Share

Bab 137

Penulis: Lathifah Nur
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-14 17:02:35
“Masuk!” teriak Zain malas.

“Kenapa lagi anak itu ke mari?” gumam Zain, mendengkus kesal, mengira Yoshi yang datang ke ruangannya.

Seorang wanita cantik, dengan rambut dibiarkan tergerai lepas menyentuh bahu, berjalan dengan sengaja berlenggak-lenggok untuk menarik perhatian Zain. Kemeja putihnya sangat ketat, membungkus tubuh seksinya. Mencetak nyata sepasang bukit kembar yang nyaris mengintip keluar. Rok span berwarna merah yang dikenakannya, mempertontonkan hampir setengah dari paha putih mulusnya.

Zain tak mengalihkan perhatiannya dari dokumen yang dibacanya. Sengaja menunggu Yoshi berbicara.

“Selamat siang, Tuan Zain!” sapa wanita itu, dengan nada suara yang sengaja dibuat mendayu-dayu.

Zain mendongak kaget. Ia tak menduga bukan Yoshi yang bertamu ke ruangannya, melainkan seorang wanita yang sudah tidak asing baginya.

Zain melirik jam dinding. Masih tersisa waktu tiga puluh lima menit sebelum jadwal pertemuan yang dijanjikan.

‘Kenapa wanita ini datang jauh lebih awal?’ Zain membat
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 138

    Pukul 14. 55. Maisie melirik jam dinding dengan dada berdegup kencang. Lima menit lagi jadwal pertemuannya dengan Zain akan dimulai. Buru-buru ia merapikan penampilannya. Tidak! Lebih tepatnya, membuat penampilannya lebih menggoda.Ia sengaja membuka dua kancing teratas dari kemeja putih yang dikenakannya. Memberi ruang kepada sepasang bukit kembar yang bersembunyi di sana untuk sedikit mengintip keluar. Memaksa lelaki lemah yang melirik sepasang bukit kembar itu menelan ludah.Maisie pura-pura menjatuhkan pena ketika mendengar suara pintu terbuka. Sepasang sepatu berhenti tepat di ujung tangannya yang sedang meraih pena itu. Maisie sengaja berlama-lama membungkuk, memperlihatkan lembah bukitnya yang terbelah. Ia tersenyum licik, mengira Zain mematung di dekat tangannya, karena mulai tergoda oleh trik yang sedang dimainkannya.“Kalau Anda belum siap, sebaiknya tunda atau batalkan saja pertemuannya.”Sebuah suara yang sangat berbeda dari suara Zain mengagetkan Maisie. Ia mendongak. Waja

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-14
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 139

    “Aduh, Tuan … biar saya saja yang menyelesaikannya,” kata Inah, merasa tidak enak hati membiarkan Zain bergumul dengan asap kompor.“Tidak apa, Bi. Ini untuk istriku. Dia lagi sakit,” sahut Zain lembut, menolak tawaran Inah dengan halus.“Tapi, Tuan—”“Bibi tidak usah cemas, gaji Bibi tidak akan kupotong,” seloroh Zain, memotong perkataan Inah.“Bukan begitu maksud saya, Tuan. Ini sudah tugas saya. Masa Tuan yang harus menyelesaikannya,” protes Inah, bersikeras.“Bi, menyediakan makanan untuk istri adalah tugas seorang suami. Karena aku sibuk, jadi aku harus mengalihkan tugasku kepada Bibi, dengan syarat aku harus membayar Bibi. Sekarang aku sedang tidak sibuk. Jadi, biarkan aku melaksanakan kewajibanku. Memangnya Bibi mau menggantikanku untuk menjawab pertanyaan yang diajukan kepadaku di yaumil akhir nanti?”Pernyataan dan pertanyaan Zain membuat Inah melongo. Ia tak menyangka Zain seorang lelaki yang sangat menyadari tanggung jawabnya. Zaman sekarang sudah sangat susah menemukan lela

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-15
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 140

