Hari ke empat puluh satu. Reyner dan Zinnia kembali bertukar jiwa. Kini Zinnia tengah duduk di ruang tamu rumah mewah itu, sedang mengganti perban yang menutup kepalanya dengan plester khusus. Lukanya sudah mulai menutup sempurna. Hanya masih berbekas jahitan saja. Sedangkan luka pada wajahnya sudah mengering. Zinnia dengan terampil membungkus luka di pelipis sang atasan. Tangan kanannya pun sudah bisa digunakan lagi. Luka goresan pada telapak dan buku tangan Rey juga sudah mengering. Jiwa Reyner yang berada di dalam tubuh Zinnia hanya menatap gadis itu mengurusi dirinya.
"Kenapa, Mas?" tanya Zinnia menatap dirinya sendiri.
"Wajahku bisa jadi begitu ya? Kok kamu nggak?" protes Reyner menatap wajahnya lalu menatap wajah Zinnia melalui cermin yang tadi dipakai gadis itu.
"Itu karena aku spontan menutupi wajahku dengan tas yang waktu itu aku bawa buat tempat dokumen, Mas," jelas gadis itu menatap dirinya sendiri.
"Kau hanya memar di bagian tangan saja," sung
Pagi-pagi sekali Zinnia sudah bangun di kamarnya. Gadis itu mencari-cari keberadaan Bella. Ternyata sahabatnya tidur di sofa. Dengan segera gadis itu membangunkan Bella dengan pelan. Hari itu merupakan hari penting baginya."Bella. Bagun, Bel," panggil Zinnia. Bella pun menggeliatkan tubuhnya."Zin?" tanya gadis itu saat menatap wajah sahabatnya."Iya, Bel. Ini aku," jawab Zinnia sembari tersenyum. "Sholat jamaah, yuk!" ajaknya. Bella menganggukkan kepala.Kedua sahabat itu pun melaksanakan sholat subuh berjamaah di dalam rumah kecil itu. Setelah selesai, Zinnia segera membuatkan sarapan untuk keluarganya. Masih pukul lima pagi. Waktu yang cukup untuk membuat sarapan. Gadis itu benar-benar sudah mempersiapkannya. Ia sudah membeli dan menyimpan bahan-bahan makanan dua hari yang lalu. Saat di mana ia tahu keluarganya akan datang. Bella pun dengan senang hati membantu memasak."Zin. Aku ikut seneng deh akhirnya kamu akan nikah," ujar Bella masih denga
Pukul tujuh pagi dua mobil telah tiba di depan rumah. Reyner beserta keluarga Zinnia langsung masuk ke dalam mobil. Dengan sengaja Pak Agus dan istrinya membuat Reyner dan Zinnia duduk di bangku yang sama. Lalu mereka memilih masuk ke mobil yang berbeda. Menuju mobil yang lebih besar, bergabung dengan Bella dan kedua pamannya."Kalian sudah siap?" tanya Chandra yang sedang menjadi sopir sang kakak."Hm." Reyner menjawab singkat."Sudah, Mas," jawab Zinnia."Oke," balas Chandra. Sebenarnya pria itu tak rela jika sang kakak berhasil meminang gadis yang ia sukai. Namun, ia mencob kuat. Ia tahu hati Zinnia sudah dimiliki oleh sang kakak.Beberapa puluh menit perjalanan, mereka sudah tiba di rumah utama keluarga Sukmajaya. Kedua orangtua Zinnia serta paman-pamannya bertambah kagum melihat rumah yang ukurannya lebih besar dari rumah Reyner. Mereka sadar sekarang jika keluarga Reyner bukanlah keluarga sembarangan."Silakan masuk semuanya. Sudah dit
Acara pun dilanjutkan dengan makan bersama. Haris benar-benar bangga pada putra sulungnya. Ia bangga karena akhirnya Reyner melepas masa lajangnya dan menikah dengan seorang gadis yang sederhana. Sedangkan Nurmala masih diam. Wanita itu tengah mencoba menerima Zinnia sebagai menantunya. Chandra pun mencoba mengikhlaskan Zinnia menjadi kakak iparnya. Dani ikut hadir bersama istrinya yang sedang hamil muda. Memberikan selamat pada kedua pengantin baru itu.Acara pun selesai di siang hari. Reyner dan Zinnia kembali pulang ke rumah. Keluarga Zinnia pun segera bersiap untuk pulang, kembali ke Magelang. Hingga sore harinya mereka berpamitan pada Zinnia dan Reyner. Sebenarnya ia ingin keluarganya tetap berada di rumah itu untuk menemaninya. Masih rindu ia, khususnya dengan kedua orangtuanya."Nggak nginep di sini saja, Pak, Buk, Pakdhe, Paklik?" tanya Zinnia."Nggak, Nduk. Nanti kalau ganggu malam kalian," goda sang ibu sembari terkekeh."Iya. Nak Rey.
