Jika saja saat itu Lucas tak memaafkanya, mungkin Lisa dan Anne sekarang sedang mendekap di balik sel tahanan penjara. Lisa tak bisa mengendalikan kekesalan dan rasa jengkelnya. Akan tetapi di sisi lain, Lucas juga telah membebaskannya.Lisa masih merasa dirinya telah di khianati. Ia sulit menghilangkan kebencian yang semakin hari semakin tertanam. Tidak hanya itu, dalam pernyataanya di hadapan media. Lisa telah mengaku salah meskipun ia melakukan semua itu dengan terpaksa.Di lain tempat, Felix sudah terjaga memarkir mobilnya untuk menguntit Bella. Selama empat jam lamanya, Felix terus terdiam menatap tajam kearah pagar rumah besar yang berada tepat di hadapannya. Rasa penasaran Felix semakin bergejolak, saat beberapa waktu lalu ia melihat sebuah mobil SUV masuk melewati pagar mewah itu."Siapa sebenarnya pria itu? Kenapa ia bisa membuat Bella sampai tega mengkhianatiku." Felix membatin, nafasnya memburu. Berulang kali
Plak... Sebuah tamparan keras Losa layangkan, tepat mengenai wajah Lucas. Mata Lisa menggenang, wajahnya memerah memancarkan aura kekesalan."Apa? Kenapa kau menamparku?" tanya Lucas, pria itu sampai menyentuh pipi kanannya yang terasa panas akibat tamparan yang Lisa berikan."Berhenti berpura-pura! Atas kasus pencemaran nama baik, kau memang tah mencabut tuntutanmu. Tapi kenapa kau malah melaporkan ibuku kembali, dengan dakwaan lain?" Lisa membabi buta, ia memukul Lucas sekuat trnaga karena tak terima kini Ibunya masuk penjara.Bingung, itulah ekspresi yang Lucas tunjukan sedari awal.sungguh, ia sama srkali tidak tahu menau tentang masalah yang kembali menyelimuti Lisa dan Ibunya."Kau masih berpura-pura polos di hadapanku?" Lisa berdecih, ia menyilangkan tangan di atas perutnya tanpa mengurangi kemarahan. "Bebaskan Ibumu, atau aku...""Atau apa, Lisa?" Farah menyela, sebagai seorang ibu. Farah tentu tak bisa diam saja melihat sang buah hati terus
"Da... Darah," Lisa menganga, bibirnya mengatup terbata menyaksikan Bella di bawa oleh Lucas pergi dari hadapannya. "A... Apa itu artinya... Bella... Bella..." Lisa tak melanjutkan ucapannya, ia langsung menutup mulutnya saat perasaannya berkata jika Bella kini sedang mengandung bayi dari Lucas, mantan tunangannya. Deg... Tubuh Lisa lemas seketika. Wajahnya semakin pucat disertai rasa takut yang semakin membara. Apakah ini karma? Pertanyaan itu muncul mengisi otak dalam kepalanya. Di tempat lain, Lucas hanya bisa menatap Bella yang tak berdaya dari balik celah kaca. seorang Dokter wanita tampak terampil membersihkan darah yang terus mengalir keluar dari lubang inti Bella. Ia juga mengecek kondisi di dalam perutnya, sebuah gumpalan darah pun keluar. Sang dokter hanya bisa menggeleng pasrah begitu ia melihat dan meraihnya. Lucas tak bisa berpikir jernih. matanya menggenang, hatinya sakit dan terguncang begitu melihat sang empu kini hanya berbaring lemah di atas
Lucas mampu merasakan dinginnya tangan Bella saat sedang pria itu genggam. Wajah tak berdaya Bella sukses membuat perasaan Lucas menjerit.Bagaimana bisa seorang Ayah diam saja, saat mengetahui calon buah hatinya gagal untuk terlahir kedunia. Lucas terpukul, ia tak bisa menerimanya dengan mudah. Bulir air mata terus membasahi wajahnya, menetes mengenai punggung telapak tangan Bella. Dapat Bella rasakan, kehangatan cairan bening tersebut yang semakin menuntut. Namun, Bella yang sudah sadar masih menolak untuk bangun karena ingin mendengar lebih lanjut, apa dan kenapa Lucas menangis sampai berlarut-larut."Maaf, tolong maafkan aku." lirih Lucas merasa bersalah.Satu hal yang Bella bingungkan. Kenapa Lucas harus meminta maaf? Ini adalah kesalahan Lisa. Lisa yang telah mendorong Bella, sampai Bella merasakan sakit yang luar biasa di bagian perutnya."Ini semua salahku, aku yang tidak bisa melindungimu sampai kita berdua harus kehilangan calon bayi kita."