    Amisha masih menyembunyikan wajah di balik bantal. Isaknya masih terdengar. Mengundang Zain untuk segera mendekatinya.Zain menyingkirkan bantal yang menutupi kepala Amisha. Ia jadi merasa bersalah karena telah menyebabkan Amisha menangis.“Maafkan aku, Sweetie! Aku tidak bermaksud untuk bersikap pelit—”“Benarkah?”Belum selesai Zain bicara, Amisha melonjak bangkit dan memotong ucapannya. Ia bertanya dengan wajah berbinar cerah.Zain tersenyum dan mengangguk.“Jadi, aku boleh memakannya?” tanya Amisha lagi, penuh semangat.Sejenak Zain bingung mau menjawab apa. Ia tidak ingin Amisha jatuh sakit karena makanan itu. Di sisi lain, ia juga tidak tega melihat Amisha bersedih hati karena penolakannya.“Kamu bohong!” Lagi-lagi Amisha merajuk, menjatuhkan mukanya ke atas kasur.Zain menghela napas panjang. ‘Ya sudahlah! Mungkin sebaiknya aku mengalah.’“Tidak. Aku tidak bohong. Kau boleh mencicipinya, tapi sedikit saja ya,” bujuk Zain lembut, mengelus punggung Amisha.“Yeaay!” Amisha melompa

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-15
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 141

    Amisha menguap lebar dan merentangkan kedua tangannya ketika bangkit dari duduk. Cepat-cepat Zain menutup mulut Amisha yang menganga lebar dengan punggung tangannya.“Salat isya dulu!” kata Zain, mengingatkan Amisha.“Masih lama,” elak Amisha.Zain melirik jam dinding. Masih dua puluh menit lagi waktu tersisa sebelum masuk waktu isya. Zain pun membiarkan Amisha berjalan menuju ranjang. Berpikir bahwa ia akan membangunkan Amisha nanti, bila Amisha sudah cukup lama tertidur.Zain turun ke dapur, meletakkan perkakas kotor itu ke dalam wastafel cuci piring, tepat pada saat Inah keluar dari kamar.“Biar saya saja yang mencucinya, Tuan!” kata Inah, semakin tak enak hati jika Zain lagi yang menyelesaikan tugasnya.“Oh. Baiklah. Terima kasih, Bi!”Pikiran yang masih terfokus pada keanehan Amisha, memaksa Zain untuk merelakan perkakas kotor itu diurus oleh Inah. Ia tidak mau ada piring atau gelas yang pecah gara-gara otaknya tidak bisa berkonsentrasi dengan baik.Zain kembali ke kamar, lagi-lag

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-15
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 142

    “Oh My God! Ini tidak bisa dibiarkan. Sepertinya ada yang salah dengan Amisha. Apa aku harus bawa dia ke ustadz ya?”Sambil berjalan menuruni tangga ke lantai bawah, Zain menimbang-nimbang apa yang akan dilakukannya untuk memulihkan kondisi Amisha seperti semula.Sebersit sesal menyeruak di hatinya, teringat ia telah membawa Amisha ke tengah laut demi menikmati indahnya mentari senja di Pantai Kenjeran Lama.“Jangan-jangan dia kemasukan jin laut,” cemas Zain. “Ah, sudahlah! Besok saja memikirkannya. Sekarang lebih baik cepat-cepat masak sebelum dia ngamuk.”Zain mengayun langkah panjang menuju dapur. Mengecek stok bahan makanan, lalu tersenyum lega melihat masih ada tumpukan kentang dalam keranjang bulat di sudut kitchen set.Zain berusaha menyiapkan makanan yang diminta Amisha dalam waktu sesingkat mungkin. Seporsi wafel saus Bolognese sudah tersaji dalam piring, ditemani segelas susu cokelat panas.“Yaaa, sudah tidur lagi,” keluh Zain.Ia sedikit kecewa mendapati Amisha telah tertidu

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-16
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 143

    “Apa? Misha dilarikan ke rumah sakit?” Zain berteriak syok saat mendengar kabar tentang Amisha dari Gianna melalui sambungan telepon.Tergabas ia menyambar jas yang tersampir di punggung kursi putar, lalu lari mendua katak, menyusuri koridor menuju lift.“Shit!” Zain memaki kesal, mendapati lift khusus eksekutif itu sedang dipakai.Tak kehilangan akal, Zain berlari kencang menuju lift karyawan. Lagi-lagi ia mengumpat jengkel karena ternyata semua lift karyawan juga sedang berjalan.Tak ingin menunggu lama, Zain berlari menuju tangga darurat. Ia tak peduli berapa anak tangga yang harus ia tempuh untuk bisa sampai ke lantai dasar. Yang ia tahu, ia harus secepatnya tiba di rumah sakit.Zain tak mengacuhkan kemejanya yang basah kuyup oleh keringat, pun seluruh tubuhnya yang bermandi peluh gara-gara berlari kencang menuruni tangga. Dibuangnya jas yang dibawanya ke atas jok di samping kursi kemudi. Ia memasukkan kunci mobil dengan tangan gemetar, menyalakan mesin, lalu tancap gas dengan kece

