"Menurutmu, siapa lelaki yang kembali ke rumah kakek?" tanya Grizelle.Otaknya bekerja keras mencocokkan bentuk tubuh lelaki itu dengan penghuni rumah Stephen.Gallen mengedikkan bahu. "Akan kuselidiki nanti.""Kamu kok santai sekali?""Greeze, Sayang ... menangkap hewan buruan itu tidak bisa dengan gerakan yang sangat kentara. Dia akan menyadari dan segera berlari. Kita harus bergerak pelan dan diam-diam. Begitu ada kesempatan pada waktu yang tepat, baru melesatkan anak panah.""Ya, ya. Urusan buru memburu, kamu memang lebih hebat dariku.""Kemampuanmu juga tidak buruk. Kalau kau meningkatkan porsi latihanmu, aku yakin kemampuanmu bakal berkembang pesat.""Sayang sekali aku telah terusir dari rumah nenek," keluh Grizelle. Wajahnya sendu. Namun, sedetik kemudian berubah cerah."Hei, kamu kan The Death Angel, berarti ...." Grizelle menatap Gallen dengan menaikturunkan alis. Membiarkan lelaki itu menebak sendiri apa yang ingin dikatakannya.Gemas. Gallen mencubit pipi Grizelle. "Kau bol
"Cih! Gerakanmu sangat lamban!"Gallen berkelit menghindari serangan Grizelle. Kemudian ia melompat, menyambar pasangan jo yang ditinggalkan Grizelle.Tak! Tuk! Tak! Tuk!Bunyi tongkat kayu saling beradu menggerung. Menyalurkan kekesalan Grizelle yang tak kunjung berhasil mendaratkan serangan pada tubuh Gallen.Padahal, sedari dulu impian terbesarnya adalah mampu memukul jatuh The Death Angel, walau sekali saja."Ck! Ck! Ck! Kemampuan tarung The Death Shadow menurun jauh," ledek Gallen, membuat darah Grizelle mendidih hingga ke ubun-ubun."Rasakan ini! Hiyaat!" Grizelle melompat.Kakinya mengincar dada Gallen, sementara jo di tangannya menyasar kepala.Gallen menyeringai menatap wajah tegang Grizelle yang terbakar amarah.Gadis itu masih tak berubah. Tetap menggebu-gebu dan tak menerima kekalahan.Gallen menangkis serangan tongkat Grizelle dengan mengerahkan separuh tenaga.Begitu dua kayu berbenturan, Grizelle merasakan tangannya kesemutan. Tongkat di tangannya terbang menghantam din
"Kalian sangat keterlaluan. Kalian datang kemarin malam, tapi tidak berinisiatif untuk menyapaku. Apa kalian masih menganggapku kakek?" sembur Stephen dengan tatapan ingin mencabik-cabik Gallen. Mereka duduk di ruang tengah."Kami datang cukup larut kemarin malam. Kakek mungkin sudah tidur. Kami tidak tega mengganggu Kakek. Lagi pula, kami sangat lelah dan langsung tidur." Gallen menyahut dengan tenang. Ia sudah menduga hal seperti ini akan terjadi "Kalian juga melewatkan waktu untuk sarapan bersamaku. Alasan apa lagi yang kalian jadikan alibi?"Gallen dan Grizelle saling lirik. Duduk berdampingan menghadapi kemurkaan Stephen.Lelaki sepuh itu benar-benar kecewa mengetahui bahwa Gallen dan Grizelle datang diam-diam tanpa menemuinya."Ini akhir pekan, Kek. Kami terbiasa memanfaatkan momen akhir pekan untuk olahraga pagi. Kakek juga sudah tahu itu, kan? Ini bukan pertama kalinya kami menginap di sini," jelas Gallen panjang lebar.Tak satu pun perkiraannya meleset. Stephen tak melewatka
"Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi. Semua sudah sangat jelas.""Gallen, ini ... ini cuma salah paham. Aku—""Laura! Apa perlu kupanggilkan security untuk membantumu berkemas dan menyeretmu keluar dari kantor ini?""Gal—""Protes sekali lagi aku tidak hanya akan memecatmu, tapi juga akan memintamu untuk mengembalikan semua uang yang kau ambil dari perusahaan beserta gaji butamu sepuluh kali lipat!"Nyali Laura menciut. Dengan lutut gemetar ia melangkah mundur. Saat ia berbalik hendak membuka pintu, suara Gallen kembali menggelegar."Satu lagi, jangan pernah mengaku-ngaku sebagai calon istriku. Sampai kapan pun aku tidak tertarik untuk menikahimu. Aku sudah punya istri. Dan itu bukan kamu!"Ah, Gallen menyesali keputusannya yang telah menyetujui permintaan Grizelle untuk merahasiakan status hubungan mereka di kantor.Kalau tidak, ia akan dengan senang hati memamerkan kemesraannya dengan Grizelle di depan mata Laura. Biar wanita ular itu tahu bahwa dia tidak ada apa-apanya bila diband
