Share

Ulang Tahun Kelabu

Penulis: Metathea
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-27 23:24:19

Langit sudah gelap dan tugas penerangan telah digantikan oleh lampu jalanan. Antonio mengangkat koper kecilnya untuk dibawa masuk ke dalam kafe.

Mark menyambut kehadiran pelanggan yang baru saja masuk. "Selamat datang... Paman?"

"Lama tidak bertemu, Mark. Apa Thea ada di sini?" Antonio berdiri di depan meja kerja Mark dan mulai membaca deretan menu yang disediakan di atas meja.

"Iya, Paman. Sudah hampir dua tahun." Mark menghentikan aktivitas tangannya yang baru saja selesai memasukkan tomat ceri dan selada di atas piring kemudian kembali berbicara, "Kakak ada di halaman belakang."

Antonio menemukan beberapa menu minuman yang disisipi kata kopi dan langsung menentukan pesanannya. "Di sini ada kopi, kan? Tolong buatkan aku satu cangkir kopi yang pekat."

"Baik, Paman. Akan saya buatkan setelah mengantarkan pesanan pelanggan," kata Mark sambil tersenyum kemudian melanjutkan aktivitasnya lagi.

Antonio memilih untuk duduk di depan meja kerja Mark dibandingkan kursi pelanggan yang ada di belakangnya. Ia melirik jam dinding yang ternyata sudah menunjukkan pukul tujuh lebih.

Antonio melihat ke arah sekitar area kerja Mark kemudian bertanya, "Kamu bekerja sendirian di sini?"

"Kami bekerja bertiga setiap shift tapi kebetulan satu rekan saya tidak bisa datang dan satu lagi akan datang terlambat," jawab Mark. "Sebentar Paman," ujarnya lagi.

Lelaki muda itu membawa satu mangkok salad yang disangga dengan sebuah nampan putih dan berjalan mengantarkan makanan itu ke meja pelanggan.

"Salad salmon dengan ekstra tomat ceri?" kata Mark setelah sampai di meja tujuan, memastikan detail pesanan pelanggannya.

"Iya betul," sahut salah satu dari tiga perempuan yang duduk mengitari meja.

Mark tersenyum kemudian memindahkan semangkok salad dari nampan dan berkata, "Silakan, selamat menikmati."

"Terima kasih."

Mark kembali ke tempatnya semula dan mulai memproses pesanan Antonio.

Di bagian belakang kafe Thea sudah menghabiskan satu gelas minuman tetapi belum menyentuh satu piring besar makanan ringan yang Mark buatkan.

"Ayo pindah ke dalam saja. Sepertinya sebentar lagi akan turun hujan," ajak seorang pria kepada perempuan di depannya.

Pasangan itu duduk di samping kursi Thea saat ini. Thea tidak bergeming mendengar informasi bahwa hujan mungkin saja akan segera turun. Kedua telapak tangannya saling menggenggam untuk mengusir udara dingin di sana.

Setelah merasa lebih hangat, Thea menghadapkan telapak tangannya ke langit dan membayangkan bahwa hangat yang berada di sana bersumber dari genggaman tangan Julie. Pikiran gadis itu berusaha melemparkan raga Thea untuk terhanyut ke dalam imajinasi yang menggambarkan seolah ia sedang duduk bersama dengan Julie dengan tangan yang saling menggenggam.

Suara kaki yang berlarian dan dinginnya tetesan air di telapak tangan membuat imajinasi Thea berakhir. Hujan benar-benar datang tanpa dibuka dengan gerimis. Langsung tumpah ruah dengan deras hingga membuat para pelanggan yang duduk di luar ruangan panik dan berhamburan masuk ke dalam kafe.

"Ayo, Kak," kata Mark yang sudah mengangkat piring makanan di depan Thea dan siap berlari mengikuti para pelanggan lain.

Mark menarik tangan Thea agar gadis itu langsung ikut bergerak tanpa berpikir lebih lama. Hujan sudah membuat kepala mereka nyaris basah seluruhnya.

Mereka sampai di dalam kedai dan Mark langsung meletakkan sepiring makanan yang ia bawa tadi di atas meja kosong. "Harusnya aku mengajak Kakak masuk saat langit mulai bergemuruh tadi," sesal Mark.

"Tidak apa-apa. Kamu punya banyak pelanggan yang harus dilayani. Dan ini juga salahku sendiri karena terlalu lama melamun tadi," kata Thea.

