"Lukman, kebohonganmu hanya akan memberatkan hukumanmu! Bukankah setiap pagi kau mampir ke bank sebelum ke kantor?""Biasanya iya, Pak. Tapi, pagi ini saya izin terlambat karena harus mengantarkan istri saya ke Rumah Sakit.""Sial! Jika bukan kau yang melakukan semua transaksi transfer dana itu, lalu siapa? Tuan Kyler bukan. Aku juga tidak. Aaargh!"Di perusahaan, hanya beberapa petinggi perusahaan yang memiliki akses data keuangan.Jack menjambak rambutnya dengan frustrasi. Nominal uang yang menguap triliunan. Tidak mungkin mereka bisa mengganti uang itu walaupun dengan menjual semua aset pribadi yang mereka miliki.Setelah cukup lama terdiam, ponsel Jack menjerit. Itu panggilan dari Stephen. Menitahkan diadakannya rapat dewan direksi atas desakan para pemegang saham.Rapat dadakan tersebut berlangsung alot selama lebih dari tiga jam. Hal yang mengejutkan, sebagian pemegang saham diketahui telah melepas saham mereka secara diam-diam begitu mendapatkan tawaran yang sangat tinggi dari p
Stephen putus asa. Dia sudah berusaha mengantisipasi hal terburuk yang mungkin akan menimpa perusahaannya. Makanya dia selalu mendesak David untuk terjun ke dunia bisnis.Sayang, sebelum persiapannya matang, serangan telah melanda."Kakek!"Atha muncul di pintu balkon kamar Stephen dengan napas tersengal-sengal. Tubuhnya bermandi peluh lantaran berlari menaiki tangga."Apa yang terjadi, Kek? Mengapa saham perusahaan kita anjlok?"Puk!Majalah yang tadinya tergeletak di atas meja terbang dan menampar telak muka Atha."Kau masih bertanya padaku? Apa kau tidak menyadari kesalahanmu?""Kek, bagaimana bisa aku yang menjadi penyebab runtuhnya perusahaan Kyler?""Oh, jadi kau mau mengelak? Aku tidak asal tuduh. Bukankah kau yang melepas anak perusahaan yang kau pegang? Gara-gara kau memulai aksi itu, anak perusahaan yang lain mengikuti jejakmu.""Itu ... itu memang benar, Kek. Tapi, itu semua salah Kakek. Kakek menolak memberiku tambahan modal, padahal aku sangat membutuhkan dana untuk menut
Syadid mengeluarkan selembar foto dari balik jasnya. Ia menaruh foto itu dengan cara terbalik di atas meja. Telapak tangannya yang lebar menyembunyikan lembaran foto dengan sempurna."Selidiki latar belakang dan kehidupan anak yang ada di foto ini!" kata Syadid, mendorong lembaran foto itu ke arah Grizelle.Grizelle menangkap foto itu begitu Syadid mengangkat tangannya. Cepat-cepat ia menyimpannya ke dalam kantong jaket."Sesuai keinginan Anda, Tuan!""Terima kasih. Saya percaya Anda tidak akan mengecewakan saya."Grizelle tersenyum tipis. "Tidak selamanya jalanan yang dilalui semulus jalan tol!""Saya paham. Karena itulah saya tidak sembarangan menjatuhkan pilihan. Pengalaman, ketelitian serta kehati-hatian Anda dalam bekerja menjadi pertimbangan utama saya untuk memilih Anda.""Saya merasa tersanjung. Terima kasih atas kepercayaan Anda. Kapan Anda membutuhkan semua data itu?""Usahakan secepatnya dan tidak lebih dari seminggu!""Ck! Sepertinya Anda menilai diri saya terlalu tinggi."
