Share

Bab 157

Penulis: Lathifah Nur
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-20 18:04:54
“Banyak kok bahan makanannya. Kenapa kamu tampak bingung?” Cecilia tak mengerti mengapa Leon terlihat bego.

“Iya sih. Tapi coba lihat! Itu kulkas isinya ikan semua. Kakakmu dan istrinya suka pilih-pilih makanan ya?”

‘Masa iya sih aku harus memasak makanan dari bahan dasar ikan semua?’ batin Leon, sedikit kecewa.

“Setahuku tidak sih. Sudahlah, masak saja apa yang ada. Mungkin mereka belum sempat belanja. Kamu ‘kan jagonya olahan ikan,” puji Cecilia, dengan nada merayu sambil menangkupkan kedua tangan di depan muka Leon.

Seketika senyuman Leon mengembang, mendengar pujian dari istrinya itu. “Kamu yakin?”

Cecilia mengangguk.

“Mari kubantu!” tawar Cecilia, mengeluarkan stok ikan dari dalam kulkas.

Entah berapa lama Leon berkutat di dapur, menyiapkan hidangan spesial untuk sang kakak ipar, ditemani istri tercinta. Beberapa menu menggugah selera telah terhidang di atas meja.

Amisha menurunkan bentangan majalah yang menutupi wajahnya. Hidungnya mengendus-endus, mencium aroma wangi makanan lez
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 158

    KRIUUUT!Amisha terbangun dari tidurnya karena suara nyaring yang meraung dari perutnya. Ia duduk mengucek kedua mata. Sembari berjuang keras melawan kantuk, Amisha meraih jam beker di dekat lampu meja. Pukul satu dini hari.“Tapi … aku lapar sekali,” gumam Amisha, menguatkan hati untuk tetap membuka mata, sambil menutup mulutnya yang menguap lebar.“Kenapa? Kau mimpi buruk lagi?” tanya Zain.Ia ikut terjaga merasakan kegelisahan Amisya, yang sedari tadi duduk tidur di sampingnya.“Tidak. Aku hanya lapar.” Amisha menyahut lesu.Ingin sekali ia bisa melanjutkan tidurnya, tetapi rasa lapar di perutnya tak mau diajak kompromi.“Kau mau makan apa? Biar kubuatkan,” jawab Zain, dengan nada masih mengantuk.Ia segera duduk, menyingkap selimut, dan siap turun dari ranjang.“Benarkah?” Amisha jadi bersemangat.“Iya. Bilang saja!”“Aku mau kerak telor.”Jawaban Amisha membuat mata Zain membulat.“Sayang … yang lain saja ya … ini sudah lewat tengah malam. Mana ada lagi yang jual kerak telor.” Zai

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-20
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 159

    “Ck! Capek-capek berburu dan masak tengah malam, eh … cuma dimakan sepotong kecil!”Zain mendecak kecewa, menatap sendu pada potongan besar kerak telor yang masih memenuhi piring di tangannya.“Sayang banget kalau tidak dimakan.”Dengan terpaksa, Zain menghabiskan sendiri hasil masakannya. Prinsip Zain, jangan pernah membuang-buang makanan. Di luar sana, masih banyak sekali orang, yang untuk makan sekali sehari saja, susahnya minta ampun. Bahkan, tak jarang mereka harus mengais tempat sampah dan berburu nasi aking, demi menyambung hidup. Tidak membuang makanan merupakan salah satu wujud syukur atas rezeki makanan yang diberikan Allah.“Oh My God! Lama-lama badanku bisa sebesar gentong, kalau tiap malam harus jadi sapu jagat makanan sisa Amisha.”Zain mengamati tubuhnya. Semenjak Amisha memiliki kebiasaan makan tengah malam, ia merasa berat badannya mulai bertambah.“Ah! Aku harus lebih sering olahraga.” Zain terus berdialog dengan bayangan dirinya di dalam cermin.Jarum jam sudah menun

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-20
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 160