"Greeze, t–tolong ... tenang ya! Tahan amarahmu. A–aku akan ceritakan semua hal tentang Laura. K–kau boleh mencecarku dengan pertanyaan sesukamu. T–tapi ... tolong ... beri aku kesempatan untuk menjelaskan!"Grizelle tetap bungkam. Menatap dengan sorot mata tak terbaca pada Gallen. Air mukanya tak beriak marah. Akan tetapi, justru tampilan wajah dingin dan datar itu yang menyebabkan keresahan hati Gallen makin tak keruan.Tanpa sadar Gallen mengelus dada seraya memejamkan mata lantaran kaget, ketika Grizelle menikam buku catatan kosong di atas mejanya dengan mata pena dalam genggamannya.Terdengar suara kertas dirobek kasar. Memaksa Gallen untuk kembali membuka mata. Khawatir kalau Grizelle melampiaskan kecemburuannya dengan merobek dokumen penting yang belum sempat ia baca."Jangan lakukan itu, Greeze!" teriak Gallen spontan. Berusaha menjangkau tangan Grizelle.Grizelle berbalik, menyodorkan sehelai potongan kertas, tepat di depan wajah Gallen."Temui aku di alamat yang tertera di ke
"Mau apa lagi kamu balik ke sini? Belum puas kamu memasukkan kakakku ke penjara, hah?! Kamu sudah diusir dari rumah ini. Pergi!" Kepala Miranda bertanduk melihat orang yang membunyikan bel ternyata Grizelle—sepupu yang sangat dibencinya.Ia berdiri di tengah pintu dengan kedua tangan terentang."Mana nenek?" Grizelle mengabaikan kemarahan Miranda. Ia menepis lipatan siku Miranda dengan tangan, lalu menerobos masuk.Miranda terhuyung ke belakang. Nyaris saja ia terjengkang kalau tangan kirinya tidak mencengkeram bingkai pintu dengan kuat."Lancang! Keluar kamu, Grizelle!" Miranda memburu Grizelle."Ini rumahku. Aku yang menentukan siapa yang boleh datang dan pergi. Bukan kau!" Erina tegak di tengah tangga. Sebelah tangannya berpegangan pada pembatas tangga."Nenek, kenapa Nenek selalu membela anak tak tahu malu itu? Dia jahat, Nek! Dia yang telah menjebloskan Tristan ke penjara!""Miranda, kakakmu pantas menerima hukuman atas tindak kriminal yang dilakukannya. Jangan pernah menyalahkan
"Ada apa ini? Apa rumah ini telah beralih fungsi menjadi rumah singgah untuk menampung para gembel?""Abizam! Jaga ucapanmu! Mereka keponakanmu!" Erina meradang.Datang-datang Abizam menyinggung Gallen dan Grizelle dengan kata-kata pedas."Apa?! Tidak salah, Bu?" Abizam mengorek kuping. "Orang yang memasukkan anakku ke penjara di mataku adalah penjahat."Erina menggeleng. Tatapannya sendu. "Otakmu telah dicuci bersih oleh istrimu. Aku benar-benar kecewa, Abi. Matamu telah dibutakan oleh cinta yang salah setelah mengenal wanita lacur itu.""Dia istriku, Bu! Jangan menghina Claretta hanya demi membela anak sialan itu!""Sayang, maaf, aku pulang terlambat. Ada sedikit pekerjaan yang harus kuselesaikan," seru Claretta yang baru pulang. Dia terdiam. Memandang silih berganti pada wajah tegang Abizam dan Erina.Ketika dia beralih pada Gallen dan Grizelle, tatapannya menusuk. "Heh, gembel! Masih berani kalian menginjakkan kaki di rumah ini setelah apa yang kalian lakukan pada anakku, hah?!""
