Walau ini sudah pukul sembilan malam, bukan berarti aku harus duduk diam dan melamunkan apa yang dilakukan oleh Harumi. Menerka dengan siapa ia melakukan panggilan tidak akan terkuak jika aku tidak mendatangi asramanya.Sesampainya di asrama Harumi, aku langsung meminta ijin pada salah satu penghuni asrama untuk masuk ke kamar Harumi. Pintu tidak dikunci, aku cukup beruntung untuk segera masuk. Lalu betapa terkejutnya Harumi melihat kedatanganku yang tiba-tiba. Dia sedang dalam sambungan telfon dan begitu aku mendekat, ia menyembunyikan ponsel itu. Tidak kurang cara karena aku lebih kuat darinya akhirnya ponsel itu berada dalam genggaman tanganku. "Matsushima?" Tanyaku heran. Mengapa ia menghubungi Matsushima tanpa sepengetahuanku? Prasangkaku yang menuduhnya menghubungi bule sialan itu akhirnya tak terbukti. Jika demikian, aku hanya perlu duduk untuk mendengarkan penjelasannya.Aku menyuruhnya duduk di sampingku tapi dia enggan dengan alasan takut aku mengasarinya. Jadi kuputuska
Siapa yang tidak gelagapan ketika hampir terpergok oleh lawan sedang bersama dengan seseorang yang diperebutkan? Bukan, ini bukan memperebutkan cinta melainkan memperebutkan keegoisan. Siapa yang paling benar diantara yang salah.Yamada merasa paling benar ketika memberi pendapat tentang alur takdir kehidupan Minaki. Sedang aku merasa paling benar menjadi surrogate sexual partner Minaki dengan menyembunyikan hal ini pada siapapun, termasuk Yamada yang mengenalku dengan baik. Aku tidak mengerti mengapa Tuhan membuat kami saling terhubung? Saling mengenal? Hubungan yang terjalin ini seperti lingkaran hitam yang membawa kerumitan untukku. Bagaimana tidak, jika aku tengah bersama Minaki seperti saat ini lalu Yamada tiba-tiba muncul jauh dihadapanku, yang harus kulakukan adalah menghindar sejauh mungkin. Dengan tetiba, aku membelokkan kursi roda Minaki tanpa pemberitahuan. Minaki yang bingung pun hanya bisa menatapku dan arah depan secara bergantian. Toilet. Yeah, ini adalah tempat pe
Andai aku bisa memanggil Om Jin dari Baghdad hanya melalui telepati, mungkin saat ini juga akan memintanya untuk membawa Yamada. Memasukkannya ke dalam karung lalu melarungnya ke tengah samudra pasifik agar tidak bisa kembali ke Jepang. Atau sekalian saja memasukkan Yamada ke dalam botol dan membuangnya di perairan antartika sana. Menurutku dua pilihan itu sama tepatnya mengingat ia selalu tertarik untuk mencela setiap urusan Minaki, adiknya. Yamada pernah berkata padaku secara personal jika ia begitu membenci Minaki dan berniat ingin menyingkirkannya. Bukankah semangat yang telah kusuntikkan pada Minaki untuk menggeluti bakatnya dalam dunia adonan roti menunjukkan hal baik bila suatu saat nanti Minaki telah mandiri, ia bisa meninggalkan rumah megah itu seperti keinginan Yamada?Tapi mengapa, Yamada menjelma sebagai saudara bahkan kakak yang begitu menyebalkan? Memusuhi tanpa memberi solusi terbaik?Kini, saat kami tengah berbahagia dengan guru pastry Minaki dengan membicarakan arah