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-16
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 144

    “Saya, Dok!” Zain yang berdiri di pintu masuk, menyahut cepat.Ia baru saja menyelesaikan urusan administrasi rawat inap Amisha.Dokter perempuan itu tersenyum menyambut kehadiran Zain. “Selamat, Tuan Zain! Anda akan segera menjadi seorang ayah.”Zain cuma bengong seraya melirik Amisha tak berkedip. Ia seakan tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.“Kyaaa … selamat, Misha! Kau akan menjadi ibu!” Gianna berteriak heboh sembari memeluk Amisha.Sama seperti Zain, Amisha juga bengong. Balas menatap Zain tanpa kata. Perasaannya tak menentu. Haruskah ia merasa senang dengan berita kehamilannya?“Tuan Zain! Anda baik-baik saja?” tanya sang dokter, menepuk pelan pundak Zain.Zain terperanjat.“Ah, ya. Saya baik-baik saja,” sahut Zain, gelagapan.“Tolong jaga istri Anda dengan baik! Dia tidak boleh terlalu lelah. Kandungannya masih lemah. Baru berusia lima minggu,” jelas sang dokter, memberi wejangan kepada Zain.“Baik, Dok! Terima kasih!” Zain tak tahu lagi harus mengatakan apa kepa

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-16
  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 145

    Langit pagi Jakarta tak begitu indah. Awan kelabu berarak lambat, diembus semilir angin pagi menjelang siang, seakan ingin membagi rata setiap mendung yang disebabkannya.Suasana hati Sonny berbanding terbalik dengan mendungnya cuaca. Ia bersiul kecil mengitari toko bunga segar. Menyentuh dan menghirup aroma wangi dari setiap bunga indah yang menarik hatinya.“Ada yang bisa saya bantu, Pak?” tanya gadis penjaga toko bunga itu, tersenyum ramah.“Ah, ya. Saya butuh mawar merah dan tujuh tangkai mawar putih di tengahnya,” jawab Sonny, menyebutkan jenis bunga yang dibutuhkannya.“Baik, Pak. Akan saya siapkan.”Gadis itu bergegas memilih kuntum mawar terindah dari warna yang diinginkan pelanggannya.“Ini, Pak. Sangat indah!”Gadis itu memuji selera Sonny dan menyerahkan buket bunga di tangannya kepada Sonny.“Terima kasih!” Sonny menerima buket bunga pesanannya dengan wajah berbinar cerah.Ia membawa buket bunga itu ke mukanya. Memejamkan mata sembari menikmati kesegaran wangi yang menelusu

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-16

Bab terbaru

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 210

    Amisha masih tegak mematung. Dadanya kian berguncang hebat. Detak jantungnya bagai genderang perang. Sungguh! Kata-kata Zain membawa jiwanya melayang tinggi, meniti angkasa menuju nirwana. Ia tak percaya Zain melamarnya. Ya, lamaran romantis yang diimpikan semua wanita. Meskipun tertunda sekian lama, Amisha masih saja merasakan lututnya gemetar. Saking gugupnya ia mendengar lamaran Zain yang disaksikan puluhan pasang mata.Selang beberapa menit, perlahan tangan kiri Amisha terulur membelai rambut Zain. Pelangi seakan bermunculan di hatinya kala ia menganggukkan kepala, tersenyum manis kepada Zain. Rona pelangi juga memancar dari sepasang netra gelap Zain ketika menyaksikan anggukan kepala Amisha. Senyuman Zain merekah.Tepuk tangan pun membahana disertai senyum bahagia dari puluhan pasang mata yang menjadi saksi lamaran tertunda Zain untuk Amisha.Zain pun bangkit dari berlutut dan spontan memeluk erat tubuh Amisha. Sejenak ia lupa akan keberadaan anak-anak panti yang menyaksikan mere

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 209

    CEKLEK!Zain menutup pintu ruang kerja Amisha dengan kaki. Tangannya langsung saja menyambar tubuh Amisha yang berada di depannya dan melingkar erat pada pinggang ramping Amisha.Amisha membuang napas kesal. Kedua tangannya jatuh lurus ke samping tubuhnya.“Ini kantor, Tuan Zain Adelino! Sekarang saatnya aku bekerja!” Amisha memberi peringatan keras.Zain hanya tersenyum kecil tanpa berusaha merenggangkan pagutan lengannya dari tubuh istrinya itu. Sebaliknya, ia malah membenamkan wajahnya pada ceruk leher Amisha yang masih berbalut jilbab.“Sebentar saja,” rengek Zain.Matanya tertutup rapat, konsentrasi menyesap aroma wangi yang menguar dari tubuh Amisha.Puncak hidungnya yang menjulang tinggi berdiri pongah, seakan ingin memamerkan pada dunia bahwa tak ada seorang pun yang melebihi ketampanannya, setelah berhasil menaklukkan Amisha Harist.“Jangan bilang kamu ingin memangsaku saat ini!” goda Amisha, menoleh pada Zain dan langsung disambut dengan kecupan ringan pada pipinya.“Oh My G

