Share

Bab 57

Penulis: Lathifah Nur
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-26 06:02:33

Pendar cahaya rembulan membias masuk melalui celah ventilasi. Menghadirkan keremangan pada kamar tidur Amisha.

Amisha terjaga dari lelapnya. Tenggorokannya terasa kering dan gatal. Ia duduk berjuntai di tepi ranjang. Diliriknya nakas di samping tempat tidur. Kosong. Amisha mendengkus kecewa.

“Aish! Tidak ada air lagi,” rutuk Amisha, dalam temaram yang samar.

Amarahnya pada Zain membuatnya lupa membawa segelas air menemani tidurnya. Ya, Amisha memang punya kebiasaan bangun tengah malam untuk minum. Oleh karena itu, ia selalu menyediakan segelas air putih di atas nakas di samping ranjangnya, tetapi malam ini ia benar-benar lupa. Ia bergegas pergi tidur setelah memakai pakaian sehabis mandi.

Dengan gerak malas Amisha bangkit dari pembaringan. Ia berjalan perlahan dalam gela

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 58

    “Mn ….”Amisha tak melirik Zain sama sekali. Tangannya mengambil roti yang disajikan di atas meja. Ia lebih suka makan roti dengan kedua tangannya daripada memotongnya dengan pisau, lalu menyuapnya dengan bantuan garpu. Sangat tidak praktis. Begitu menurut Amisha.Zain hanya tersenyum melihat kebiasaan Amisha. Entah kenapa ia selalu bahagia melihat Amisha makan dengan lahap. Ia tak pernah pilih-pilih makanan, seolah tidak pernah khawatir dengan bobot tubuhnya.“Kenapa kamu terus memandangiku? Kamu mau?” tanya Amisha, menyodorkan potongan kecil roti yang sudah digigitnya kepada Zain.Di luar dugaan, Zain menahan tangan Amisha, menggigit roti yang disodorkan gadis itu. Mata Amisha terbelalak. Ia tidak serius menawarkan roti itu pada Zain, tetapi lelaki itu malah benar-benar menerimanya dan melahapnya tanpa rasa jijik.“Wah … bibi jadi baper pagi-pagi sudah disuguhi adegan romantis!”Tahu-tahu Inah muncul, menghidangkan secangkir black coffee permintaan Zain. Ia menatap Amisha dengan kerl

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-26
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 59

    Di dalam mobil, Zain masih sibuk dengan tabletnya, mempelajari ulang dokumen tentang kerja sama yang akan dibahasnya nanti.“Kita terjebak macet, Pak!” kata sopir, memberitahu Zain setelah menginjak rem.Zain menghentikan kegiatannya, melirik sekilas jalanan di depan sana. Tidak terlalu parah.“Tunggu saja! Mungkin tidak lama.” Zain menginstruksikan sopirnya untuk tetap diam di tempat. Kalau dalam kondisi terburu-buru, biasanya Zain akan meminta sopir kantornya itu untuk mencari jalur alternatif.“Baik, Pak!” Si sopir menumpukan kedua tangan pada setir.Matanya terus menatap liar, mengawasi pergerakan lalu lintas di depan sana. Bersiap untuk tancap gas begitu kesempatan tiba.

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-26
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 60

    “Aish!” Yoshi tampak kesal melihat Zain berlalu.“Untung kamu sepupuku, Zain Adelino! Kalau orang lain, aku sudah mengundurkan diri dari dulu,” omel Yoshi, merasa diperlakukan tidak adil.Zain memang tipe bos yang sangat disiplin waktu. Ia tidak menoleransi segala jenis keterlambatan, kecuali kondisi darurat yang memerlukan penanganan tenaga medis, atau berhubungan dengan kematian.Tak peduli siapa pun pelaku yang melanggar aturan, ia tetap akan memberikan sanksi yang setimpal. Yoshi kembali ke mobil sambil mulutnya terus bersungut-sungut mengumpat Zain.“Mampir ke restoran Q dulu, Dy!” perintah Zain pada si sopir.“Siap, Pak!” sahut si sopir bernama Rudy itu sambil melirik kaca

