Semua orang yang sempat iri terhadap Ling, kini mulai menunjukkan rasa prihatin yang mendalam dan membuat mereka berharap jika Ling dapat memenangkan pertandingan itu.Disalah satu barisan, Heng Juesha terlihat sangat antusias, ketika menyaksikan langsung pertandingan muridnya.Dirinya bahkan tidak pernah menyangka, jika Ling akan menjadi salah satu peserta terkuat, dengan aksinya yang begitu memukau."Berjuanglah Ling!" gumam Heng.Pandangan Heng Juesha tertuju keatas arena pertandingan, dimana kedua pemuda sedang saling bertahap muka, dengan tatapan yang begitu dingin. Terlihat Ling yang begitu santai, seolah memiliki begitu banyak celah untuk diserang, sedangkan Zhang terlihat cukup waspada, meski dirinya sedang melipat kedua tangan dibelakang. Namun sesaat setelah gong kembali berbunyi, keduanya bahkan langsung melesat, sembari menyerang satu sama lain. "Lumayan!" ujar Zhang. "Rupanya kau cukup besar mulut," timpal Ling. Keduanya, sempat terhenti ketika tinju mereka beradu,
Disaat itu, Zhang mengambil serulingnya hanya dengan sedikit gerakan tangan, dan dengan cepat menempelkannya kebibir. Lantunan suara seruling yang begitu indah mulai menjalar keseluruh saraf, bagi semua orang yang mendengar, termasuk Ling yang menjadi sasaran utama. Mendengar Lantunan nada yang sangat indah, membuat orang yang mendengarnya merasakan kesedihan yang begitu mendalam, sehingga tidak terasa butiran air mata mulai berjatuhan. "Kau tidak akan mungkin bisa menang melawanku," ujar Zhang sembari tersenyum dengan manis. "Kini rasakan penderitaan dan kesengsaraan karena telah memaksaku melakukan hal ini," tambahnya dengan kembali memainkan nada yang begitu indah. Zhang yang melihat Ling tidak berkutik, ketika ia melakukan sebuah jurus yang dipadukan dengan seruling miliknya, membuat dia merasa diatas angin. Dengan sedikit menyalurkan tenaga dalam, Zhang mampu menghipnotis semua orang, dan menjadikan mereka layaknya seorang budak. Namun hal itu tidak berpengaruh terhadap E
Sesuatu yang tidak pernah diduga oleh Zhang tampak begitu jelas, karena baru saja menyadari ada dua jiwa didalam satu tubuh dengan darah yang bercampur. Disaat itu, iblis Manggala sempat terlihat oleh Zhang dalam beberapa detik, ketika dirinya menggunakan darah Ling sebagai senjata untuk membuatnya bertekuk lutut. Namun karena mengetahui ada sesuatu yang aneh, Zhang berhenti untuk beberapa saat, sebelum dirinya kembali memainkan serulingnya. "Apa pun itu aku tidak perduli, yang jelas aku harus cepat mengalahkan mu!" ujar Zhang. "Rasakan ini Ling!" tambahnya dengan memainkan nada-nada yang membuat Ling nampak kesakitan. Disisi lain, En Jio sempat merasa panik karena menyadari, jika Ling tampak sedang tidak baik-baik saja, sehingga membuatnya bereaksi dengan cara berdiri. Namun beberapa tetua malah terlihat begitu senang, ketika melihat Ling berada diposisi bahaya, seolah sedang mendukung Zhang untuk menang. Hal itu, membuat En Jio tampak tidak begitu senang, sehingga dirinya den
Mendengar semua keributan yang terjadi, membuat beberapa tetua dari desa lain, menjadi panik, termasuk En Jio sendiri yang merasakan hal yang sama. Sedangkan pasukan darah besi sudah berada diluar, ketika mendengar kabar adanya kelompok aliran hitam yang datang menyerang. Sementara kekacauan semakin menjadi, dengan diikuti teriakan ratusan orang, tidak terkecuali para penjaga, yang mulai ketar ketir berhadapan dengan kelompok aliran hitam yang menyerbu secara brutal. "Atasi mereka! bunuh dengan cepat dan jangan beri ampun!" ujar Heng Juesha. Yu Lian hanya bisa mengangguk satu kali, sebelum ia memisahkan diri dari para juniornya dan hanya membawa satu diantara mereka yang dengan cepat melesat kearah sumber keributan. Sementara beberapa yang lain, membaginya menjadi dua kelompok yang masing-masing memiliki tiga anggota dan langsung menuju kearah yang berlawanan. Tidak terkecuali Heng Juesha yang sudah membunuh beberapa anggota kelompok aliran hitam, ketika sedang berusaha menyeran