Sebuah jarum jam dinding besar berbentuk bulat terus Bella pandangi. Suara persekiandetiknya terus menemani Bella dalam dua jam terakhir, setelah Lucas berlalu.Bella gelisah, ia hanya terus berbaring di selimuti rasa resah. Tak ada siapapun yang menemani Bella. Ia juga mengklaim jika Lucas sangatlah jahat karena benar-benar pergi meninggalkannya."Dasar pria brengsek, dia pergi begitu saja? Bukankah seharusnya ia tetap disini menemaniku?" lirih Bella kesal. Padahal sebelumnya, dirinya sendirilah yang telah mengusir Lucas. Lalu pria itu hanya mengiyakannya saja.Sejemang, Bella melirik kearah daun pintu yang terdorong dari luar. Seseorang yang Bella kenal pun datang. Mereka semua lantas menghampiri Bella, dengan ekspresi wajah penuh kekhawatiran."Sayang apa yang terjadi?" Rina meraih tangan Bella, disambut hangat oleh sebuah pelukan yang Bella berikan.Bella kembali menitikan air mata, ia menumpahkan seluruh kesedihannya dalam pelukan sang Mama. "
Rasa Heran terus Bella rasakan. Gadis itu berjalan pelan mengikuti langkah pria yang memimpinnya di depan. Ia tampak dingin, tak banyak bicara, dan juga tidak perhatian, seperti biasanya. Namun, kenapa hingga sekarang Lucas masih bersedia menemani Bella? dan bahkan menjemputnya keluar dari rumah sakit setelah beberapa hari terakhir Bella menjalani proses pemulihan. Bukankah ini terlalu naif? Di sisi lain, Bella ingin mengakhiri segalanya. Akan tetapi, Bella seolah sudah terlanjur basah. Mungkin, jika saat itu ia tak menyarankan sebuah ide konyol pada Lucas. Sampai detik ini ia masih seorang gadis perawan, meskipun telah di campakkan. Seatbelt Lucas kenakan, pria itu langsung menyalakan mesin kendaraannya begitu saja tanpa memperdulikan Bella. Biasanya, sebelum menghidupkan mesin, Lucas selalu memastikan jika Bella sudah mengenakan sabuk pengaman. Lain dengan sekarang, Lucas tampak bertahan dengan kebisuan. "A
Deg... Apa ini? Apa itu alasan Lucas tak ingin meninggalkan Bella? Di sisi lain, Bella cukup tenang mendengarnya. Namun, setelah Lucas kembali bicara. Beban perasaannya seolah semakin bertambah."Hah," seringai misterius Bella tercipta, kala gadis itu membuang nafasnya."Kau puas? Itu yang kau tangisi dan khawatirkan?"Sebutir air mata Bella kembali keluar, di ikuti oleh butiran lainnya yang berjatuhan. Wanita cantik itu mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu berkata, "Baik jika itu yang ingin kau lakukan. Sesuai yang kau harapkan. Aku akan turut menjaga nama baik keluargamu, begitupun juga dengan keluargaku. Kita akan tetap melangsungkan pernikahan. Lagi pula, ini cukup menguntungkan."Ingin rasanya Lucas menampar Bella dengan sekuat tenaganya. Menurutnya, Wanita tersebut sangat tidak berperasaan. Baginya, Bella masih terlihat seperti seorang wanita yang egois. Mengorbankan orang lain, untuk kepentingannya