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-26
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 61

    Siang itu, suhu pendingin ruang kerja Amisha berada di angka delapan belas derajat, tetapi Amisha merasakan tubuhnya sangat gerah. Keringatnya mengucur deras, membasahi hingga ke lehernya.Berkali-kali Amisha memperkecil suhu AC di ruang kerjanya itu. Namun, masih saja terasa panas. Apakah itu efek makanan pedas yang tengah disantapnya atau karena keberadaan Zain di sisinya? Entahlah! Amisha terlihat gelisah dan tidak nyaman.Zain mengerutkan alis melihat kondisi Amisha. Ia baru saja menyelesaikan makan siangnya. Sementara Amisha masih berjuang menghabiskan makanan di hadapannya.Zain beranjak bangkit menuju meja kerja Amisha, mengambil beberapa lembar tisu, lalu duduk tepat di sebelah Amisha. Tanpa permisi, ia menyeka keringat yang membanjiri dahi dan pelipis Amisha.Am

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-27
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 62

    Amisha tersentak. Ia membuka mata. Tak menyangka Zain akan masuk ke ruang pribadinya. Ingin rasanya Amisha mendamprat Zain, tetapi lagi-lagi kehangatan yang menjalar dari sentuhan Zain membuatnya kehilangan daya.“Lepaskan!” titah Amisha dengan suara serak.Zain mengecup lembut tengkuk Amisha. Ia seratus persen mengabaikan perintah istrinya itu. Benar-benar tak peduli jika apa yang dilakukannya telah melanggar isi perjanjian yang telah dengan terpaksa ditandatanganinya.“Aku ingin memelukmu. Beri aku waktu lima menit!” Zain memelas sembari mempererat pelukannya.“Kamu gila!” maki Amisha, berusaha melepas pagutan lengan Zain dari pinggangnya.“Kau yang membuatku gila!”

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-27
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 63

    Rembulan mengintip malu-malu dari pucuk pohon. Melepas pandang pada makhluk nokturnal yang berburu mangsa demi memperpanjang usia. Suara burung hantu yang bertengger di cabang pohon mendirikan bulu roma. Menghadirkan suasana mencekam pada dinginnya malam yang kian kelam.Amisha baru selesai berganti piama. Ia hendak merebahkan tubuh lelahnya, damba merasakan kelembutan ranjang empuk yang sudah terbentang di depan mata. Pun demikian halnya dengan Zain. Ia sedang bersiap menuju sofa dengan selimut di tangan.Sejenak Amisha tetap mematung di sisi ranjang, menyaksikan gerak-gerik Zain menyiapkan tempat tidurnya. Bayangan posisi tidur Zain di atas sofa itu membuat Amisha tersentak. Rasa iba merayapi hatinya.“Tunggu!” cegah Amisha, saat Dika akan mengempaskan tubuh lelahnya di atas sofa.

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-27
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 64

    “Tak apa. Aku bahagia kau kembali. Kumohon jangan tinggalkan aku dalam waktu yang lama. Oke?” Aland memelas. Ia mempererat rangkulannya pada pinggang Amisha.“Aku hanya pergi beberapa hari.” Amisha menangkupkan kedua tangannya pada wajah Aland.“Apa? Dua tahun kau bilang beberapa hari? Kau sungguh keterlaluan, Amisha Ralph!” Aland mencubit gemas hidung Amisha.“Huh? Dua tahun?” Alis Amisha mengerut. Seingatnya ia baru dua minggu tak memimpikan Aland.‘Wow! Perbedaan waktu yang luar biasa!’ Amisha mendecak.“Sepertinya kau senang sekali menyiksaku dengan perasaan rindu ini,&rd

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-27
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 65

