Brugh!Tubuh Gallen bergedebuk, jatuh ke lantai. Ia meringis, menahan sakit pada sikunya yang terbentur.Jerit histeris Nick dalam mimpi membuat jiwanya ikut kaget. Rupanya ia terlelap ketika ia masih asyik berkutat dengan cincin permata milik Nick.Posisi duduknya tidak stabil.Gallen duduk bersila di atas lantai sembari memijat pelipis. Kepalanya pusing."Sial! Siapa sebenarnya Nyonya Kedua itu? Aku memimpikannya, tapi masih belum bisa melihat wajahnya."Gallen merutuki takdir mimpi yang seolah sedang mempermainkan dirinya.Dia bisa mengenali wajah Nick dengan cukup jelas, tetapi dua orang lainnya terlihat seperti tayangan klise film.Entah apa yang mereka perdebatkan di dunia mimpi itu. Psikis Gallen hanya mampu merasakan emosi kental milik Nick. Sebuah penyesalan yang mendalam dan juga kemarahan yang tertahan.Nick mati dalam kegelisahan. Ya. Lelaki malang itu tidak bisa meninggalkan dunia ini dengan tenang. Ada beban batin yang
"Atur agar aku bisa secepatnya masuk ke sana!""Siap, Bro. Aku butuh tanda tanganmu."Kenzie membentangkan helaian berkas di atas meja. Sebelum ujung jari Gallen menyentuh berkas tersebut, Kenzie menarik kembali. Ia bertanya dengan wajah serius, "Kau yakin mau bekerja sebagai cleaning service?" Gallen merampas lembaran kertas yang dilarikan Kenzie. Ia berkata tegas, "Aku tak peduli. Selama pekerjaan itu dapat melancarkan jalanku untuk balas dendam, apa pun akan kulakukan." "Tapi ... itu posisi cleaning service, Bro!" "Tak masalah. Justru posisi itu memberi peluang padaku untuk bergerak bebas." Saat itulah Kenzie sadar bahwa kemampuan berpikir Gallen selalu mengungguli daya nalarnya. Ia hanya berpikir posisi itu tidak pantas untuk Gallen. Rasanya tidak masuk akal seorang presiden direktur perusahaan besar, yang juga pemilik GK Group merendahkan diri dengan bekerja sebagai petugas cleaning servic
"Anda terlalu sungkan, Nona! Aku hanya melakukan hal yang memang sudah sepantasnya dilakukan oleh setiap pria."Binar cerah yang melingkupi rona muka Ara seketika berubah mendung setelah mendengar tanggapan Gallen.Gallen tak dapat melihat perubahan warna langit di hati Ara. Jadi, dia tetap bersikap santai saat melanjutkan perkataannya."Apa Tuan Guntur yang meminta Anda untuk menghubungiku?""Aku menolak untuk menjawab sebelum Anda mengubah cara Anda memanggilku!" rajuk Ara.Sedari kecil ia terbiasa mendapatkan apa pun yang diinginkannya. Orang tuanya akan memenuhi segala permintaannya tanpa ragu.Hal itu menyebabkan Ara tumbuh menjadi gadis yang sangat keras kepala. Ia tidak akan berhenti merengek dan selalu memikirkan berbagai cara untuk mendapatkan keinginannya.Namun, di balik sikap keras kepala yang terkesan egois, sisi positifnya justru menjadikan Ara sebagai gadis muda yang pantang menyerah dan kreatif.Tak heran ia mendapatkan kepercayaan untuk m
"Sulit dipercaya Bellona Hopkins menjadi salah satu bakal calon tersangka. Kau juga berpikir begitu, bukan?"Regan berusaha mendapatkan jawaban jujur dari membaca raut muka Gallen."Entahlah. Aku tidak begitu mengenalnya," sahut Gallen dengan nada datar."Hei! Jangan bilang selama ini kau hidup di planet lain hingga tak tahu siapa itu Bellona Hopkins!""Memang! Em ... maksudku, aku menghabiskan hampir setengah dari umurku di luar ne ... em ... di luar kota ini."Gallen menggaruk leher dengan jari telunjuk. Hampir saja dia keceplosan mengatakan riwayat tempat tinggalnya selama satu dekade terakhir."Aku juga tidak begitu tertarik dengan pergaulan kelas atas.""Selamat! Hidupmu pasti terasa damai dan menyenangkan."Gallen memandangi Regan dengan tatapan yang dalam. Lelaki muda itu terlihat jujur dan tulus."Setiap orang menikmati potongan kuenya masing-masing. Sesuai selera atau tidak, syukuri dan nikmati saja!""Haha ... kau benar! Jangan sampai puny
