Bunyi petir yang saling bersahutan membuat Alvin tak bisa fokus dengan kegiatan membacanya. Matanya menatap ke arah air di kolam privatnya yang memantulkan sinar petir yang dahsyat.
Untunglah Alvin langsung meninggalkan acara makan malam itu, jika tidak, Alvin tidak yakin bahwa dirinya bisa kembali ke hotel dengan keadaan pakaiannya yang masih kering.
"Hujan..." gumam Alvin saat dirinya menatap rintik-rintik air telah terjatuh dari langit dan menubruk air tenang yang ada di kolam itu.
Tes... tes... tes... tes...
Awalnya hanya setetes-setetes saja, kini, hujan sudah mengguyur Bali.
Tangan Alvin terulur untuk menaikkan pemanas kamarnya. Setelah Alvin merasa bahwa suhu di kamarnya sudah menghangat, pria itu langsung menutup bukunya. Ia tak bisa membaca disaat-saat seperti ini.
Tangannya terulur untuk mematikan lampu kamar itu. Dengan pikiran yang s
Alvin melemparkan guci yang berisi bunga imitasi yang ada di dalam kamar hotelnya dengan sekenanya. Guci putih itu kini telah berubah menjadi serpihan-serpihan yang tak ada artinya sama sekali.Bugh!Alvin kembali memukul dinding kamar hotelnya dengan kuat hingga buku-buku jarinya sudah mulai mengeluarkan darah.Ini semua tidak cukup!"Tuan, saya mohon hentikan semua ini. Kita tidak tau jika wanita yang hanyut itu adalah nona Kanaya, kita masih memiliki sedikit harapan," ucap Alan yang merasa ngeri dengan keadaan kamar hotel Alvin yang telah berubah menjadi kapal pecah.Seumur-umur mengabdikan diri pada Alvin, Alan tak pernah melihat Alvin se emosional ini dan alasan Alvin se emosional ini karena Kanaya. Sungguh kenyataan yang sulit diterima."Shut the fuck up!" teriak Alvin.Alan tersentak kaget saat dirinya diteriaki oleh
Braakkk!!!Kanaya membuka pintu kamar hotelnya dengan kasar dan menutup kembali pintu itu dengan kasar.Dengan langkah gontai, Kanaya melangkahkan kakinya memasuki kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.Seperti tak memiliki gairah hidup, Kanaya membuka pakaiannya yang telah basah. Kini, kulitnya yang putih nampak lebih memucat, seolah-olah tak ada setetes pun darah yang tengah mengalir di nadinya.Tangannya menyusuri tubuhnya dengan gerakan lemah. Ia menyusuri pahanya yang terdapat bekas cengkraman, perut datarnya yang masih memiliki bercak-bercak darah kental, bahunya yang membiru serta kulit dadanya yang terdapat bekas cium."Ahhhhhh....!!!!"Kanaya berteriak sekencang-kencangnya di depan cermin yang ada di dalam kamar hotel itu. Hatinya hancur, dia semakin hancur.Tangannya mengambil sebuah botol berisikan sabun cair yan
"Bagaimana keadaannya?" tanya Alvin dengan wajah dinginnya sembari membalut luka di punggung tangannya menggunakan perban kain."Nona Kanaya tidak baik-baik saja, tuan," jawab Alan jujur.Alvin mengetatkan rahangnya dengan keras."Apa kau sudah membawanya ke dokter?" tanya Alvin sembari menahan dirinya untuk tidak kembali meluapkan kemarahannya."Saya sudah menawarkannya tapi nona Kanaya menolak," jawab Alan."Wanita itu... selalu saja bertingkah sok kuat," desis Alvin sembari mengepalkan kedua tangannya.Alan hanya diam.Memang benar, Alvin lah yang telah memerintahkan Alan untuk langsung memeriksa keadaan Kanaya ketika wanita itu meninggalkan kamar Alvin dengan kondisi yang sangat kacau.Alan tidak bodoh, ia tau betul jika Alvin sangat ingin bertemu dengan istrinya itu dan melihat keadaan istrinya itu,
CAroma alcohol dan obat-obatan yang sangat pekat membuat Kanaya mau tak mau harus membuka kedua matanya. Mata birunya itu menatap sayu keadaan disekitarnya.Saat ini, Kanaya tengah berada di sebuah ruangan monoton berwarna biru langit. Ruangan ini seperti kamar rumah sakit. Begitulah kira-kira perkiraan Kanaya hingga akhirnya dirinya yakin bahwa ruangan yang tengah ditinggalinya ini adalah ruangan rumah sakit saat mata Kanaya menatap sebuah tongkat infus yang berada tepat disamping kamarnya.Apakah saat ini ia sedang berada di rumah sakit di Bali?Tapi, kenapa suasana disini berbeda dengan suasana yang ada di Bali?"Kau sudah bangun, apa kau ingin sesuatu?" tanya seorang wanita berjas putih yang nampaknya sedari tadi menunggu Kanaya siuman.Kanaya mengernyitkan dahinya bingung. Kanaya ingat betul siapa wanita itu, ia adalah Lucia Assensio-Canales, dokter yang selalu
