Share

Bab 92

Penulis: V I L
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Cepat ke sini, Freya!" perintah bu Herlina, guru yang memergokiku berdiri di tempat yang berbahaya ini.

Aku pun melangkahkan kakiku ke arah wanita yang berlari menghampiriku. Aku memanjat dinding beton yang memisahkan kami berdua. Begitu aku berada di tempat yang sama dengannya, bu Herlina mencengkeram kedua lenganku dan memarahiku.

"Kamu mau apa di sana? Kamu bukan mau melompat ke bawah, kan?" Dia membombardir aku dengan pertanyaan-pertanyaannya.

Aku tidak menjawab pertanyaan bu Herlina dan hanya terdiam saja. 'Aku sempat mempunyai pikiran untuk melompat dari atap.' Kalau aku menjawab begitu, bu guru pasti akan jadi tambah panik.

"Ibu tahu kamu lagi menghadapi banyak kesulitan, tetapi tolong jangan coba-coba berpikir untuk bunuh diri, ya? Menggunakan solusi permanen untuk masalah yang sementara itu tidak sepadan," ujar bu Herlina sambil menatap mataku dengan intens.

Kalau aku yang dulu mendengar kata-katanya barusan, mungkin aku akan termotivasi dan mengurungkan niatku untuk bunuh d
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Life Hates Me   Bab 93

    Aku langsung terbatuk-batuk setelah sensasi seperti tercekik itu menghilang. Pak Yeremia yang duduk di hadapanku terkejut karena aku tiba-tiba terbatuk-batuk. Dia bangkit dari kursinya dan beranjak ke sampingku."Kamu kenapa, Freya?" tanyanya dengan khawatir sambil menepuk-nepuk punggungku.Untung saja perasaan tidak nyaman pada tenggorokanku menghilang dengan cepat. Pak Yeremia menyuruhku untuk pergi ke UKS kalau aku masih merasa sakit. Akan tetapi, aku lebih memilih untuk pulang ke rumah saja.Kulangkahkan kakiku keluar dari ruangan yang tidak begitu luas itu. Aku berjalan melewati lorong yang sudah sepi karena sebagian besar murid sudah pulang ke rumahnya masing-masing.Aku menuruni tangga sambil memikirkan apa yang terjadi padaku beberapa saat yang lalu. 'Apa itu tadi? Apa aku berhalusinasi lagi? Atau jangan-jangan ... tadi itu ulah hantu yang punya dendam?'Aku bergidik ngeri saat menduga kalau kejadian itu merupakan suatu peristiwa supranatural. Aku menggeleng-gelengkan kepalak

  • Life Hates Me   Bab 94

    Beberapa hari telah berlalu, hari-hari yang kulalui penuh cobaan berkat Celestine dan anggota gengnya. Tidak hanya mengusili dan mengejek aku, mereka bahkan memberi tahu guru IPA tentang skoliosisku.Aku jadi disuruh maju ke depan untuk menjelaskan kelainan tulang belakang ini. Celestine dan anggota gengnya pun menanyakan pertanyaan yang tidak sopan kepadaku, sedangkan beberapa siswa nakal lain menjadikan skoliosisku sebagai bahan candaan.Kuhembuskan napas berat dan mencoba melupakan kejadian yang tak mengenakan itu. Aku hanya akan semakin stress kalau memikirkan kenangan buruk itu terus. Kulangkahkan kakiku menuju tempat dudukku yang berada di baris paling belakang.Aku menatap permukaan mejaku yang dipenuhi oleh coretan spidol. Coretan-coretan itu berisikan hinaan dan celaan terhadapku. Aku membaca satu per satu tulsian yang menghiasi permukaan mejaku. Kata-kata yang menyakitkan itu tidak lagi melukai hatiku.Aku hanya menghembuskan napas panjang. Percuma juga kalau aku marah dan m

  • Life Hates Me   Author Note

    Halo~ V I L di sini OwO/ Terima kasih kepada para pembaca yang sudah mengikuti dan mendukung novel keduaku yang berjudul "Life Hates Me" :D Pada author note ini, aku mau memberi tahu kalau aku akan hiatus selama 1 minggu. Selain karena mau fokus belajar untuk UTS, aku juga mau menjaga kesehatan mentalku. Nanti aku bisa stress kalau UTS sambil nulis novel yang penuh emotional damage ini :v Oleh karena itu, aku mohon maaf yang sebesar-besarnya atas ketidaknyamanannya. Aku akan kembali melanjutkan novel ini sesudah UTS. Jadi, kuharap para pembaca bisa bersabar dan jangan kabur, ya :) V I L undur diri, sampai jumpa minggu depan ^^