Alasan mengapa berciuman penting dalam suatu hubungan karena itu adalah salah satu cara merasakan hubungan antara dua jiwa yang menjadi satu. Meski kenyataannya, aku dan Harumi tidak benar-benar menjadi satu karena sebagian hatiku yang lain dibawa Minaki. Walau hanya dibawa untuk memberi semangat hidup Minaki demi meraih masa depannya. Setelah Minaki menurunkanku di asrama, aku menyempatkan diri membuat lagu dadakan di kamar untuk perform di Yokoha Club malam ini. Rinto sudah tidak lagi membuat lagu untukku karena kami tengah renggang. Aku menjauhinya perlahan agar ia tidak menelikung Minaki lagi, juga sebentar lagi aku akan pindah ke apartemen bersama Minaki. Jadi, kupikir buat apa mengurusi kerenggangan kami toh sebentar lagi aku akan memiliki waktu yang berlimpah untuk dunia DJ-ku. Setelah siap, aku bergegas menuju Yokoha Club dengan dijemput sopir Minaki seperti kesepakatanku dengan Nyonya Tatsuo. Bila aku melepas pekerjaanku di pabrik maka sopir dan mobil Minaki akan selalu ada
Ternyata Matsushima mengerjaiku habis-habisan. Dia sengaja mengetuk pintu ruang kerja tergesa-gesa dengan suara panik hanya untuk memutus waktu intimate-ku dengan Harumi. Betapa sialannya Matshusima!!!Dan di depan pintu ruangannya, dia tengah merengkuh pundak seorang remaja muda yang nampak malu-malu. Walau tidak mengenakan seragam sekolah tapi aku bisa menebak jika gadis itu masih duduk di bangku SMA."Ayam yang masih muda." Selorohku.Matsushima terkekeh lalu mencium pipi gadis itu. "Cepatlah keluar Jayka. Kami akan segera mengeluarkan oli yang lama dan menggantinya dengan yang baru." Kata-katanya cukup menjijikkan dan membuatku mual. Tanpa basa basi aku meraih pinggang Harumi lalu mengajaknya keluar. Dan malam itu, setelah usai pekerjaanku menjadi DJ, kami berpisah di depan club karena Harumi akan pulang ke asrama diantar salah satu temannya. ***"Apa semua sudah siap?" Minaki mengangguk tegas. "Satu koper sudah sangat cukup Jay."Aku tengah berada di rumah Minaki, membantuny
Ada yang berubah dari raut wajah Minaki setelah aku keluar dari kamar mandi. Sambil menatap ponselku yang berada di tangan kiri, ia juga memegang ponselnya di tangan kanan. Lalu aku mendekat. "Ada apa Minaki?" Minaki mendongak dengan tatapan sedih. "Apa kamu kenal kak Yamada?" Mataku membulat sempurna dengan tubuh seperti dialiri sengatan listrik bertegangan tinggi. Dengan gerak cepat aku segera meraih ponselku dan memasukkannya ke dalam saku celana. Bagaimana aku bisa sebodoh ini dengan meletakkan ponselku sembarangan? Dan aaargghh... Bagaimana ini? Apa yang akan Minaki lakukan padaku jika mengetahui rahasia yang kusimpan rapat-rapat darinya? Bodohnya aku!!! "Apa maksudmu dengan Yamada? Aku tidak mengenal kakakmu sama sekali." "Jayka aku sudah membaca pesannya." Jawabnya polos. Apa Minaki juga membaca pesan yang kukirimkan pada Harumi? Yang benar saja! "Kamu keterlaluan Minaki!! Kamu membaca hal yang menjadi privasiku!" Aku berteriak marah karena tidak siap jika Minaki m
Demi apapun, tangis Minaki tidak membuatku melepas belitan tubuhku padanya. Tanganku masih memeluk tubuhnya, kakiku mengunci kedua kaki lemahnya, dan wajahku masih berada di ceruk lehernya. Mencium bahkan menyesap aroma parfum mahalnya yang masih bertengger disana. "Jay...." Panggilnya dengan isak tangis yang masih terdengar."Lepas Jay." Aku menggeleng. Yang pernah kubaca, cara melelehkan hati perempuan adalah dengan pelukan dan ciuman hangat. "Aku akan melepaskanmu setelah kamu berjanji tidak akan pergi kemanapun tanpa aku, Jayka, suami khayalanmu."Minaki malah menangis lebih kencang lalu aku makin mengeratkan pelukan. Aku tahu dia sedang merasakan luka akibat bentakan kerasku tadi. Hatinya yang halus, lembut, dan perasa membuatku amat bersalah karena melukai sedalam ini. Tidak seharusnya aku melakukan itu setelah banyak kebaikan yang dia berikan untukku.Aku menarik wajah dari ceruk lehernya lalu menatap wajahnya yang berderai air mata. Mengusap air mata yang meleleh, membuat