Lucas berlari menerobos pintu utama kediaman keluarga Bella. Pria itu terlihat sangat pucat, wajahnya mengatakan jika ia sedang tidak baik-baik saja. Lucas juga mengabaikan Nick yang sedang bersantai di ruang keluarga. Parahnya, sepertinya Lucas sama sekali tidak menyadari jika di sana terdapat sang Ayah Mertua."Lucas, kau..." Belum sempat Nick menyelesaikan ucapannya. Akan tetapi, langkah pria itu sudah sangat jauh dari pandangan matanya.Sampai detik ini, Nick sama sekali tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tiga puluh menit berlalu, Rina sebelumnya sempat mengatakan padanya jika sang istri hendak membawakan rupa-rupa minuman hangat beserta cemilan untuk di suguhkan pada putri tercintanya."Bella..." Pintu terdorong kasar dari luar. Suara hentakannya sanggup membuat kedua orang yang berada di dalam ruangan cukup terkejut.Rina melirik ke ambang pintu, bersamaan dengan Bella yang saat itu la
Lucas berlari menerobos pintu utama kediaman keluarga Bella. Pria itu terlihat sangat pucat, wajahnya mengatakan jika ia sedang tidak baik-baik saja. Lucas juga mengabaikan Nick yang sedang bersantai di ruang keluarga. Parahnya, sepertinya Lucas sama sekali tidak menyadari jika di sana terdapat sang Ayah Mertua."Lucas, kau..." Belum sempat Nick menyelesaikan ucapannya. Akan tetapi, langkah pria itu sudah sangat jauh dari pandangan matanya.Sampai detik ini, Nick sama sekali tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tiga puluh menit berlalu, Rina sebelumnya sempat mengatakan padanya jika sang istri hendak membawakan rupa-rupa minuman hangat beserta cemilan untuk di suguhkan pada putri tercintanya."Bella..." Pintu terdorong kasar dari luar. Suara hentakannya sanggup membuat kedua orang yang berada di dalam ruangan cukup terkejut.Rina melirik ke ambang pintu, bersamaan dengan Bella yang saat itu la
Aneh, itulah yang sedang Luna rasakan. begitu banyak kiriman yang ia dapatkan, mulai dari bunga, kue, sampai manisan hingga perhiasan. dengan nama Maria sebagai pengirimnya.Berulang kali Luna memastikan, ia bertanya, benarkah paket tersebut Maria kirimkan untuknya. Lalu jika iya, apa maksud dan tujuan wanita paruh baya tersebut.Kali ini Luna kesulitan untuk membaca apa yang lawannya rencanakan. Maria sendiri juga tidak pernah datang, kenapa kiriman tersebut harus diberikan oleh campur tangan kurir? Kenapa tidak dia sendiri saja yang mendatangi Luna dan memberikan paket tersebut secara langsung padanya?Sungguh, Luna benar-benar khawatir. tidak biasanya, Maria berbuat baik dan perhatian sampai harus repot-repot mengirimkan sesuatu kepadanya. Apalagi benda tersebut terbilang cukup berharga dan ada nilainya."Kiriman lagi, Nyonya?" tanya Bibi Chan penasaran menghampiri."Iya, aku
Seminggu berlalu, Devan masih belum mendapatkan keinginan atas apa yang sudah Riana janjikan. gadis itu justru bertingkah seolah bak ratu, pekerjaannya hanya memainkan ponsel dan mendorong-dorong kursi roda milik Devan. Dengan ancaman yang ia jadikan senjata, Riana mampu hidup layak tanpa harus bersusah payah bekerja."Hey, kapan kau akan menepati janji mu?" tanya Devan dingin dengan mata memincing.Riana melirik ke sumber suara, dimana saat itu Devan sedang berada tepat di hadapannya. "Eummm, sekarang!" sahut Riana santai, setelah sebelumnya Riana memastikan waktu dan kondisi yang ia rasa sudah cukup memungkinkan.Riana bukannya tak ingin menepati janji, hanya saja. jika hal itu ia lakukan saat Maria dan Marco sedang berada di rumah. tentu yang akan Devan dan Riana hadapi hanyalah penolakan.Mungkin sekarang waktunya sudah tepat. saat keadaan rumah benar-benar sepi, dan hanya menyisakan Riana dan De
