Mami tidak setuju. Leon sudah bisa menduganya. Walau dengan berbagai macam alasan, Mami tidak menerimanya dan tetap teguh pada pendiriannya untuk Elsa dan Leon tinggal di rumah ini sampai Elsa lulus sekolah.
"Tapi Elsa istri aku, Mi. Dia tanggung jawab aku. Terserah mami mau izinin atau nggak, aku tetep bakal bawa Elsa tinggal di apartemen," ucap Leon final, lalu menghampiri Elsa yang tengah duduk di ruang tamu dengan punggung tegak dan raut cemas.
"Leon!" seru Mami tidak terima.
"Sudahlah, Mi," bisik Papa di sebelahnya, mengusap bahu Mami.
"Maafin Elsa ya, Mi. Elsa nggak bisa nolak karena kak Leon suami Elsa. Elsa janji bakal sering-sering dateng ke sini terus masak bareng Mami."
Sambil menangis, Maya memeluk tubuh Elsa erat. Lalu berdiri menghadap Leon. "Kamu," tuding Mami, "jangan macam-macam dengan Elsa!"
Leon terlihat jengah. "Iya," jawabnya acuh.
Lantas, di
Bagaimana jika Leon memang benar-benar tidak menginginkannya? Pemikiran itu terus saja berputar-putar di kepala Elsa. Dia lupa pada alasan kenapa kemarin dia begitu yakin bahwa semuanya akan baik-baik saja. Elsa mencoba memikirkannya ulang, namun perkataan Mama benar-benar sudah mencemari otaknya.Bagaimana dengan Mami dan Papa? Mereka berdua terlalu baik pada Elsa sehingga sulit meyakini bahwa mereka akan mengacuhkannya setelah bayi ini lahir.Elsa tidak bisa berpikir rasional sekarang. Sehingga dia pun mengalihkan dirinya memasak di dapur.Ketika malam tiba, Leon pulang dengan sekeresek penuh buah-buahan. Elsa menyambutkan di depan pintu sambil tersenyum lebar padanya.Awalnya Leon terkejut, namun pada akhirnya dengan langkah santai dia masuk ke apartemen dan menaruh keresek belanjaannya ke meja makan. Setelah itu, Leon menuju kamar untuk mengganti baju, Elsa membuntutinya di belakang.Ketika
Siang itu, ruang tunggu klinik tampak cukup ramai. Leon menggandeng tangan Elsa ketika mereka menyusuri lorong. Beberapa ibu hamil yang duduk di kursi panjang menatap Elsa heran. Mungkin perawakan Leon dengan dirinya terlihat sangat kentara. Elsa yang bertubuh kecil dan ramping, bersanding dengan pria tinggi penuh otot yang keras. Ibu-ibu itu juga pasti sudah dapat mengira perbedaan jauh usia di antara mereka.Elsa mendapatkan perawatan VIP, jadi mereka tidak perlu mengantri dan langsung didampingi masuk ke ruang Dokter Sifa.Seperti pemeriksaan sebelumnya, Elsa diperintahkan berbaring. Namun kali ini, Elsa tidak sepanik kemarin. Dia menuruti instruksi Dokter Sifa dengan baik. Setelah selesai, Dokter Sifa memberikan dua lembar foto hasil USG kepada Elsa. Elsa tidak henti-hentinya menatap ke arah foto itu sampai Leon mengambilnya, dan memasukkannya ke dalam amplop putih."Aku mau ngomong sama dokter Sifa, tunggu aku di luar."