  • Life Hates Me   Bab 95

    Sore ini, aku membantu mama menyimpun barang-barang kami ke dalam koper. Kakak juga ikut membantu kami sambil mengeluh kenapa aku dan mama akan berangkat lagi, padahal kami baru saja berangkat beberapa minggu yang lalu."Aih ... baru juga waktu itu berangkat, masa mau berangkat lagi? Nanti aku sama papa makan nasi sama telur atau nasi goreng terus lagi lah?" Kakak bersungut-sungut."Ya, kalian tinggal beli makanan di luar saja," balas mama "Kalau kita berlama-lama, nanti skoliosis adikmu bisa tambah parah sampai harus dioperasi. Kamu mau?""Ya, tinggal operasi saja di sini lah. 'Kan langsung sembuh kalau habis dioperasi?" ucap kakak dengan nada tidak mau tahu.Aku menarik sebuah senyuman miring dan tertawa kecil saat mendengar kata-kata kakak yang tidak tahu apa-apa. 'Belum tahu dia berapa biaya operasi skoliosis dan risikonya. Kalau dia tahu, dia tidak mungkin akan berkata begitu.'"Kamu pikir biaya operasi skoliosis murah? Biayanya kurang lebih 100 juta lho! Mau bayar pakai apa kita

  • Life Hates Me   Bab 96

    Keesokan harinya, aku dan mama berangkat meninggalkan kota kelahiranku. Kali ini kami tidak ke Surabaya lalu Malang lagi, kali ini kami ke Yogyakarta lalu Solo. Rumah Sakit di Solo terkenal bagus sehingga mama memutuskan untuk membuat brace skoliosisku di sana.Selama berada di Yogyakarta, kami berdua menginap di rumah kakaknya papa. Mereka sangat ramah kepada kami dan perhatian kepadaku, seperti keluarga kakaknya mama saat kami berada di Malang."Jadi, kapan kalian pergi ke Rumah Sakit Ortopedi Solo?" tanya tante yang duduk di depan mama."Lusa, kata kak Kadek besok sudah penuh, makanya lusa baru pergi ke sana," jawab mama sambil mengarahkan pandangannya ke paman.Pria yang duduk di depanku menganggukkan kepalanya. Kami lanjut membicarakan tentang rencana kami selama beberapa hari kedepan serta skoliosisku. Rasanya belakangan ini aku sering mendengar kelainan tulang belakang itu dibicarakan membuatku bosan."Hari ini kalian istirahat saja dulu, kalian pasti capek. Besok atau kapan-ka

  • Life Hates Me   Bab 97

    Aku menghabiskan waktuku selama kurang lebih 2 minggu dengan rekreasi ke tempat wisata setempat. Paman dan tante mengajak aku dan mama jalan-jalan ke Candi Borobudur, Candi Prambanan, dan tempat wisata lain.Awalnya tinggal di sini tidak terlalu membosankan karena hampir setiap hari jalan ke luar. Namun, lama-kelamaan mulai jadi membosankan setelah semua tempat rekreasi sudah kami kunjungi. Aku, mama, dan keluarga paman pun hanya berdiam diri di rumah saja.Hari demi hari; minggu demi minggu pun berlalu. Akhirnya mama mendapat telepon dari pihak Rumah Sakit Ortopedi Solo kalau brace skoliosisku sudah jadi. Kami diminta untuk mengambilnya sesegera mungkin."Brace-nya sudah jadi, Ma?" tanyaku memastikan apakah aku tidak salah dengar."Iya, Mama kasih tahu pamanmu dulu," jawab mama.Kuanggukkan kepalaku untuk merespons perkataannya. Kulihat mama bangkit dari ranjang dan melangkah keluar dari ruangan ini. Aku pun jadi sendirian di dalam kamar tidur yang sunyi dan sepi ini.Aku memutuskan

