Share

Bab 152

Penulis: Lathifah Nur
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-18 17:43:57
Amisha melongokkan kepala, mencoba mengintip isi kotak yang sedikit terbuka. Hatinya benar-benar sudah tidak sabar untuk mengetahui benda apa yang bersembunyi di dalam sana.

BRUK!

Cecilia mengempaskan kembali tutup kotak itu, membuat Amisha mendesah kecewa. Cecilia tertawa kecil melihat roman muka kusut kakak iparnya.

“Ayooo … penasaran, ya?” goda Cecilia, menggoyangkan jari telunjuk yang mengarah kepada Amisha.

“Enggak! Siapa juga yang tertarik mengetahui isi benda usang itu,” elak Amisha, berlagak pongah sembari membuang muka, menatap ke luar jendela.

Ia merasa malu aksi mengintipnya ketahuan sang adik ipar, yang usilnya setali tiga uang dengan kakaknya.

‘Menyebalkan sekali! Mengapa juga hidupku harus dikelilingi dua makhluk manis yang sangat menjengkelkan ini,’ rungut Amisha dalam hati.

Baik Zain maupun Cecilia sering kali mengobrak-abrik emosi jiwanya. Menjadikan hidupnya terasa lebih berwarna, karena tingkah konyol dan ulah iseng mereka. Hanya saja, Amisha terlalu angkuh untuk men
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 153

    Amisha ingat, The Ugly Duckling adalah buku favoritnya. Seakan-akan itik si buruk rupa di dalam buku itu adalah gambaran dirinya. Ia memang tidak punya saudara. Namun, ia selalu menerima perundungan dari teman-teman sekolahnya dan anak-anak lain yang melihatnya.Mereka tak mau berteman dengan dirinya, karena ia memiliki warna rambut dan manik mata yang berbeda dari mereka. Parahnya, mereka bahkan menganggap ia setan.Ketika mamanya menghadiahinya buku cerita tentang itik si buruk rupa itu, Amisha selalu membawa buku itu ke mana pun ia pergi. Tak pernah bosan ia membacanya, meski tak terhitung lagi sudah berapa kali ia menamatkannya. Ia berharap suatu saat nanti, nasibnya akan sama seperti akhir cerita dari itik si buruk rupa. Itik itu tidak jelek seperti yang disangkakan kepadanya. Ia hanya terlahir dan tumbuh di lingkungan yang salah.Itik buruk rupa itu adalah seekor angsa cantik, yang mendapatkan kembali kepercayaan diri dan kebahagiaannya setelah takdir mempertemukan dirinya dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-19
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 154

    CTAK!Zain menjitak kepala Cecilia.“Mas Zain!” pekik Cecilia, meringis. Ia mengusap kepalanya yang dijitak Zain.“Kau pantas menerimanya, karena kau telah melakukan hal yang seharusnya tidak kau lakukan,” kecam Zain, sedikit kesal atas ulah adiknya itu.“Tapi, Mas! Aku cuma ingin Mbak Amisha tahu masa kecil Mas,” ujar Cecilia, membela diri dan bersungut-sungut.“Cecilia!” Zain menghardik Cecilia dengan nada penuh tekanan.“Let’s get out of here, Honey!” ajak Leon, menarik tangan Cecilia keluar dari ruangan perpustakaan itu.“But, Honey … I—”“Forget it!” Leon memotong ucapan Cecilia dan merangkul pinggangnya, mempercepat langkah turun ke lantai dasar.Cecilia masih berusaha menoleh ke belakang, memastikan kakaknya tidak akan memarahi Amisha.“Kenapa sih Mas Zain harus menjitak kepalaku. Sakit,” gerutu Cecilia, mengusap lagi kepalanya yang masih terasa nyeri.“Kamu sih … kenapa juga pakai membongkar pusaka kakakmu,” timpal Leon.“Memangnya salah ya kalau aku memberitahu Mbak Amisha ten

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-19
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 155