    Amisha melirik Aland yang berjalan di sampingnya. Lelaki itu tampak makin gagah dalam balutan busana yang dikenakannya. Sepotong celana pendek selutut dengan sepatu boot tinggi. Sebilah pedang panjang terselip di pinggangnya.Baju berlengan panjang yang begitu pas di tubuhnya membuat penampilan Aland kian memesona. Ditambah sebuah topi tinggi di kepalanya. Semua tampak sangat sempurna dalam pandangan mata.Di sepanjang perjalanan dalam kereta, tak henti-hentinya Amisha mengagumi sosok Aland. Andai wajah lelaki itu tak tersembunyi di balik topeng emasnya, pasti ketampanannya tiada tara.“Kenapa? Ada yang aneh dengan wajahku?” tanya Aland, merasa risi ditatap intens oleh Amisha.“Oh … tidak.” Amisha segera membuang muka. Aland mengulum senyum

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-27

Bab terbaru

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 210

    Amisha masih tegak mematung. Dadanya kian berguncang hebat. Detak jantungnya bagai genderang perang. Sungguh! Kata-kata Zain membawa jiwanya melayang tinggi, meniti angkasa menuju nirwana. Ia tak percaya Zain melamarnya. Ya, lamaran romantis yang diimpikan semua wanita. Meskipun tertunda sekian lama, Amisha masih saja merasakan lututnya gemetar. Saking gugupnya ia mendengar lamaran Zain yang disaksikan puluhan pasang mata.Selang beberapa menit, perlahan tangan kiri Amisha terulur membelai rambut Zain. Pelangi seakan bermunculan di hatinya kala ia menganggukkan kepala, tersenyum manis kepada Zain. Rona pelangi juga memancar dari sepasang netra gelap Zain ketika menyaksikan anggukan kepala Amisha. Senyuman Zain merekah.Tepuk tangan pun membahana disertai senyum bahagia dari puluhan pasang mata yang menjadi saksi lamaran tertunda Zain untuk Amisha.Zain pun bangkit dari berlutut dan spontan memeluk erat tubuh Amisha. Sejenak ia lupa akan keberadaan anak-anak panti yang menyaksikan mere

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 209

    CEKLEK!Zain menutup pintu ruang kerja Amisha dengan kaki. Tangannya langsung saja menyambar tubuh Amisha yang berada di depannya dan melingkar erat pada pinggang ramping Amisha.Amisha membuang napas kesal. Kedua tangannya jatuh lurus ke samping tubuhnya.“Ini kantor, Tuan Zain Adelino! Sekarang saatnya aku bekerja!” Amisha memberi peringatan keras.Zain hanya tersenyum kecil tanpa berusaha merenggangkan pagutan lengannya dari tubuh istrinya itu. Sebaliknya, ia malah membenamkan wajahnya pada ceruk leher Amisha yang masih berbalut jilbab.“Sebentar saja,” rengek Zain.Matanya tertutup rapat, konsentrasi menyesap aroma wangi yang menguar dari tubuh Amisha.Puncak hidungnya yang menjulang tinggi berdiri pongah, seakan ingin memamerkan pada dunia bahwa tak ada seorang pun yang melebihi ketampanannya, setelah berhasil menaklukkan Amisha Harist.“Jangan bilang kamu ingin memangsaku saat ini!” goda Amisha, menoleh pada Zain dan langsung disambut dengan kecupan ringan pada pipinya.“Oh My G

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 208

    Pandangan Amisha belum beralih dari Sonny, menanti penjelasan yang tak sepenuhnya ia pahami. Diletakkannya sendok dengan sedikit kasar. Menimbulkan bunyi berdentang. Untung saja meja mereka agak terpisah dari pengunjung lain, sehingga suara dentingan sendok beradu dengan piring tak sampai terdengar ke meja tetangga.“Aku tidak suka berteka-teki,” sergah Amisha dingin.Sonny tersenyum tipis dengan canggung. Ia sangat mengenal ekspresi yang ditunjukkan Amisha. Wanita itu sedang memasang kuda-kuda untuk setiap serangan kata yang akan dilayangkan oleh lawan bicaranya.“Ya … bisa jadi suatu hari nanti yang lalu itu akan menjadi awal dari masa depan,” kata Sonny, berandai-andai sembari tetap memendam angan.Amisha menantang tatapan sendu Sonny. “Tidak usah terlalu tinggi menggantung harap akan masa depan. Nikmati saja saat ini! Karena belum tentu Tuhan masih memberimu kesempatan untuk merasakan hangatnya cahaya mentari esok pagi.”Sonny terdiam. Perkataan Amisha skak mat untuknya. Ia hanya