Saat itu Heng Juesha sempat memikirkan keadaan Ling dan semua orang yang berada didalam aula pertandingan, berharap keadaan disana jauh lebih baik. Meski disaat dirinya keluar dari tempat itu sedang tidak terjadi apa-apa, akan tetapi untuk saat ini, Heng Juesha tidak dapat memastikan, jika keadaan masih sama dengan beberapa menit yang lalu. Sungguh Heng tidak pernah menyangka, jika akan mendapat situasi seperti saat ini, terlebih dengan pemandangan yang sangat tidak enak dilihat mata, dengan aroma amis darah memenuhi seluruh penjuru. "Semua kuserahkan padamu En!" gumam Heng. Heng tidak memiliki banyak waktu untuk berfikir, sehingga ia memutuskan untuk menghabisi kelompok aliran hitam sebanyak mungkin, sebelum memakan lebih banyak korban jiwa. Melihat semua musuh yang berada didepannya, Heng melesat sangat cepat sembari mengepalkan tangan dengan jurus tinju besi. Hanya dalam sekali tarikkan nafas, Heng telah membunuh dua orang sekaligus, akan tetapi Heng tidak berniat untuk berhe
Dalam keadaan yang begitu marah, Heng langsung melesat kearah pria tersebut, sembari mengepalkan tangan berusaha memberikan sebuah pukulan maut.Sedangkan pria itu yang menyadari dalam keadaan berbahaya, hendak mengambil anak kecil yang berada tidak jauh darinya, dan berusaha secepat mungkin untuk menjadikan anak itu, sebagai sandera kembali.Namun belum sempat kakinya bergerak terlalu jauh, Heng yang sudah terlanjur mengalir tinjunya denga jurus tinju besi, langsung melepaskan sebuah pukulan tepat kearah muka."Kabur...!""Selamatkan diri kalian!"Dalam sekali tarikkan nafas Heng menghancurkan kepala pria itu dan membuat anggota kelompok aliran hitam yang lain merasa ketakutan. Sehingga mereka memutuskan untuk melarikan diri, sedangkan puluhan kelompok aliran hitam yang lain, berusaha mencari peruntungan dengan memasuki rumah warga.Menyadari kondisi yang belum stabil, Heng berniat mengejar mereka, akan tetapi ada satu hal yang harus dia urus, membawa anak kecil itu menjauh dan menc
Disisi lain, Ling masih berhadapan dengan Zhang, meski keadaan mulai memburuk, ditambah keributan yang terjadi, akibat ulah orang-orang yang ingin keluar. Tidak hanya itu, para tetua dari desa lain, serta semua peserta yang sempat gugur dalam pertandingan, telah dikumpulkan untuk segera pergi meninggalkan tempat itu.Namun perhatian mereka kini tertuju kepada kedua orang yang masih saja bertarung, meski kondisi tidak memungkinkan lagi untuk melanjutkan pertandingan tersebut. "Mereka masih saja bertarung meski kondisi sudah sangat buruk seperti ini!" ujar salah satu orang. "Zhang tampak sedang terluka, sedangkan Ling masih baik-baik saja, siapa yang akan menang?" sahut yang lain. "Sebaiknya kita mundur dan melihat keduanya bertarung, selagi menunggu para tetua membuka jalan untuk kita..." timpal yang lain. Kembali kedalam arena, Zhang terlihat sedang terluka cukup parah, bahkan ia sempat membersihkan bekas luka yang menggores wajahnya. Keadaan itu, membuat Zhang berdecak sembari
Disaat itu, Zhang sempat menelan ludah, karena tidak menyangka, jika bocah itu akan menghilang dari pandangan dan secara tiba-tiba berada disisinya.Bahkan Ling tidak memberikan dirinya kesempatan untuk berfikir, lalu secepat kilat ia melakukan sebuah pukulan tepat kearah muka.Namun disaat yang sama, Zhang berkelit lalu menangkap tinju itu, menggunakan tangannya dan dengan cepat ia membalas dengan sebuah pukulan."Percuma!" pekik Zhang.Ling yang baru saja menggunakan jurus bintang menembus bulan, sempat merasa tertekan, karena ia membatasi pergerakannya, supaya tidak terlihat oleh tetua dari desa lain.Namun keraguannya, tidak berlanjut begitu lama, ketika menyadari semua tetua dari desa lain, sedang sibuk membujuk Guan Ping supaya mau memberikan jalan kepada mereka.Tidak hanya itu, ketika keadaan semakin parah dan begitu kacau, hampir semua orang mengikuti para tetua untuk membujuk Guan Ping, berharap pria itu mau menuruti permintaan mereka."Kesempatan bagus, aku tidak akan menyi