    PLAK!Tanpa diduga Amisha melayangkan sebuah tamparan pada pipi Zain.Zain ternganga kaget dan refleks mengelus pipinya yang terasa perih, akibat tamparan Amisha. Matanya menatap Amisha penuh tanya.“Itu hadiah kecil dariku atas kesuksesanmu membohongiku,” ujar Amisha datar, lalu memutar tubuhnya, hendak berlalu dari hadapan Zain.GREP!Cepat-cepat Zain menyambar tubuh Amisha dan memeluknya dari belakang.Amisha ingin menginjak kaki Zain, seperti yang sering dilakukannya. Zain menghindar dan semakin memperketat pelukannya. Ia menyandarkan dagu pada pundak Amisha.“Maafkan aku, Sweetie! Aku tidak berniat membohongimu. Aku hanya menunggu waktu yang tepat untuk menceritakan semuanya,” bisik Zain lirih, merasa bersalah karena telah merahasiakan kebenaran yang sesungguhnya dari Amisha.Amisha mendengus jengkel.“Kau boleh memarahiku atau menghukumku, tapi aku mohon … jangan membenciku,” pinta Zain mengiba, menyembunyikan wajahnya pada ceruk leher Amisha. Dikecupnya leher Amisha yang tersemb

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-19
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 156

    Zain keluar dari gudang dengan membawa seutas tali tambang. Tali tambang itu sudah terikat erat pada sepotong balok yang cukup kuat. Ia mendongak, menatap balkon kamarnya dari hamparan rumput di halaman, seperti sedang memperkirakan kekuatan lemparannya, agar kayu pada ujung tali tambang itu bisa jatuh tepat sasaran, dan tersangkut erat pada tempat yang diinginkannya.Berpayungkan telapak tangan kiri, sejenak Zain melindungi matanya dari terik mentari yang makin meninggi. Matanya sedikit menyipit, memperjelas penglihatannya pada sela pagar pembatas balkon.Setelah menimbang-nimbang, Zain memutuskan untuk melemparkan ujung tali dengan pengait itu ke bagian depan balkon. Ia memperhitungkan kemungkinan terburuk. Andai nasib baik tidak berpihak kepadanya, setidaknya ia tidak akan mengalami cedera yang terlalu parah, jika ia jatuh terempas ke halaman berumput daripada menghantam kumpulan batu-batu kecil pada taman di kedua sisi balkon.Dengan bismillah, Zain mulai melempar ujung tali tamban

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-19
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 157

    “Banyak kok bahan makanannya. Kenapa kamu tampak bingung?” Cecilia tak mengerti mengapa Leon terlihat bego.“Iya sih. Tapi coba lihat! Itu kulkas isinya ikan semua. Kakakmu dan istrinya suka pilih-pilih makanan ya?”‘Masa iya sih aku harus memasak makanan dari bahan dasar ikan semua?’ batin Leon, sedikit kecewa.“Setahuku tidak sih. Sudahlah, masak saja apa yang ada. Mungkin mereka belum sempat belanja. Kamu ‘kan jagonya olahan ikan,” puji Cecilia, dengan nada merayu sambil menangkupkan kedua tangan di depan muka Leon.Seketika senyuman Leon mengembang, mendengar pujian dari istrinya itu. “Kamu yakin?”Cecilia mengangguk.“Mari kubantu!” tawar Cecilia, mengeluarkan stok ikan dari dalam kulkas.Entah berapa lama Leon berkutat di dapur, menyiapkan hidangan spesial untuk sang kakak ipar, ditemani istri tercinta. Beberapa menu menggugah selera telah terhidang di atas meja.Amisha menurunkan bentangan majalah yang menutupi wajahnya. Hidungnya mengendus-endus, mencium aroma wangi makanan lez

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-20
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 158

    KRIUUUT!Amisha terbangun dari tidurnya karena suara nyaring yang meraung dari perutnya. Ia duduk mengucek kedua mata. Sembari berjuang keras melawan kantuk, Amisha meraih jam beker di dekat lampu meja. Pukul satu dini hari.“Tapi … aku lapar sekali,” gumam Amisha, menguatkan hati untuk tetap membuka mata, sambil menutup mulutnya yang menguap lebar.“Kenapa? Kau mimpi buruk lagi?” tanya Zain.Ia ikut terjaga merasakan kegelisahan Amisya, yang sedari tadi duduk tidur di sampingnya.“Tidak. Aku hanya lapar.” Amisha menyahut lesu.Ingin sekali ia bisa melanjutkan tidurnya, tetapi rasa lapar di perutnya tak mau diajak kompromi.“Kau mau makan apa? Biar kubuatkan,” jawab Zain, dengan nada masih mengantuk.Ia segera duduk, menyingkap selimut, dan siap turun dari ranjang.“Benarkah?” Amisha jadi bersemangat.“Iya. Bilang saja!”“Aku mau kerak telor.”Jawaban Amisha membuat mata Zain membulat.“Sayang … yang lain saja ya … ini sudah lewat tengah malam. Mana ada lagi yang jual kerak telor.” Zai

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-20
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 159