"Eumh, halo. Anda sedang terhubung dengan Alvin C Dominguez-Sanz. Ada sesuatu yang ingin anda sampaikan?" tanya Alvin sembari menjepit ponselnya di antara telinganya dan bahunya.Kedua tangannya asyik bergerak dengan lincahnya di atas papan keyboard komputernya sedangkan kedua matanya tak bisa untuk mengalihkan pandangannya dari layar komputernya yang saat ini tengah menampilkan sederet angka-angka dan tulisan berbagai bahasa yang sangat memusingkan kepala."Anak sialan! Apakah kau juga bertindak se formal ini dengan istrimu?!?"Mendengar makian tersebut, Alvin mengernyitkan dahinya. Itu suara ayahnya. Untuk memastikan tebakannya itu, Alvin mengambil ponselnya dan menatap nama pemanggil yang sedang tertera di layar ponselnya itu. Daddy Dominguez."Maafkan aku, Dad. Tadi aku sangat sibuk, hingga aku mengangkat panggilan mu tanpa melihat namamu," ucap Alvin sembari merenggangkan punggungn
Alvin menghela napasnya dengan kasar saat dirinya menatap sebuah pintu kaya sebuah mansion yang sangat megah yang ada dihadapan nya saat ini. Mansion ini adalah mansion dimana Alvin lahir dan dibesarkan oleh ayahnya dan... ibunya."Selamat datang tuan Dominguez muda."Saat Alvin membuka pintu mansion itu, dirinya langsung disambut dengan deretan-deretan pelayan yang memakai baju uniform putih-navy mereka. Pelayan-pelayan itu membungkuk hormat pada Alvin."Wohoo... my son!"Mendengar suara menggelegar milik ayahnya itu, Alvin langsung mendongakkan pandangannya ke tangga spiral. Di atas tangga spiral itu, ayahnya melangkah dengan gagahnya namun dengan senyum yang terlihat menjengkelkan di wajah tampannya yang nampaknya tak lekang dimakan oleh waktu."Dad... kenapa kau melakukan ini semua?" protes Alvin sembari berkacak pinggang saat matanya tanpa sengaja melihat sebua
Alvin melangkahkan kakinya menuju ke pekarangan rumah sakit tempat Kanaya dirawat. Hari ini adalah hari ke 5 Kanaya di rawat di rumah sakit ini dan hari ke 3 sejak Alvin menemui ayahnya terakhir kalinya.Ingin rasanya Alvin membawa pulang wanita itu, namun, dokter Lucia mengatakan jika beberapa hari ini, berat badan Kanaya kembali mengurus karena wanita itu mengalami tekanan pikiran yang sangat luar biasa.Tak perlu ditanya kenapa Kanaya mengalami tekanan stress itu, kalian sudah pasti tau jawabannya.Ya, semua itu karena Alvin.Masih segar di ingatan Alvin tentang Kanaya yang memohon-mohon agar Alan kembali padanya namun Alvin menolak tegas permintaan Kanaya itu. Potret mata sendu dan kecewa milik wanita itu tak bisa begitu saja dilupakan oleh Alvin.Sebenarnya, Alvin sangat ingin mengabulkan keinginan Kanaya itu, tapi mengingat adik Alan sangat membutuhkan Alan sa
"Bagaimana keadaannya?" tanya Alvin pada dokter Lucia dengan tatapannya yang masih tertuju pada Kanaya yang tengah duduk di dekat jendela kamar rumah sakit tempat dirinya dirawat.Sejak Alvin menolak keinginan Kanaya untuk kembali memulangkan Alan dalam waktu yang lebih cepat, istrinya itu kembali mengulah. Tanpa memperdulikan kesehatan dirinya sendiri, istrinya itu nekat untuk mencopot infus yang ada di tangannya.Jika dihitung-hitung, sudah empat kali istrinya itu mencopot infus itu dengan tidak berperasaan. Akibat tindakan bodohnya itu, tangannya harus diperban dan tidak boleh digerakkan dengan sembarangan."Masih sama... Tidak ada kemajuan, semalam, nona tidak menyentuh makanan malamnya," jelas dokter Lucia yang diakhiri dengan sebuah helaan napas.Alvin mengetatkan rahangnya.Ia cemburu, sungguh cemburu!Bagaimana bisa istriny