Tiga paper bag dengan berbagai merk bertengger di genggaman tanganku, lalu aku berjalan penuh percaya diri bak model super star.Ah... berbelanja di Tokyo membuatku serasa seperti putra mahkota yang bebas menggunakan isi kartu kreditnya tanpa batas. Jiwa-jiwa hedonisme yang telah lama terkubur mendadak bangun bagai zombie lalu menghisap isi dompetku. "Gila. Aku menghabiskan hampir 30.000 Yen untuk sekedar fashion manggung. Tapi, it's okay."Setelah selesai berbelanja, aku mengecek ponsel barang kali Minaki sudah selesai kursus. Ah...ternyata dia belum membuka pesanku. "Kita lihat, sejauh mana kelinci kecilku itu bisa bertahan tanpa aku disisinya." Ucapku penuh percaya diri lalu melangkah menuju Saikaya By The Sea. Sebuah restoran yang berada di deretan Shibuya dan tidak jauh dari lokasi kursus Minaki. Hanya restoran ini yang menurutku sesuai dengan lidah Indonesia sepertiku karena menyajikan sushi dengan menu ikan laut. "Halo sayang." Ucapku pada Harumi melalui sambungan telfon de
POV MINAKI Satu Tahun Kemudian … Jayka benar-benar menunjukkan keseriusannya padaku selama satu tahun kami menjalani pernikahan kedua ini. Semua terasa indah dan melenakan karena sesungguuhnya hati ini masih lah miliknya meski sedalam apapun kesalahan yang Jayka perbuat. Sungguh cinta sebodoh ini. Hari-hari penuh cinta selalu Jayka tawarkan padaku. Perlakuannya di ranjang juga tidak kalah hebatnya hingga aku diam-diam selalu menginginkannya. Maklum, usia kami masih tergolong pasangan muda. Meski kakiku memiliki keterbatasan, namun aku tidak menjadikan itu sebagai penghalang untuk memuaskannya juga. Aku ingin kami sama-sama menikmati dan bahagia. Satu bulan kemudian setelah pernikahan kami, Jayka membawaku ke Spanyol untuk melakukan pengobatan. Ditemani Mayka, pengasuh, dan manajer Jayka. Kaki yang terkena polio membuatku tidak bisa berdiri dan itu menyebabkan tulang punggungku tertekan dan terasa nyeri. Akhirnya dokter melakukan beberapa tindakan dan aku diwajibkan menjalani ter
POV MINAKI "Aku tidak hamil, Jay," selaku cepat kemudian menunduk. Menatap kedua tanganku yang ia genggam erat. Kemudian Jayka menghela nafas panjang dan menggunakan tangan kanannya untuk menaikkan daguku. Lalu memberiku satu ciuman di bibir. Meski hanya sekilas namun cukup membuatku panas dingin. "Setelah dari Spanyol, kita akan berusaha memberi Mayka adik. Tidak ada protes." Lalu ia kembali mencium bibirku sedikit lebih lama hingga dering ponselnya meminta perhatian. Dengan kedua tangan, aku mendorong dada Jayka agar menyudahi ciuman ini lalu menerima panggilan itu. Panggilan yang berasal dari manajernya. "Halo? Ada apa?" "Semua sudah beres." Jayka tersenyum lalu jemari kirinya mengusap sudut bibirku. "Terima kasih, manajer." Kemudian Jayka menekan tombol merah pada layar ponselnya lalu menghubungi seseorang kembali. Kali ini siapa yang ia hubungi? "Halo, Michiya. Apa kabar?" "Baik, Jay." "Terima kasih sudah mau menerima panggilanku. Sekali lagi, aku minta maaf untuk