"Rekanku sudah datang. Ah, Paman juga ada di depan."

"Paman? Maksudnya Papaku?"

Mark berusaha menghempaskan air dari rambutnya sembari menjawab, "Iya. Paman sedang minum kopi di depan."

"Ah begitu rupanya," Thea mendongakkan kepalanya untuk mencari sosok Antonio.

"Kakak sebaiknya segera pulang dan ganti baju. Kunci rumahnya sudah aku berikan kepada Paman tadi," saran Mark yang masih sibuk dengan bagian tubuhnya yang basah.

"Iya, aku akan ke rumah setelah ini. Sekali lagi terima kasih, Mark," kata Thea sembari merogoh sebuah kantong di tas jinjing kecilnya.

"Paman sudah membayar makanan dan minumannya. Silakan segera pergi ke rumah dan ganti baju Kakak," pinta Mark dengan mendorong bahu Thea dan berjalan ke depan menuju kursi yang diduduki Antonio.

Antonio menoleh saat menyadari ada langkah kaki yang mendekatinya. "Kenapa sampai basah kuyup begini?"

"Apanya yang basah kuyup, cuma kehujanan beberapa detik saja," elak Thea.

"Kamu tahu kalau hujan yang turun barusan itu sangat deras, kan?" kata Antonio sambil menatap tajam putrinya.

Mark sedikit tegang berada di tengah pembicaraan Antonio dan Thea, namun memberanikan diri untuk turut serta. "Paman, sebaiknya kalian segera pergi ke rumah dan mengganti baju. Aku akan bawakan kopi panas yang baru untuk Paman nanti. Mama juga sudah menyiapkan dua selimut tebal tadi siang," bujuk Mark.

"Terima kasih banyak, Mark." Antonio berdiri dari bangkunya dan melangkah menuju pintu kafe.

Mark meraih satu buah payung besar dari sebelah meja bar lalu menyerahkannya kepada Thea. "Ini, Kak. Hati-hati jalan licin."

"Terima kasih, Mark. Aku akan ke sini lagi nanti," Thea menerima payung dari Mark dan tersenyum.

"Yang penting Kakak harus mengganti baju dengan yang lebih hangat dan tebal. Dan jangan lupa untuk beristirahat. Selamat malam, Kak," kata Mark sambil kembali mendorong bahu Thea.

Ia tidak bermaksud untuk mengusir dua orang itu, tapi pengusiran halus akan menjadi solusi terbaik untuk mengatasi tubuh Thea yang kehujanan dan Antonio yang terlihat sangat lelah.

Thea membentangkan payung berwarna biru yang diberikan Mark sebelumnya dan berjalan menerobos hujan bersama Antonio. Di tengah perjalanan, Antonio mengambil alih payung itu agar bisa diangkat lebih tinggi dan mereka tidak terlalu basah oleh tetesan air dari bagian ujung payung.

Mark melambaikan melambaikan tangannya dan berteriak, "Selamat istirahat kalian berdua!"

Setelah menyaksikan kepergian Antonio dan Thea, Mark kembali ke dalam kafe untuk melanjutkan pekerjaannya yang baru akan selesai pada pukul setengah sepuluh malam nanti.

Salah seorang pelanggan yang duduk di sudut paling belakang melambaikan tangan untuk memanggil Mark. "Permisi, di sini," ujar laki-laki itu.

Mark menoleh dan langsung berjalan menuju pelanggan itu. Ia mengenakan kaos panjang rajut berwarna biru cerah dan celana jeans. Kacamata berlensa bening dan masker hitam melengkapi penampilan sekaligus menyembunyikan sebagian besar wajah lelaki itu.

"Iya? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Mark setelah sampai tepat di depan meja lelaki itu.

"Saya mau menambah pesanan. Americano dengan double shot dan sedikit es," Juan, si pelanggan berkaos biru itu menyebutkan pesanan tambahannya.

Mark mengambil kertas dan pena dari kantong yang berada di bagian depan apron hitamnya untuk mencatat pesanan Juan. "Americano double shot dengan sedikit es. Ada tambahan lainnya?"

Juan menurunkan maskernya hingga dagu kemudian meneguk kopi hitam hangatnya. Sambil memegangi cangkir kopinya ia menjawab, "Tidak ada, itu saja."

"Baik. Pesanan Anda akan segera saya buat. Mohon ditunggu." Mark memberikan senyuman kepada pelanggan barunya itu kemudian berjalan kembali menuju bar.