Grizelle melengos, menghindari tatapan Sandra. Ia menanggapi permintaan Sandra sambil menata dokumen di atas meja, "Sandra, aku sudah pernah bilang. Aku menekuni bidang ini demi satu tujuan. Sebelum tujuanku tercapai, aku tidak akan berhenti.""Tapi itu sungguh berisiko, Greeze. Kamu juga sudah menikah. Kalau suamimu tahu, apa dia tidak akan marah?""Sandra, selama kamu menyimpan rahasia ini untuk dirimu sendiri, suamiku tidak akan tahu."Sandra kehabisan kata. Itu artinya, jika identitas kedua Grizelle terbongkar, maka dialah tersangka utamanya."Sadis kamu ya! Aku cuma mengingatkan, tapi malah kamu balas dengan ancaman. Apa kamu masih menganggapku teman?" Sandra memberengut."Selama kamu memegang teguh kepercayaanku, kamu akan tetap jadi temanku," balas Grizelle acuh tak acuh."Terserah deh. Jaga diri baik-baik! Sayang aku tidak dapat membantumu. Aku tidak begitu paham dunia kriminologi.""Kamu sudah sangat membantu dengan menjaga rahasiaku.""Rahasia apa?" Suara bas milik seorang p
Dugh! Dugh!Grizelle menendang ban belakang mobilnya. Ban mobil itu kempis.Dia berjongkok, mengecek kondisi ban tersebut. Sebuah paku menancap di sela guratan lapisan luar ban."Sial! Kenapa harus kempis sekarang sih?" gerutu Grizelle sambil bangkit.Ia melempar pandang ke segala arah. Melihat kalau-kalau ada pengendara lain yang lewat.Nasib baik! Sebuah mobil berwarna hitam menepi di belakang mobilnya."Mobilmu kenapa, Greeze?"Merasa mengenali pemilik suara itu, Grizelle tidak tahu apakah ini sebuah keberuntungan atau justru kesialan.Itu Kevin! Lelaki yang selalu ia hindari dalam setiap kesempatan."Tidak kenapa-napa. Cuma mengalami ban kempis." Grizelle menyahut malas sambil berpura-pura mengetik pesan pada ponselnya.Kevin merasa mendapat peluang emas untuk mendekati Grizelle."Oh, ya sudah. Ayo kuantar pulang! Tinggalkan saja mobilmu di sini! Biar nanti orang bengkel langgananku yang menjemputnya.""Terima kasih! Aku sudah menghubungi bengkel."Rona cerah pada roman muka Kevin
Gigi Grizelle bergemeletuk. Itulah kenapa dia tidak pernah suka dengan Kevin. Kepribadian lelaki itu setali tiga uang dengan Miranda dan Tristan."Pak Kevin! Jaga ucapan, Anda! Anda tidak tahu siapa dia, jadi jangan coba-coba menghakiminya ataupun menanamkan pikiran buruk padaku! Dan sekali lagi kuperingatkan, kita bukan teman dekat! Berhenti memanggilku dengan nama kecilku! Aku tidak suka!""Lo, kenapa kau marah? Aku mencemaskan keselamatanmu. Sebagai lelaki dan rekan kerjamu, aku wajib melindungimu.""Oke. Selesai!" seru Gallen, bangkit sambil meraup semua peralatan yang dipakai untuk mengganti ban mobil Grizelle.Telinga dan hatinya panas mendengar Kevin terus memojokkan Grizelle dengan seribu satu alasan demi ambisi pribadi. Sebagai sesama lelaki, Gallen dapat meneropong niat Kevin yang sesungguhnya."Ah, ya. Terima kasih!" Bergegas Grizelle mengambil sebotol air mineral dari dalam mobilnya.Kesempatan itu digunakan Gallen untuk membalas perkataan Kevin dengan cara yang elegan."T
"Kau belum tidur? Ini sudah larut. Tidak baik terlalu sering begadang."Gallen menegur Grizelle dari sofa, tempatnya berbaring. Ia tidak bisa terlelap dengan lampu yang masih menyala terang.Grizelle baru teringat jika dia tak lagi sendiri di kamar tidurnya. Gara-gara Gallen tidak bersuara, dia sepenuhnya melupakan keberadaan suaminya itu."Kamu terganggu? Aku akan pindah." Grizelle memadamkan lampu kamar, lalu menghidupkan lampu tidur."Tidurlah! Besok saja melanjutkan pekerjaanmu. Sekarang sudah lewat tengah malam. Kau harus menjaga porsi tidurmu agar tetap bugar di pagi hari."Grizelle ingin membantah, tapi kantuk mulai menyerangnya. Beberapa kali ia menguap lebar.Gallen benar. Dia butuh tidur sekarang.Grizelle mengimpit dokumen yang tadi dibacanya di bawah bantal. Terlalu berisiko jika dia menyimpannya ke tempat biasa. Bisa ketahuan Gallen.Keesokan harinya, Grizelle turun dari rumah pagi-pagi sekali. Dia ada janji dengan seseorang.Saat Gallen keluar dari kamar mandi, dia kaget