POV MINAKI Kepulangan Dina ke Indonesia membuatku kehilangan adik sekaligus sahabat terbaik. Meski kami masih saling bertukar kabar melalui pesan singkat, namun aku berharap esok hari dia mau ikut calon besanku kembali menuju Jepang untuk menghadiri upacara pernikahanku dengan Jayka. Masih di lokasi yang sama di Kuil Aoshima, rencana pernikahanku dengan Jayka agar digelar. Segala sesuatunya telah diurus oleh manajer Jayka dan dipastikan kuil tidak akan dibuka untuk umum selama pernikahan kami berlangsung. Tidak banyak yang kami undang mengingat banyaknya pro dan kontra yang terjadi di luar sana. Fans Jayka terutama, ada yang mendukung tapi tidak sedikit yang menghujat hubungan kami dengan melontarkan komentar negatif. Tapi Jayka selalu berkata 'jangan diambil pusing'. Agar tidak membuatku merasa tertekan dan tidak nyaman. Bahkan ia sengaja tidak mengatakan kapan upacara pernikahan kami akan digelar agar tidak ada paparazi yang menguntit. Cukup menyewa fotografer profesional dan me
POV MINAKISepeninggal Sagawa dari villa keluargaku di Ebino, aku mengajak Dina kembali ke Miyazaki. Aku menyarankan dia agar tidur di rumah kedua orang tuaku beberapa hari ke depan untuk membuat hatinya tenang.Dan betapa terkejutnya Jayka ketika melihat Dina telah berada di rumahku esok harinya, karena Jayka fikir Dina sedang menemani Sagawa di Ebino. Untuk masalah patah hati itu, aku sengaja menyembunyikannya dari Jayka. Biarlah Dina sendiri yang mengatakan pada kakaknya itu. Khawatir jika ada kata-kataku yang tidak sesuai dengan apa yang Dina rasakan. "Mas, pesanin aku tiket pulang ke Indonesia," ucap Dina pada Jayka.Wajah sendu dan tidak bersemangat menunjukkan betapa sedih suasana hatinya. Padahal tadi aku sudah mengatakan padanya agar tidak menunjukkan betapa hancur hatinya agar Jayka tidak bertanya-tanya. Jayka yang sedang menyuapi Mayka, akhirnya menoleh ke arah adiknya itu. "Kenapa? Tiga minggu lagi aku dan Minaki mau nikah, Din. Ibu Bapak juga bakal kesini. Kok kamu mal
POV MINAKI "Aku dan Sagawa ... kami sudah ... " "Sudah apa, Dina?" tanyaku semakin penasaran hingga tidak terasa aku meremas tangannya sangat erat. "Kami ... pernah seranjang bersama, Minaki San." *** Usai Dina mengakui hubungannya dengan Sagawa sudah sejauh itu, kepalaku teramat pusing sekali. Aku hanya khawatir Dina hamil dan keluarga Sagawa tidak mau mengakuinya. Berulang kali aku melihat jam di dinding dengan hati kesal karena Sagawa belum kembali juga padahal senja sudah tiada. Dan aku sudah menghabiskan dua cangkir kopi hitam sembari menunggunya. "Kamu kemana, Sagawa?!" geramku dengan jemari mengetuk-ngetuk sandaran tangan di kursi roda. Sengaja, aku menyuruh Dina istirahat agar dia tidak terlihat seperti mayat hidup. Aku paham sekali bagaimana terpukul dirinya menyadari jika mimpi indahnya bersama Sagawa telah usai. Dia harus bangun dan menyadari bahwa Sagawa haruslah kembali ke Tokyo seperti kemauan ibunya. Soal mahkotanya yang telah diambil Sagawa, bukankah mere
POV MINAKI Terpaan angin pantai itu membuat pakaian dan rambutku berkibar-kibar namun kedua mataku tidak lepas menatap Mayka dan Jayka yang sedang bermain pasir dan hewan-hewan kecil di pesisir pantai. "Aku meulis harapan, semoga tidak lagi hidup dengan Jayka." "Minaki!" seru Kak Yamada dengan suara tidak terima. Kedua matanya menatapku dengan sorot emosi lalu aku memberikan senyum terbaik. "Aku belum selesai berucap, Kak." "Ingat Mayka jika kamu menolak Jayka. Anakmu itu akan menjadi korban. Dia akan merasa kosong karena kehilangan sosok ayah dalam dirinya!" "Aku menulis harapan semoga tidak lagi hidup dengan Jayka, bila sekali lagi dia menyelingkuhiku." Kak Yamada menghela nafas panjang lalu berbalik menatap Jayka dan Mayka yang masih bersenang-senang disana. "Jayka sudah berjanji padaku bahkan dia sudah mengganti beberapa aset kekayaannya atas namamu. Demi meyakinkanku dan Papa untuk diberi izin kembali meminangmu." "Benarkah?" *** Pagi-pagi sekali aku teringat dengan ag