Hari ini hujan sempat turun. Langit pun masih dipenuhi gelungan awan kelabu. Elsa bersyukur karena pada akhirnya dia memiliki alasan untuk mengenakan pakaian setebal dan setertutup ini. Hanya saja, kacamata hitamnya mungkin sedikit berlebihan. Namun tidak ada juga yang begitu memperhatikan.Elsa menyelinap masuk lift bersama karyawan-karyawan kantor yang lain, yang sepertinya sama sekali tidak menyadari kehadirannya di sana. Mesin elevator itu bergerak ke atas, lalu berhenti pada lantai 7, semua karyawan keluar, menyisakan Elsa seorang diri. Lalu dia pun menuju ke lantai kantor Leon.Elsa keluar, menyusuri lorong berkaca. Seorang perempuan berbelok dan berjalan berlawanan arah dengannya.Itu Kanaya. Elsa mengenalinya dengan cepat. Jantungnya spontan berdetak lebih cepat, ada rasa nyeri dan cemburu yang membuatnya tidak nyaman. Mungkin karena dia sudah terlalu mempercayai Leon, tapi tidak tahu menahu m
Kanaya marah. Wanita itu akhirnya tahu siapa Elsa. Lalu beberapa saat kemudian, Hardian menelepon untuk membatalkan janji pertemuan mereka.Elsa sama sekali tidak mengerti. Dia tidak berani angkat bicara bahkan ketika Kanaya mengatainya dengan kata-kata kasar, sebelum Leon mengusirnya dari sana. Kemudian, sampai saat ini pun, Leon tidak mau berbicara dengan Elsa. Leon menyuruh Elsa pulang dengan sopir yang akan menjemputnya.Elsa tidak membantah. Untuk terakhir kali sebelum membuka pintu, Elsa menoleh ke belakang dan melihat Leon duduk di balik meja kerjanya tampak frustasi namun juga tenang. Yang pasti, apa yang baru saja terjadi bukanlah hal yang baik.Kanaya baru saja memutuskan hubungannya dengan Leon. Dan itu gara-hara Elsa.Melihat suaminya dalam keadaan hancur seperti itu, meremukkan hati Elsa. Dia memasang kacamata hitamnya dan masker ketika buliran bening air mata mulai membanjiri wajahnya. Elsa pulan
Elsa perlahan bangkit duduk, masih terisak, dia memanggil nama Leon lirih. "Ma-maafin aku," ucapnya dengan parau di antara isakan dan air mata yang nyaris merenggut suaranya.Leon, dengan tatapan penuh rasa bersalah, kembali menaiki ranjang dan membawa Elsa ke dalam pelukannya erat. Elsa menangis tersedu-sedu di sana. Tangannya di dada Leon, menggenggam erat kemeja putih yang lelaki itu kenakan, seolah Elsa takut kehilangan sosok Leon yang saat ini memeluknya lembut."Sstt... maafin aku. Maafin aku, Sayang." Leon berbisik di telinganya, mengucapkan kata-kata menenangkan, dan mengecup kepala Elsa berulang kali. "Maafin aku," bisiknya lagi."A-aku salah apa?" tanya Elsa yang berhasil meremukkan hati Leon dengan suara lirihnya yang penuh rasa bersalah.Leon merutuki dirinya berulang kali, lalu memeluk Elsa semakin erat. Sebelah tangannya di punggung Elsa, sebelahnya lagi di surai Elsa, mengusapnya sayang.