***

Tik... tik... tik.. tik...

Suara detak jarum jam dan sisa hujan terus berbunyi bersahutan satu sama lain.

Thea merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur kayu yang dilapisi kasur busa. Tempat itu dulunya adalah markas persembunyian masa kecil Thea. Tempat bersembunyi dari amarah orang tuanya, tempat untuk diam-diam membaca komik kesukaannya, tempat untuk tidur siang, dan untuk bersembunyi dari teman-teman sebayanya ketika gadis itu sedang malas untuk bermain di luar.

Waktu sudah menunjukkan hampir pukul dua belas. Tepatnya sepuluh menit lagi. Thea sengaja menjaga kesadarannya agar bisa mengucapkan ulang tahun kepada Julie tepat pukul dua belas malam nanti.

"Thea, cepat bangun sekarang!" seru Antonio dari ruang tengah.

Thea mengangkat tubuhnya dengan malas lalu mendengus kesal, "Ah, apa lagi sekarang? Bukankah ini sudah malam?"

Sementara di luar kamar Antonio sudah berpakaian dengan rapi dan tengah mengenakan kaos kakinya. "Segera kemasi barang-barang lagi. Kita akan pulang dalam tiga puluh menit."

"Apa? Maksud Papa apa?" Dua bola mata Thea terbelalak.

"Papa ada janji penting besok pagi. Ini sangat mendadak jadi maaf sudah membangunkan kamu tengah malam begini," jelas Antonio.

"Tidak! Ulang tahun Mama itu besok, Pa! Kita sudah datang sejauh ini dan akan pergi begitu saja tanpa mengunjungi Mama dihari ulang tahunnya?" Thea menaikkan intonasi suaranya.

"Ini sangat mendesak. Papa juga baru tahu beberapa saat yang lalu. Penerbangan yang paling memungkinkan untuk kita sampai ke rumah sebelum pagi adalah pukul dua nanti," kata Antonio.

"Tahun lalu Papa sudah membohongi aku dan kita melewatkan ulang tahun Mama begitu saja. Aku tidak mau melewatkannya lagi tahun ini," tegas Thea.

Antonio berdiri dan meraih tangan Thea untuk membujuk, "Ayolah, Sayang. Lagipula kita sudah mengunjungi Mamamu tadi sore."

"Papa sebut itu kunjungan? Bahkan Papa tidak sama sekali menampakkan wajah di depan pusara Mama. Dan sekali lagi, hari ini bukan ulang tahun Mama!"

Antonio hampir mengeluarkan kalimat dari bibirnya namun ia urungkan. Ia mengambil napas panjang kemudian kembali membujuk, "Maafkan Papa karena tidak bisa menjadi suami dan ayah yang baik untuk kalian. Kali ini saja Papa memohon kepadamu, ya?"

Thea menarik tangannya dari genggaman sang ayah kemudian berkata, "Silakan pergi sendiri. Aku akan tetap di sini untuk merayakan ulang tahun Mama," ucap gadis itu sembari melirik jam dinding. "Sebentar lagi."

"Papa tidak mungkin meninggalkan kamu sendiri di sini, Thea."

"Aku sudah cukup dewasa untuk bertahan hidup sendiri di sini. Silakan pergi sendiri. Semoga perjalanan pulang Papa lancar dan selamat sampai tujuan," pungkas Thea yang kemudian kembali masuk ke dalam kamar dan mengunci pintunya.

Antonio memijat pelipisnya yang terasa pening. Ia berusaha mencari jalan keluar dari situasi yang terjadi saat ini.

Diawali dengan helaan nafas yang berat Antonio memberi izin untuk Thea, "Baiklah kalau itu mau kamu. Papa akan meminta Mark dan keluarganya untuk menjagamu selama kamu di sini. Tolong jangan pergi terlalu jauh dan selalu gunakan uang tunai untuk membayar apapun. Selamat tidur, Sayang."

Antonio mengangkat tas jinjingnya dan melangkah keluar dari rumah. Dalam setiap langkahnya ia berdoa semoga membiarkan Thea berada jauh di luar jangkauannya bukanlah sebuah keputusan yang salah.

Sementara itu di dalam kamar Thea sudah menangis sejadi-jadinya. Perasaan kecewa menjalar ke seluruh tubuh gadis itu. Di sela tangisannya ia mendongakkan kepala dan menemukan bahwa pukul dua belas sudah berlalu sejak lima menit yang lalu.