Ling terdiam dalam keheningan, tatapannya masih terpaku pada tempat di mana sosok berjubah putih itu menghilang. Lengkukup dan En Jio berdiri di sisinya, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Namun, pertanyaan yang menggantung di udara tidak segera menemukan jawaban."Siapa dia?" En Jio akhirnya memecah kesunyian, suaranya bergetar lemah. "Penjaga Kuil Tianlong? Aku tidak pernah mendengar tentang sosok seperti itu..."Lengkukup, yang biasanya tenang dan penuh perhitungan, hanya menggelengkan kepala. "Dia muncul tepat saat kita membutuhkannya. Entah siapa atau apa tujuannya, kita sebaiknya bersyukur."Ling menghela napas panjang, tubuhnya masih lelah setelah serangan besar yang hampir menghabisi kekuatannya. "Kita harus segera pergi dari sini. Tempat ini penuh dengan kegelapan, dan aku merasakan sesuatu yang tidak beres."Mereka bertiga mengangkat diri, meskipun tubuh mereka masih t
Sima Yan berdiri tegak di hadapan Ling, Lengkukup, dan En Jio. Aura kegelapan yang memancar dari tubuhnya membuat udara di sekitar mereka terasa berat. Pedangnya yang besar dan hitam berkilauan dengan cahaya merah yang jahat, menandakan kekuatan yang luar biasa.Ling mengepalkan tangannya lebih kuat di sekitar gagang pedangnya. Napasnya terasa berat, dan dadanya bergemuruh dengan adrenalin. Dia tahu ini bukan hanya pertarungan melawan seorang musuh yang kuat, tapi juga perjuangan untuk tetap hidup."Kita tidak bisa membiarkan dia menang!" desis Ling dengan penuh semangat, meski dia tahu dalam hatinya bahwa mereka mungkin tidak akan bertahan dari pertarungan ini.Lengkukup berdiri di sampingnya, menatap dingin ke arah Sima Yan. "Kita bertarung sampai napas terakhir. Tidak ada pilihan lain."En Jio, yang masih terluka, mengangguk dengan susah payah. Meskipun kondisinya jauh dari ideal, dia tahu tidak ada waktu untuk mundur.
Ketika mereka keluar dari gua, lembah yang dulunya gelap sekarang diterangi cahaya redup matahari yang mulai tenggelam. Udara terasa lebih berat, seolah sesuatu yang jahat menyelimuti mereka dari kejauhan. Langit di atas Gunung Tianfeng mulai berubah menjadi merah darah, pertanda bahwa bahaya semakin dekat.
Suasana di dalam ruangan besar itu mendadak tegang. Pria berjubah hitam yang berdiri di hadapan mereka tampak mengintimidasi, dengan senyum penuh kebencian yang menyiratkan keyakinan mutlak pada kekuatannya. Cahaya dari kristal elemen hijau memantul di zirah hitamnya, mempertegas aura kegelapan yang menyelimuti tubuhnya."Aku adalah pengawal elemen ini," ucap pria itu dengan suara rendah yang bergetar. "Namaku Hei Long, dan kalian tak akan bisa melewati gerbang kehidupan ini."Ling menatap pria itu dengan tajam, mempersiapkan diri. "Kalau begitu, kita tak punya pilihan lain selain melawanmu."Lengkukup dan En Jio mengambil posisi di sebelah Ling. Meskipun mereka tahu bahwa Hei Long adalah lawan yang kuat, mereka tidak punya waktu untuk ragu. Kristal elemen hijau itu adalah kunci untuk melengkapi kekuatan Kitab Dewa Naga, dan mereka harus mendapatkannya, apa pun risikonya."Serahkan saja elemen itu
Malam mulai menyelimuti perbukitan, namun Ling, Lengkukup, dan En Jio terus melangkah. Suasana semakin mencekam saat kabut tipis mulai muncul, menyelimuti jalanan setapak yang semakin sempit. Hutan lebat di kiri dan kanan mereka seolah menjadi dinding kegelapan yang tak tertembus. Hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar di tengah keheningan itu."Kita semakin dekat," kata Lengkukup, matanya terus mengawasi setiap gerakan di sekitar. "Aku bisa merasakan kehadiran sesuatu yang tidak biasa di sini."Ling mengangguk setuju. Dari kitab Dewa Naga yang berada dalam genggamannya, ia bisa merasakan energi yang semakin kuat. "Lembah itu tak jauh lagi. Energi dari elemen berikutnya sangat jelas terpancar dari sana."En Jio, yang biasanya penuh semangat, kali ini tampak lebih tenang. "Apa kalian sudah siap? Kalau pasukan hitam benar-benar menunggu di sana, ini akan menjadi pertempuran yang sulit."