POV MINAKI "Jay, sudahlah. Temui saja pendetanya. Aku menunggu disini saja." Usai mengatakan itu, tanganku perlahan menurunkan tangan Jayka dari lipatan belakang lutut kakiku yang tadi sudah bersiap mengangkat tubuhku ke dalam gendongannya. Kedua mata tajam Jayka menyorotku dengan tatapan sedikit tidak suka namun aku memilih memalingkan wajah. Masalahnya, keseriusannya masih tidak terbaca oleh kata hatiku hingga rasanya perasaan ini masih saja meragu. "Aku mengajakmu ke Kuil Aoshima untuk mendengarkan dari pendeta sendiri kapan tanggal terbaik untuk kita menikah. Apa pesan yang akan pendeta katakan untuk pernikahan kedua kita nantinya, Minaki. Agar keraguan yang ada di hatimu juga hilang." Aku menggigit bibir dengan perasaan bingung tak karuan karena ucapan Jayka. "Sekarang, ayo kita masuk. Kamu mau 'kan?" Belum sempat aku menjawab, tiba-tiba saja ada suara bisik-bisik dan derap langkah kaki yang tidak biasa di belakangku. Begitu tatapan Jayka mengarah ke belakangku dengan se
POV MINAKI Terowongan berbentuk hati warna merah yang membentang indah dengan beragam gantungan kayu bertuliskan nama para nama pasangan yang ingin hubungannya diberkahi sepanjang pernikahan ketika akan menuju Kuil Aoshima seakan menambah kesan tak kira di dalam hati. Ketika Jayka mendorong kursi rodaku perlahan-lahan, aku segera memejamkan kedua mata lalu membayangkan wajahnya dan Mayka sembari memohon pada para dewa agar hubungan kami dilanggengkan. Kalaupun kami menemui rintangan dalam rumah tangga, semoga baik aku dan Jayka sama-sama diberi kekuatan untuk melewatinya. Juga, semoga tidak ada perselingkuhan diantara kami. Dan aku kuat menghadapi ujian apapun ke depannya setelah Jayka kembali mengambil sumpahnya menjadikanku satu-satunya istri. "Sudah," bisik Jayka ketika aku merasakan kursi rodaku berhenti didorong. Begitu membuka mata, benar saja jika aku sudah usai melewati terowongan berbentuk hati itu. Lalu Jayka kembali mendorong kursi rodaku menuju Chozuya, sebuah batu b
POV MINAKI Niat Jayka untuk menikahiku lagi mendapat beragam tanggapan dari para fans dan netizen. Ada yang memuji kerendahan hatinya karena mau meminang perempuan tidak sempurna sepertiku. Bahkan ada yang menganggap aku menggunakan ancaman untuk membuat Jayka bertekuk lutut. Hasilnya, aku sendiri yang merasa sakit hati karena membaca beragam komentar dan pemberitaan tentang kami. Dan jalan satu-satunya adalah tidak memegang ponsel sama sekali untuk sementara waktu. Kini, aku sudah bersiap dengan pakaian musim semi dan make up natural yang menghiasi wajah. Begitu juga dengan Mayka, sudah terlihat manis dengan pakaian barunya yang dibelikan Jayka hampir satu koper banyaknya. “Kenapa aku begitu cemas, Kak?” tanyaku pada Kak Yamada. “Wajar.” Rencananya hari ini, kami akan pergi ke Kuil Shinto yang ada di Aoshima. Itu adalah Kuil Shinto kuno di pulau kecil yang rimbun dengan patung Dewa Buddha yang indah. Aku masih belum tahu mengapa Jayka memilih kuil itu sebagai tempat pernikahan