Ruang tengah rumah Erina hening mencekam.Claretta menyentuh bekas tamparan Abizam di pipinya. Dia melotot, tak percaya suami yang puluhan tahun mencintainya itu tega menamparnya. Di hadapan banyak orang pula.Claretta tergagap, "K–kamu ... menamparku?""Itu hukuman yang terlalu ringan untuk seorang pengkhianat seperti dirimu! Seharusnya aku membunuhmu!" Abizam kembali mengangkat tangan. Namun, Miranda menahannya."Hentikan, Daddy! Kesalahan apa yang mommy lakukan sampai Daddy tega menyakiti mommy?"Abizam menepis tangan Miranda. "Jangan menyentuhku! Darah kotor di tubuhmu membuatku jijik!"Miranda ternganga. Ia syok. "D–Daddy ... apa maksud Daddy?""Tanya mommy-mu dengan siapa ia berzina! Kau dan kakakmu bukan darah dagingku! Mulai detik ini, jangan pernah memanggilku 'daddy'! Aku tak sudi menjadi ayah bagi anak seorang pelacur!""Bohong! Daddy bohong!" Miranda menjerit histeris seraya menutup telinga.Kata-kata tegas dan tajam yang meluncur dari mulut Abizam seperti Pedang Shotel ya
"Nyonya Bellona Hopkins?!" seru Gallen, kaget. "Tidak. Anda datang pada waktu yang tepat. Mari bergabung bersama keluargaku!""Iya, Nyonya. Ayo duduk sini!" Kimi menjemput Bellona."Terima kasih!" Bellona merasa terharu dengan sambutan Gallen dan keluarganya. "Sebenarnya, aku ke sini ingin minta maaf pada Gallen atas namaku dan juga Atha. Aku terlalu serakah dan mementingkan anakku.""Seorang ibu selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Itu bisa dimaklumi, Nyonya," sahut Gallen. "Kami juga minta maaf karena telah melaporkan Anda dengan beberapa tindak kejahatan yang tidak Anda lakukan."Wajah Gallen kecut, merasa bersalah."Itu bukan kesalahanmu sepenuhnya. Wanita berhati iblis itu yang sangat pandai menipu orang." Muka Bellona menggelap. "Kalau aku tahu Bibi Rose menggunakan wajahku untuk berbuat jahat, aku pasti telah lebih dulu menyeretnya ke penjara. Dia benar-benar licik!""Dia pasti mempelajari keterampilan make-up saat berada di Korea Selatan," timpal Kimi."Betul. Itu ar
Gallen melangkah gontai memasuki rumah. Ia melewati Grizelle yang duduk santai di ruang tengah begitu saja.Namun, ketika sudut matanya menangkap bayang Grizelle saat hendak menaiki tangga, ia berbalik.Tanpa malu-malu ia merebahkan diri dan meletakkan kepala di pangkuan Grizelle yang duduk berjuntai di atas sofa.Grizelle mengelus rambut Gallen yang jatuh ke kening."Kamu dari mana saja? Aku sangat khawatir. Teleponmu tidak aktif."Gallen merogoh saku, mengeluarkan ponsel. "Ck! Baterainya habis.""Sini! Kubantu mengisikan dayanya.""Nanti saja! Aku masih mau seperti ini." Gallen menaruh ponsel di atas meja, lalu melingkarkan lengan pada pinggang Grizelle.Saat hatinya sedang galau dan pikiran kacau, berbaring di pangkuan Grizelle bikin nyaman.Wangi vanila berpadu dengan aroma alami tubuh Grizelle menghadirkan perasaan tenang di hati Gallen.Setelah cukup lama menikmati kehangatan pangkuan Grizelle, Gallen bangkit. Mengecup kening Grizelle."Terima kasih. Bersamamu, aku selalu merasa