"Apa anda yakin ingin menjual rumah anda, nyonya? Rumah anda sangat indah, anda mungkin tak akan bisa mendapatkannya kembali jika anda menjualnya kepada saya," ucap seorang wanita yang berada di samping Kanaya tanpa bisa mengalihkan tatapan takjubnya dari rumah megah Kanaya yang hendak dibelinya. "Saya yakin sekali ingin menjual rumah saya. Saya dan keluarga kecil saya ingin pindah ke tempat yang lebih sepi," jawab Kanaya tak kalah ramahnya. "Ah... semoga anda bisa menemukan rumah impian anda," ucap wanita itu sembari tersenyum. Kanaya menganggukkan kepalanya dengan mantap. Setelah percakapan singkat itu, Kanaya langsung menyerahkan kunci rumah yang telah ditempatinya bersama Alvin selama beberapa tahun terakhir kepada wanita tersebut. Wanita itu juga menyerahkan selembar cek ke depan Kanaya. Kanaya lantas membiarkan wanita itu melangkahkan
"Mereka belum memanggilku, jadi aku menghabiskan waktuku untuk bersenang-senang disini. Lagipula, Madrid lebih baik daripada Sisilia," ucap Loco sembari menampilkan senyumannya.Apa yang dikatakan oleh Loco itu memang benar adanya. Dibandingkan tinggal di Sisilia, Loco lebih suka tinggal di Madrid. Di Madrid, Loco tak perlu repot-repot memikirkan tentang nyawanya yang mungkin saja bisa hilang kapan saja, namun saat dia berada di Sisilia, untuk tidur 2 jam saja, rasanya Loco tidak mampu.Rasa antisipasi milik pria itu sangat tinggi ketika berada di Sisilia. Mungkin hal itu karena Loco adalah seorang penjahat buronan yang selalu menjadi target para polisi Sisilia. Selain itu, Sisilia juga terkenal dengan angka tindak kriminalnya yang sangat tinggi. Meskipun Loco adalah seorang penjahat, namun ia juga mewaspadai teman se pekerjaan nya... well... karena dalam dunia kejahatan, tidak ada satupun orang yang bisa kau percayai. Semua orang adalah musuh mu.
"Tiket," ucap seorang bodyguard bertubuh tambun yang sedang berjaga di pintu masuk yacht. Bodyguard itu dan satu teman nya yang lain bertugas untuk mengawasi tamu-tamu yang masuk ke dalam pesta yacht ini. Mereka harus memastikan bahwa di antara tamu-tamu itu, tidak terselip satu orang anggota kepolisian yang sangat nasionalis, karena hal itu akan membawa petaka bagi pemilik bisnis yang mengadakan pesta yacht ini."2 VVIP," ucap Loco sembari menyodorkan dua tiket berwarna hitam dengan tulisan berwarna gold yang menambah kesan elegan tiket itu.Bodyguard bertubuh tambun itu langsung mengambil tiket itu dan mengecek keaslian masing-masing tiket itu dengan melakukan pengecekan terhadap kode QR yang terdapat di tiket itu.Setelah memastikan bahwa tiket itu adalah tiket asli, bodyguard itu langsung menyerahkan kedua tiket itu kepada teman bodyguard nya yang lain. Namun, nampak nya, pengecekan identi
Berhari-hari semenjak kejadian malam peringatan hari tunangan Alvin dan Kanaya yang kedua tahun itu, hubungan antara Alvin dan Kanaya semakin merenggang. Sudah berhari-hari juga, Alvin selalu pulang terlambat ke rumah mereka dan pergi ke perusahaannya pagi-pagi sekali.Awalnya, Kanaya mengira jika Alvin melakukan hal itu karena pria itu sedang memiliki proyek besar yang sangat membutuhkan dirinya. Namun, lagi-lagi semua itu hanya pikiran naif Kanaya. Dari Loco, Kanaya tau jika suaminya itu beberapa kali menghabiskan waktunya bersama dengan Claudia.Terkadang, mereka akan bertemu di perusahaan Alvin, di rumah Claudia atau di tempat-tempat umum seperti restoran dan café mahal yang pastinya sudah dibooking seluruhnya oleh Alvin. Sepertinya, pria itu tak ingin pertemuan mereka diketahui oleh publik. Cih!Jujur, hati Kanaya sangat sakit ketika mendengar hal itu dari Loco. Namun, Kanaya