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 208

    Pandangan Amisha belum beralih dari Sonny, menanti penjelasan yang tak sepenuhnya ia pahami. Diletakkannya sendok dengan sedikit kasar. Menimbulkan bunyi berdentang. Untung saja meja mereka agak terpisah dari pengunjung lain, sehingga suara dentingan sendok beradu dengan piring tak sampai terdengar ke meja tetangga.“Aku tidak suka berteka-teki,” sergah Amisha dingin.Sonny tersenyum tipis dengan canggung. Ia sangat mengenal ekspresi yang ditunjukkan Amisha. Wanita itu sedang memasang kuda-kuda untuk setiap serangan kata yang akan dilayangkan oleh lawan bicaranya.“Ya … bisa jadi suatu hari nanti yang lalu itu akan menjadi awal dari masa depan,” kata Sonny, berandai-andai sembari tetap memendam angan.Amisha menantang tatapan sendu Sonny. “Tidak usah terlalu tinggi menggantung harap akan masa depan. Nikmati saja saat ini! Karena belum tentu Tuhan masih memberimu kesempatan untuk merasakan hangatnya cahaya mentari esok pagi.”Sonny terdiam. Perkataan Amisha skak mat untuknya. Ia hanya

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 207

    “Ah, sudahlah! Mungkin aku memang harus ke sana. Setidaknya, pertemuan ini akan memperjelas semuanya.” Amisha akhirnya menyambar tas di atas meja, lalu menghilang dari ruangannya. Tidak butuh waktu lama bagi Amisha untuk tiba di kafe O, tempat janji temunya dengan seseorang yang menghubunginya satu jam yang lalu. Begitu Amisha berdiri di pintu masuk, seorang lelaki melambaikan tangan ke arahnya. Amisha pun berjalan ke meja di mana lelaki itu duduk. Kalau saja siang itu sinar mentari tidak begitu beringas, Amisha akan memilih pojok paling tepi di bagian luar kafe itu. Lebih sejuk. Akan tetapi, menikmati keindahan kubah dengan kaca warna-warni pada langit-langit kafe tersebut tentu tak kalah menyenangkan bila dibandingkan dengan nuansa alam di bagian luarnya. “Silakan duduk!” kata lelaki itu, menarik kursi untuk Amisha. “Terima kasih,” sahut Amisha. Komunikasi di antara mereka terdengar seperti percakapan sepasang robot yang sedang dalam masa uji coba. Amisha mematung kaku, mema

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 206

    Amisha terjaga dari tidurnya ketika mendengar suara dengungan juicer yang sedang bekerja mengolah mangga. Entah berapa tempat yang didatangi Zain sampai akhirnya dia berhasil mendapat dua buah mangga sebagai stok terakhir dari sebuah kedai buah di pinggir jalan yang buka dua puluh empat jam. Ukurannya pun tidak terlalu besar. Layaknya buah mangga yang didatangkan dari kampung. Namun, Zain tetap bersyukur ia dapat memenuhi keinginan istri tercinta yang tengah mengidam itu. Melihat senyum bahagia menghiasi wajah Amisha adalah kebahagiaan terbesar bagi Zain. Amisha beranjak turun dari sofa bed dan melangkah gontai menuju ruang makan. Sesekali ia masih menguap dan ditutupnya dengan telapak tangan. Melihat Amisha berjalan seperti orang mabuk, Zain menekan tombol off, bergegas menyongsong Amisha, lalu membawanya duduk pada sebuah kursi. Lantaran masih mengantuk, Amisha langsung menempelkan sebelah pipinya pada permukaan meja. Matanya menatap sayu pada Zain yang melanjutkan pekerjaannya.