Kedua pengantin baru itu membuka kedua matanya saat sinar mentari mencoba menerobos masuk melewati tirai berwarna keemasan itu. Zinnia ternyata ikut kesiangan. Saat gadis itu bangun, ia lihat dirinya masih terlelap tidur di sampingnya."Mas, bangun!" panggil gadis itu."Apa sih?" sungut Reyner dengan suara sang istri. Kembali ia merapatkan selimut dan membelakangi Zinnia."Mas! Bangun dong!" panggil Zinnia lagi. Namun, tak digubris oleh sang suami. Beberapa detik kemudian gadis itu mendapatkan sebuah ide."Mas. Ada belalang masuk ke kamar." Zinnia beranjak dari duduknya. Reyner yang mendengar kalimat itu langsung membuka kedua matanya."Mana? Keluarkan dari kamarku!" seru pria itu ketakutan. Zinnia hanya tertawa. Menertawakan dirinya sendiri yang ternyata tampak lucu jika sedang ketakutan."Kau menipuku lagi!" dengus pria itu."Nah gitu, dong. Bangun. Mas juga harusnya mulai rajin sholat." Zinnia memberi nasihat."Ck. Jangan ce
Setelah sekitar dua puluh menitan, Reyner sudah keluar dari kamar mandi. Pria itu langsung menyambar pakaian ganti Zinnia dan kembali lagi ke dalam kamar mandi. Zinnia tak ada di kamar itu. Entah kemana perginya.Gadis itu ternyata baru saja mengambil pesanan makanan untuk sarapan mereka. Karena mereka baru menikah, Pak Haris memberikan Rey dan Zinnia waktu untuk libur hingga hari Minggu. Setelah menerima pesanan, Zinnia langsung menyiapkan sarapan paginya. Hatinya masih kesal dengan sang suami. Ingin menendang, tapi ia tak mau menendang dirinya sendiri.Reyner ikut turun ke lantai satu saat ia sudah selesai mengganti pakaiannya. Zinnia menatap tajam ke arahnya. Gadis itu pun makan terlebih dahulu dengan tangan kekar Rey yang masih sedikit sakit. Namun, sudah jauh lebih baik."Kenapa Mas ngelakuin itu? Kenapa pakai bohong segala? Waktu itu Mas nggak bilang apa-apa! Mas ngeselin ya! Beneran cowok mesum," cerca gadis itu saat melihat dirinya sendiri ikut duduk hen
Hari Sabtu Zinnia dan Reyner sudah kembali ke dalam tubuh masing-masing. Kini Zinnia mempunyai kegiatan baru. Mengurus Kuro. Kucing hitam itu terus mengeong saat gadis itu sedang mengganti plester di pelipis suaminya. Reyner yang sebal langsung membentak kucing hitam yang terus mengeong menatapnya."Hus! Diam!" seru pria itu sembari memelototkan kedua matanya. Si kucing langsung diam."Ih. Mas jangan gitu dong sama Kuro. Sini Sayang. Bentar ya. Setelah ini selesai aku kasih makan," ujar Zinnia sembari mengelus kepala Kuro dengan lembut.Si kucing langsung mendengkur tenang. Lalu menatap gadis itu dengan tatapan polosnya. Sepertinya ia sedang memahami situasi. Lalu kucing itu beralih mendekati Zinnia dan menggesekkan punggung ke kaki gadis itu."Cih. Itu kan cuma kucing," sungut Reyner menatap tajam istrinya."Tapi dia imut. Nggak kaya Mas," ejek Zinnia yang sudah selesai mengobati sang suami.Gadis itu langsung menggendong Kuro dan mengelus-
