Belum sempat Zixin mengerti maksud dari ucapan Feng Ying, dirinya sangat terkejut ketika baru menyadari jika kaki kanan Feng Ying yang terlihat patah.Namun disaat yang hampir sama, Guan Ping kembali memekik dengan keras, memanggil muridnya itu, sembari melompat kedalam arena pertandingan.Guan Ping yang terlihat sangat gusar, atas kejadian yang menimpa Feng Ying, malah menyalahkan Zixin dan menuduhnya sebagai pelaku, atas tindakan itu, sehingga menyebabkan cedera yang teramat parah menimpa muridnya."Kau akan menerima akibatnya...!" ucap Guan Ping sembari menunjuk Zixin."Guru hentikan! Ini semua salahku, aku terlalu lemah!" sahut Feng Ying."Tutup mulutmu Feng! Jangan membuatku menyalahkanmu!" timpal Guan Ping.Guan Ping yang saat itu dipenuhi api amarah, menatap Zixin dengan tajam, bermaksud menyerang pemuda itu demi melampiaskan kemarahannya.Namun belum sempat ia bertindak lebih jauh, En Jio menghentikan pergerakan Guan Ping, dengan menghadang langkahnya.Tetapi amarah yang dimil
Qianfan yang saat itu sangat hawatir, dengan kondisi Kong memutuskan untuk menghampirinya, dan mengantar pemuda untuk segera mendapat pengobatan dari juru obat yang sudah menunggu. Sementara satu rekannya yang lain, Shilin tidak melakukan apapun, meski ia sempat bereaksi ketika Kong kalah menghadapi lawannya, yang berasa dari sekte Bunga tersebut. Beberapa menit ketika Qianfan mengantar Kong untuk mendapat pengobatan, dirinya segera berdiri diatas arena pertandingan, sesuai dengan urutannya, dengan mendapatkan kesempatan pertama bagi desa mereka, bertarung dengan lawan yang hebat. "Sekarang giliranku!" ujar Qianfan. "Sebaiknya kau menyerah nona! Aku tidak ingin melukai seorang wanita," sahut Zhang. "Bodoh! mana sudi aku melakukan hal itu," timpal Qianfan. "Terserah padamu, tetapi jangan salahkan aku, jika kau terluka!" ujar Zhang. Mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari Qianfan, sedikit membuat Zhang merasa direndahkan, akan tetapi disaat yang sama, ia merasa diuntungkan kar
Kala itu, Qianfan yang mendapati aksi tipu daya yang dia lakukan tidak berhasil, hanya bisa berdecak lalu menampakkan sikap dinginnya kembali. Melihat Zhang yang melesat kearah nya, membuat Qianfan juga bersiap untuk menerima serangan yang segara datang itu, sembari mencabut pedang miliknya. Qianfan bukanlah seorang pengguna pedang, dirinya lebih senang menggunakan tangan kosong dalam pertarungan, itulah sebabnya ia jarang sekali menggunakan pedang itu untuk bertarung, meski ia selalu membawa pedang kemanapun ia pergi. "Hanya ini satu-satunya senjata yang kumiliki saat ini!" gumamnya. Tidak sampai satu detik, ketika Qianfan mencabut pedang miliknya, Zhang sudah lebih dulu memberikan sebuah tendangan tepat mengenai dada, sehingga membuat Qianfan terpental, bahkan belum sempat Qianfan menjauh, Zhang dengan ganasnya menendangnya kembali. Aksi yang dilakukan oleh Zhang, membuat Qianfan muntah darah, bahkan tidak hanya sekali, Qianfan terlihat terluka cukup parah akibat menerima seran
Saat itu, Zixin yang melihat sikap Ling yang begitu dingin, sempat merasa ketir, meski ia telah mencoba menghilangkannya dengan menahan nafas beberapa saat, sebelum dikeluarkan secara pelan. Zixin sendiri telah memperhitungkan secara matang, jika pertarungan dirinya kali ini, tidak akan mudah, meski yang dia hadapi adalah seorang anak kecil yang jauh lebih muda dari pada dirinya. Namun, demi membalaskan sakit hatinya terhadap kekalahan Fu beberapa saat yang lalu, Zixin berniat mempertaruhkan semua kemampuan yang dia miliki untuk mengalahkan Ling dan demi sebuah kemenangan. "Apa pun yang terjadi kau harus kalah ditangan ku Ling!" ucap Zixin kembali. "Sebagai seorang yang dituakan, tidak sepantasnya kau menunjukkan sikap aroganmu itu, tetapi aku memastikan, jika kau akan kalah dalam sekali tarikkan nafas," timpal Ling sembari tersenyum tipis. "Omong kosong! Kita buktikan siapa yang terkuat," ujar Zixin sembari menghunuskan pedangnya. Melihat Zixin yang melesat sangat cepat kearah