"Kenapa? Kaget? Hahaha ...."Wanita itu tak peduli dengan keberadaan polisi dan tangannya yang terbogol. Ia tertawa, seperti telah kehilangan kewarasannya.Gallen bukan hanya kaget, tapi syok. Tak menyangka orang yang selama ini dikenalnya begitu baik dan berada di pihaknya, ternyata merupakan dalang dari segala kemalangan yang menimpa keluarganya."Bibi Rose, katakan bahwa ini tidak benar!""Hahaha ... sayangnya, inilah kenyataannya."Gallen menggeleng-geleng. Masih sulit memercayai kebenaran yang terpampang di depan mata."Kenapa, Bi? Bukankah nenekku selalu memperlakukan Bibi dengan baik?"Gallen masih ingat, walaupun samar, neneknya tidak pernah memperlakukan Bibi Rose dengan kasar.Rianna bahkan memercayai Bibi Rose menjadi pelayan pribadinya. Neneknya bahkan tak pernah perhitungan dalam membelikan pakaian dan memenuhi kebutuhan Bibi Rose.Tapi lihat balasan yang diberikan wanita itu! Hanya pengkhianatan terhadap keluarganya."Baik? Cih! Nenekmu bahkan lebih licik dari seekor rub
"Bro, target memasuki perangkap. Kau ingin melihat langsung?""Aku sudah berada di lokasi. Di mana kau?"Gallen berdiri di belakang sebuah tiang besar, mengawasi seorang wanita yang baru saja turun dari mobil.Wanita itu memakai setelan tunik dan celana panjang yang terlihat modis. Sehelai masker dan kacamata hitam berbingkai lebar menutupi wajahnya yang lonjong.Sebuah topi bulat dengan hiasan sekuntum bunga teratai mekar meneduhi wajahnya yang tersembunyi dari terik matahari."Arah jam sembilan."Gallen mengerling ke titik yang disebutkan. Tampak bayangan Regan duduk di belakang roda kemudi, berlagak sedang membersihkan dashboard. Namun, matanya sering kali mengerling ke pintu gerbang."Aku pada titik jam satu."Pandangan keduanya segera bertemu begitu Gallen menutup panggilan telepon.Regan tersenyum seraya mengangguk ringan.Wanita itu telah memasuki lobi hotel. Regan mengikuti dari belakang layaknya juga seorang pengunjung.Gallen berjalan memutar. Memasuki hotel lewat pintu khusu
"Laura, memaafkan dan kembali bersama adalah dua hal yang berbeda! Jangan mengharapkan lebih dari apa yang dapat kuberikan dan pantas untuk kau dapatkan!"Binar di mata Laura sirna seketika. Tatapannya luruh ke tanah."Tapi aku masih sangat mencintaimu, Gallen! Tak bisakah kamu menceraikan istrimu dan kembali padaku?""Laura, rumah tangga bukan hanya tentang rasa cinta, tapi tentang komitmen dan saling percaya."Cinta adalah ungkapan rasa hati. Dan asal kau tahu, hati itu sangat rapuh. Mudah sekali terbolak-balik, seperti musim yang terus berganti."Sementara komitmen adalah keteguhan hati dalam memegang janji suci. Tak peduli sekuat apa semesta mengguncangnya, ia tak akan berubah. Tetap setia melewati berbagai cobaan dan rintangan."Namun, sekali komitmen itu hancur, maka yang tersisa hanyalah serpihan tak berwujud, dan tak akan pernah bisa kembali utuh seperti semula."Kau bukan hanya telah menghancurkan komitmen cintamu denganku, Laura, tapi juga telah membuangnya. Apa lagi yang bi
Hening!Orang itu tak menyahuti perkataan Gallen. Ia sama sekali tak membantah tuduhan Gallen."Siapa kau?"Gallen menekan beberapa titik di punggung orang itu dengan gerakan cepat. Mengunci tubuhnya agar tak bisa melarikan diri."Kamu apakan badanku, hah?! Lepaskan aku!"Gallen terkesiap. Ternyata sosok yang bersembunyi di balik coat panjang dengan kepala tertutup hoodie lebar itu adalah seorang perempuan."Kau tidak akan ke mana-mana sebelum aku mendapatkan apa yang kuinginkan darimu," bisik Gallen, dengan nada penuh penekanan.Beberapa pasang mata, dari orang-orang yang melintas hendak keluar masuk Rumah Sakit, mengerling curiga pada Gallen.Gallen pindah ke hadapan wanita itu. Tegak dengan sebelah tangan bersembunyi dalam saku celana.Posisi mereka seperti dua orang kenalan yang saling bercengkerama.Keinginan wanita itu untuk kabur dari Gallen melebihi kuatnya terjangan ombak yang mengempas batu karang. Sayang, sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan."Tolong, lepaskan aku! Aku janj