Gadis itu buru-buru mengambil sebuah bingkai dengan foto keluarga di dalamnya. Tangisnya kembali tumpah ruah.

"Selamat ulang tahun, Mama," lirih Thea sembari menyeka air matanya. "Maaf karena ulang tahun Mama bahkan jauh lebih buruk dibandingkan tahun lalu...."

Bab terkait

  • Love Between Blood and Tears   Ruang Bawah Tanah

    Tak!Seorang pria berkaos hitam dan celana panjang warna senada menekan saklar hingga deretan lampu kecil yang tersebar di langit-langit ruangan menyala secara serempak. Ruangan itu dibangun di bawah permukaan tanah, berukuran lima kali tujuh meter dan dibuat tanpa sekat. Diisi dengan satu meja besar utama dan tujuh meja kerja yang dilengkapi dengan komputer."Huft...," pria itu menghela napas kemudian duduk di sebuah kursi kerja berwarna hitam.David, pria itu memeriksa lengan kirinya yang terlihat lebam dan mulai membiru. Meskipun terlihat begitu menyakitkan namun wajahnya tampak begitu datar. Tidak ada ekspresi tertentu seperti kesakitan atau semacamnya. Ia mengambil perban di saku celananya dan menutup luka lebamnya.Setelah luka itu terbalut seluruhnya, David menyalakan komputer di depannya dan berniat untuk menjalankan tahap akhir dari pekerjaannya hari ini."Kamu sudah tiba?" tanya sebuah suara yang bersumber dari dalam elevator.Seorang wanita berambut panjang dan terikat kelu

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-31
  • Love Between Blood and Tears   Adik Laki-laki

    "Wah, aku disengat lebah atau apa?" Aroma pagi hari ini bagi Thea adalah aroma penyesalan. Wangi embun dan udara bersih masih kalah jika dibandingkan dengan dua mata gadis itu yang nyaris tidak bisa terbuka karena bengkak. Bagian kelopak dan kantong mata Thea membesar hingga menghambat matanya untuk terbuka sempurna."Harusnya aku tidur saja tadi malam. Kenapa harus menangis semalaman dasar bodoh!" kutuk gadis itu kepada dirinya sendiri.Mata Thea bengkak karena menangis nyaris semalaman. Bahkan ia tidak tidur sama sekali. Sesekali ia hanya beristirahat dari tangisnya dengan melamun, kemudian kembali menangis sampai beberapa belas kali.Muak dengan pantulan wajahnya di cermin yang sangat mengenaskan, Thea memutuskan untuk segera membersihkan tubuhnya agar bisa cepat-cepat mengunjungi Julie. Ia mau menghabiskan waktu sebanyak-banyaknya di depan pusara ibunya.Ketika waktu untuk memilih baju tiba, Thea baru sadar bahwa yang ia masukkan ke dalam kopernya adalah baju-baju santai. Tidak a

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-01
  • Love Between Blood and Tears   Membenci Fase Menjadi Dewasa (I)

    Selesai saling serang dengan melempar godaan dan membuka aib satu sama lain, Mark memutuskan untuk memberi jarak antara dirinya dan Thea agar gadis itu bisa punya waktu berdua dengan Julie."Aku harap Kakak tidak menetap di sini sampai sore. Cuaca sedang tidak menentu akhir-akhir ini," kata Mark sebelum tubuhnya benar-benar pergi jauh dari Thea.Thea tersenyum kepada Mark lalu bertanya, "Kamu bisa menunggu beberapa menit, kan?" "Aku tunggu di tepi jalan sana. Aku pamit dulu, Bibi. Jangan lupa menjaga langkah supaya tidak masuk kubangan lumpur, Kak." Satu pesan terakhir Mark sampaikan sebelum akhirnya melangkah pergi meninggalkan Thea sendirian di depan pusara Julie.Tangan kanan Thea melambai mengantarkan badan Mark yang berjalan semakin jauh. Selanjutnya, waktunya gadis berusia dua puluh dua tahun itu mengambil beberapa menit untuk berduaan dengan tulang belulang ibunya yang terkubur beberapa meter di bawah tanah."Apa lagi, ya? Sepertinya semua yang mau aku beri tahu kepada Mama su

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-02
  • Love Between Blood and Tears   Membenci Fase Menjadi Dewasa (II)

