Enjoy reading...
"Aku harus menemui pengelola kuil karena aku harus bilang padanya jika pernikahan seseorang yang bernama Minaki dan Hiroyuki tidak boleh digelar.""Maaf, alasannya kenapa?""Karena wanita yang bernama Minaki itu masihlah menjadi istriku. Kami belum bercerai."Pendeta muda itu terkejut sembari menatapku lalu kembali berucap. "Kalau masih istri anda kenapa menikah dengan lelaki lain? Apa dia berselingkuh, Tuan?"Aku menggeleng. "Dia dijodohkan sekaligus sakit hati karena ulahku. Dia memaksaku untuk menceraikannya tetapi aku tidak mau. Aku mau memperbaiki hubungan rumah tangga kami. Apalagi sekarang kami telah memiliki anak. Aku tidak mau anakku menjadi korban perpisahan orang tuanya.""Ya Tuhan, pelik sekali masalah anda. Dan juga, betapa beraninya istri anda mempermainkan pernikahan dihadapan Tuhan dan para dewa?"Pendeta muda itu terlihat menyayangkan sikap Minaki yang tidak seharusnya. Dan kesempatan ini tidak akan kusia-siakan. "Jadi pendeta, tolong pertemukan aku dengan pengelola
"Kita tidak bisa pergi dari Nobeoka hari ini." "Kenapa?" "Penerbangan menuju Tokyo ditutup semnetara karena cuaca yang tidak bagus, Jay." "Jalur darat?" Kedua alis manajer terangkat begitu aku berkata demikian. "Seorang Jayka naik transportasi darat? Dengan banyak penumpang?" "Kenapa?" "Bagaimana jika ada yang mengenalimu lalu terjadi kehebohan disana? Aku tidak siap jika kamu dikerubungi para wanita muda dan tua lalu meminta foto." Aku pernah memiliki pengalaman demikian dan berakhir dengan pipiku basah akibat menerima banyak ciuman dari wanita yang aku sendiri tidak mengenal mereka. Sungguh sangat basah hingga aku jijik dan ingin muntah. Bayangkan, mereka habis memakan berbagai santapan lalu mencium pipiku yang selalu rajin kurawat. Sebenarnya aku tidak siap jika harus kembali dikerubungi para fans lalu berakhir demikian. "Tapi aku perlu menghindari Minaki." Manajer tahu jika aku sedang ingin pergi dari Nobeoka karena ingin melepas Minaki dengan lelaki pilihannya. Meski p
Tidak ada penerbangan yang bisa membawaku ke Tokyo pagi ini. Bahkan jalur Shinkansen pun terpaksa diberhentikan sementara waktu karena Jepang bagian utara mengalami badai salju. Aku yang berada di Jepang bagian selatan pun belum merasakan salju lebat menyambangi prefektur Miyazaki. Namun hawa dingin dan hujan salju tipis sudah bermunculan disini. "Jay, makanlah. Jangan menyiksa diri seperti ini." Itu suara manajer ketika pramusaji hotel membawakan menu sarapan kami ke kamar. Mataku yang masih menatap keluar jendela kamar hotel tidak melirik manajer sama sekali. "Makanlah, Jay. Patah hati boleh tapi jangan keterusan." Dia mengangsurkan steak daging kehadapanku. Tapi aku tidak menerimanya karena perutku terasa mual. "Jangan paksa aku makan atau aku akan marah." Peringatan yang kuberikan tidak main-main. Sebab hatiku tengah panas membayangkan Minaki bersama Hiroyuki menuju kuil bersama-sama lalu memanjatkan janji suci pernikahan secara bersama-sama. Otakku mengulang lagi mem