    Amisha berdiri lemas, dengan bertopang sebelah tangan pada dinding kamar Mandi. Sebelah tangan lainnya bertumpu pada lutut. Seluruh tubuhnya gemetar, setelah berulang kali perutnya terbalik, memuntahkan isinya.“Tidak usah!” tolak Amisha, menepis tangan Zain yang ingin menolongnya. Ia masih marah pada Zain.“Jangan keras kepala!” kata Zain tegas, ketika lagi-lagi Amisha mendorongnya agar menjauh, sementara tubuhnya semakin terlihat lemah.Zain mengabaikan segala pemberontakan Amisha dan terus saja mengangkat tubuh lemah istrinya itu, dengan kedua lengan kekarnya.“Mbak Amisha kenapa?” tanya Cecilia, berdiri cemas melihat wajah pucat Amisha dalam gendongan Zain.“Tidak apa-apa. Hanya morning sickness. Kalian harus pergi tanpa aku,” sahut Zain sambil terus berjalan, membawa Amisha kembali ke kamar.Cecilia dan Leon melepas kepergian Zain beserta istrinya dengan desahan napas panjang. Sepertinya usaha mereka untuk menjemput pasangan suami istri itu memang akan berbuah sia-sia.“Tidak ada

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-20
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 161

    Amisha menghela napas panjang. Ia tak mengerti mengapa sekarang ia berubah menjadi sosok yang lemah dan tak berdaya. Bahkan, sekadar mengangkat kepala pun, ia harus mengaku kalah pada rasa pusing dan mual yang mendera. Sampai kapan ini akan berakhir?Zain melangkah tanpa suara, mendekati ranjang. Dilihatnya mata Amisha masih terpejam. Entah benar-benar tidur atau hanya sekadar menutup mata untuk mengurangi rasa pusing. Kedua tangannya membawa sebuah nampan, dengan segelas susu khusus ibu hamil di atasnya.Diletakkannya gelas susu itu di atas nakas dan disembunyikannya nampan kosong itu di kolong tempat tidur. Kemudian, disibaknya anak rambut di kening Amisha.“Maafkan aku! Aku sering kali mengecewakanmu,” bisik Zain lembut.Ia mengira Amisha benar-benar tertidur. Ia tidak tega untuk membangunkannya, setelah mengalami kelelahan paska muntah berkali-kali. Dikecupnya dahi Amisha lembut. Tidak lama kemudian terdengar langkah kaki menjauh, meninggalkan kamar itu.Amisha membuka mata. Ia men

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-21
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 162

    “Kau mau pergi?” tanya Zain, menutup majalah yang sedang dibacanya, saat dilihatnya Amisha telah berdandan rapi sembari membawa tas. Diletakkannya majalah itu begitu saja di atas meja ruang tengah, lalu bangkit menyusul langkah Amisha.Amisha tak menggubris pertanyaan Zain. Ia terus mengayun langkah menuju garasi, hendak masuk ke mobil.“Berikan kunciku!” sergah Amisha kesal, ketika tahu-tahu Zain sudah menyambar kunci mobil yang dipegangnya.“Aku akan mengantarmu,” sahut Zain menatap tajam pada Amisha.“Aku tidak butuh sopir,” bantah Amisha, menantang bola mata Zain.Amisha berusaha merebut kembali kunci mobil itu dari tangan Zain. Namun, Zain dengan lincah menjauhkan benda mungil itu dari jangkauan Amisha. Postur tubuhnya yang lebih tinggi dari Amisha tentu saja sangat menguntungkan dirinya.“Aku bilang, berikan kunciku! Apa kamu tuli?”“Aku bilang, aku akan mengantarmu. Apa kau tak memahami kata-kataku?”Keduanya saling beradu tatap dengan garang. Sama-sama bersikukuh dengan keingin

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-21
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 163

    Cup!Sekali lagi kecupan mendarat di pipi Amisha.Segera bocah itu tertunduk dan mengulum senyum malu-malu, setelah melakukan aksinya. Mengundang rasa gemas di hati Amisha. Ia balas mencium pipi bocah lucu itu.“Yeay! Tante Mica menciumku!” pekiknya kegirangan, langsung melompat turun dari pangkuan Amisha, berlari menggabungkan diri bersama teman-teman lainnya, bermain di halaman.Bicaranya yang masih cadel terdengar lucu. Mengundang tawa Amisha dan Rasmi secara bersamaan.“Terima kasih, Nona Misha! Kehadiranmu di sini, selalu membawa kebahagiaan untuk mereka,” tutur Rasmi, dengan mata berkaca-kaca sembari meremas lembut tangan Amisha.Ia sangat terharu setiap kali Amisha datang ke panti itu. Rasanya sulit dipercaya bahwa di zaman yang sudah semakin individualis ini, masih ada segelintir orang yang mau berbagi kebahagiaan dengan anak-anak malang, walaupun tak ada ikatan darah sama sekali.“Sudah sepatutnya orang-orang, yang dititipi kelebihan rezeki oleh Allah … untuk menyalurkannya ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-23
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 164

