanita setengah tembus pandang yang melayang di hadapannya dengan kabut tebal menyelimuti tubuh wanita itu. Manik hitam segelap malam milik Rengganis terlihat basah, memancarkan kesedihan yang begitu dalam. Debu dan kotoran tebal menghiasi wajahnya, menunjukkan betapa tersiksa dan terabaikan dirinya untuk waktu yang cukup lama. Melihat keterpurukan Rengganis, wanita itu menyeringai, kakinya turun menapak tanah. “Aku bisa membantumu membalaskan dendam, entah kepada jalang bernama Madhavi … ataupun bajingan yang kau panggil Kakang Prabu Abra itu.” Rengganis mengepalkan tangan, membayangkan wajah kedua orang yang membuat hidupnya terasa bak neraka. Namun, melihat kabut hitam yang menyelimuti wanita di hada
Axelle menoleh ke arah sumber suara, ada Mirza dan juga Marvel. Keduanya berjalan mendekat, Axelle sedikit terkejut, baru saja dia memikirkan anak malang itu kini telah berada di hadapannya beserta sang ayah. Axelle menyalami keduanya, saling bercanda dan juga bertukar kabar. Axelle lalu mengajak mereka menyusuri balkon dan kemudian turun melewati anak tangga menuju taman di samping kediaman megah tersebut. harum bunga mawar menguar tercium ketika mereka berjalan menapaki tanah basah yang baru saja disiram oleh para maid. Bunga-bunga indah tumbuh subur berkat perawatan yang baik pula. Mereka berjalan melewati pohon mangga kenangan. Axelle menoleh ke arah Mirza lalu tersenyum, Mirza yang tidak tahu apa-apa membalas senyuman Axelle seadanya. Mereka kemudian duduk di saung menikmati matahari sore. Warna jingga itu terlihat menenangkan, yah, tenang. Setelah kekacauan yang terjadi selama ini. Ketiga orang yang tengah mengalami hal tidak mengenakkan. Mereka paham
Sampai di rumah Axelle segera memeluk sang istri, dia mengangkat lalu memutar tubuh Stela bersama dengan dirinya. Kebahagiaan tiada tara yang tercurah. Layaknya selongsong kosong kini menumpuk bernas kebahagiaan yang semakin bertambah. Ada benih di dalam rahim sang istri yang harus dijaga kini. Sungguh sesuatu yang sangat tidak terkira. Kembali pada masa lalu pertemuan keduanya yang tidak pernah terduga. Auristela gadis mungil teman anaknya, yah, gadis yang selalu bersama Mirza. Lebih tepatnya, Mirza yang selalu menyeret gadis tersebut ke mana pun dia pergi. Axelle yang awalnya mengira Freya adalah cinta sejatinya, siapa yang menyangka wanita tersebut mengkhianati dan mempermainkan perasaan dirinya juga Marvel Junior, ayah biologis dari Mirza. Hidup layaknya bianglala yang berputar, begitu pula dengan takdir yang semestinya memang harus terjadi. Kehidupan ibarat topeng yang menyembunyikan jati diri. Dunia bawah penuh kekejaman, mem
Rafael tersenyum dengan kebahagiaan yang dirasakan Stela, hasil pemeriksaan menyatakan Stela sehat. Rafael mengernyitkan kening melihat senyum Stela itu berubah sedikit menyeramkan, dia seolah melihat aura Zayn dari dalam diri wanita muda yang duduk manis di hadapannya. Dingin AC tidak membuatnya dingin, Rafa kesulitan bernapas juga mendadak, aura ruangan menyeramkan, keringat dingin mengucur di pelipis. “Ini pasti akan menjadi kejutan bagi Mas Axelle dan juga Papa,” kelakar Stela. “Mereka, mereka pasti akan bahagia,” ujar Rafael terbata. ‘Astaga, kenapa aku jadi segugup ini dengan seorang wanita muda, sangat menyeramkan, apakah semua keturunan darah biru memang memiliki aura mematikan,’ keluh Rafa dalam benaknya sendiri. “Lebih tepatnya mungkin mereka akan terkejut,” ujar Stela. “Apa!” pekik Rafael. “Dokter