"Saya sudah diperingatkan oleh Tuan Tatsuo kalau anda berdua ingin membawa Mayka, hanya boleh di sekitar kuil utama sampai pernikahan Nona Minaki dan Tuan Hiroyuki usai." Ucap baby sitter putriku. "Kita hanya ke aula utama Honden. Itu pun masih di sekitar kuil Dazaifu." Manajer berusaha melobi. Sedang aku tengah menimang Mayka yang menggigit gemas biskuit di tangannya. Namun perasaanku sebagai seorang ayah, tentu amat terpukul dengan ucapan baby sitter putriku itu. "Tapi saya tidak tahu apakah anda tidak membawa orang yang akan membawa kabur Mayka." "Maksudmu?" "Siapa tahu anda sudah berencana menyewa orang untuk memisahkan Mayka dari saya. Lalu kalian pergi dan meninggalkan saya sendirian. Jujur Tuan-Tuan, saya hanya orang biasa dari desa kemudian mencari nafkah dengan menjadi pengasuh Mayka." Mendengar itu manajer sempat menghela nafas panjang dengan mengusap wajahnya. "Percayalah pada kami. Kami tidak mungkin membawa Mayka pergi jauh dari kelurga Siraga. Lagi pula, Jayka tida
"Cepat pergi! Jangan kebanyakan berpikir!" "Lalu Mayka?" "Biar aku dan pengasuhnya yang mengurus. Sekarang tugasmu hanya segera pergi dari sini lalu kacaukan pernikahan Minaki. Atau kamu tidak akan mendapatkan dia selamanya." Mendengar itu, keyakinanku tersulut penuh. Aku mencium pipi putriku yang telah terlelap dalam gendonganku lalu berucap, "Doakan Papa bisa membuat Mamamu mengurungkan niatnya menikah dengan Hiroyuki ya, sayang." Lalu dengan perlahan aku memindahkan Mayka dari gendonganku ke gendongan pengasuhnya. Tidak lupa aku mengusap lembut rambutnya sebelum pergi meninggalkan mereka. Bertepatan dengan itu, hujan salju tipis mulai berjatuhan di sekitar kuil Dazaifu. Tanpa peduli dengan salju yang menerpa mata, aku tetap berlari menerjang hingga mataku terasa panas akibat salju. Lalu tanganku bergerak mengusapnya hingga langkah kakiku menapaki teras kuil utama yang berdiri sejak tahun 1506. Aku melepas alas kaki tergesa-gesa lalu membuka penutup kepala tanpa melepas ma
"Tidak bisa! Minaki tidak boleh menikah dengan Jayka!" Itu suara Tuan Tatsuo. Semua yang hadir di acara pernikahan Minaki dan Hiroyuki di kuil Dazaifu pun menoleh ke arah Tuan Tatsuo yang bersungut marah padaku. Ketika aku masih menekuk satu kaki di hadapan Minaki, beliau melangkah lalu menampar wajahku lagi. Kekacauan di dalam kuil terjadi karena ulah Tuan Tatsuo yang terus menghajarku berulang kali. "Hentikan, Pa! Jangan hajar Jayka!" Yamada menahan tubuh Tuan Tatsuo yang bersiap akan membogem wajahku lagi. "Dia mengacaukan segalanya! Apa maunya heh?!" Ketika tubuhnya masih ditahan Yamada, tiba-tiba saja Tuan Tatsuo menggunakan kakinya untuk menendang kakiku. Sakit sekali rasanya dan aku hanya bisa terdiam menerima serangannya. "Pa! Jangan hajar, Jayka! Aku yang salah! Aku yang salah! Kalau Papa ingin tetap melanjutkan pernikahan ini, aku rela asal jangan sakiti Jayka. Aku akan lakukan apapun yang Papa mau tapi tolong biarkan Jayka pergi." Aku menoleh tidak percaya dengan
Tanganku mendadak dingin dan berkeringat. Jantungku berdebar-debar menunggu jawaban apa yang akan diucapkan Minaki dihadapan pendeta dan keluarga besarnya dan Hiroyuki. Sungguh, aku ingin keluar sebagai pemenangnya. Aku ingin Minaki kembali memilihku sebagai suaminya. Demi Tuhan, aku akan lebih bersungguh-sungguh menjaga hati dan dirinya di kemudian hari. Bukan menyia-nyiakan dia seperti di masa yang sudah-sudah. "Minaki Siraga, siapakah lelaki yang akan kamu pilih?" Pendeta Hakata bertanya dengan menatap wajah Minaki. "Jayka, atau Hiroyuki?" Minaki menghembuskan nafas panjang sekali barang dua kali sebelum memberi jawaban. "Pertama-tama, saya ingin mengucapkan terima kasih untuk kedua keluarga yang telah memberi waktu bagi saya untuk benar-benar memilih, siapakah diantara kedua lelaki ini yang akan saya pilih." "Kedua, saya ingin mengucapkan maaf sebesar-besarnya pada kedua keluarga. Karena saya telah menutupi satu fakta besar dari hidup saya, jika saya pernah menikah dengan Ja