Alvin tentu tidak bisa menunggu lagi. tanpa berpikir panjang, ia langsung meninggalkan Luna begitu saja dan memilih untuk meminta pertanggung jawaban dari Marco dan Maria. Sumpah demi apapun, Alvin kini sudah benar-benar berubah. hidup dan matinya sudah Alvin serahkan pada Luna. jikapun harus memilih, Alvin lebih baik kehilangan segalanya dari pada harus berpisah dengan istrinya. Tidak perduli apa tanggapan orang lain yang akan Alvin dapatkan. pria itu sudah membulatkan tekadnya untuk menjebloskan ibunya ke dalam penjara. atas tuntutan percobaan pembunuhan. Padahal, Alvin sama sekali tak memiliki bukti apapun. Namun, kemarahannya sukses membuat pria itu kehilangan akal. untuk bertindak tanpa memikirkan dampak dan akibat. Bruak... Alvin mendorong kasar pintu utama kediaman keluarganya. langkah Alvin tak terkontrol, apapun yang Alvin lihat langsung Alvin lemparkan hingga sukses membuat kekacaua
Bencana, Alvin justru merasa jika nasihat ibunya sukses membuat pria itu merasa beban hidupnya bertambah. Bagaimana tidak? Mengontrol pikirannya agar segera melupakan Laura saja Alvin tak bisa. sekarang, Maria justru semakin menekan Alvin agar pria tersebut memanjakan Luna dan menghujaninya dengan penuh cinta. Ditambah permintaan untuk memiliki keturunan. Sudah cukup Alvin menuruti keinginan mereka yang semakin membuat pria itu merasa gila.Ayolah, Alvin tidak mungkin bisa melakukannya saat bayang-bayang Laura justru terus saja menghantuinya. Ini memang bukanlah pertama kali bagi Alvin. yang berarti, Luna bukanlah gadis satu-satunya yang akan pria itu tiduri. Namun, setiap kali melakukannya. Alvin justru melandasi hal tersebut dengan rasa ketertarikan. Ia hanya bisa memenuhi hal itu dengan adanya perasaan. Dalam kata lain, perasaan yang bisa di artikan atau di sebut cinta."Bibi Chan..." Luna memanggil wanita paruh baya tersebut, saat Bibi C
Bencana, Alvin justru merasa jika nasihat ibunya sukses membuat pria itu merasa beban hidupnya bertambah. Bagaimana tidak? Mengontrol pikirannya agar segera melupakan Laura saja Alvin tak bisa. sekarang, Maria justru semakin menekan Alvin agar pria tersebut memanjakan Luna dan menghujaninya dengan penuh cinta. Ditambah permintaan untuk memiliki keturunan. Sudah cukup Alvin menuruti keinginan mereka yang semakin membuat pria itu merasa gila.Ayolah, Alvin tidak mungkin bisa melakukannya saat bayang-bayang Laura justru terus saja menghantuinya. Ini memang bukanlah pertama kali bagi Alvin. yang berarti, Luna bukanlah gadis satu-satunya yang akan pria itu tiduri. Namun, setiap kali melakukannya. Alvin justru melandasi hal tersebut dengan rasa ketertarikan. Ia hanya bisa memenuhi hal itu dengan adanya perasaan. Dalam kata lain, perasaan yang bisa di artikan atau di sebut cinta."Bibi Chan..." Luna memanggil wanita paruh baya tersebut, saat Bibi C