Setelah kepergian keluarganya, Reyner kembali bersikap bossy. Pria itu memerintah sang istri untuk memindahkan pakaiannya dari rumah belakang menuju ke kamarnya. Sungguh aneh kau Rey, jika pernikahan itu pura-pura, kenapa kau tak menyuruh Zinnia tetap tinggal di rumah belakang saja?"Sekarang kau harus bawa pakaianmu ke dalam kamarku! Aku nggak mau repot saat kita bertukar jiwa!" titah Reyner dengan seenaknya."Bantuin tapi, Mas," pinta Zinnia yang sedang mencuci cangkir."Enak saja. Lakuin sendiri!" tolak pria itu sembari berjalan kembali ke ruang televisi."Kok gitu?" protes gadis itu."Kau nggak lihat keadaanku? Laksanakan saja tugasmu! Masih baik aku mengizinkanmu tidur bersamaku," ucap pria itu. Zinnia menyipitkan kedua matanya."Mas Rey nggak sedang ada niat tersembunyi, kan?" tanya gadis itu curiga. Pasalnya ia tak bisa menebak apa yang akan dilakukan oleh suaminya itu. Kadang pria itu selalu be
Setelah kejadian di malam itu, Zinnia dan Reyner kembali bertukar jiwa. Kini gadis itu memilih diam. Kuro, si kucing hitam langsung mengenali dirinya. Kucing itu mendekati tubuh tinggi Reyner. Menyadari jika dialah tuannya. Gadis itu langsung beranjak dari kasur tanpa mengucapkan sepatah kata. Sedangkan Reyner masih terlelap tidur. Laki-laki itu benar-benar susah bangun pagi. Namun, Zinnia kali ini membiarkan suaminya tetap tertidur. Ia enggan membangunkannya. Sedang malas menyapa pria itu.Guyuran air dingin membasahi tubuh tinggi tegap itu. Kini Zinnia sudah berada di bawah aliran air yang mengalir pada shower. Ia terus memejamkan kedua matanya. Gadis itu tak berbohong saat mengatakan belum pernah melihat tubuh suaminya. Meski Reyner telah melanggar larangannya.Setelah selesai membersihkan diri, Zinnia menutupi tubuh itu dengan handuk kimono. Lalu ia berjalan menuju cermin besar di dekat pintu kamar mandi. Gadis itu menatap wajah suaminya. Tangan kirinya me
Setelah kepergian putra mereka, Reyner menatap sang istri yang sedang membereskan piring dan gelas kotor. "Kenapa Mas?" tanya Zinnia curiga.Reyner memeluk sang istri dari belakang. "Mumpung Kenang pergi, kita ke atas yuk!" ajak Reyner sembari menempelkan hidungnya pada leher sang istri."Ih. Geli, Mas," ucap Zinnia."Tapi aku pengen, Sayang," bisik Reyner lagi."Tapi ini masih siang, Mas," balas Zinnia menatap kedua mata Reyner."Nggak papa. Ya?" rengek Reyner dengan wajah memohon."Hahhh. Ya udah deh. Tapi aku selesaiin cuci piring dulu, ya?""Nanti aja! Aku cuciin deh," rengek Reyner tak sabar. "Ah lama," sambungnya sembari menggendong Zinnia menuju ke lantai dua.Pintu kembali ditutup rapat dari dalam kamar. Tak lupa Reyner menguncinya. Kembali ia mencumbui sang istri dengan mesra. Meski usia mereka sudah tak muda lagi. Namun, rasa cinta mereka masih ada. Reyner benar-benar menepati janjinya. Akan selalu mencintai Zinnia sa
Reyner dan Zinnia mendapati televisi yang masih menyala. Kemudian mereka melihat anak semata wayangnya tengah tertidur pulas sembari memeluk makanan ringan. Reyner pun dengan hati-hati menggendong putranya. Berniat memindahkannya ke dalam kamar."Emhh. Papi?" gumam Kenang kembali membuka matanya. "Kok Papi sama Mami lama sih di kamar?" tanya anak kecil itu sembari duduk dan mengucek kedua matanya."Maaf ya kalau lama, Sayang." Zinnia mendekati putranya."Mami sama Papi ngapain sih di kamar? Ken kan lapar," protes sang anak menatap wajah kedua orang tuanya."Emmm. Papi habis kasih huku-""Mami sama Papi habis main monopoli," ucap Zinnia memotong kalimat Reyner. Tak ingin anaknya bertanya yang aneh-aneh tentang hukuman dari suaminya."Yah. Kok Ken nggak diajak?" sungut Kenang."Lain kali aja, ya? Kalau Ken udah besar," balas Zinnia sembari mengelus rambut Kenang."Iya deh. Terus yang menang Mami apa Papi?" tanya anak kecil itu pe