    "Bisa-bisanya sepagi ini sudah membuat pacarmu menangis sampai seperti itu!" bentak perempuan itu sambil terus menatap Mark dengan mata yang besar. "Bukan begitu, kami cuma...," Mark memotong kalimatnya setelah melihat kepala bus yang akan ia dan Thea naiki sudah terlihat. Dengan secepat kilat Mark melepaskan peluka Thea dan menyeka air mata yang melumuri wajah gadis itu dengan ujung bawah bajunya. "Ayo bersiap, bus kita sudah datang. Berhenti menangis, ya?" minta Mark sambil menatap mata merah Thea. Gadis itu mengangguk. Tangisannya berhenti bertepatan dengan bus yang juga tiba tepat di depan halte.Mark menggenggam tangan Thea dan mereka naik bersama ke atas bus. Mark merasa beruntung karena perempuan yang salah paham tadi tidak menaiki bus yang sama dengannya dan Thea. Meskipun hingga akhir mata perempuan paruh baya itu memelototi Mark yang sudah berada di atas bus. Mereka memilih dua kursi di bagian kiri belakang untuk duduk. Mark memberikan tempat duduk di sebelah kaca kepad

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-03
  • Love Between Blood and Tears   Realita Masa Dewasa

    "Ternyata kota ini sudah banyak berubah, ya."Dua lembar keripik kentang masuk ke dalam mulut Mark dan rasa gurih langsung menyebar ke seluruh sudut mulutnya. Saliva terproduksi cukup banyak akibat rasa yang kuat dari keripik kentang tadi.Dengan mata yang menyipit akibat rasa asin yang menyerang mulut, Mark memberikan jawaban. "Benarkah? Bagiku tetap sama saja.""Bukankah itu sudah sangat jelas? Kamu tidak pernah pergi dari sini," ujar Thea."Begitukah? Hehehe...."Mark menyerahkan satu bungkus keripik kentang yang baru ia makan dua atau tiga lembar kepada Thea. Pemuda itu mengambil makanan lainnya dari dalam kantong plastik dan pilihannya jatuh pada satu kardus kecil biskuit berisi selai cokelat.Setelah keripik kentang sampai di tangannya, Thea kembali memastikan kepada Mark dengan bertanya, "Kamu sudah tidak mau ini?" Mark menggeleng. Seleranya tidak pernah berubah sejak kecil. Camilan manis akan selalu menjadi kesukaannya."KJalau kamu tahu tidak akan menghabiskannya lalu kenapa

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-05
  • Love Between Blood and Tears   Jerat

    Cemas. Hanya satu kata itu yang terus menggelayuti pikiran Antonio sejak sampai di apartemennya hingga saat ini. Pertemuan yang dijadwalkan pukul delapan pagi nyatanya belum juga dimulai hingga matahari sudah hampir sampai di puncak kepala. Sang pembuat janji tidak kunjung datang meski keterlambatannya sudah mencapai ratusan menit. Panggilan seluler yang ia lakukan kepada sang putri semata wayang juga tidak kunjung berhasil. "Ada apa dengan orang-orang hari ini?" resah Antonio. Ruangan kecil dengan pencahayaan redup dan lembab membuat laki-laki berusia kepala lima itu semakin kehilangan kenyamanan. Tidak ada satu menit pun yang dihabiskan Antonio dengan hanya berdiam diri. Mondar-mandir kesana kemari, menarik dan membuang napas secara kasar, duduk dengan kaki yang terus bergerak, tangan yang kerap berkutat dengan telepon genggam, dan otak yang dipenuhi dengan kekhawatiran-kekhawatiran. Hampir seluruh bagian tubuhnya sungguh bekerja dengan sangat keras hari itu. Di tengah kegundahan

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-06
  • Love Between Blood and Tears   Orang Baru (I)

    Salah seorang pramusaji menghampiri meja Thea dengan sebuah nampan yang penuh dengan makanan dan minuman. "Permisi, pesanan atas nama Theana?" "Oh? Ah... iya, betul," jawab Thea sedikit terbata-bata.Thea melihat isi nampan yang begitu banyak hingga sedikit ruangan yang tersisa. Ia berpikir, pasti itu pesanan dari beberapa meja."Satu kentang goreng ukuran besar, satu burger dengan ekstra keju dan tanpa tomat, satu pasta," ucap sang pramusaji sembari menurunkan satu demi satu piring dari nampan yang ia bawa. "dan satu lemonade. Pesanan lainnya masih kami buat, mohon ditunggu," pungkasnya setelah mengosongkan nampan.Mata Thea masih terheran-heran melihat meja yang tadinya hanya diduduki oleh dua gelas kini tiba-tiba penuh."Masih ada lagi?" tanya Thea kepada pramusaji perempuan di depannya."Iya. Yang belum datang... ada iced lemongrass tea, chocolate ice cream cake dan hot lava," papar sang pramusaji sambil mengecek daftar pesanan yang tertera pada kertas nota di tangannya.Mark mun