Pagi hari ketika bangun tidur, Stela merasa enggan sekali bangkit. Tubuh terasa benar-benar nyeri dan remuk, dia mengamati sekeliling. Sang suami tidak ada di sampingnya, terdengar suara bunyi air di kamar mandi. Wanita muda itu tersenyum lalu meraup wajahnya dengan kedua tangan. Axelle keluar dari kamar mandi dengan keadaan basah dan hanya mengenakan handuk seukuran pinggang. Lelaki tersebut tersenyum sumringah melihat Stela melambaikan tangan. “Selamat pagi, istriku,” sapa Axelle berjalan mendekati ranjang. Lelaki tersebut duduk di samping lalu mengecup kening sang istri dengan sayang. Wajah sang istri nampak lesu dan kelelahan. “Tidurlah lagi jika masih mengantuk!” perintah Axelle mengumbar senyum. Stela menggeleng, dia berusaha beringsut bangkit namun, perutnya terasa nyeri. “Aw!” pekiknya, membuat dirinya meringis, Axelle yang melihat gelagat aneh langsung membantu sang istri duduk. &nb
Assalamu'alaikum Halo, saya author KarRa. Dengan segala kerendahan hati, saya mohon maaf tidak bisa up date untuk beberapa hari ke depan. Baik Love Sugar Daddy mau pun Godaan Memikat. Saat ini author sedang sakit, mohon do'anya agar cepat pulih untuk bisa melanjutkan up date seperti biasanya 🙏 Untuk giveaway menuju akhir Love Sugar Daddy masih berjalan dengan semestinya ya, dan pemenang yang mendapat souvenir akan diumumkan ketika novel tersebut Tamat. Tetap ikuti selalu ya guys, untuk informasi lebih lanjut bisa lihat di akun sosial media author. Add: KarRa atau Follow: @karra_lovely. Sekian dan terima kasih, sekali lagi mohon maaf yang sebesar-besarnya 🙏
Joy mengganti pakaian di kamar mandi. Dia mengingat beberapa serpihan masa lalu, ketika sang ibu menyuruh untuk mencari kebenaran tentang kematian Nyonya Zeroun. Semua bukti tertutup rapat, lebih gila lagi, saat semua ditemukan segalanya mengarah kepada Zayn. Joy yang notabene putra kedua berbeda ibu tersebut, menjelajahi tempat-tempat kumuh, lontang-lantung mirip gelandangan. Hingga takdir mempertemukan dengan Roland, sang sahabat karib, perbedaan kasta tidak membuat mereka saling mendominasi. kerja sama yang baik mampu menumbuhkan terasa kekeluargaan bagi dirinya dan juga Roland. Begitu keras Olivia mendidik putranya agar mampu menjadi pelindung dan calon pemimpin dari dunia bawah yang Olivia geluti. Maut menjadi lawan seimbang bagi Joy yang pernah beberapa kali hampir mati. Bagi orang yang diinginkan, Joy menampakkan sosok lembut, konyol dan baik hati. Namun, bagi lawan, Joy seperti sosok iblis yang siap mencincang habis mangsanya. Lelaki t
Gadis itu meringis kesakitan, hal wajar itu pengalaman pertama baginya. Saat hendak melangkah, jalannya seperti tidak lagi sama, kakinya terbuka cukup lebar, mengangkang. Joy menoleh ke belakang, menatap gadis yang menundukkan kepala dengan kedua tangan bersedekap di perut. Langkah gadis itu seakan rapuh, yah dia yang menggagahi hingga membuatnya kesulitan berjalan. Lelaki tersebut masih memperhatikan langkah wanita muda tadi, merasa sangat lamban. Joy melebarkan mata bergegas meraih tubuh gadis yang hampir tersungkur ke bawah tersebut. “Hati-hati,” ujar Joy. “Terima kasih,” jawab Violet. Joy tersenyum, lelaki tersebut kemudian memapah Violet memasuki sebuah butik. Beberapa pengunjung menatap dengan Joy dengan perasaan terpukau, kagum, dia lelaki tampan mempesona, meski kemeja yang dikenakan terlihat lusuh, berpeluh, dia belum sempat mandi. Beberapa orang wanita saling berbisik, Joy t
Membantai para bawahan Arsen juga membakar ruang yang terhubung ke penjara bawah tanah, menghilangkan jejak. Menutup mulut para maid yang berada di sana dengan mengantongi identitas mereka, mengawasi keluarga masing-masing mereka tanpa terkecuali. Agar semua mulut bungkam, kejam yah satu kata itu yang dapat dikatakan kejam. Bahkan untuk seorang gadis berlesung pipit dengan rambut bergelombang. Iris mata terlihat hitam pekat, kulitnya kuning langsat khas orang pribumi dari kota tersebut. Menatap ke arah Joy dan Roland dengan senyum manis. Joy memandang ke arah Roland mencari jawaban, Roland mengedikkan bahu pertanda tidak tahu menahu. Manis, satu kata yang terlontar dalam pikiran Joy melihatnya. “Ah, maaf, Tuan, bisa saya meminta ijin pulang?” tanya gadis tersebut menundukkan kepala. “Hei, aku sudah katakan dari awal, selama seminggu ke depan kalian masih dalam pantauan kami!” ujar Rolan