    “Ck! Capek-capek berburu dan masak tengah malam, eh … cuma dimakan sepotong kecil!”Zain mendecak kecewa, menatap sendu pada potongan besar kerak telor yang masih memenuhi piring di tangannya.“Sayang banget kalau tidak dimakan.”Dengan terpaksa, Zain menghabiskan sendiri hasil masakannya. Prinsip Zain, jangan pernah membuang-buang makanan. Di luar sana, masih banyak sekali orang, yang untuk makan sekali sehari saja, susahnya minta ampun. Bahkan, tak jarang mereka harus mengais tempat sampah dan berburu nasi aking, demi menyambung hidup. Tidak membuang makanan merupakan salah satu wujud syukur atas rezeki makanan yang diberikan Allah.“Oh My God! Lama-lama badanku bisa sebesar gentong, kalau tiap malam harus jadi sapu jagat makanan sisa Amisha.”Zain mengamati tubuhnya. Semenjak Amisha memiliki kebiasaan makan tengah malam, ia merasa berat badannya mulai bertambah.“Ah! Aku harus lebih sering olahraga.” Zain terus berdialog dengan bayangan dirinya di dalam cermin.Jarum jam sudah menun

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-20
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 160

    Amisha berdiri lemas, dengan bertopang sebelah tangan pada dinding kamar Mandi. Sebelah tangan lainnya bertumpu pada lutut. Seluruh tubuhnya gemetar, setelah berulang kali perutnya terbalik, memuntahkan isinya.“Tidak usah!” tolak Amisha, menepis tangan Zain yang ingin menolongnya. Ia masih marah pada Zain.“Jangan keras kepala!” kata Zain tegas, ketika lagi-lagi Amisha mendorongnya agar menjauh, sementara tubuhnya semakin terlihat lemah.Zain mengabaikan segala pemberontakan Amisha dan terus saja mengangkat tubuh lemah istrinya itu, dengan kedua lengan kekarnya.“Mbak Amisha kenapa?” tanya Cecilia, berdiri cemas melihat wajah pucat Amisha dalam gendongan Zain.“Tidak apa-apa. Hanya morning sickness. Kalian harus pergi tanpa aku,” sahut Zain sambil terus berjalan, membawa Amisha kembali ke kamar.Cecilia dan Leon melepas kepergian Zain beserta istrinya dengan desahan napas panjang. Sepertinya usaha mereka untuk menjemput pasangan suami istri itu memang akan berbuah sia-sia.“Tidak ada

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-20

Bab terbaru

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 210

    Amisha masih tegak mematung. Dadanya kian berguncang hebat. Detak jantungnya bagai genderang perang. Sungguh! Kata-kata Zain membawa jiwanya melayang tinggi, meniti angkasa menuju nirwana. Ia tak percaya Zain melamarnya. Ya, lamaran romantis yang diimpikan semua wanita. Meskipun tertunda sekian lama, Amisha masih saja merasakan lututnya gemetar. Saking gugupnya ia mendengar lamaran Zain yang disaksikan puluhan pasang mata.Selang beberapa menit, perlahan tangan kiri Amisha terulur membelai rambut Zain. Pelangi seakan bermunculan di hatinya kala ia menganggukkan kepala, tersenyum manis kepada Zain. Rona pelangi juga memancar dari sepasang netra gelap Zain ketika menyaksikan anggukan kepala Amisha. Senyuman Zain merekah.Tepuk tangan pun membahana disertai senyum bahagia dari puluhan pasang mata yang menjadi saksi lamaran tertunda Zain untuk Amisha.Zain pun bangkit dari berlutut dan spontan memeluk erat tubuh Amisha. Sejenak ia lupa akan keberadaan anak-anak panti yang menyaksikan mere

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 209

    CEKLEK!Zain menutup pintu ruang kerja Amisha dengan kaki. Tangannya langsung saja menyambar tubuh Amisha yang berada di depannya dan melingkar erat pada pinggang ramping Amisha.Amisha membuang napas kesal. Kedua tangannya jatuh lurus ke samping tubuhnya.“Ini kantor, Tuan Zain Adelino! Sekarang saatnya aku bekerja!” Amisha memberi peringatan keras.Zain hanya tersenyum kecil tanpa berusaha merenggangkan pagutan lengannya dari tubuh istrinya itu. Sebaliknya, ia malah membenamkan wajahnya pada ceruk leher Amisha yang masih berbalut jilbab.“Sebentar saja,” rengek Zain.Matanya tertutup rapat, konsentrasi menyesap aroma wangi yang menguar dari tubuh Amisha.Puncak hidungnya yang menjulang tinggi berdiri pongah, seakan ingin memamerkan pada dunia bahwa tak ada seorang pun yang melebihi ketampanannya, setelah berhasil menaklukkan Amisha Harist.“Jangan bilang kamu ingin memangsaku saat ini!” goda Amisha, menoleh pada Zain dan langsung disambut dengan kecupan ringan pada pipinya.“Oh My G