Zinnia langsung terkesiap. Sepertinya Reyner kesal padanya."Tapi Ken belum mau bobok, Pi.""Sudah. Kamu masuk kamar dulu. Nanti kalau udah mau makan malam, baru deh Papi panggil," bujuk Reyner pada putranya."Emmmm. Iya deh. Ya udah. Ken mau baca buku cerita yang kemarin dibeliin Papi dulu," ujar Kenang menurut. Anak itu kemudian berjalan memasuki kamarnya.Kini tinggal Zinnia dan Reyner. Pria itu mendekati istrinya. "Apa, Mas?" tanya Zinnia mulai takut."Kau kan yang nyuruh Ken buat kasih serangga ke aku?" tanya Reyner menatap tajam istrinya."Hehe. Iya," balas Zinnia sembari meringis."Kalau begitu sekarang juga kamu aku hukum. Dasar istri kurang ajar!" seru Reyner sembari tersenyum lebar."Ih. Nggak mau," balas Zinnia sembari berlari meninggalkan suaminya. Naik ke lantai dua.Reyner pun mengejar sang istri. Karena kakinya yang panjang, ia mampu menyusul Zinnia. Segera saja pria itu membawa sang istri masuk ke dalam k
Mentari mulai menampakkan sinarnya. Zinnia pun mulai mempersiapkan keperluan suami dan putranya. Wanita itu kini tengah menata barang bawaan untuk pergi karyawisata dengan sang anak."Kenang udah siap?" tanya Zinnia menatap putranya yang kini sudah berusia lima tahun lebih. Anak laki-laki itu sudah siap dengan kaos seragam TKnya."Sudah, Mi," jawab Kenang semangat.Beberapa menit kemudian, Kenang dan ibunya pergi berangkat karyawisata bersama anak-anak TK yang lainnya. Zinnia senang melihat keceriaan putranya bersenda gurau dengan anak-anak lain. Mereka pun pergi ke beberapa tempat wisata. Dari melihat sapi yang diperah hingga menghasilkan susu yang berkualitas, hingga ke perkebunan sayur mayur. Ya. Konsep karyawisata kali ini adalah kembali ke alam. Zinnia pun mengambil setiap momen dengan putranya. Mengabadikannya ke dalam gambar."Seneng nggak piknik kaya gini?" tanya Zinnia pada putranya."Seneng banget dong, Mi. Besok kapan-kapan kita ajak Pap
Sudah hampir tiga tahun usia pernikahan Reyner dan Zinnia. Bahkan sekarang putra pertama mereka sudah menginjak usia dua tahun. Perkembangan kognitifnya terhitung cepat. Bahkan di usianya yang masih kecil, ia sudah bisa menghafalkan doa sehari-hari dan surat-surat pendek dalam Al-Quran. Zinnia sangat bangga pada kemampuan menghafal putranya. Ternyata kecerdasan sang ayah telah menurun padanya.Malam itu Kenang sudah mulai tidur sendiri. Entah mengapa sejak beberapa hari terakhir anak kecil itu ingin memiliki kamarnya sendiri. Kamar berisi buku-buku cerita, mainan, dan tentu saja poster bergambar ikan."Beneran Ken mau bobok sendiri?" tanya Zinnia memastikan. Ia tengah mengantar putranya ke dalam kamar pada lantai satu."Iya, Mi. Ken mau bobok sendili," jawab sang anak sembari menganggukkan kepala dengan yakin."Ya udah kalau gitu. Sini bobok! Mami selimuti," ujar Zinnia sembari menepuk-nepuk kasur berukuran besar dengan seperei bergambar nemo.Kena