Setelah berhasil mengalahkan Pengawal Bayangan dan mengamankan elemen es, Ling, Lengkukup, dan En Jio melanjutkan perjalanan mereka menuju perbukitan yang lebih rendah, meninggalkan puncak es yang mencekam di belakang. Udara di sini lebih hangat, tapi suasana tegang masih melingkupi mereka. Masing-masing terdiam, merenungkan pertempuran yang baru saja mereka lalui.“Kita sekarang memiliki dua elemen,” kata Lengkukup, memecah keheningan. “Tapi musuh kita pasti semakin sadar dengan keberadaan kita.”Ling mengangguk. “Kita harus bergerak cepat. Mereka tidak akan tinggal diam dan membiarkan kita mengambil semua elemen begitu saja.”En Jio, yang biasanya ceria, kali ini terlihat lebih serius. “Kalau mereka sudah mengirim Pengawal Bayangan, berarti kekuatan besar sedang memantau kita. Kita harus siap menghadapi mereka, kapan pun mereka menyerang.”
Setelah berhasil mendapatkan elemen es dari Puncak Es, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak bisa beristirahat lama. Meski mereka baru saja mengalahkan serigala es yang menjaga elemen tersebut, perasaan cemas tidak pernah benar-benar pergi. Keheningan yang melingkupi pegunungan bersalju seolah menyembunyikan ancaman yang belum terungkap.“Ling,” kata Lengkukup tiba-tiba, matanya tajam menatap ke kejauhan. “Kita sedang diawasi.”Ling yang sedang mengatur napas setelah pertempuran, langsung siaga. Dia mengeluarkan pedangnya dengan gerakan cepat, memfokuskan seluruh indranya untuk mendeteksi ancaman yang disampaikan Lengkukup. Seiring angin dingin yang menusuk, bayangan mulai terlihat di balik kabut tebal.En Jio, yang sebelumnya sedang bercanda untuk menghilangkan ketegangan, kini mengalihkan pandangannya dengan wajah serius. “Sepertinya, penjaga elemen es bukan satu-satunya yang harus kita hadapi.”Dari kabut yang semakin pekat, muncul sosok-sosok berpakaian hitam. Mereka bergerak dengan k
Setelah berhasil mendapatkan elemen api dari Gunung Berapi Hitam, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak memiliki banyak waktu untuk merayakan keberhasilan mereka. Tantangan berikutnya, elemen es, menanti mereka di ujung dunia yang berlawanan, di Puncak Es yang dilapisi salju abadi.“Kita tidak bisa berlama-lama di sini,” ujar Ling, napasnya masih terengah-engah setelah pertarungan yang menegangkan. “Puncak Es jauh, dan kita tidak tahu apa yang menanti kita di sana.”Lengkukup menyetujui, mengangkat elemen api dengan hati-hati. Cahaya merah yang menyala dari elemen itu berdenyut lembut, memberikan rasa hangat yang kontras dengan suhu yang akan mereka hadapi di perjalanan berikutnya.“Kau benar, Ling,” katanya. “Kita harus segera bergerak. Semakin lama kita menunda, semakin besar kemungkinan musuh kita mengetahui keberadaan elemen ini.”En Jio, yang telah berhasil mengalihkan perhatian naga api, berjalan mendekat. Dia tersenyum puas, meskipun wajahnya dipenuhi keringat. “Aku tidak sabar unt
Dengan hati yang penuh semangat dan ketegangan yang meningkat, Ling, Lengkukup, dan En Jio meninggalkan pasar malam. Mereka tahu bahwa perjalanan ini akan menjadi salah satu yang paling menantang yang pernah mereka hadapi. Mereka harus mendapatkan dua elemen yang berlawanan, dan langkah pertama adalah menuju Gunung Berapi Hitam.Di jalan, Ling merenungkan kata-kata lelaki tua itu. Kekuatan tidak hanya datang dari kemampuan fisik, tetapi juga dari keputusan yang mereka buat. Perjalanan ini bukan hanya tentang mencari kunci, tetapi juga tentang menemukan diri mereka sendiri dan menguji batasan mereka.Sesampainya di tepi hutan, mereka berhenti sejenak. Ling bisa merasakan perubahan udara, dari segar menjadi panas dan berbau sulfur. “Kita sudah dekat dengan gunung,” ujarnya.“Kau yakin kita siap menghadapi makhluk yang menjaga elemen api?” Lengkukup bertanya, merasakan ketegangan di udara.“Kita harus percaya satu sama lain,” jawab Ling. “Kita sudah melalui banyak hal bersama. Ini hanya