Di dalam basemen rumah Kenzie, Gallen sibuk memilah-milah perlengkapan tempur yang dia butuhkan.Setelah memilih beberapa peralatan yang cocok dengan misinya, Gallen menyembunyikan wajah aslinya di balik sehelai topeng tipis. Begitu pula dengan Kenzie."Istri dan anak Paman Yu adalah saksi kunci dari semua kasus pembunuhan berantai ini. Kita tidak bisa lagi bergerak santai," tegas Gallen sambil berjalan berdampingan dengan Kenzie menuju sebuah pintu rahasia."Ya. Musuh semakin agresif. Kita harus menjegal langkah mereka atau kita akan kalah." Kenzie menekan tombol kecil yang berkamuflase dengan sempurna di antara relief pada dinding.Bunyi desing halus terdengar begitu daun pintu bergeser ke samping.Sebuah lorong sempit dalam balutan cahaya remang-remang terbentang di depan mereka. Pintu rahasia itu kembali menutup dengan otomatis."Kau sudah mengamankan mereka, bukan?" tanya Gallen sembari memasang sarung tangan."Ya. Tidak ada yang akan menemukan mereka."Jelitan Gallen menciutkan
"Nyonya Bellona Hopkins?!" seru Gallen, kaget. "Tidak. Anda datang pada waktu yang tepat. Mari bergabung bersama keluargaku!""Iya, Nyonya. Ayo duduk sini!" Kimi menjemput Bellona."Terima kasih!" Bellona merasa terharu dengan sambutan Gallen dan keluarganya. "Sebenarnya, aku ke sini ingin minta maaf pada Gallen atas namaku dan juga Atha. Aku terlalu serakah dan mementingkan anakku.""Seorang ibu selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Itu bisa dimaklumi, Nyonya," sahut Gallen. "Kami juga minta maaf karena telah melaporkan Anda dengan beberapa tindak kejahatan yang tidak Anda lakukan."Wajah Gallen kecut, merasa bersalah."Itu bukan kesalahanmu sepenuhnya. Wanita berhati iblis itu yang sangat pandai menipu orang." Muka Bellona menggelap. "Kalau aku tahu Bibi Rose menggunakan wajahku untuk berbuat jahat, aku pasti telah lebih dulu menyeretnya ke penjara. Dia benar-benar licik!""Dia pasti mempelajari keterampilan make-up saat berada di Korea Selatan," timpal Kimi."Betul. Itu ar
Gallen melangkah gontai memasuki rumah. Ia melewati Grizelle yang duduk santai di ruang tengah begitu saja.Namun, ketika sudut matanya menangkap bayang Grizelle saat hendak menaiki tangga, ia berbalik.Tanpa malu-malu ia merebahkan diri dan meletakkan kepala di pangkuan Grizelle yang duduk berjuntai di atas sofa.Grizelle mengelus rambut Gallen yang jatuh ke kening."Kamu dari mana saja? Aku sangat khawatir. Teleponmu tidak aktif."Gallen merogoh saku, mengeluarkan ponsel. "Ck! Baterainya habis.""Sini! Kubantu mengisikan dayanya.""Nanti saja! Aku masih mau seperti ini." Gallen menaruh ponsel di atas meja, lalu melingkarkan lengan pada pinggang Grizelle.Saat hatinya sedang galau dan pikiran kacau, berbaring di pangkuan Grizelle bikin nyaman.Wangi vanila berpadu dengan aroma alami tubuh Grizelle menghadirkan perasaan tenang di hati Gallen.Setelah cukup lama menikmati kehangatan pangkuan Grizelle, Gallen bangkit. Mengecup kening Grizelle."Terima kasih. Bersamamu, aku selalu merasa