Sekitar pukul sembilan pagi, Kenang dengan antusias menanti kedatangan ikan koi barunya. Ia tak sabar ingin segera bermain dengan ikan. Hingga pukul jam sembilan lebih, seorang kurir tiba untuk mengantarkan sepuluh ikan koi dengan ukuran yang cukup besar."Pi, Mi! Ikan, ikan!" seru Kenang kegirangan sembari bertepuk tangan dan melompat-lompat. Jeritan histeris karena bahagia pun terdengar. Membuat kedua orangtuanya menggelengkan kepala mereka secara bersamaan."Iya, Sayang." Zinnia mengelus kepala putranya. Lalu menggendong Kenang untuk menghampiri ikan barunya."Ini ditaruh di mana, Pak?" tanya seorang kurir saat meletakkan sebuah box besar."Taruh situ aja," jawab Reyner."Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu, ya.""Ya. Makasih, ya," ucap Reyner.Kenang pun menghampiri box berukuran besar itu. Tak sabar ingin segera melihat isinya. Kini giliran Reyner yang bingung mau menempatkan sepuluh ikan koi itu di mana. Pasti tidak akan p
Zinnia tersenyum melihat wajah bingung suaminya. Wanita itu tahu apa yang diminta putranya. Segera saja ia mengambil tremos kecil, botol bayi, serta susu bubuk untuk Kenang. Beberapa menit kemudian susu hangat sudah jadi."Nih minumnya, Sayang," ucap Zinnia sembari memberikan botol pada Kenang. Bayi laki-laki itu langsung meminum susunya dengan lahap."Oh. Haus," ucap Reyner bergantian memegangi botol itu."Iya, Papi. Adek haus." Zinnia menjawab seolah mewakili putranya. Perlahan-lahan bayi laki-laki itu mulai mengantuk."Papi juga haus nih, Mi," bisik Reyner di telinga sang istri."Oh. Papi haus? Ya udah Mami ambilin minum bentar," balas Zinnia sembari berdiri.Reyner menahan lengan sang istri. Zinnia pun menoleh menatap suaminya dengan heran. "Kenapa, Mas? Apa lagi? Aku ambilin sekalian," ucapnya."Bukan haus itu. Sini duduk!" anjur Reyner sedikit kesal. Zinnia pun kembali duduk di samping suaminya."Aku haus ini," bisik Reyn
"Sudah siap belum, Mi?" tanya Reyner pada sang istri yang sedang menyisir rambutnya. Kini rambut Zinnia sudah sedikit lebih panjang."Iya, Pi. Bentar," jawab Zinnia menyelesaikan persiapannya.Setelah selesai, Zinnia menghampiri Reyner yang sedang duduk menunggunya di sofa. Wanita itu tersenyum melihat kedua jagoannya. Reyner sudah memakai jas rapi sembari memangku sang anak yang kini sudah berusia empat bulan."Sini. Kenang sama Mami, ya," ajak Zinnia pada putranya. Wanita itu kemudian menggendong Kenang dengan gendongan bayi."Nggak aku aja yang gendong?" tanya Reyner saat menyerahkan putranya."Jangan, Pi. Papi kan pakai jas," jawab Zinnia."Oh. Ya udah," balas Reyner."Ini benerin dulu, Pi," ujar Zinnia saat melihat kerah baju suaminya. Segera saja ia membetulkan kerah tersebut."Dah. Yuk, Pi. Kita berangkat!" ajak Zinnia sembari menatap Kenang. Bayi itu kemudian terkekeh kegirangan."Ya udah. Ayo, Mi!" Reyner pun me
Kenang pun langsung terdiam setelah menerima ASI dari sang ibu. Kedua matanya perlahan-lahan mulai terpejam. Sepertinya bayi mungil itu memang sudah waktunya mengantuk.Di luar kamar, Reyner tengah memberikan koordinasi pada panitia aqiqoh putranya. Pak Haris dan Pak Agus pun ikut menemani pria itu. Hingga ketika acara hendak dimulai, Reyner mencari istri dan anaknya. Bella yang mengetahui gelagat Reyner pun memberitahukan pria itu keberadaan sahabatnya."Pak Rey. Zin ada di kamar lantai satu. Di pojok sana," ucap Bella sembari menunjukkan tempat yang ia maksud."Oh. Oke, Bel. Makasih," balas Reyner.Pria itu pun menghampiri sang istri. Reyner melihat Zinnia yang sedang memangku putranya yang tertidur pulas. Ia kemudian tersenyum."Sayang. Acara udah mau dimulai," tutur Reyner dengam suara pelan.Zinnia menoleh menatap suaminya. "Iya, Mas," jawab Zinnia tak kalah pelan.Dengan hati-hati wanita itu berjalan menuju halaman bela