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 208

    Pandangan Amisha belum beralih dari Sonny, menanti penjelasan yang tak sepenuhnya ia pahami. Diletakkannya sendok dengan sedikit kasar. Menimbulkan bunyi berdentang. Untung saja meja mereka agak terpisah dari pengunjung lain, sehingga suara dentingan sendok beradu dengan piring tak sampai terdengar ke meja tetangga.“Aku tidak suka berteka-teki,” sergah Amisha dingin.Sonny tersenyum tipis dengan canggung. Ia sangat mengenal ekspresi yang ditunjukkan Amisha. Wanita itu sedang memasang kuda-kuda untuk setiap serangan kata yang akan dilayangkan oleh lawan bicaranya.“Ya … bisa jadi suatu hari nanti yang lalu itu akan menjadi awal dari masa depan,” kata Sonny, berandai-andai sembari tetap memendam angan.Amisha menantang tatapan sendu Sonny. “Tidak usah terlalu tinggi menggantung harap akan masa depan. Nikmati saja saat ini! Karena belum tentu Tuhan masih memberimu kesempatan untuk merasakan hangatnya cahaya mentari esok pagi.”Sonny terdiam. Perkataan Amisha skak mat untuknya. Ia hanya

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 207

    “Ah, sudahlah! Mungkin aku memang harus ke sana. Setidaknya, pertemuan ini akan memperjelas semuanya.” Amisha akhirnya menyambar tas di atas meja, lalu menghilang dari ruangannya. Tidak butuh waktu lama bagi Amisha untuk tiba di kafe O, tempat janji temunya dengan seseorang yang menghubunginya satu jam yang lalu. Begitu Amisha berdiri di pintu masuk, seorang lelaki melambaikan tangan ke arahnya. Amisha pun berjalan ke meja di mana lelaki itu duduk. Kalau saja siang itu sinar mentari tidak begitu beringas, Amisha akan memilih pojok paling tepi di bagian luar kafe itu. Lebih sejuk. Akan tetapi, menikmati keindahan kubah dengan kaca warna-warni pada langit-langit kafe tersebut tentu tak kalah menyenangkan bila dibandingkan dengan nuansa alam di bagian luarnya. “Silakan duduk!” kata lelaki itu, menarik kursi untuk Amisha. “Terima kasih,” sahut Amisha. Komunikasi di antara mereka terdengar seperti percakapan sepasang robot yang sedang dalam masa uji coba. Amisha mematung kaku, mema

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 206

    Amisha terjaga dari tidurnya ketika mendengar suara dengungan juicer yang sedang bekerja mengolah mangga. Entah berapa tempat yang didatangi Zain sampai akhirnya dia berhasil mendapat dua buah mangga sebagai stok terakhir dari sebuah kedai buah di pinggir jalan yang buka dua puluh empat jam. Ukurannya pun tidak terlalu besar. Layaknya buah mangga yang didatangkan dari kampung. Namun, Zain tetap bersyukur ia dapat memenuhi keinginan istri tercinta yang tengah mengidam itu. Melihat senyum bahagia menghiasi wajah Amisha adalah kebahagiaan terbesar bagi Zain. Amisha beranjak turun dari sofa bed dan melangkah gontai menuju ruang makan. Sesekali ia masih menguap dan ditutupnya dengan telapak tangan. Melihat Amisha berjalan seperti orang mabuk, Zain menekan tombol off, bergegas menyongsong Amisha, lalu membawanya duduk pada sebuah kursi. Lantaran masih mengantuk, Amisha langsung menempelkan sebelah pipinya pada permukaan meja. Matanya menatap sayu pada Zain yang melanjutkan pekerjaannya.