  • Life Hates Me   Bab 98

    Aku membuka kelopak mataku yang berat dan melihat hitam pekat. Hari masih gelap, matahari masih belum terbit. Aku terbangun dari tidurku yang tidak nyenyak. Rasa sakit pada rusuk kananku membuat aku terbangun dan kesulitan tidur.Aku mengubah posisi tubuhku dari berbaring menjadi duduk di atas ranjang. Kuangkat tanganku dan memegangi tali yang mengeratkan brace skoliosisku. Aku sangat ingin membukanya dan melepaskan pelindung punggung ini.Bunyi yang cukup nyaring itu menggema ke sepenjuru ruangan saat aku melepaskan tali pengikat brace ini. Aku pun tersentak kaget dan mulai panik, takut kalau mama terbangun. Kuarahkan pandanganku ke arah mama yang tidur di sampingku."Kenapa kamu melepas brace-mu?" Suara mama terdengar lesu saat menanyakan pertanyaan itu.Jantungku berdebar dengan kencang saat mengetahui kalau mama terbangun dari tidurnya, pertanyaan yang barusan dia tanyakan pun tak kalah membuatku semakin panik. Aku takut dia akan marah kalau tahu aku melepas brace-ku."Rusuk kanan

  • Life Hates Me   Bab 99

    Beberapa jam kemudian, akhirnya aku dan mama sampai di kota asal kami. Perjalanan udara yang memakan waktu hampir 4 jam itu terasa sangat lama karena tidak melakukan apa-apa. Kami dijemput oleh papa dengan menggunakan mobil."Freya~ Gimana kabarmu?" sapa papa."Baik, Pa," jawabku singkat."Brace-nya tidak nyaman, ya?" tanya papa lagi kepadaku.Aku hanya menganggukkan kepalaku untuk menjawab pertanyaannya. Papa yang berjalan di samping kananku pun menarik sebuah senyuman lembut lalu menepuk-nepuk pundakku, seolah-olah memberikan aku semangat.Kami memasukkan barang-barang bawaan kami ke bagasi mobil. Aku disuruh langsung masuk ke mobil dan tidak perlu membantu mama dan papa. Aku pun menuruti perintah mereka."Woi, mana oleh-oleh buat aku?" tanya kakak kepadaku.Baru saja masuk ke mobil, aku sudah ditagih buah tangan oleh kakak laki-lakiku. Kulemparkan sebuah senyuman kesal kepada pemuda yang duduk di jok depan. Kakak pun merespons aku dengan memutar matanya."Minta saja sama mama. Aku

Bab terbaru

  • Life Hates Me   Bab 119

    'Waktu berlalu dengan cepat. Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun. Tak terasa 4 tahun sudah berlalu sejak aku terbangun dari koma. Banyak hal telah kulalui sejak hari itu.'Waktu aku turun ke sekolah untuk mengikuti UN, aku dikejutkan dengan perubahan sikap teman-teman sekelasku yang mendadak jadi akrab denganku, padahal dulu sebagian besar dari mereka menjauhiku. Di sisi lain, geng Celestine dikucilkan oleh semuanya.'Aku juga lulus dari SMP yang merupakan masa-masa terindah, tetapi juga masa-masa tersuram dan menyakitkan bagiku. Tak kusangka aku bisa mendapatkan nilai yang cukup tinggi pada UN walaupun sempat ketinggalan materi. Semua ini berkat bantuan Vania dan Jonathan.'Naik ke SMA, aku, Vania, dan Jonathan masuk ke sekolah yang berbeda. Meskipun begitu, persahabatan kami tetap berlanjut walaupun terpisah oleh sekolah ataupun terpisah oleh pulau. Saat libur panjang, kami akan berkumpul dan bermain bersama seperti dulu.'Aku lega masa-masa SM

  • Life Hates Me   Bab 118

    “Tadi mama ngomongin apa sama suster di luar?” tanyaku begitu mama masuk ke kamar.“Hanya ngomongin masalah kecil kok, tidak usah khawatir,” jawab mama.Aku tidak bertanya lagi walaupun rasa penasaranku masih belum terpuaskan. Aku tidak perlu terlalu memikirkannya karena mama tidak akan berbohong atau menyembunyikan sesuatu, dia selalu mengatakan apa adanya.“Alex, ayo pulang,” ajak mama.Mendengar mama mengajaknya untuk pulang ke rumah, kakak langsung bangkit dari kursi dan melangkah menghampiri mama. Sebelum mereka berdua keluar dari ruangan ini, aku menahan mereka dengan berkata:“Cepat sekali kalian pulang, kenapa tidak lebih lama-lama di sini untuk menemaniku?” tanyaku dengan nada memelas.Aku tidak ingin ditinggal sendirian karena nanti aku akan kesepian. Aku masih ingin bersama mama dan kakak setelah lama tidak bertemu mereka. ‘Yah, walaupun sebenarnya aku sudah bertemu mereka lewat ilusi yang kulihat waktu terjebak di alam bawah sadarku.’“Kami tidak bisa, Freya. Kalau mama ti