"Permintaanku kali ini... aku harap... pria yang saat ini sedang bersamaku, dapat membalas perasaanku kepadanya," ucap Claudia penuh keyakinan sembari menatap wajah Alvin dari samping.Alvin yang mendengar ucapan Claudia itu langsung mengernyitkan dahinya. Pria itu menolehkan wajahnya ke samping agar dirinya bisa melihat seluruh wajah Claudia."Maaf... tapi sepertinya permintaanmu itu tidak akan pernah menjadi nyata," ucap Alvin.Glek.Claudia menegak ludahnya dengan kasar."Aku sudah menikah, Claudia. Aku adalah pria yang sudah beristri."Rasa panas menjalari punggung Claudia. Ia sangat malu, sangking malunya, wanita itu tak berani menatap mata Alvin.Astaga... bagaimana kata-kata memalukan itu bisa keluar dari mulut Claudia? Nampaknya, Claudia memang sudah benar-benar kehilangan akalnya."Tapi... aku t
Aku sudah berada di bawah. Kau cepatlah keluar. Aku tidak memiliki banyak waktu.Claudia tidak bisa menahan senyumannya ketika dirinya menerima email dari Alvin. Well... perlu kalian tau, sampai sekarang, baik Alvin dan Claudia tak pernah saling bertukar nomor ponsel. Claudia sangat ingin mendapatkan nomor ponsel pria itu, tapi ia sangat segan untuk memintanya selain itu, ia takut dikira wanita murahan oleh pria itu.Sejujurnya, Claudia tidak menyangka jika Alvin akan menerima permintaannya itu.FLASH BACK."Cepat katakan! Aku tidak memiliki banyak waktu," ucap Alvin sembari melempar tatapan tajamnya kepada Claudia.Claudia menggigit bibir bawahnya. Ia sudah memiliki satu permintaan. Permintaan yang mungkin akan mengubah hubungan mereka."Jika aku meminta waktumu, apa kau akan memberikannya kepadaku?" tanya Claudia dengan berani seolah-olah urat
"Sssshhh..."Claudia meringis kecil, ketika dirinya merasakan sensasi dingin dari batu es yang diusap-usap kecil di atas pipinya yang sudah membiru."Saya minta maaf atas nama istri saya. Sejak dulu, Kanaya memang tidak pernah bisa mengontrol emosinya," ucap Alvin sembari menekan-nekan batu es yang sudah dilapisi dengan sebuah kain ke pipi Claudia yang sudah membiru akibat tamparan maha dahsyat dari istrinya, Kanaya."Saya juga ingin minta maaf... Jika saya menjelaskan kedatangan Alvin kesini, pasti nyonya Dominguez tidak akan marah dan... dan... Alvin serta nyonya Dominguez pasti tidak akan bertengkar. Ini semua salah saya," ucap Claudia sembari menundukkan kepalanya.Alvin menghela nafasnya dengan kasar.Jika diingat-ingat, semua masalah ini disebabkan oleh Alvin sendiri. Andai saja tadi malam ia tidak bertemu dengan Claudia di Club, andai saja pagi
Brumm... Brumm... Brumm...Kanaya menambah kecepatan motor milik Loco yang saat ini sedang dikendarainya. Jika diingat-ingat, sudah lama rasanya Kanaya tidak menaiki motor apalagi mengendarainya. Semenjak menikah dengan Alvin, Kanaya selalu dimanjakan dengan berbagai macam mobil mewah, helikopter dan jet pribadi. Meskipun di dalam garasi rumah mereka terdapat motor, namun motor itu hanya satu dari sekian koleksi pribadi milik Alvin dan Alvin tak pernah membiarkan Kanaya untuk menaiki motor itu.Well... nampaknya Alvin lebih menyayangi motor itu dibandingkan istrinya sendiri.Tak perlu waktu lama, kini motor yang dikendarai oleh Kanaya itu sudah berhenti di depan sebuah kawasan perumahan yang tidak terlalu mewah namun lumayan besar.juga ingin masuk? Saya akan men-"Plak!Sebuah tamparan keras mendarat dengan mulus di pipi put
Kanaya menatap ponselnya yang saat ini sedang menghubungkan panggilan kepada Loco. Loco adalah satu-satunya orang yang bisa diandalkan Kanaya saat ini. Awalnya, Kanaya ingin menelpon Alan dan meminta bantuan dari pria itu agar mengeluarkannya dari rumah ini, namun setelah berpuluh-puluh kali percobaan, panggilan itu tak pernah diangkat oleh Alan. Sama seperti terakhir kali Kanaya menelponnya."Halo."Kanaya menghela nafasnya lega saat dirinya mendengar suara Loco."Kau ada dimana?" tanya Kanaya saat mendengar suara berisik dari ujung panggilan itu."Sedang melatih anak-anak," ucap Loco gamblang.Well... Kalian perlu tau, selain menjadi salah satu tangan kanan Kanaya, Loco juga merupakan seorang penjahat dunia bawah yang sangat ditakuti dan disegani. Oleh dunia bawah, dirinya dijadikan panutan dan sekarang, Loco sudah dipilih untuk menjadi pemimpin anak-anak dunia ba