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 207

    “Ah, sudahlah! Mungkin aku memang harus ke sana. Setidaknya, pertemuan ini akan memperjelas semuanya.” Amisha akhirnya menyambar tas di atas meja, lalu menghilang dari ruangannya. Tidak butuh waktu lama bagi Amisha untuk tiba di kafe O, tempat janji temunya dengan seseorang yang menghubunginya satu jam yang lalu. Begitu Amisha berdiri di pintu masuk, seorang lelaki melambaikan tangan ke arahnya. Amisha pun berjalan ke meja di mana lelaki itu duduk. Kalau saja siang itu sinar mentari tidak begitu beringas, Amisha akan memilih pojok paling tepi di bagian luar kafe itu. Lebih sejuk. Akan tetapi, menikmati keindahan kubah dengan kaca warna-warni pada langit-langit kafe tersebut tentu tak kalah menyenangkan bila dibandingkan dengan nuansa alam di bagian luarnya. “Silakan duduk!” kata lelaki itu, menarik kursi untuk Amisha. “Terima kasih,” sahut Amisha. Komunikasi di antara mereka terdengar seperti percakapan sepasang robot yang sedang dalam masa uji coba. Amisha mematung kaku, mema

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 206

    Amisha terjaga dari tidurnya ketika mendengar suara dengungan juicer yang sedang bekerja mengolah mangga. Entah berapa tempat yang didatangi Zain sampai akhirnya dia berhasil mendapat dua buah mangga sebagai stok terakhir dari sebuah kedai buah di pinggir jalan yang buka dua puluh empat jam. Ukurannya pun tidak terlalu besar. Layaknya buah mangga yang didatangkan dari kampung. Namun, Zain tetap bersyukur ia dapat memenuhi keinginan istri tercinta yang tengah mengidam itu. Melihat senyum bahagia menghiasi wajah Amisha adalah kebahagiaan terbesar bagi Zain. Amisha beranjak turun dari sofa bed dan melangkah gontai menuju ruang makan. Sesekali ia masih menguap dan ditutupnya dengan telapak tangan. Melihat Amisha berjalan seperti orang mabuk, Zain menekan tombol off, bergegas menyongsong Amisha, lalu membawanya duduk pada sebuah kursi. Lantaran masih mengantuk, Amisha langsung menempelkan sebelah pipinya pada permukaan meja. Matanya menatap sayu pada Zain yang melanjutkan pekerjaannya.

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 205

    “Waktu Amisha masih kecil, mama kalian bahkan heboh, sampai lapor polisi karena mengira Amisha kabur setelah dimarahi. Eh, ternyata Amisha cuma ngumpet di kamar pengungsiannya.” Harist terkekeh setelah menceritakan kejadian itu, tak peduli pada sorot mata membunuh yang dilayangkan sang istri sebelumnya.“Honey?!” protes Claudya, dengan muka merah. Entah benar-benar marah atau justru tersipu malu.Gianna dan Zain tersenyum geli melihat raut muka Claudya yang bak pengantin baru digoda suaminya.Meski usia mereka sudah di ambang senja, hubungan Harist dan Claudya selalu mesra. Siapa pun yang melihat mereka akan merasa hangat dan damai. Ketularan hangatnya cinta kasih mereka yang tulus terhadap satu sama lain.Enggan rasanya berjauhan dari mereka bila sudah membaur dengan dua sejoli itu. Tak jarang kemesraan mereka menimbulkan rasa iri bagi sebagian anak muda, yang tanpa sengaja menyaksikan bagaimana mereka berinteraksi di tempat umum kala mereka sedang berada di taman, di restoran, atau