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-08
  • Love Between Blood and Tears   Orang Baru (II)

    Thea membungkus tubuhnya dengan selimut hingga menyisakan bagian kepala saja. Beberapa saat yang lalu ia telah memutuskan untuk mengakhiri liburan singkat di kota kelahirannya besok. Satu hari lebih cepat dari rencana awal. Oleh karena itu, ia harus segera tidur agar tidak terlambat esok hari.Ponselnya bergetar. Padahal baru beberapa detik saja ia memejamkan mata. Mark. Nama itu tertera di layar ponsel Thea. "Halo?" "Kakak sudah tidur?" tanya Mark."Aku masih mengangkat telpon dari kamu. Menurutmu aku sudah tidur atau belum?" Thea mendengus."Itu... aku ada di depan pintu. Boleh Kakak buka sebentar?"Thea melonjak dari rebahnya. "Sedang apa kamu di depan?"Thea menghentakkan kakinya cukup keras ketika berjalan menuju pintu depan untuk menyambut kedatangan Mark yang tidak diduga.Dengan saluran telepon yang masih terhubung, Thea melihat Mark berdiri di depan pintu. Ponsel mereka masih sama-sama menempel di telinga masing-masing."Aku butuh bantuan Kakak, hehehe," Mark meringis.Thea

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-10

Bab terbaru

  • Love Between Blood and Tears   Lukas dan Lilly (II)

    "Sekali lagi terima kasih banyak," kata Lilly yang akhirnya menerima pemberian laki-laki di depannya.Lukas terus berkata di dalam hati bahwa mereka hanyalah teman. Hanya teman. Tidak ada hal lain yang perlu dicemaskan. Hanya teman. Hanya teman. Lelaki itu pergi dengan sebuah mobil. Lukas menunggu mobil itu telah benar-benar jauh dan Lilly telah masuk ke dalam rumah. Setelah memastikan keberadaan Lilly di dalam rumah, Lukas segera menyiapkan kue dan lilin di tempat ia bersembunyi sejak tadi. Karena tidak memerhatikan posisi kotak kue, Lukas membuat kue di dalam kotak menjadi sedikit penyok pada satu sisi. "Bagaimana ini," Lukas panik. Ia berusaha memperbaiki bentuk kuenya, tapi tidak berhasil. Pada akhirnya Lukas terpaksa membawa sebuah kue yang sedikit rusak ke dalam rumah. Lukas mulai melewati area pekarangan rumah, berhenti sejenak di depan pintu untuk mengatur napas, kemudian membuka pelan pintu rumahnya. Suara pintu yang terbuka membuat Lilly mendatanginya."Siapa yang...."

  • Love Between Blood and Tears   Lukas dan Lilly (I)

    Acara kelulusan berjalan dengan meriah. Berbanding lurus dengan riuh kegembiraan dari para siswa dan orang tua mereka.Meskipun Lilly telah memberi tahu bahwa Lukas tidak akan datang, Lucas masih terus menatap bangku kosong di samping ibunya. Acara hampir berakhir namun kursi itu tetap kosong. Lucas sempat tertipu ketika tiba-tiba saja kursi itu diduduki oleh seseorang. Sayang, dia bukanlah yang Lucas nantikan. Melainkan orang tua dari siswa lain yang menyapa Lilly. Acara sudah benar-benar resmi ditutup dan para orang tua menghambur dari kursi tamu menuju anak mereka, termasuk Lilly."Selamat, Sayang. Kamu lulus dengan nilai yang sangat memuaskan!" puji Lilly yang kemudian memeluk Lucas dengan erat.Sesekali Lilly juga menyapa dan berbasa-basi dengan orang tua serta siswa lainnya. Terlebih teman-teman yang sering bermain dengan Lucas.Lucas tersenyum bahagia, namun ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Padahal ia sudah berjanji untuk tidak kecewa meskipun Lukas tidak datang. Ia tid

  • Love Between Blood and Tears   Lilly dan Lucas (II)