"Satu rumah siap huni? Untuk apa, Jay?" Tanya manajerku. "Siapkan saja." Ucapku dengan tetap menimang Mayka. Sesaat kemudian dia tertawa girang karena selain menimangnya, aku juga mengajaknya bercanda. Rupanya, memiliki anak rasanya sesenang ini. Ada seseorang yang menunggu di rumah selepas lelah bekerja lalu merengek dengan manjanya untuk minta dipangku dan sebagainya. Walau masa kecilku hanya ditimang dan dipenuhi dengan uang seadanya oleh orang tua angkatku, setidaknya aku bersyukur karena mereka lah aku bisa hidup sampai sekarang. Kedua orang tua kandungku entah siapa dan kemana setelah membuangku ketika masih baru lahir. Seperti apa yang dikatakan Bapak dan Ibuku dulu, aku tidak boleh mewariskan nasib malangku itu pada generasiku. Mayka tidak boleh merasakan tidak enaknya ditinggal bahkan disia-siakan olehku, ayah kandungnya. "Papa janji akan menyenangkan Mayka. Papa janji akan selalu bersama Mayka selamanya." Ucapku dengan mendekatkan hidungku ke hidungnya yang mungil itu
POV MINAKI Satu Tahun Kemudian … Jayka benar-benar menunjukkan keseriusannya padaku selama satu tahun kami menjalani pernikahan kedua ini. Semua terasa indah dan melenakan karena sesungguuhnya hati ini masih lah miliknya meski sedalam apapun kesalahan yang Jayka perbuat. Sungguh cinta sebodoh ini. Hari-hari penuh cinta selalu Jayka tawarkan padaku. Perlakuannya di ranjang juga tidak kalah hebatnya hingga aku diam-diam selalu menginginkannya. Maklum, usia kami masih tergolong pasangan muda. Meski kakiku memiliki keterbatasan, namun aku tidak menjadikan itu sebagai penghalang untuk memuaskannya juga. Aku ingin kami sama-sama menikmati dan bahagia. Satu bulan kemudian setelah pernikahan kami, Jayka membawaku ke Spanyol untuk melakukan pengobatan. Ditemani Mayka, pengasuh, dan manajer Jayka. Kaki yang terkena polio membuatku tidak bisa berdiri dan itu menyebabkan tulang punggungku tertekan dan terasa nyeri. Akhirnya dokter melakukan beberapa tindakan dan aku diwajibkan menjalani ter
POV MINAKI "Aku tidak hamil, Jay," selaku cepat kemudian menunduk. Menatap kedua tanganku yang ia genggam erat. Kemudian Jayka menghela nafas panjang dan menggunakan tangan kanannya untuk menaikkan daguku. Lalu memberiku satu ciuman di bibir. Meski hanya sekilas namun cukup membuatku panas dingin. "Setelah dari Spanyol, kita akan berusaha memberi Mayka adik. Tidak ada protes." Lalu ia kembali mencium bibirku sedikit lebih lama hingga dering ponselnya meminta perhatian. Dengan kedua tangan, aku mendorong dada Jayka agar menyudahi ciuman ini lalu menerima panggilan itu. Panggilan yang berasal dari manajernya. "Halo? Ada apa?" "Semua sudah beres." Jayka tersenyum lalu jemari kirinya mengusap sudut bibirku. "Terima kasih, manajer." Kemudian Jayka menekan tombol merah pada layar ponselnya lalu menghubungi seseorang kembali. Kali ini siapa yang ia hubungi? "Halo, Michiya. Apa kabar?" "Baik, Jay." "Terima kasih sudah mau menerima panggilanku. Sekali lagi, aku minta maaf untuk