    Manik mata merah jambu keunguan milik Amisha bergerak liar karena resah. Kedatangannya ke panti kali ini berbarengan dengan kehadiran donatur lain yang tidak ia ketahui siapa. Bukan sosok sang donatur lain itu yang membuat jiwa Amisha meronta gundah, melainkan kekhawatirannya akan kehadiran wartawan peliput berita.“Ada apa?” tanya Zain, ikut merasa tidak tenang melihat kegelisahan, yang membias jelas dari pancaran mata indah Amisha.Amisha membisu. Ia baru saja hendak beranjak masuk ke panti ketika seseorang memanggilnya.“Amisha! Kau benar-benar masih sering datang ke sini?” tanya suara itu, seakan terkejut melihat keberadaan Amisha di panti itu.Zain yang sedari tadi duduk bergeming segera bangkit dari duduknya, setelah mengenali siapa pendatang baru itu. Tatapan tajamnya berkilat tidak senang.‘Kenapa dia selalu muncul di sisi Misha?’ geram Zain dalam diam.Amisha memandang sang penyapa dengan tatapan datar, tanpa ekspresi. Ia juga tak mengerti, kenapa lelaki itu selalu saja muncul

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-23
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 165

    Sret! Sret!Buru-buru Sonny menyeka air matanya, lalu duduk berjongkok di hadapan anak yang menegurnya. Ia memaksakan seulas senyum terukir di bibirnya.“Ah, enggak. Om tidak menangis kok,” kilah Sonny, mengelak tuduhan anak berusia enam tahun itu.“Om Sonny bohong! Terus kenapa mata Om Sonny ada airnya?” protes anak itu, menunjuk tepat ke mata Sonny.Kembali Sonny mengumbar senyum. “Om tidak menangis, Sayang. Itu tadi mata Om kemasukan debu yang menempel di bola ini. Kamu lihat ‘kan Om memutar bolanya?”Sonny berbohong untuk menghindari kecurigaan anak itu. Ia menunjukkan bola yang bergelimang debu kepada si bocah cerdik.Sonny tidak ingin anak itu sampai keceplosan, mengatakan apa yang baru saja dilihatnya dari Sonny kepada orang lain di panti itu. Maklumlah, anak seusia itu masih sangat polos dalam bercerita.“Oh … aku pikir Om Sonny sedih karena melihat Tante Misha sakit dan ditolong sama Om Zain,” sahut anak itu, tanpa memahami perasaan Sonny yang sesungguhnya.Benar ‘kan? Anak it

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-23

Bab terbaru

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 210

    Amisha masih tegak mematung. Dadanya kian berguncang hebat. Detak jantungnya bagai genderang perang. Sungguh! Kata-kata Zain membawa jiwanya melayang tinggi, meniti angkasa menuju nirwana. Ia tak percaya Zain melamarnya. Ya, lamaran romantis yang diimpikan semua wanita. Meskipun tertunda sekian lama, Amisha masih saja merasakan lututnya gemetar. Saking gugupnya ia mendengar lamaran Zain yang disaksikan puluhan pasang mata.Selang beberapa menit, perlahan tangan kiri Amisha terulur membelai rambut Zain. Pelangi seakan bermunculan di hatinya kala ia menganggukkan kepala, tersenyum manis kepada Zain. Rona pelangi juga memancar dari sepasang netra gelap Zain ketika menyaksikan anggukan kepala Amisha. Senyuman Zain merekah.Tepuk tangan pun membahana disertai senyum bahagia dari puluhan pasang mata yang menjadi saksi lamaran tertunda Zain untuk Amisha.Zain pun bangkit dari berlutut dan spontan memeluk erat tubuh Amisha. Sejenak ia lupa akan keberadaan anak-anak panti yang menyaksikan mere

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 209

    CEKLEK!Zain menutup pintu ruang kerja Amisha dengan kaki. Tangannya langsung saja menyambar tubuh Amisha yang berada di depannya dan melingkar erat pada pinggang ramping Amisha.Amisha membuang napas kesal. Kedua tangannya jatuh lurus ke samping tubuhnya.“Ini kantor, Tuan Zain Adelino! Sekarang saatnya aku bekerja!” Amisha memberi peringatan keras.Zain hanya tersenyum kecil tanpa berusaha merenggangkan pagutan lengannya dari tubuh istrinya itu. Sebaliknya, ia malah membenamkan wajahnya pada ceruk leher Amisha yang masih berbalut jilbab.“Sebentar saja,” rengek Zain.Matanya tertutup rapat, konsentrasi menyesap aroma wangi yang menguar dari tubuh Amisha.Puncak hidungnya yang menjulang tinggi berdiri pongah, seakan ingin memamerkan pada dunia bahwa tak ada seorang pun yang melebihi ketampanannya, setelah berhasil menaklukkan Amisha Harist.“Jangan bilang kamu ingin memangsaku saat ini!” goda Amisha, menoleh pada Zain dan langsung disambut dengan kecupan ringan pada pipinya.“Oh My G