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 204

    Setelah pesta kecil penyambutan orang tua angkatnya selesai dan tamu mereka pulang, Gianna tetap tinggal di rumah Amisha karena diminta Claudya untuk menginap. Celakanya, Gianna memang tak pernah bisa menolak permintaan orang tua angkatnya itu, meskipun sebenarnya ia sangat ingin pulang ke apartemennya sendiri.“Waaah, gila! Lama menghilang, kukira dia melanjutkan kuliah di luar negeri. Eh, ternyata malah ditangkap polisi! Ck!” seru Gianna, mendecak kaget sambil terus menyaksikan berita yang sedang ditontonnya di ruang tengah rumah Amisha.Ia ingat, terakhir kali ia melihat sosok orang yang diberitakan itu adalah saat menghadiri pesta perayaan ulang tahun Adelino Daneswara. Sempat beredar kabar lelaki itu akan melanjutkan study-nya di luar negeri.Haris yang sedang asyik membaca majalah olahraga hanya melirik sekilas mendengar kehebohan Gianna. Bagi Harist, kumpulan artikel dalam majalah itu jauh lebih menarik daripada berita yang ditonton Gianna. Dalam hitungan detik, ia pun kembali

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 203

    Merahnya darah yang mengaliri wajah cantik Amisha tak lagi membayang jelas. Berubah pias diterpa kekagetan. Kaget menyaksikan berjuta kenangan indah yang terekam dalam setiap helai foto yang baru saja ditemukannya. Tidak hanya foto-fotonya semasa kuliah bersama Gianna dan Sonny, tetapi juga foto-foto menjelang pernikahannya. Bahkan, beberapa foto itu memperlihatkan tubuhnya yang sudah terbalut gaun pengantin.Diiringi detak jantung yang bergemuruh, otak Amisha mereka ulang kejadian empat tahun yang lalu. Saat itu hijaunya hamparan sajadah panjang yang terbentang menutupi lantai masjid tak lagi melukiskan ketenangan dan kedamaian hati. Warna hijau itu telah beralih rupa menjadi kelabu. Menorehkan goresan pilu.Aura keemasan yang semula memancar cerah dari indahnya janur kuning yang jatuh menjuntai dan berayun-ayun dibelai embusan angin perlahan tampak memudar, lalu menghilang tanpa jejak.Kalau saja Amisha tahu bahwa putihnya gaun pengantin yang dikenakannya saat itu tak lagi melambang

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 202

    Dulu, ketika Amisha masih menyandang status sebagai tunangan Sonny, kehidupannya penuh keceriaan. Hampir setiap hari ia senyum-senyum sendiri membaca serangkaian pesan mesra dari Sonny. Saat itu ia benar-benar bahagia dan berharap kebahagiaan itu tak akan pernah berakhir.Kala itu awal tahun 2016. Pelaksanaan akad nikah yang direncanakan keluarga mereka tinggal menghitung hari. Tak ada yang menyangka jika tepat pada hari yang ditunggu-tunggu itu semua mimpi hidup bahagia yang dimiliki Amisha lenyap tak berbekas.Saat itu Amisha hanya bisa bergeming dengan ekspresi berubah kaku. Senyuman bahagia yang terpancar dari bibirnya beberapa detik sebelumnya seakan direnggut paksa oleh berita buruk tentang ketidakhadiran Sonny di Masjid Istiqlal hari itu.Amisha merasakan dunia tempatnya berpijak amblas seketika. Menariknya masuk ke dalam lapisan kerak bumi terdalam. Membenamkan jiwa raganya dalam kekalutan pikiran yang mengantarnya pada titik nadir sikap pesimis tentang cinta.Cinta Sonny yang

DMCA.com Protection Status