POV MINAKI Kepulangan Dina ke Indonesia membuatku kehilangan adik sekaligus sahabat terbaik. Meski kami masih saling bertukar kabar melalui pesan singkat, namun aku berharap esok hari dia mau ikut calon besanku kembali menuju Jepang untuk menghadiri upacara pernikahanku dengan Jayka. Masih di lokasi yang sama di Kuil Aoshima, rencana pernikahanku dengan Jayka agar digelar. Segala sesuatunya telah diurus oleh manajer Jayka dan dipastikan kuil tidak akan dibuka untuk umum selama pernikahan kami berlangsung. Tidak banyak yang kami undang mengingat banyaknya pro dan kontra yang terjadi di luar sana. Fans Jayka terutama, ada yang mendukung tapi tidak sedikit yang menghujat hubungan kami dengan melontarkan komentar negatif. Tapi Jayka selalu berkata 'jangan diambil pusing'. Agar tidak membuatku merasa tertekan dan tidak nyaman. Bahkan ia sengaja tidak mengatakan kapan upacara pernikahan kami akan digelar agar tidak ada paparazi yang menguntit. Cukup menyewa fotografer profesional dan me
POV MINAKISepeninggal Sagawa dari villa keluargaku di Ebino, aku mengajak Dina kembali ke Miyazaki. Aku menyarankan dia agar tidur di rumah kedua orang tuaku beberapa hari ke depan untuk membuat hatinya tenang.Dan betapa terkejutnya Jayka ketika melihat Dina telah berada di rumahku esok harinya, karena Jayka fikir Dina sedang menemani Sagawa di Ebino. Untuk masalah patah hati itu, aku sengaja menyembunyikannya dari Jayka. Biarlah Dina sendiri yang mengatakan pada kakaknya itu. Khawatir jika ada kata-kataku yang tidak sesuai dengan apa yang Dina rasakan. "Mas, pesanin aku tiket pulang ke Indonesia," ucap Dina pada Jayka.Wajah sendu dan tidak bersemangat menunjukkan betapa sedih suasana hatinya. Padahal tadi aku sudah mengatakan padanya agar tidak menunjukkan betapa hancur hatinya agar Jayka tidak bertanya-tanya. Jayka yang sedang menyuapi Mayka, akhirnya menoleh ke arah adiknya itu. "Kenapa? Tiga minggu lagi aku dan Minaki mau nikah, Din. Ibu Bapak juga bakal kesini. Kok kamu mal
POV MINAKI "Aku dan Sagawa ... kami sudah ... " "Sudah apa, Dina?" tanyaku semakin penasaran hingga tidak terasa aku meremas tangannya sangat erat. "Kami ... pernah seranjang bersama, Minaki San." *** Usai Dina mengakui hubungannya dengan Sagawa sudah sejauh itu, kepalaku teramat pusing sekali. Aku hanya khawatir Dina hamil dan keluarga Sagawa tidak mau mengakuinya. Berulang kali aku melihat jam di dinding dengan hati kesal karena Sagawa belum kembali juga padahal senja sudah tiada. Dan aku sudah menghabiskan dua cangkir kopi hitam sembari menunggunya. "Kamu kemana, Sagawa?!" geramku dengan jemari mengetuk-ngetuk sandaran tangan di kursi roda. Sengaja, aku menyuruh Dina istirahat agar dia tidak terlihat seperti mayat hidup. Aku paham sekali bagaimana terpukul dirinya menyadari jika mimpi indahnya bersama Sagawa telah usai. Dia harus bangun dan menyadari bahwa Sagawa haruslah kembali ke Tokyo seperti kemauan ibunya. Soal mahkotanya yang telah diambil Sagawa, bukankah mere
POV MINAKI Terpaan angin pantai itu membuat pakaian dan rambutku berkibar-kibar namun kedua mataku tidak lepas menatap Mayka dan Jayka yang sedang bermain pasir dan hewan-hewan kecil di pesisir pantai. "Aku meulis harapan, semoga tidak lagi hidup dengan Jayka." "Minaki!" seru Kak Yamada dengan suara tidak terima. Kedua matanya menatapku dengan sorot emosi lalu aku memberikan senyum terbaik. "Aku belum selesai berucap, Kak." "Ingat Mayka jika kamu menolak Jayka. Anakmu itu akan menjadi korban. Dia akan merasa kosong karena kehilangan sosok ayah dalam dirinya!" "Aku menulis harapan semoga tidak lagi hidup dengan Jayka, bila sekali lagi dia menyelingkuhiku." Kak Yamada menghela nafas panjang lalu berbalik menatap Jayka dan Mayka yang masih bersenang-senang disana. "Jayka sudah berjanji padaku bahkan dia sudah mengganti beberapa aset kekayaannya atas namamu. Demi meyakinkanku dan Papa untuk diberi izin kembali meminangmu." "Benarkah?" *** Pagi-pagi sekali aku teringat dengan ag