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 205

    “Waktu Amisha masih kecil, mama kalian bahkan heboh, sampai lapor polisi karena mengira Amisha kabur setelah dimarahi. Eh, ternyata Amisha cuma ngumpet di kamar pengungsiannya.” Harist terkekeh setelah menceritakan kejadian itu, tak peduli pada sorot mata membunuh yang dilayangkan sang istri sebelumnya.“Honey?!” protes Claudya, dengan muka merah. Entah benar-benar marah atau justru tersipu malu.Gianna dan Zain tersenyum geli melihat raut muka Claudya yang bak pengantin baru digoda suaminya.Meski usia mereka sudah di ambang senja, hubungan Harist dan Claudya selalu mesra. Siapa pun yang melihat mereka akan merasa hangat dan damai. Ketularan hangatnya cinta kasih mereka yang tulus terhadap satu sama lain.Enggan rasanya berjauhan dari mereka bila sudah membaur dengan dua sejoli itu. Tak jarang kemesraan mereka menimbulkan rasa iri bagi sebagian anak muda, yang tanpa sengaja menyaksikan bagaimana mereka berinteraksi di tempat umum kala mereka sedang berada di taman, di restoran, atau

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 204

    Setelah pesta kecil penyambutan orang tua angkatnya selesai dan tamu mereka pulang, Gianna tetap tinggal di rumah Amisha karena diminta Claudya untuk menginap. Celakanya, Gianna memang tak pernah bisa menolak permintaan orang tua angkatnya itu, meskipun sebenarnya ia sangat ingin pulang ke apartemennya sendiri.“Waaah, gila! Lama menghilang, kukira dia melanjutkan kuliah di luar negeri. Eh, ternyata malah ditangkap polisi! Ck!” seru Gianna, mendecak kaget sambil terus menyaksikan berita yang sedang ditontonnya di ruang tengah rumah Amisha.Ia ingat, terakhir kali ia melihat sosok orang yang diberitakan itu adalah saat menghadiri pesta perayaan ulang tahun Adelino Daneswara. Sempat beredar kabar lelaki itu akan melanjutkan study-nya di luar negeri.Haris yang sedang asyik membaca majalah olahraga hanya melirik sekilas mendengar kehebohan Gianna. Bagi Harist, kumpulan artikel dalam majalah itu jauh lebih menarik daripada berita yang ditonton Gianna. Dalam hitungan detik, ia pun kembali

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 203

    Merahnya darah yang mengaliri wajah cantik Amisha tak lagi membayang jelas. Berubah pias diterpa kekagetan. Kaget menyaksikan berjuta kenangan indah yang terekam dalam setiap helai foto yang baru saja ditemukannya. Tidak hanya foto-fotonya semasa kuliah bersama Gianna dan Sonny, tetapi juga foto-foto menjelang pernikahannya. Bahkan, beberapa foto itu memperlihatkan tubuhnya yang sudah terbalut gaun pengantin.Diiringi detak jantung yang bergemuruh, otak Amisha mereka ulang kejadian empat tahun yang lalu. Saat itu hijaunya hamparan sajadah panjang yang terbentang menutupi lantai masjid tak lagi melukiskan ketenangan dan kedamaian hati. Warna hijau itu telah beralih rupa menjadi kelabu. Menorehkan goresan pilu.Aura keemasan yang semula memancar cerah dari indahnya janur kuning yang jatuh menjuntai dan berayun-ayun dibelai embusan angin perlahan tampak memudar, lalu menghilang tanpa jejak.Kalau saja Amisha tahu bahwa putihnya gaun pengantin yang dikenakannya saat itu tak lagi melambang

  • Lelaki Penakluk Nona Muda   Bab 202

    Dulu, ketika Amisha masih menyandang status sebagai tunangan Sonny, kehidupannya penuh keceriaan. Hampir setiap hari ia senyum-senyum sendiri membaca serangkaian pesan mesra dari Sonny. Saat itu ia benar-benar bahagia dan berharap kebahagiaan itu tak akan pernah berakhir.Kala itu awal tahun 2016. Pelaksanaan akad nikah yang direncanakan keluarga mereka tinggal menghitung hari. Tak ada yang menyangka jika tepat pada hari yang ditunggu-tunggu itu semua mimpi hidup bahagia yang dimiliki Amisha lenyap tak berbekas.Saat itu Amisha hanya bisa bergeming dengan ekspresi berubah kaku. Senyuman bahagia yang terpancar dari bibirnya beberapa detik sebelumnya seakan direnggut paksa oleh berita buruk tentang ketidakhadiran Sonny di Masjid Istiqlal hari itu.Amisha merasakan dunia tempatnya berpijak amblas seketika. Menariknya masuk ke dalam lapisan kerak bumi terdalam. Membenamkan jiwa raganya dalam kekalutan pikiran yang mengantarnya pada titik nadir sikap pesimis tentang cinta.Cinta Sonny yang

DMCA.com Protection Status