"Faly, berhentilah menggoda kakakmu. Makanan di meja akan dingin kalau dibiarkan lebih lama."Gallen merasa baru saja diselamatkan dari puing-puing reruntuhan gedung bertingkat. Ayahnya memang pahlawan sejati!Bergegas ia melarikan diri mendekati Ghifari untuk menghindari tatapan tajam dari Faly."Terima kasih, Ayah. Aku sangat mencintaimu!" Gallen mendekap Ghifari, seperti seorang bocah yang baru saja diberi hadiah. "Maaf, malam ini aku tidak bisa menemani Ayah makan malam."Sebelum dihantam oleh gelombang tanya dari Falisha, Gallen beranjak menuju pintu depan."Gallen!"Telapak kaki Gallen terpatri di lantai. Ghifari memanggilnya. Apakah lelaki itu tidak mengizinkan dirinya untuk pergi? Bagaimanapun, ia telah melanggar aturan keluarga yang selama ini berkomitmen untuk selalu menyempatkan diri berkumpul pada waktu sarapan dan makan malam.Gallen balik badan dan mencoba tersenyum dengan tenang. "Ya, Ayah.""Jaga dirimu baik-baik!"Ya Tuhan! Nap
Udara malam berembus kian dingin. Gallen dapat merasakan duri-duri halus mencuat dari setiap pori-pori kulitnya yang bersembunyi di balik jaket.Gumpalan kabut putih kian berjejalan setiap kali Gallen dan Sadikin saling bersahutan kata.Lelah berdebat dengan si penjaga yang telah kehilangan nuraninya sebagai manusia, Gallen menyerah.Berjuang melawan dinginnya cuaca, Gallen mengeluarkan ponsel dari saku. Kulitnya bagaikan mandi es begitu bersentuhan dengan udara.Melihat apa yang akan dilakukan Gallen, sudut bibir Sadikin mencebik, "Mau menelepon Tuan Guntur dan Nona Ara? Hahaha ... mereka tidak akan peduli padamu!"Gerakan jemari Gallen yang sedang menggulir nomor kontak terhenti sejenak. "Kau akan tahu setelah aku mencobanya.""Heh! Sekali aku bilang mereka tak akan peduli, selamanya akan begitu. Camkan itu!""Tuan Guntur dan Nona Ara memang mengundang seseorang malam ini, tapi itu bukan kamu!""Setiap tamu Tuan Guntur pasti datang ke sini deng
"Aduh! Mampus aku!"Keringat sebesar butiran jagung menggelinding jatuh dari pelipis Sadikin.Jemarinya tak lagi mampu memutar kunci dengan benar. Setelah membukakan pintu untuk Joe dan mengusir Gallen, ia sengaja memasang gembok.Apesnya! Sang Nona Muda menelepon dan memaki habis dirinya begitu tahu bahwa dialah penyebab keterlambatan Gallen untuk hadir memenuhi undangannya.Sekarang, dia harus secepatnya menemukan dan mengawal Gallen untuk bertemu dengan sang majikan.Sadikin menghela napas lega saat melihat Gallen belum pergi jauh. Lelaki berbaju lusuh dan terlihat kumuh itu berdiri membelakanginya. Sibuk bercengkerama melalui sambungan telepon.Berdiri dua langkah di belakang Gallen, Sadikin tak berani bersuara hingga Gallen mengakhiri percakapannya."Tuan! Tolong, maafkan kebodohan saya!"Entah ke mana perginya arogansi Sadikin yang tadi begitu meraja lela. Wajahnya kini tertekuk kuyu, dipenuhi rasa bersalah.Sikap semena-mena dan sok ku