    Setelah melewati malam yang menegangkan, Lukas memutuskan untuk mulai memperbaiki kualitas hubungannya lagi. Bukan dengan Lilly, melainkan dengan Lucas putranya.Pasangan suami istri itu bersandiwara dengan begitu hebat di depan Lucas. Tersenyum dan saling bertegur sapa seperti hari-hari sebelum badai menyerang. Juga memberikan kecupan satu sama lain seperti sepasang kekasih baru yang tidak pernah mengenal pertengkaran.Beberapa hari berlalu seperti biasa. Bedanya hanya Lilly dan Lukas yang saling diam kecuali Lucas sedang berada bersama mereka."Lucas, kamu sudah memasukkan bahan kerajinan tangan yang telah disiapkan semalam?" tanya Lilly yang berteriak dari dapur. Ia tengah sibuk menyiapkan dua bekal untuk suami dan anaknya."Sudah, Ma.""Papa berangkat dulu, Sayang. Semoga sekolahmu hari ini menyenangkan," Lukas berpamitan kemudian mencium kening Lucas."Tolong berhenti mencium aku, Papa! Aku sudah besar dan tidak ada teman laki-laki sekelasku yang mendapatkan ciuman setiap pagi da

  • Love Between Blood and Tears   Lilly dan Lucas (I)

    "Jangan bicara omong kosong! Harusnya dia sendiri yang bilang begitu, bukan kamu," cetus Lilly.Lucas tersenyum dan berkata, "Iya, baiklah."Lilly segera melonggarkan pelukannya. "Segera mandi, makan lalu tidurlah. Jangan sampai kamu sakit."Lucas menurut. Ia segera menjalankan perintah ibunya—mandi.Sementara Lilly kembali ke dapur untuk mempersiapkan hidangan pagi yang seharusnya ia hidangkan dua jam lagi.Lucas keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih basah kuyup leher dan bahunya ikut basah terkena tetesan air yang terjun dari rambutnya."Lihat, lantainya jadi basah karena kamu tidak mengeringkan rambut dengan benar!"Ternyata ada yang masih tidak berubah meskipun dua puluh tahun sudah berlalu.***"Hei! Keringkan dulu badan kalian dengan handuk sebelum berjalan kemari," suruh Lilly. "lihat lantainya jadi basah karena kalian tidak mengeringkan rambut dan tubuh dengan beenar!" seru Lilly lagi. Lucas menatap ayahnya kemudian mereka sama-sama tersenyum dengan wajah bersalah.

  • Love Between Blood and Tears   Jeda (III)

    Julie terkekeh tanpa merasa bersalah. "Lain kali jangan terlambat lagi. Ayo masuk." Satu keluarga kecil itu masuk ke dalam taksi dan meluncur ke bandara. Mereka tidak terlambat tiba di bandara dan semuanya berjalan sesuai dengan rencana. Meskipun pagi mereka harus dihiasi dengan kegaduhan dan kepanikan karena terlambat bangun. "Sepasang suami istri itu sudah menikah selama delapan tahun. Putri mereka juga sudah berusia enam tahun. Tapi sepanjang perjalanan apabila salah satu tangan mereka sama-sama bebas dari tanggung jawab keduanya akan saling menggenggam satu sama lain dengan mesra. Untung saja Thea tertidur sepanjang perjalanan. Jadi ia tidak harus menyaksikan kemesraan apa saja yang kedua orang tuanya lakukan selama perjalanan. Antonio mengusap lembut pipi Thea untuk membangunkan putri kecilnya itu. "Sayang, kita sudah sampai." Mereka sudah sampai di penginapan setelah menempuh perjalanan darat selama satu jam dan satu jam perjalanan udara. "Humm...." Antonio mengecup pipi Ju

  • Love Between Blood and Tears   Jeda (II)

    "Tiba-tiba? Malam ini juga?" Thea mengernyitkan dahi, masih belum memercayai apa yang Antonio katakan."Lebih cepat lebih baik, bukan?" Antonio merespon pertanyaan Thea kemudian berkata kepada dua karyawan yang masih berdiri canggung, "Hei kalian, ayo kita makan dulu sebelum mulai membereskan barang-barang. Lagipula tidak banyak yang harus dibawa jadi pasti akan selesai dengan cepat."Antonio menikmati makan tengah malamnya—lagi—bersama Thea, Lucas, dan dua karyawannya. "Kamu tidak mau ayamnya, Thea? Atau kentang?" Antonio menawari Thea yang hanya mengambil tumisan buatan Lucas saja tanpa menyentuh ayam ataupun kudapan lain yang Antonio telah beli."Tidak. Ini sudah cukup," tukas Thea singkat.Hanya Antonio yang makan dengan lahap. Thea menyuapkan nasi dan lauk dengan malas, sementara tiga laki-laki lainnya makan dengan canggung dan sesekali saling melirik."Aku sudah selesai," cetus Thea. Ia memang hanya mengambil sedikit sekali makanan. Meski begitu ia bahkan tidak menghabiskan is