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 205

    “Waktu Amisha masih kecil, mama kalian bahkan heboh, sampai lapor polisi karena mengira Amisha kabur setelah dimarahi. Eh, ternyata Amisha cuma ngumpet di kamar pengungsiannya.” Harist terkekeh setelah menceritakan kejadian itu, tak peduli pada sorot mata membunuh yang dilayangkan sang istri sebelumnya.“Honey?!” protes Claudya, dengan muka merah. Entah benar-benar marah atau justru tersipu malu.Gianna dan Zain tersenyum geli melihat raut muka Claudya yang bak pengantin baru digoda suaminya.Meski usia mereka sudah di ambang senja, hubungan Harist dan Claudya selalu mesra. Siapa pun yang melihat mereka akan merasa hangat dan damai. Ketularan hangatnya cinta kasih mereka yang tulus terhadap satu sama lain.Enggan rasanya berjauhan dari mereka bila sudah membaur dengan dua sejoli itu. Tak jarang kemesraan mereka menimbulkan rasa iri bagi sebagian anak muda, yang tanpa sengaja menyaksikan bagaimana mereka berinteraksi di tempat umum kala mereka sedang berada di taman, di restoran, atau

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 204

    Setelah pesta kecil penyambutan orang tua angkatnya selesai dan tamu mereka pulang, Gianna tetap tinggal di rumah Amisha karena diminta Claudya untuk menginap. Celakanya, Gianna memang tak pernah bisa menolak permintaan orang tua angkatnya itu, meskipun sebenarnya ia sangat ingin pulang ke apartemennya sendiri.“Waaah, gila! Lama menghilang, kukira dia melanjutkan kuliah di luar negeri. Eh, ternyata malah ditangkap polisi! Ck!” seru Gianna, mendecak kaget sambil terus menyaksikan berita yang sedang ditontonnya di ruang tengah rumah Amisha.Ia ingat, terakhir kali ia melihat sosok orang yang diberitakan itu adalah saat menghadiri pesta perayaan ulang tahun Adelino Daneswara. Sempat beredar kabar lelaki itu akan melanjutkan study-nya di luar negeri.Haris yang sedang asyik membaca majalah olahraga hanya melirik sekilas mendengar kehebohan Gianna. Bagi Harist, kumpulan artikel dalam majalah itu jauh lebih menarik daripada berita yang ditonton Gianna. Dalam hitungan detik, ia pun kembali

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 203

    Merahnya darah yang mengaliri wajah cantik Amisha tak lagi membayang jelas. Berubah pias diterpa kekagetan. Kaget menyaksikan berjuta kenangan indah yang terekam dalam setiap helai foto yang baru saja ditemukannya. Tidak hanya foto-fotonya semasa kuliah bersama Gianna dan Sonny, tetapi juga foto-foto menjelang pernikahannya. Bahkan, beberapa foto itu memperlihatkan tubuhnya yang sudah terbalut gaun pengantin.Diiringi detak jantung yang bergemuruh, otak Amisha mereka ulang kejadian empat tahun yang lalu. Saat itu hijaunya hamparan sajadah panjang yang terbentang menutupi lantai masjid tak lagi melukiskan ketenangan dan kedamaian hati. Warna hijau itu telah beralih rupa menjadi kelabu. Menorehkan goresan pilu.Aura keemasan yang semula memancar cerah dari indahnya janur kuning yang jatuh menjuntai dan berayun-ayun dibelai embusan angin perlahan tampak memudar, lalu menghilang tanpa jejak.Kalau saja Amisha tahu bahwa putihnya gaun pengantin yang dikenakannya saat itu tak lagi melambang

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 202

    Dulu, ketika Amisha masih menyandang status sebagai tunangan Sonny, kehidupannya penuh keceriaan. Hampir setiap hari ia senyum-senyum sendiri membaca serangkaian pesan mesra dari Sonny. Saat itu ia benar-benar bahagia dan berharap kebahagiaan itu tak akan pernah berakhir.Kala itu awal tahun 2016. Pelaksanaan akad nikah yang direncanakan keluarga mereka tinggal menghitung hari. Tak ada yang menyangka jika tepat pada hari yang ditunggu-tunggu itu semua mimpi hidup bahagia yang dimiliki Amisha lenyap tak berbekas.Saat itu Amisha hanya bisa bergeming dengan ekspresi berubah kaku. Senyuman bahagia yang terpancar dari bibirnya beberapa detik sebelumnya seakan direnggut paksa oleh berita buruk tentang ketidakhadiran Sonny di Masjid Istiqlal hari itu.Amisha merasakan dunia tempatnya berpijak amblas seketika. Menariknya masuk ke dalam lapisan kerak bumi terdalam. Membenamkan jiwa raganya dalam kekalutan pikiran yang mengantarnya pada titik nadir sikap pesimis tentang cinta.Cinta Sonny yang

DMCA.com Protection Status