Atmosfer di meja makan sedikit mencekam bagi pemilik jiwa yang dipenuhi dengki.Kerlingan mata penuh kebencian milik Joe tak pernah bergeser dari sosok Gallen.Kalau saja kedua mata itu mampu menembakkan sinar laser, tubuh Gallen pasti sudah sejak tadi hancur menjadi serpihan debu. Menghilang tanpa jejak terbawa embusan angin."Jangan malu-malu! Anggap saja di rumah sendiri!" Silvana menyodorkan sepiring potongan ayam bakakak panggang ke hadapan Gallen.Ara yang duduk di samping Gallen segera menyambar peluang itu untuk melayaninya, layaknya seorang istri yang sangat berbakti pada suami.Pipi Ara terasa panas dan bersemu merah ketika ia menaruh sepotong ayam di atas piring Gallen. Perasaannya campur aduk, senang sekaligus malu.Saat ujung jarinya tanpa sengaja bersentuhan dengan kulit Gallen, ia merasakan sensasi geli yang sangat aneh.Ribuan semut seakan menjalari seluruh jaringan saraf di sekujur tubuhnya. Bermuara pada satu titik di bawah
"Nyonya Bellona Hopkins?!" seru Gallen, kaget. "Tidak. Anda datang pada waktu yang tepat. Mari bergabung bersama keluargaku!""Iya, Nyonya. Ayo duduk sini!" Kimi menjemput Bellona."Terima kasih!" Bellona merasa terharu dengan sambutan Gallen dan keluarganya. "Sebenarnya, aku ke sini ingin minta maaf pada Gallen atas namaku dan juga Atha. Aku terlalu serakah dan mementingkan anakku.""Seorang ibu selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Itu bisa dimaklumi, Nyonya," sahut Gallen. "Kami juga minta maaf karena telah melaporkan Anda dengan beberapa tindak kejahatan yang tidak Anda lakukan."Wajah Gallen kecut, merasa bersalah."Itu bukan kesalahanmu sepenuhnya. Wanita berhati iblis itu yang sangat pandai menipu orang." Muka Bellona menggelap. "Kalau aku tahu Bibi Rose menggunakan wajahku untuk berbuat jahat, aku pasti telah lebih dulu menyeretnya ke penjara. Dia benar-benar licik!""Dia pasti mempelajari keterampilan make-up saat berada di Korea Selatan," timpal Kimi."Betul. Itu ar
Gallen melangkah gontai memasuki rumah. Ia melewati Grizelle yang duduk santai di ruang tengah begitu saja.Namun, ketika sudut matanya menangkap bayang Grizelle saat hendak menaiki tangga, ia berbalik.Tanpa malu-malu ia merebahkan diri dan meletakkan kepala di pangkuan Grizelle yang duduk berjuntai di atas sofa.Grizelle mengelus rambut Gallen yang jatuh ke kening."Kamu dari mana saja? Aku sangat khawatir. Teleponmu tidak aktif."Gallen merogoh saku, mengeluarkan ponsel. "Ck! Baterainya habis.""Sini! Kubantu mengisikan dayanya.""Nanti saja! Aku masih mau seperti ini." Gallen menaruh ponsel di atas meja, lalu melingkarkan lengan pada pinggang Grizelle.Saat hatinya sedang galau dan pikiran kacau, berbaring di pangkuan Grizelle bikin nyaman.Wangi vanila berpadu dengan aroma alami tubuh Grizelle menghadirkan perasaan tenang di hati Gallen.Setelah cukup lama menikmati kehangatan pangkuan Grizelle, Gallen bangkit. Mengecup kening Grizelle."Terima kasih. Bersamamu, aku selalu merasa