POV MINAKI "Jay, sudahlah. Temui saja pendetanya. Aku menunggu disini saja." Usai mengatakan itu, tanganku perlahan menurunkan tangan Jayka dari lipatan belakang lutut kakiku yang tadi sudah bersiap mengangkat tubuhku ke dalam gendongannya. Kedua mata tajam Jayka menyorotku dengan tatapan sedikit tidak suka namun aku memilih memalingkan wajah. Masalahnya, keseriusannya masih tidak terbaca oleh kata hatiku hingga rasanya perasaan ini masih saja meragu. "Aku mengajakmu ke Kuil Aoshima untuk mendengarkan dari pendeta sendiri kapan tanggal terbaik untuk kita menikah. Apa pesan yang akan pendeta katakan untuk pernikahan kedua kita nantinya, Minaki. Agar keraguan yang ada di hatimu juga hilang." Aku menggigit bibir dengan perasaan bingung tak karuan karena ucapan Jayka. "Sekarang, ayo kita masuk. Kamu mau 'kan?" Belum sempat aku menjawab, tiba-tiba saja ada suara bisik-bisik dan derap langkah kaki yang tidak biasa di belakangku. Begitu tatapan Jayka mengarah ke belakangku dengan se
POV MINAKI Terowongan berbentuk hati warna merah yang membentang indah dengan beragam gantungan kayu bertuliskan nama para nama pasangan yang ingin hubungannya diberkahi sepanjang pernikahan ketika akan menuju Kuil Aoshima seakan menambah kesan tak kira di dalam hati. Ketika Jayka mendorong kursi rodaku perlahan-lahan, aku segera memejamkan kedua mata lalu membayangkan wajahnya dan Mayka sembari memohon pada para dewa agar hubungan kami dilanggengkan. Kalaupun kami menemui rintangan dalam rumah tangga, semoga baik aku dan Jayka sama-sama diberi kekuatan untuk melewatinya. Juga, semoga tidak ada perselingkuhan diantara kami. Dan aku kuat menghadapi ujian apapun ke depannya setelah Jayka kembali mengambil sumpahnya menjadikanku satu-satunya istri. "Sudah," bisik Jayka ketika aku merasakan kursi rodaku berhenti didorong. Begitu membuka mata, benar saja jika aku sudah usai melewati terowongan berbentuk hati itu. Lalu Jayka kembali mendorong kursi rodaku menuju Chozuya, sebuah batu b
POV MINAKI Niat Jayka untuk menikahiku lagi mendapat beragam tanggapan dari para fans dan netizen. Ada yang memuji kerendahan hatinya karena mau meminang perempuan tidak sempurna sepertiku. Bahkan ada yang menganggap aku menggunakan ancaman untuk membuat Jayka bertekuk lutut. Hasilnya, aku sendiri yang merasa sakit hati karena membaca beragam komentar dan pemberitaan tentang kami. Dan jalan satu-satunya adalah tidak memegang ponsel sama sekali untuk sementara waktu. Kini, aku sudah bersiap dengan pakaian musim semi dan make up natural yang menghiasi wajah. Begitu juga dengan Mayka, sudah terlihat manis dengan pakaian barunya yang dibelikan Jayka hampir satu koper banyaknya. “Kenapa aku begitu cemas, Kak?” tanyaku pada Kak Yamada. “Wajar.” Rencananya hari ini, kami akan pergi ke Kuil Shinto yang ada di Aoshima. Itu adalah Kuil Shinto kuno di pulau kecil yang rimbun dengan patung Dewa Buddha yang indah. Aku masih belum tahu mengapa Jayka memilih kuil itu sebagai tempat pernikahan