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 208

    Pandangan Amisha belum beralih dari Sonny, menanti penjelasan yang tak sepenuhnya ia pahami. Diletakkannya sendok dengan sedikit kasar. Menimbulkan bunyi berdentang. Untung saja meja mereka agak terpisah dari pengunjung lain, sehingga suara dentingan sendok beradu dengan piring tak sampai terdengar ke meja tetangga.“Aku tidak suka berteka-teki,” sergah Amisha dingin.Sonny tersenyum tipis dengan canggung. Ia sangat mengenal ekspresi yang ditunjukkan Amisha. Wanita itu sedang memasang kuda-kuda untuk setiap serangan kata yang akan dilayangkan oleh lawan bicaranya.“Ya … bisa jadi suatu hari nanti yang lalu itu akan menjadi awal dari masa depan,” kata Sonny, berandai-andai sembari tetap memendam angan.Amisha menantang tatapan sendu Sonny. “Tidak usah terlalu tinggi menggantung harap akan masa depan. Nikmati saja saat ini! Karena belum tentu Tuhan masih memberimu kesempatan untuk merasakan hangatnya cahaya mentari esok pagi.”Sonny terdiam. Perkataan Amisha skak mat untuknya. Ia hanya

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 207

    “Ah, sudahlah! Mungkin aku memang harus ke sana. Setidaknya, pertemuan ini akan memperjelas semuanya.” Amisha akhirnya menyambar tas di atas meja, lalu menghilang dari ruangannya. Tidak butuh waktu lama bagi Amisha untuk tiba di kafe O, tempat janji temunya dengan seseorang yang menghubunginya satu jam yang lalu. Begitu Amisha berdiri di pintu masuk, seorang lelaki melambaikan tangan ke arahnya. Amisha pun berjalan ke meja di mana lelaki itu duduk. Kalau saja siang itu sinar mentari tidak begitu beringas, Amisha akan memilih pojok paling tepi di bagian luar kafe itu. Lebih sejuk. Akan tetapi, menikmati keindahan kubah dengan kaca warna-warni pada langit-langit kafe tersebut tentu tak kalah menyenangkan bila dibandingkan dengan nuansa alam di bagian luarnya. “Silakan duduk!” kata lelaki itu, menarik kursi untuk Amisha. “Terima kasih,” sahut Amisha. Komunikasi di antara mereka terdengar seperti percakapan sepasang robot yang sedang dalam masa uji coba. Amisha mematung kaku, mema

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 206

    Amisha terjaga dari tidurnya ketika mendengar suara dengungan juicer yang sedang bekerja mengolah mangga. Entah berapa tempat yang didatangi Zain sampai akhirnya dia berhasil mendapat dua buah mangga sebagai stok terakhir dari sebuah kedai buah di pinggir jalan yang buka dua puluh empat jam. Ukurannya pun tidak terlalu besar. Layaknya buah mangga yang didatangkan dari kampung. Namun, Zain tetap bersyukur ia dapat memenuhi keinginan istri tercinta yang tengah mengidam itu. Melihat senyum bahagia menghiasi wajah Amisha adalah kebahagiaan terbesar bagi Zain. Amisha beranjak turun dari sofa bed dan melangkah gontai menuju ruang makan. Sesekali ia masih menguap dan ditutupnya dengan telapak tangan. Melihat Amisha berjalan seperti orang mabuk, Zain menekan tombol off, bergegas menyongsong Amisha, lalu membawanya duduk pada sebuah kursi. Lantaran masih mengantuk, Amisha langsung menempelkan sebelah pipinya pada permukaan meja. Matanya menatap sayu pada Zain yang melanjutkan pekerjaannya.