  • Life Hates Me   Bab 117

    "Jadi, bagaimana nasibnya Celestine dan kawan-kawannya, orang tua mereka, dan pak Yere?" tanyaku kepada Vania dan Jonathan yang berdiri di samping ranjangku.Vania langsung mendengus kesal dan memutar bola matanya saat mendengarku menyebut orang-orang yang merupakan penyebab aku nekat bunuh diri. Tak hanya Vania, Jonathan juga tampak kesal saat mendengar orang-orang itu disebut."Celestine dan kawan-kawannya hanya didiskors saja. Mereka diberi keringanan karena sudah kelas 9 dan sebentar lagi mau UN." Jonathan menjawab pertanyaanku."Enak betul mereka tidak dikeluarkan dari sekolah, mentang-mentang sebentar lagi mau UN. Seharusnya mereka mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatan mereka," timpal Vania sambil menyilangkan kedua tangannya di dada dan mengerucutkan bibirnya.Aku terdiam setelah mendapatkan jawaban dari mereka. Ada sedikit kekecewaan di dalam hatiku saat mengetahui geng Celestine tidak dikeluarkan dari sekolah, padahal aku sudah sangat menderita atas perbuatan mer

  • Life Hates Me   Bab 116

    Banyak hal sudah terjadi saat aku koma selama 1 bulan setengah. Kudengar, semua orang di sekolah heboh saat aku melompat dari atap. Siswa-siswi yang menyaksikan kejadian tragis itu mengalami syok berat hingga trauma sehingga membutuhkan perawatan psikologis.Para guru berusaha keras meredakan kericuhan itu dan menenangkan murid-murid walaupun mereka sendiri juga sangat syok. Mobil ambulan melaju ke rumah sakit, membawaku yang kritis untuk segera mendapatkan tindakan medis.Polisi pun sampai datang ke sekolah. Geng Celestine mengakui bahwa merekalah yang membuliku. Mereka juga memberi tahu polisi kalau pak Yeremia menerima suap dari orang tua mereka supaya tidak ikut campur dengan apa pun yang mereka lakukan.Aku tidak menyangka Celestine dan anggota gengnya berani melaporkan orang tua mereka sendiri, padahal mereka tahu betul apa yang akan terjadi pada orang tuanya kalau mereka melaporkannya ke polisi. Kini aku tahu; mereka benar-benar sudah berubah.Tak hanya itu saja, kasus bunuh di

  • Life Hates Me   Bab 115

    Entah sudah berapa lama aku berjalan di dalam kehampaan ini. Kali ini aku tidak berjalan sendirian lagi karena 'kembaranku' menemani aku. Kami berjalan bersama sambil mengobrolkan beberapa hal. Ada saatnya kami sama-sama diam saat tidak ada topik.Aku melirik ke sosok yang penampilannya sama persis denganku. Dia berjalan dengan pandangan lurus ke depan, tidak mempedulikan aku yang sedang meliriknya. Aku pun mengalihkan pandanganku dan menghembuskan napas panjang."Sampai kapan kita akan berjalan begini terus?" tanyaku memecahkan keheningan."Sampai kita menemukan 'pintu keluar'," jawabnya.Aku ber oh ria, menanggapi jawaban darinya dengan kurang antusias. Ini sudah yang ke-5 kalinya aku mendengar jawaban yang sama. Mungkin dia sendiri juga sudah bosan mendengar pertanyaan yang sama sebanyak 5 kali.Ngomong-ngomong soal 'pintu keluar', sudah pasti merupakan jalan untuk keluar dari alam bawah sadarku, entah itu benar-benar berupa pintu, portal, atau apalah itu. Aku tidak tahu apa 'kemba