"Kenapa? Kaget? Hahaha ...."Wanita itu tak peduli dengan keberadaan polisi dan tangannya yang terbogol. Ia tertawa, seperti telah kehilangan kewarasannya.Gallen bukan hanya kaget, tapi syok. Tak menyangka orang yang selama ini dikenalnya begitu baik dan berada di pihaknya, ternyata merupakan dalang dari segala kemalangan yang menimpa keluarganya."Bibi Rose, katakan bahwa ini tidak benar!""Hahaha ... sayangnya, inilah kenyataannya."Gallen menggeleng-geleng. Masih sulit memercayai kebenaran yang terpampang di depan mata."Kenapa, Bi? Bukankah nenekku selalu memperlakukan Bibi dengan baik?"Gallen masih ingat, walaupun samar, neneknya tidak pernah memperlakukan Bibi Rose dengan kasar.Rianna bahkan memercayai Bibi Rose menjadi pelayan pribadinya. Neneknya bahkan tak pernah perhitungan dalam membelikan pakaian dan memenuhi kebutuhan Bibi Rose.Tapi lihat balasan yang diberikan wanita itu! Hanya pengkhianatan terhadap keluarganya."Baik? Cih! Nenekmu bahkan lebih licik dari seekor rub
"Bro, target memasuki perangkap. Kau ingin melihat langsung?""Aku sudah berada di lokasi. Di mana kau?"Gallen berdiri di belakang sebuah tiang besar, mengawasi seorang wanita yang baru saja turun dari mobil.Wanita itu memakai setelan tunik dan celana panjang yang terlihat modis. Sehelai masker dan kacamata hitam berbingkai lebar menutupi wajahnya yang lonjong.Sebuah topi bulat dengan hiasan sekuntum bunga teratai mekar meneduhi wajahnya yang tersembunyi dari terik matahari."Arah jam sembilan."Gallen mengerling ke titik yang disebutkan. Tampak bayangan Regan duduk di belakang roda kemudi, berlagak sedang membersihkan dashboard. Namun, matanya sering kali mengerling ke pintu gerbang."Aku pada titik jam satu."Pandangan keduanya segera bertemu begitu Gallen menutup panggilan telepon.Regan tersenyum seraya mengangguk ringan.Wanita itu telah memasuki lobi hotel. Regan mengikuti dari belakang layaknya juga seorang pengunjung.Gallen berjalan memutar. Memasuki hotel lewat pintu khusu
"Laura, memaafkan dan kembali bersama adalah dua hal yang berbeda! Jangan mengharapkan lebih dari apa yang dapat kuberikan dan pantas untuk kau dapatkan!"Binar di mata Laura sirna seketika. Tatapannya luruh ke tanah."Tapi aku masih sangat mencintaimu, Gallen! Tak bisakah kamu menceraikan istrimu dan kembali padaku?""Laura, rumah tangga bukan hanya tentang rasa cinta, tapi tentang komitmen dan saling percaya."Cinta adalah ungkapan rasa hati. Dan asal kau tahu, hati itu sangat rapuh. Mudah sekali terbolak-balik, seperti musim yang terus berganti."Sementara komitmen adalah keteguhan hati dalam memegang janji suci. Tak peduli sekuat apa semesta mengguncangnya, ia tak akan berubah. Tetap setia melewati berbagai cobaan dan rintangan."Namun, sekali komitmen itu hancur, maka yang tersisa hanyalah serpihan tak berwujud, dan tak akan pernah bisa kembali utuh seperti semula."Kau bukan hanya telah menghancurkan komitmen cintamu denganku, Laura, tapi juga telah membuangnya. Apa lagi yang bi
Hening!Orang itu tak menyahuti perkataan Gallen. Ia sama sekali tak membantah tuduhan Gallen."Siapa kau?"Gallen menekan beberapa titik di punggung orang itu dengan gerakan cepat. Mengunci tubuhnya agar tak bisa melarikan diri."Kamu apakan badanku, hah?! Lepaskan aku!"Gallen terkesiap. Ternyata sosok yang bersembunyi di balik coat panjang dengan kepala tertutup hoodie lebar itu adalah seorang perempuan."Kau tidak akan ke mana-mana sebelum aku mendapatkan apa yang kuinginkan darimu," bisik Gallen, dengan nada penuh penekanan.Beberapa pasang mata, dari orang-orang yang melintas hendak keluar masuk Rumah Sakit, mengerling curiga pada Gallen.Gallen pindah ke hadapan wanita itu. Tegak dengan sebelah tangan bersembunyi dalam saku celana.Posisi mereka seperti dua orang kenalan yang saling bercengkerama.Keinginan wanita itu untuk kabur dari Gallen melebihi kuatnya terjangan ombak yang mengempas batu karang. Sayang, sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan."Tolong, lepaskan aku! Aku janj