Keesokan harinya, Luna terlihat pulas tidur di atas sebuah sofa di ruang keluarga. Dengan menggunakan setelah bathrobe karena semalam gadis tersebut mendapat tawaran untuk tidur bersama Bibi Chan setelah menumpang di kamar mandinya guna membersihkan badan.Sebenarnya, Bibi Chan juga sudah menawarkan kamar lain agar Luna bisa istirahat dan tidur dengan nyenyak. Namun, Luna menolak dengan alasan tak ingin merepotkan wanita paruh baya itu untuk membersihkan kamar lain. karena saat itu, waktu sudah menunjukan pukul tengah malam."Luna..."Seketika gadis itu mengerjap sadar dari tidurnya, saat ia mendengar dengan jelas suara seseorang ia kenal memanggil namanya."A... Apa yang terjadi, sayang? Kenapa kau tidur di luar? Dimana Alvin?" tanya Maria, sang mertua sekaligus Ibu dari Alvin.Luna memucat, ia cukup kebingungan memikirkan jawaban atas pertanyaan yang mertuanya lontarkan. "Aku..
Gemericik air terdengar, pintu kamar kecil pun terbuka. Menghabiskan waktu setidaknya kurang dari dua puluh menit untuk membersihkan diri. Lucas tersenyum kecut, begitu melihat ponselnya tidak menampilkan pemberitahuan pesan dari Bella. Tentu saja, Lucas sedang menunggunya. Pria tersebut benar-benar memiliki harga diri yang cukup tinggi. Kesal akan sikap Bella yang selalu membuatnya cemas tak karuan, Ia berprinsip jika kali ini Lucas akan menahan diri untuk tidak terpengaruh dengan ucapan sang wanita. "Huh..." Lucas menghela nafas panjang, mencoba membuat dirinya sedikit lebih tenang, "Takdir macam apa ini?" Pantulan tubuh Lucas terlihat jelas di cermin, bahu lebar, perut kotak-kotaknya seakan memperindah rupanya. Siapa yang tak tertarik pada Lucas? Meskipun di kenal sebagai pria dingin yang tak banyak bicara. Nyatanya Lucas mampu membuat para gadis terpana. Berada jauh dengan Bella selalu membuat Lucas di selimuti rasa curiga. Terlebih, beberapa waktu lalu, sebuah pertunjukan penti
"Ayolah, Kenapa akhir-akhir ini aku sangat cengeng," Bella menyeka air matanya, matanya sedikit memerah dengan wajah yang sedikit membengkak. Siapa yang tak kesal dengan Bella dan sikapnya? Rendi sang asisten pun sering kali mengumpati gadis tersebut. Lantaran keplinplanannya. "Perutku," Bella mengelusnya pelan. Air matanya kembali berjatuhan, "Aku sudah kehilangan anaknya, dan Aku tidak mau kehilangan Ayahnya." Pekik Bella histeris *** "Siapa, Pah?" tanya Rina sesaat, setelah wanita ibu berhasil menuruni anak tangga terakhir. "Entahlah," sejenak Nick melirik kearah arloji yang melingkar di pergelangan tangannya, "Sudah pukul sebelas, apa masih ada orang yang berkunjung di jam seperti ini?" "Biarkan Mama saja yang lihat," tanpa menghentikan langkahnya. Rina langsung bergegas berjalan menuju pintu utama, guna menghilangkan rasa penasaran. Benar apa yang Nick katakan. Keluarga Winter sangat menghargai waktu, meskipun Bella terbilang sangat kurang disiplin. Namun, berbeda dengan Ni