  • Life Hates Me   Bab 114

    Aku mendorong 'kembaranku' dengan kuat agar dia menjauh dariku. Aku melangkah mundur untuk memperluas jarak di antara kami sambil memegangi lenganku yang terasa sedikit sakit karena tadi dicengkeram olehnya."Memangnya kenapa kalau aku masih ingin tetap hidup? Itu semua sudah tidak ada artinya! Saat aku siuman nanti, orang-orang pasti akan kecewa padaku dan membenciku karena sudah nekat bunuh diri!" balasku dengan suara yang meninggi.Napasku terengah-engah setelah meneriakkan kalimat-kalimat yang panjang itu. Aku menatap 'kembaranku' dengan tatapan tajam, seolah-olah menantangnya untuk membalas perkataanku. Sosok yang wujudnya sama persis denganku itu hanya menatapku dalam diam.Setelah hening selama sesaat, akhirnya dia membuka mulutnya dan bertanya, "Kenapa kamu berpikir orang-orang akan kecewa dan membencimu? Apa kamu tidak berpikir mereka akan bereaksi sebaliknya? Bersyukur dan senang karena kamu masih hidup?"Mendengar pertanyaan-pertanyaan yang konyol itu membuatku merasa geli.

  • Life Hates Me   Bab 113

    Tiba-tiba pandanganku seperti berputar dengan sangat cepat. Aku memejamkan kedua mataku dengan rapat dan memegangi kepalaku yang terasa seperti mau meledak. Jeritan yang nyaring pun keluar dari mulutku.Jeritanku menggema, menciptakan perulangan suara yang tiada henti. 1 menit, 10 menit, 100 menit, aku tidak tahu sudah berapa lama suaraku menggema seperti itu, masih tak kunjung berhenti juga gemanya.Aku membuka kedua mataku yang tertutup secara perlahan-lahan. Begitu aku membuka mataku, aku menyadari diriku tidak berada di sekolah. Hampa. Hanya warna putih saja yang kulihat."Apa aku jadi buta? Kenapa aku tidak bisa melihat apa-apa?" tanyaku.Pertanyaan yang kutanyakan itu menggema seperti suara jeritanku tadi. Kedua suara itu bercampur aduk menjadi satu. Terulang tanpa henti, volume dari gema itu sedikit pun tidak berkurang walaupun beberapa waktu telah berlalu.Situasi yang sangat aneh ini membuatku takut, terlebih lagi karena aku tidak tahu apa yang terjadi padaku. 'Kenapa aku bis

  • Life Hates Me   Bab 112

    Entah sudah berapa hari telah berlalu, akhirnya aku diperbolehkan untuk pulang ke rumah dan bisa kembali bersekolah seperti biasa lagi. Aku melangkahkan kakiku untuk memasuki rumah yang sudah lama tidak kutinggali.Aku memandang perabotan-perabotan yang mengisi rumah ini. Tidak ada yang berubah, semuanya masih sama seperti apa yang ada di dalam ingatanku. Meskipun begitu, aku merasa sedikit asing dengan rumah yang sudah kutinggali sejak aku lahir.Aku menghentikan langkahku dan mengedarkan pandanganku ke sekitar. 'Rasa janggal apa ini? Apa aku melupakan sesuatu yang penting?'"Freya, kenapa kamu bengong saja di sana?" Terdengar suara mama bertanya kepadaku.Mendengar pertanyaan itu, aku langsung tersadar dari lamunanku dan sontak menoleh ke arah sumber suara. Kudapati mama, papa, dan kakak berdiri di belakangku, sambil dengan tatapan khawatir memandang ke arahku."Kamu kenapa, Nak? Kamu sakit lagi?" tanya papa dengan tampang cemas.Aku menjawab pertanyaan papa dengan sebuah gelengan k

  • Life Hates Me   Bab 111

    Telingaku menangkap suara yang samar-samar. Walaupun aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas, entah kenapa aku merasa suara itu terdengar sedih. Kubuka kelopak mataku secara perlahan.Cahaya yang menyilaukan langsung menyambutku begitu aku membuka kedua mataku. Sangat-sangat terang sampai hanya warna putih saja yang terlihat olehku. Perlahan-lahan, mataku mulai beradaptasi dan aku mulai bisa melihat dengan lebih jelas.Kudapati ada beberapa figur manusia berdiri di sampingku, ada juga yang duduk di sisiku. Meskipun penglihatanku buram, aku masih bisa mengenali siapa saja yang berada di dekatku saat ini.Pandanganku tertuju pada wanita yang duduk di sisiku. "Mama ...?""Freya!" seru mama dengan suara parau.Mama langsung memelukku dengan erat. Kurasakan ada cairan hangat yang mengalir menuruni pipiku. Itu bukan air mataku, melainkan air matanya mama. Dia menangis dengan histeris sambil mendekapku dengan erat, seolah-olah takut kehilangan aku."Freya, maafkan kami, Nak ...." Papa yang

DMCA.com Protection Status