"Ada apa ini? Kenapa semua terlihat canggung?" tanya Grizelle, merasa tak enak hati karena masuk tanpa mengetuk pintu."Ah, itu hanya perasaanmu saja!"Gallen menyongsong Grizelle, mengambil alih tas berukuran kecil, yang berisi pakaian Kimi."Instingku tak pernah salah," bisik Grizelle. "Aura ruangan ini agak aneh."Gallen tersenyum simpul. Ia akui Grizelle memiliki kepekaan yang luar biasa. Pantas saja ia tak pernah gagal dalam menyelidiki kasus kliennya."God! Ayah juga di sini?" seru Grizelle, bergegas menyalami Grath. "Huh! Sekarang aku tahu kenapa ruangan ini terasa aneh. Ternyata Adam dan Hawa bertemu kembali setelah terlempar dari surga ke belahan dunia yang berbeda.""Greeze, apa yang kamu katakan?" Pipi Kimi merona merah.Perumpamaan yang disematkan Grizelle pada dirinya dan Grath menurutnya terlalu berlebihan."Wah, Ayah juga sudah sembuh? Luar biasa! Memang ya ... lelaki akan melupakan segala rasa sakit dan kesedihannya begitu melihat senyum menawan sang istri," imbuh Griz
"Penjahat seperti David Kyler tidak akan mampu menyentuhku, Bu. Ibu tidak perlu mencemaskan aku. Pikirkan saja kesehatan Ibu! Ibu harus segera sembuh.""Kamu juga tidak perlu mengkhawatirkan aku secara berlebihan."Gallen meraih jemari Kimi. "Bu, aku takut. Jika terjadi sesuatu yang buruk pada Ibu, aku akan merasa bersalah seumur hidup. Aku akan dihantui perasaan menyesal.""Gallen, tidak ada yang perlu disesali dari sebuah takdir. Cepat atau lambat, kita semua akan meninggalkan dunia ini.""Aku tahu, Bu. Tapi aku akan menyesal karena aku belum sempat mempertemukan Ibu dengan ayah.""Kamu tidak perlu melakukan itu, Gallen." Kimi melengos. Matanya terasa panas."Kenapa? Apa Ibu tak lagi mencintai ayah?""Bukan. Bukan karena itu. Seumur hidupku, aku hanya mencintai satu orang pria. Dan Pria itu adalah ayahmu."Aku tidak pernah mencintai lelaki lain, dan tidak akan pernah bisa.""Tapi, kenapa Ibu tidak mau bertemu dengan ayah? Selama ini ayah juga menderita, Bu."Kimi berusaha untuk dudu
Bugh!Tendangan Gallen melempar David hingga menghantam dinding dan menyebabkan dinding itu jebol."Bawa dia!" titah Gallen pada dua orang anak buah Kenzie yang menonton aksinya."S–siap, Komandan!"Mereka gugup melihat kehebatan Gallen. Tak terbayang jika mereka yang berada di posisi David. Mengerikan.Cepat-cepat mereka mengangkat sosok David yang tergeletak di tanah.Suara dering ponsel memecah kesunyian di kamar isolasi Grath.Thomas meninggalkan komputer yang memuat laporan perkembangan kesehatan Grath. Berjalan sedikit menjauh setelah membaca nama Gallen pada layar monitor."Firasatku tidak enak menerima panggilan telepon darimu pagi-pagi begini," ujar Thomas dengan suara lirih."Apa istriku bersama Kakek? Aku tidak bisa menghubunginya.""Tidak. Ada apa?""Kek, kalau Grizelle datang menemui Kakek, tolong minta dia untuk ke rumah ibuku, mengambil baju. Ibuku dirawat di Rumah Sakit.""Ibumu dirawat?! Apa yang terjadi? Apa dia baik-baik saja?""Ceritanya panjang, Kek. Aku masih ada