"Kak Leon, kita mau kemana?""Ke pameran.""Hee? Ngapain?""Kamu pikir mau ngapain?"Elsa berpikir, "Kita mau kencan, ya?"Leon mengalihkan pandangnya dari jalan raya di depan, menoleh pada Elsa dengan ekspresi datar. Leon tidak mengiyakan pertanyaan Elsa, namun juga tidak membantahnya.Elsa pikir tebakannya tepat. Dia tersenyum lebar, dengan rasa senang membuncah di dada.Semalam Elsa dan Leon menginap di rumah Mami, Leon pergi kerja dan pulang lebih awal, lalu menjemput Elsa. Namun alih-alih melewati jalan yang biasa mereka lewati untuk sampai ke apartemen, Leon malah mengajak Elsa ke tempat yang sangat asing. Leon bilang kan mereka akan pergi ke pameran.Elsa sudah lama ingin pergi ke tempat rekreasi seperti itu. dia tidak sabar mencoba wahana-wahana di sana.Sesaat setelah Leon memakirkan mobil, Elsa langsung membuka pintu dan
Suara halus desiran ombak dan aroma garam di udara menyambut kedatangan Elsa ketika kakinya yang tidak beralas menyentuh butiran pasir di pantai itu. Elsa mendongak dan tersenyum pada Leon lalu meluruskan pandangannya dan menatap ke depan.Mereka seharusnya pulang, tapi Leon lagi-lagi membawanya ke tempat yang tidak bisa Elsa tebak sebelumnya. Leon membawa Elsa ke pantai yang di mana mungkin hanya sedikit orang yang tahu keberadaannya.Leon memarkir mobil di pinggir jalan yang nyaris tidak dilewati satupun kendaraan. Elsa tahu mereka tidak seharusnya berada di sini karena jalanan yang diberi pembatas itu dilompati leon, membuat Elsa berpikir demikian. Lalu Leon mengangkatnya melewati birai jalan itu, sehingga di sinilah mereka bersama."Kita duduk di sana?" ajak Leon.Tanpa pikir panjang, Elsa mengangguk mengiyakan dengan semangat.Mereka pun duduk di atas pasir yang terasa dingin. Karena sore
"Sudah siap?" tanya Leon, menyentuh bahu Elsa yang terbuka oleh dress selutut tanpa lengan yang perempuan itu kenakan. Tatapan Leon mengunci mata Elsa di cermin. Elsa tampak anggun dengan balutan dress berwarna biru itu. Rambut panjangnya tergerai indah di punggung. Wajahnya dipolesi riasan make up tipis, serta stileto tinggi berwarna hitam yang semakin memesona tampilannya.Elsa sudah siap untuk menghadiri pesta itu.Pesta yang tiga hari lalu Leon beritahukan padanya."Kamu gugup," kata Leon.Elsa mengangguk tanpa ragu."Kenapa?""Kak Leon kan bilang, bahwa seharusnya hubungan kita ini dirahasiakan, tapi kenapa sekarang kita harus menghadiri pesta ini di mana semua kolega dan teman-teman kak Leon bisa melihat aku. Mereka mungkin akan langsung tahu bahwa aku istri kak Leon." Elsa mengungkapkan perasaannya dengan resah.
Ketika menginjak usia tahun pertamanya, Samudera sudah bisa berjalan dan menyebut Leon maupun Elsa sebagai Mama Papa, walau pelafalannya masih tidak terlalu jelas.Mereka juga sudah tidak lagi tinggal di apartemen. Leon membeli sebuah rumah sederhana yang memiliki halaman sangat luas, di depan maupun belakang.Elsa juga melakukanhomeschoolinguntuk mengejar ketinggalannya, sedang saat itu, Samudera akan diasuh oleh Leon atau Mami di ruangan yang berbeda. Di hari-hari libur, Elsa biasanya akan berkebun, menanam berbagai jenis tumbuhan dan bunga di pekarangannya.Seperti hari ini, Elsa tengah sibuk mencampur tanah dengan pupuk untuk bunga lili yang baru saja ia beli. Samudera duduk di sampingnya, membantu Elsa, mencontoh setiap gerakan yang Elsa lakukan. Namun, yang Samudera lakukan justru hanya membuat Elsa tertawa.Sementara itu, Elsa sama sekali tidak menyadari kedatangan Leon di belakangn