"Ada apa ini? Kenapa semua terlihat canggung?" tanya Grizelle, merasa tak enak hati karena masuk tanpa mengetuk pintu."Ah, itu hanya perasaanmu saja!"Gallen menyongsong Grizelle, mengambil alih tas berukuran kecil, yang berisi pakaian Kimi."Instingku tak pernah salah," bisik Grizelle. "Aura ruangan ini agak aneh."Gallen tersenyum simpul. Ia akui Grizelle memiliki kepekaan yang luar biasa. Pantas saja ia tak pernah gagal dalam menyelidiki kasus kliennya."God! Ayah juga di sini?" seru Grizelle, bergegas menyalami Grath. "Huh! Sekarang aku tahu kenapa ruangan ini terasa aneh. Ternyata Adam dan Hawa bertemu kembali setelah terlempar dari surga ke belahan dunia yang berbeda.""Greeze, apa yang kamu katakan?" Pipi Kimi merona merah.Perumpamaan yang disematkan Grizelle pada dirinya dan Grath menurutnya terlalu berlebihan."Wah, Ayah juga sudah sembuh? Luar biasa! Memang ya ... lelaki akan melupakan segala rasa sakit dan kesedihannya begitu melihat senyum menawan sang istri," imbuh Griz
"Penjahat seperti David Kyler tidak akan mampu menyentuhku, Bu. Ibu tidak perlu mencemaskan aku. Pikirkan saja kesehatan Ibu! Ibu harus segera sembuh.""Kamu juga tidak perlu mengkhawatirkan aku secara berlebihan."Gallen meraih jemari Kimi. "Bu, aku takut. Jika terjadi sesuatu yang buruk pada Ibu, aku akan merasa bersalah seumur hidup. Aku akan dihantui perasaan menyesal.""Gallen, tidak ada yang perlu disesali dari sebuah takdir. Cepat atau lambat, kita semua akan meninggalkan dunia ini.""Aku tahu, Bu. Tapi aku akan menyesal karena aku belum sempat mempertemukan Ibu dengan ayah.""Kamu tidak perlu melakukan itu, Gallen." Kimi melengos. Matanya terasa panas."Kenapa? Apa Ibu tak lagi mencintai ayah?""Bukan. Bukan karena itu. Seumur hidupku, aku hanya mencintai satu orang pria. Dan Pria itu adalah ayahmu."Aku tidak pernah mencintai lelaki lain, dan tidak akan pernah bisa.""Tapi, kenapa Ibu tidak mau bertemu dengan ayah? Selama ini ayah juga menderita, Bu."Kimi berusaha untuk dudu
Bugh!Tendangan Gallen melempar David hingga menghantam dinding dan menyebabkan dinding itu jebol."Bawa dia!" titah Gallen pada dua orang anak buah Kenzie yang menonton aksinya."S–siap, Komandan!"Mereka gugup melihat kehebatan Gallen. Tak terbayang jika mereka yang berada di posisi David. Mengerikan.Cepat-cepat mereka mengangkat sosok David yang tergeletak di tanah.Suara dering ponsel memecah kesunyian di kamar isolasi Grath.Thomas meninggalkan komputer yang memuat laporan perkembangan kesehatan Grath. Berjalan sedikit menjauh setelah membaca nama Gallen pada layar monitor."Firasatku tidak enak menerima panggilan telepon darimu pagi-pagi begini," ujar Thomas dengan suara lirih."Apa istriku bersama Kakek? Aku tidak bisa menghubunginya.""Tidak. Ada apa?""Kek, kalau Grizelle datang menemui Kakek, tolong minta dia untuk ke rumah ibuku, mengambil baju. Ibuku dirawat di Rumah Sakit.""Ibumu dirawat?! Apa yang terjadi? Apa dia baik-baik saja?""Ceritanya panjang, Kek. Aku masih ada