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 205

    “Waktu Amisha masih kecil, mama kalian bahkan heboh, sampai lapor polisi karena mengira Amisha kabur setelah dimarahi. Eh, ternyata Amisha cuma ngumpet di kamar pengungsiannya.” Harist terkekeh setelah menceritakan kejadian itu, tak peduli pada sorot mata membunuh yang dilayangkan sang istri sebelumnya.“Honey?!” protes Claudya, dengan muka merah. Entah benar-benar marah atau justru tersipu malu.Gianna dan Zain tersenyum geli melihat raut muka Claudya yang bak pengantin baru digoda suaminya.Meski usia mereka sudah di ambang senja, hubungan Harist dan Claudya selalu mesra. Siapa pun yang melihat mereka akan merasa hangat dan damai. Ketularan hangatnya cinta kasih mereka yang tulus terhadap satu sama lain.Enggan rasanya berjauhan dari mereka bila sudah membaur dengan dua sejoli itu. Tak jarang kemesraan mereka menimbulkan rasa iri bagi sebagian anak muda, yang tanpa sengaja menyaksikan bagaimana mereka berinteraksi di tempat umum kala mereka sedang berada di taman, di restoran, atau

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 204

    Setelah pesta kecil penyambutan orang tua angkatnya selesai dan tamu mereka pulang, Gianna tetap tinggal di rumah Amisha karena diminta Claudya untuk menginap. Celakanya, Gianna memang tak pernah bisa menolak permintaan orang tua angkatnya itu, meskipun sebenarnya ia sangat ingin pulang ke apartemennya sendiri.“Waaah, gila! Lama menghilang, kukira dia melanjutkan kuliah di luar negeri. Eh, ternyata malah ditangkap polisi! Ck!” seru Gianna, mendecak kaget sambil terus menyaksikan berita yang sedang ditontonnya di ruang tengah rumah Amisha.Ia ingat, terakhir kali ia melihat sosok orang yang diberitakan itu adalah saat menghadiri pesta perayaan ulang tahun Adelino Daneswara. Sempat beredar kabar lelaki itu akan melanjutkan study-nya di luar negeri.Haris yang sedang asyik membaca majalah olahraga hanya melirik sekilas mendengar kehebohan Gianna. Bagi Harist, kumpulan artikel dalam majalah itu jauh lebih menarik daripada berita yang ditonton Gianna. Dalam hitungan detik, ia pun kembali

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 203

    Merahnya darah yang mengaliri wajah cantik Amisha tak lagi membayang jelas. Berubah pias diterpa kekagetan. Kaget menyaksikan berjuta kenangan indah yang terekam dalam setiap helai foto yang baru saja ditemukannya. Tidak hanya foto-fotonya semasa kuliah bersama Gianna dan Sonny, tetapi juga foto-foto menjelang pernikahannya. Bahkan, beberapa foto itu memperlihatkan tubuhnya yang sudah terbalut gaun pengantin.Diiringi detak jantung yang bergemuruh, otak Amisha mereka ulang kejadian empat tahun yang lalu. Saat itu hijaunya hamparan sajadah panjang yang terbentang menutupi lantai masjid tak lagi melukiskan ketenangan dan kedamaian hati. Warna hijau itu telah beralih rupa menjadi kelabu. Menorehkan goresan pilu.Aura keemasan yang semula memancar cerah dari indahnya janur kuning yang jatuh menjuntai dan berayun-ayun dibelai embusan angin perlahan tampak memudar, lalu menghilang tanpa jejak.Kalau saja Amisha tahu bahwa putihnya gaun pengantin yang dikenakannya saat itu tak lagi melambang

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 202

    Dulu, ketika Amisha masih menyandang status sebagai tunangan Sonny, kehidupannya penuh keceriaan. Hampir setiap hari ia senyum-senyum sendiri membaca serangkaian pesan mesra dari Sonny. Saat itu ia benar-benar bahagia dan berharap kebahagiaan itu tak akan pernah berakhir.Kala itu awal tahun 2016. Pelaksanaan akad nikah yang direncanakan keluarga mereka tinggal menghitung hari. Tak ada yang menyangka jika tepat pada hari yang ditunggu-tunggu itu semua mimpi hidup bahagia yang dimiliki Amisha lenyap tak berbekas.Saat itu Amisha hanya bisa bergeming dengan ekspresi berubah kaku. Senyuman bahagia yang terpancar dari bibirnya beberapa detik sebelumnya seakan direnggut paksa oleh berita buruk tentang ketidakhadiran Sonny di Masjid Istiqlal hari itu.Amisha merasakan dunia tempatnya berpijak amblas seketika. Menariknya masuk ke dalam lapisan kerak bumi terdalam. Membenamkan jiwa raganya dalam kekalutan pikiran yang mengantarnya pada titik nadir sikap pesimis tentang cinta.Cinta Sonny yang

DMCA.com Protection Status