Dulu, Elsa pikir melahirkan itu akan sangat menyakitkan dan menjadi ibu pasti akan sangat melelahkan. Namun, setelah memegang Samudera di dalam gendongan tangannya, semua rasa takut Elsa itu hilang.Kini hanya ada kebahagiaan.Samudera Fernandez, seolah menjadi mentari di dunia Elsa yang selalu redup. Bahkan hanya dengan menatap sang putra tertidur saja, dada Elsa bisa langsung membuncah oleh bahagia. Dia tidak bisa meninggalkan Samudera barang sedikitpun.Bahkan hanya untuk makan dan mandi, Elsa menjadi lupa, jika saja Leon tidak ada. Maka di sini, Leon secara tidak langsung mengurus dua bayi sekaligus.Kejadian yang menimpa Elsa sebelumnya membuat Elsa menjadi lebih berhati-hati. Dia membaca banyak sekali buku tentangparentingkarena dalam hal ini, baik Elsa maupun Leon sama-sama tidak berpengalaman dalam mengurus anak, terutama Elsa.Kini usia Samudera sudah menginjak ang
Kelopak mata gadis yang tengah berbaring di bangkar rumah sakit itu langsung terbuka. Terik sinar matahari yang masuk melalui jendela membuatnya mengernyit. Saat itulah hantaman rasa sakit di kepalanya terasa.Elsa meringis, refleks memegangi kepalanya sambil mencoba bangkit, gerak impulsifnya yang biasa setiap kali bangun tidur adalah pasti memegangi perutnya terlebih dahulu agar tidak tertindih ketika ia mencoba bangkit duduk.Namun ada yang aneh. Terasa sangat-sangat aneh! Pertama-tama, Elsa melirik sebelah tangannya yang dimana di sana tertancap jarum infus yang ditutup oleh plaster putih kecil, lalu mata Elsa beralih pada perutnya yang rata.Dia terdiam untuk beberapa saat, mencoba untuk mengumpulkan semua kesadarannya dan mencerna apa yang tengah terjadi pada dirinya sendiri.Elsa mengingat tentang api... dan asap yang membumbung tinggi. Udara yang seharusnya lembab sehabis hujan menjadi panas membara. D
Leon memperhatikan bangunan villa itu untuk beberapa saat yang gerbangnya langsung terbuka ketika mobil Leon mendekat. Ini sudah malam dan badai terjadi dengan begitu lebat. Petir dan gemuruh di langit saling bersahutan.Leon mengambil ponselnya dan menghubungi salah satu bawahannya yang tengah menyusul di belakang. Leon tahu dia seharusnya tidak datang sendiri, namun ketika mengetahui keberadaan Elsa setelah melacak ponsel Diandra, Leon tidak membuang sedetikpun waktu untuk segera datang kemari.Sebuah mobil terparkir di halaman villa tersebut, yang tampak kurang terurus. Lalu beberapa saat setelah mesin mobil Leon mati, gerbang kembali terbuka dan sebuah mobil lainnya masuk. Awalnya Leon mengira bahwa itu adalah anak buahnya. Namun ketika mobil tersebut berhenti di depan teras, seorang pria keluar dengan membawa tas yang cukup besar di tangannya. Keberadaan mobil Leon di sana sama sekali tidak dicurigainya.Leon membuka sab
"Mama, kita mau kemana?" tanya Elsa, duduk di bangku penumpang mobil yang dikendarai Diandra.Elsa sudah berulang kali bertanya, namun Diandra terus menjawab dengan jawaban yang sama."Kita pergi refreshing."Perasaan Elsa menjadi tidak karuan. Alarm di dalam dirinya menyala, memperingatkan Elsa bahwa ini bukanlah hal yang baik. Dia duduk di dalam mobil itu dengan penuh antisipasi. Melingkarkan tangan di perutnya sebagai bentuk penjagaan.Ini semua berawal dari Elsa yang lupa mengirimkan uang, sehingga Mama meminta bertemu, namun Elsa tolak berulang kali.Beberapa saat setelah kepergian Leon ke supermarket tadi, Mama tiba-tiba saja datang dan mengajak Elsa untuk keluar. Tentu saja Elsa menolak, namun Diandra memaksanya dan bahkan nyaris menyeretnya keluar.Sampai di sinilah Elsa sekarang.Jalanan yang mereka lewati semakin lenggang. Yang awalnya masih di jalan ra