  • Love Between Blood and Tears   Jeda (I)

    Tangan kekar Antonio menenteng satu tas berukuran cukup besar. Dari otot yang timbul di sekujur tangan lelaki itu, sudah bisa dipastikan bahwa terdapat benda yang cukup berat di dalam tas.Setelah berjalan sekitar dua puluh meter dari mobil yang ia kendarai, pria itu tiba di depan sebuah gudang terbengkalai—tempat ia dan David bertemu tempo hari. Terlihat bekas kerusakan yang Antonio tinggalkan pada pintu gudang itu.Antonio mencengkeram kuat leher tas yang ia bawa kemudian mendorong pintu gudang dan masuk. Bukan hanya pintu, tapi hampir seluruh isi gudang kecil itu rusak berantakan."Apa lagi sekarang? Saya kira Anda akan menghabiskan hari ini dengan beristirahat dan menghabiskan waktu bersama putri kesayangan Anda," ucap Juan, Ia memutar tubuhnya hingga menghadap ke arah Antonio kemudian kembali berucap, "tapi Anda justru memilih untuk berkencan dengan saya?"Antonio melempar tas di tangannya hingga benturan antara lantai dan benda besar itu menciptakan suara yang menggaung di dalam

  • Love Between Blood and Tears   Berbeda

    "Terima kasih banyak untuk minumannya," kata Thea yang baru saja masuk ke dalam ruangan apartemennya.Lucas memberikan satu kantong berisi kue cokelat dan macaron kemudian berkata, "Harusnya kamu lengkapi kalimatnya, tambahkan kata 'makanan' juga."Ya, Thea harus berterima kasih karena Lucas tidak hanya membelikan dua gelas minuman tapi juga satu katong makanan ringan yang manis. Dan jangan lupakan juga jasa penjemputan dari bandara hingga ke apartemen.Tangan Thea menyambut dengan gembira sekantong makanan yang diulurkan Lucas. "Jadi ini untukku? Aku kira kamu membelinya untuk diri sendiri. Terima kasih lagi, kamu sungguh tahu seleraku.""Tidak masalah," kata Lucas yang kemudian mengusap puncak kepala Thea dan melanjutkan kalimatnya, "aku pergi dulu. Masih ada pekerjaan yang harus aku lakukan setelah ini.""Iya, hati-hati di jalan. Mampirlah sesekali kalau kamu punya waktu luang. Aku akan buatkan pasta pedas yang sangat enak," lontar Thea."Aku akan menantikannya," pungkas Lucas.Luc

  • Love Between Blood and Tears   Tekad (III)

    Terhitung hanya ada dua mobil yang melintas sepanjang Antonio menempuh perjalanan menuju apartemennya. "Terima kasih sudah menemani makan malam saya," ucap Juan yang sedari tadi berjalan di belakang Antonio.Antonio menoleh ke sumber suara. Berkat lelaki yang berusia jauh di bawahnya itu Antonio mendapatkan oleh-oleh wajah yang lebam sebelum pulang.Penutupan hari buruk yang sempurna. Saking sempurnanya keburukan yang menimpa Antonio, setidaknya tiga jam waktu tambahan harus diberikan setelah waktu pada hari itu habis. Juan memperbesar langkahnya untuk memangkas jaraknya dengan Antonio demi menyampaikan pesan terakhir sebelum mereka berpisah. "Semoga Tuan bisa beristirahat dengan lebih nyaman dan lama. Saya anggap makan malam tadi adalah pertemuan pengganti untuk agenda kita pagi ini," kata Juan tepat di telinga kiri Antonio."Iya," jawab Antonio singkat."Tersenyumlah sedikit, Tuan. Bukankah hari ini Anda akan menyambut kepulangan putri tercinta Anda?" Juan tersenyum.Sekali lagi,

DMCA.com Protection Status