"Kenapa? Kaget? Hahaha ...."Wanita itu tak peduli dengan keberadaan polisi dan tangannya yang terbogol. Ia tertawa, seperti telah kehilangan kewarasannya.Gallen bukan hanya kaget, tapi syok. Tak menyangka orang yang selama ini dikenalnya begitu baik dan berada di pihaknya, ternyata merupakan dalang dari segala kemalangan yang menimpa keluarganya."Bibi Rose, katakan bahwa ini tidak benar!""Hahaha ... sayangnya, inilah kenyataannya."Gallen menggeleng-geleng. Masih sulit memercayai kebenaran yang terpampang di depan mata."Kenapa, Bi? Bukankah nenekku selalu memperlakukan Bibi dengan baik?"Gallen masih ingat, walaupun samar, neneknya tidak pernah memperlakukan Bibi Rose dengan kasar.Rianna bahkan memercayai Bibi Rose menjadi pelayan pribadinya. Neneknya bahkan tak pernah perhitungan dalam membelikan pakaian dan memenuhi kebutuhan Bibi Rose.Tapi lihat balasan yang diberikan wanita itu! Hanya pengkhianatan terhadap keluarganya."Baik? Cih! Nenekmu bahkan lebih licik dari seekor rub
"Bro, target memasuki perangkap. Kau ingin melihat langsung?""Aku sudah berada di lokasi. Di mana kau?"Gallen berdiri di belakang sebuah tiang besar, mengawasi seorang wanita yang baru saja turun dari mobil.Wanita itu memakai setelan tunik dan celana panjang yang terlihat modis. Sehelai masker dan kacamata hitam berbingkai lebar menutupi wajahnya yang lonjong.Sebuah topi bulat dengan hiasan sekuntum bunga teratai mekar meneduhi wajahnya yang tersembunyi dari terik matahari."Arah jam sembilan."Gallen mengerling ke titik yang disebutkan. Tampak bayangan Regan duduk di belakang roda kemudi, berlagak sedang membersihkan dashboard. Namun, matanya sering kali mengerling ke pintu gerbang."Aku pada titik jam satu."Pandangan keduanya segera bertemu begitu Gallen menutup panggilan telepon.Regan tersenyum seraya mengangguk ringan.Wanita itu telah memasuki lobi hotel. Regan mengikuti dari belakang layaknya juga seorang pengunjung.Gallen berjalan memutar. Memasuki hotel lewat pintu khusu
"Laura, memaafkan dan kembali bersama adalah dua hal yang berbeda! Jangan mengharapkan lebih dari apa yang dapat kuberikan dan pantas untuk kau dapatkan!"Binar di mata Laura sirna seketika. Tatapannya luruh ke tanah."Tapi aku masih sangat mencintaimu, Gallen! Tak bisakah kamu menceraikan istrimu dan kembali padaku?""Laura, rumah tangga bukan hanya tentang rasa cinta, tapi tentang komitmen dan saling percaya."Cinta adalah ungkapan rasa hati. Dan asal kau tahu, hati itu sangat rapuh. Mudah sekali terbolak-balik, seperti musim yang terus berganti."Sementara komitmen adalah keteguhan hati dalam memegang janji suci. Tak peduli sekuat apa semesta mengguncangnya, ia tak akan berubah. Tetap setia melewati berbagai cobaan dan rintangan."Namun, sekali komitmen itu hancur, maka yang tersisa hanyalah serpihan tak berwujud, dan tak akan pernah bisa kembali utuh seperti semula."Kau bukan hanya telah menghancurkan komitmen cintamu denganku, Laura, tapi juga telah membuangnya. Apa lagi yang bi