Di kehamilan Elsa yang sudah memasuki bulan ke delapan, Leon semakin protektif padanya. Elsa jadi sangat jarang sekali keluar rumah, jika bukan ditemani oleh Leon atau Mami mertua.Well, sebenarnya Elsa merasa tidak masalah, sejak dulu dunia luar memang bukan tujuannya. Elsa lebih suka berdiam diri di rumah membaca buku.Namun, akan ada hari di mana Leon malah yang memaksanya untuk keluar. Kata suaminya itu, Elsa butuh lebih banyak bergerak dan sinar matahari. Jadi Leon mengajaknya naik ke rooftop melewati tangga dan bersantai di atas sana.Menurut pemeriksaan dokter Sifa, kandungan Elsa baik-baik saja dan sangat sehat. Elsa juga selalu menerima foto hasil USG yang menampilkan sosok bayi kecilnya di dalam sana. Sampai saat ini, masih sulit bagi Elsa mempercayai bahwa ada nyawa lain di dalam dirinya yang tengah tumbuh berkembang. Sebentar lagi dia akan menjadi seorang ibu. Akan selalu ada rasa ngeri setiap memikirkannya, namun k
Elsa terbangun dari tidur nyenyaknya oleh suara deringan dan getaran ponsel yang ia letakkan di atas nakas. Elsa menggeliatkan tubuhnya yang terasa pegal-pegal, lalu membuka mata perlahan. Masih sambil mengantuk, Elsa mengambil benda itu dan tanpa melihat nama si pemanggil, dia memencet tombol jawab."Halo?"Terdengar suara helaan napas berat di ujung sana. "Apa aku membangunkanmu?"Elsa membuka lebar matanya dan melihat nama si pemanggil. Saat itu juga pipinya langsung bersemu merah."Kak Leon...""Ini sudah waktunya makan siang, kamu belum makan apapun semenjak kemarin malam, sebaiknya kamu bangun dan datanglah ke sini. Kita akan makan siang bersama.""Hm..." jawab Elsa, lalu menguap setelahnya.Leon terkekeh. "Baiklah, akan kutunggu."Setelah sambungan telepon itu terputus, Elsa beringsut bangkit dari kasur lalu bersiap-siap untuk berangkat.
"Pak Leon, bagaimana menurut Anda pesta malam ini?" tanya seorang wanita berparas cantik itu pada Leon."Hm," jawab Leon singkat."Ck, kamu ini... masih saja sedingin itu," gerutunya."Haha... tentu saja Delia, apa lagi sekarang pak Leon sudah punya istri." Pria paruh baya di hadapan Leon berbicara, disusul dengan kekehannya."Apa?! Kamu sudah menikah, Leon? Seriusan?""Dan kudengar, istri pak Leon lagi hamil."Wanita bernama Delia itu menatap tidak percaya, lalu menjauh dari Leon. Tangannya yang semula merangkul pria itu langsung terlepas dan kembali ke sisi ayahnya. "Maafkan aku," katanya canggung.Leon tersenyum memakluminya.Lalu obrolan tersebut dilanjutkan dengan pembahasan bisnis. Beruntung malam ini Leon membawa serta Elsa, kalau tidak, Mahardika Adidya di hadapan saat ini pasti sudah menjodoh-jodohkannya dengan anaknya, Deliana Mahardika.
"Sudah siap?" tanya Leon, menyentuh bahu Elsa yang terbuka oleh dress selutut tanpa lengan yang perempuan itu kenakan. Tatapan Leon mengunci mata Elsa di cermin. Elsa tampak anggun dengan balutan dress berwarna biru itu. Rambut panjangnya tergerai indah di punggung. Wajahnya dipolesi riasan make up tipis, serta stileto tinggi berwarna hitam yang semakin memesona tampilannya.Elsa sudah siap untuk menghadiri pesta itu.Pesta yang tiga hari lalu Leon beritahukan padanya."Kamu gugup," kata Leon.Elsa mengangguk tanpa ragu."Kenapa?""Kak Leon kan bilang, bahwa seharusnya hubungan kita ini dirahasiakan, tapi kenapa sekarang kita harus menghadiri pesta ini di mana semua kolega dan teman-teman kak Leon bisa melihat aku. Mereka mungkin akan langsung tahu bahwa aku istri kak Leon." Elsa mengungkapkan perasaannya dengan resah.