Hening!Orang itu tak menyahuti perkataan Gallen. Ia sama sekali tak membantah tuduhan Gallen."Siapa kau?"Gallen menekan beberapa titik di punggung orang itu dengan gerakan cepat. Mengunci tubuhnya agar tak bisa melarikan diri."Kamu apakan badanku, hah?! Lepaskan aku!"Gallen terkesiap. Ternyata sosok yang bersembunyi di balik coat panjang dengan kepala tertutup hoodie lebar itu adalah seorang perempuan."Kau tidak akan ke mana-mana sebelum aku mendapatkan apa yang kuinginkan darimu," bisik Gallen, dengan nada penuh penekanan.Beberapa pasang mata, dari orang-orang yang melintas hendak keluar masuk Rumah Sakit, mengerling curiga pada Gallen.Gallen pindah ke hadapan wanita itu. Tegak dengan sebelah tangan bersembunyi dalam saku celana.Posisi mereka seperti dua orang kenalan yang saling bercengkerama.Keinginan wanita itu untuk kabur dari Gallen melebihi kuatnya terjangan ombak yang mengempas batu karang. Sayang, sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan."Tolong, lepaskan aku! Aku janj
"Ada apa ini? Kenapa semua terlihat canggung?" tanya Grizelle, merasa tak enak hati karena masuk tanpa mengetuk pintu."Ah, itu hanya perasaanmu saja!"Gallen menyongsong Grizelle, mengambil alih tas berukuran kecil, yang berisi pakaian Kimi."Instingku tak pernah salah," bisik Grizelle. "Aura ruangan ini agak aneh."Gallen tersenyum simpul. Ia akui Grizelle memiliki kepekaan yang luar biasa. Pantas saja ia tak pernah gagal dalam menyelidiki kasus kliennya."God! Ayah juga di sini?" seru Grizelle, bergegas menyalami Grath. "Huh! Sekarang aku tahu kenapa ruangan ini terasa aneh. Ternyata Adam dan Hawa bertemu kembali setelah terlempar dari surga ke belahan dunia yang berbeda.""Greeze, apa yang kamu katakan?" Pipi Kimi merona merah.Perumpamaan yang disematkan Grizelle pada dirinya dan Grath menurutnya terlalu berlebihan."Wah, Ayah juga sudah sembuh? Luar biasa! Memang ya ... lelaki akan melupakan segala rasa sakit dan kesedihannya begitu melihat senyum menawan sang istri," imbuh Griz
"Penjahat seperti David Kyler tidak akan mampu menyentuhku, Bu. Ibu tidak perlu mencemaskan aku. Pikirkan saja kesehatan Ibu! Ibu harus segera sembuh.""Kamu juga tidak perlu mengkhawatirkan aku secara berlebihan."Gallen meraih jemari Kimi. "Bu, aku takut. Jika terjadi sesuatu yang buruk pada Ibu, aku akan merasa bersalah seumur hidup. Aku akan dihantui perasaan menyesal.""Gallen, tidak ada yang perlu disesali dari sebuah takdir. Cepat atau lambat, kita semua akan meninggalkan dunia ini.""Aku tahu, Bu. Tapi aku akan menyesal karena aku belum sempat mempertemukan Ibu dengan ayah.""Kamu tidak perlu melakukan itu, Gallen." Kimi melengos. Matanya terasa panas."Kenapa? Apa Ibu tak lagi mencintai ayah?""Bukan. Bukan karena itu. Seumur hidupku, aku hanya mencintai satu orang pria. Dan Pria itu adalah ayahmu."Aku tidak pernah mencintai lelaki lain, dan tidak akan pernah bisa.""Tapi, kenapa Ibu tidak mau bertemu dengan ayah? Selama ini ayah juga menderita, Bu."Kimi berusaha untuk dudu
Bugh!Tendangan Gallen melempar David hingga menghantam dinding dan menyebabkan dinding itu jebol."Bawa dia!" titah Gallen pada dua orang anak buah Kenzie yang menonton aksinya."S–siap, Komandan!"Mereka gugup melihat kehebatan Gallen. Tak terbayang jika mereka yang berada di posisi David. Mengerikan.Cepat-cepat mereka mengangkat sosok David yang tergeletak di tanah.Suara dering ponsel memecah kesunyian di kamar isolasi Grath.Thomas meninggalkan komputer yang memuat laporan perkembangan kesehatan Grath. Berjalan sedikit menjauh setelah membaca nama Gallen pada layar monitor."Firasatku tidak enak menerima panggilan telepon darimu pagi-pagi begini," ujar Thomas dengan suara lirih."Apa istriku bersama Kakek? Aku tidak bisa menghubunginya.""Tidak. Ada apa?""Kek, kalau Grizelle datang menemui Kakek, tolong minta dia untuk ke rumah ibuku, mengambil baju. Ibuku dirawat di Rumah Sakit.""Ibumu dirawat?! Apa yang terjadi? Apa dia baik-baik saja?""Ceritanya panjang, Kek. Aku masih ada