Disaat yang sama, Ling juga melakukan serangan dengan tebasan satu bintang miliknya, akan tetapi serangan itu bahkan dapat diatasi dengan cukup mudah oleh Zixin menggunakan jurus pedang bayangan miliknya. Namun tidak sampai disitu, Ling kembali menebaskan pedangnya lagi, dengan jurus badai menerpa miliknya, sehingga disaat itu, muncul putaran angin yang menghantam Zixin, akan tetapi, lagi-lagi Zixin dapat mengatasinya, seolah sudah terbiasa dengan hal itu. Melihat aksi yang dilakukan oleh Zixin membuat Ling tersenyum tipis, seakan memuji atas pencapaian yang telah dilakukan oleh pemuda itu, sehingga tiba disaat jarak mereka tinggal beberapa depa, dan Ling kembali menebaskan pedangnya. "Bagaimana dengan yang ini! Tebasan tujuh bintang...!" ucap Ling. Tujuh pedang angin tercipta lalu melesat dengan cepat kearah Zixin, bahkan tidak sampai satu detik, ketujuh pedang angin itu, mulai menghantam pedang yang digunakan oleh Zixin. Mendapat serangan itu, Zixin sempat kewalahan, terlebih
Kala itu Zhang hanya tersenyum tipis ketika Yuwen menunjukkan sikap, yang seakan sedang menganggap remeh dirinya. Bahkan ketika pertandingan telah dimulai pun, Yuwen masih saja bersikap seolah dirinya, memiliki kemampuan yang jauh melebihi Zhang. Namun, Zhang bahkan tidak memperdulikan hal itu, melainkan dirinya mulai menarik nafas dengan dalam, lalu memasang kuda-kuda seakan bersiap menerima serangan dari Yuwen. "Majulah!" ucap Zhang. Mendengar ucapan Zhang, sedikit membuat Yuwen menelan ludah, meski ia sempat menggertak, akan tetapi ia menyadari, jika semua yang dia lakukan sia-sia. Namun, tentu saja Yuwen tidak berniat untuk mengakui kekalahan nya, sebelum bertarung sampai titik darah penghabisan. Ya, setidaknya itulah yang terlintas dibenak Yuwen saat ini, meski tidak memiliki potensi menang yang tinggi, akan tetapi dirinya harus tetap berjuang. "Bersiaplah Zhang...!" ujar Yuwen. Di saat yang sama, Zhang hanya bisa berdecak, karena tidak senang dengan sikap yang telah dibe
Ratusan pasang mata, tertuju kepada Yuwen dan Zhang yang sedang bertarung, memperebutkan satu kemenangan. Terilihat saat itu, Yuwen tidak sedang baik-baik saja, akan tetapi sebaliknya, pemuda dari desa Nahui itu, bahkan bisa dikatakan dengan kondisi tubuh yang prima. Mendapat luka dalam yang cukup berarti, membuat Yuwen hampir tidak bisa mempertahankan keseimbangan tubuh, disaat ia sedang mempersiapkan jurus terbaiknya. "Rasakan ini...!" pekik Yuwen. Satu gerakan pedang yang ia kibaskan, membentuk beberapa pedang, yang terarah tepat menuju Zhang saat ini. Namun ketika melihat jurus tersebut, Zhang hanya menguap seolah bosan dengan hal serupa, sehingga ia sedikit mengacuhkan Yuwen. Di saat serangan Yuwen hendak mengenainya, Zhang bahkan dapat menghindar tepat waktu, sembari memberikan satu pukulan tepat dibagikan perut Yuwen. "Lambat!" ucap Zhang. Mendapat satu pukulan dibagian perut, kembali membuat Yuwen memuntahkan darah, seraya mundur dua langkah kebelakang. Ia pun terlih
Semua orang yang sempat iri terhadap Ling, kini mulai menunjukkan rasa prihatin yang mendalam dan membuat mereka berharap jika Ling dapat memenangkan pertandingan itu.Disalah satu barisan, Heng Juesha terlihat sangat antusias, ketika menyaksikan langsung pertandingan muridnya.Dirinya bahkan tidak pernah menyangka, jika Ling akan menjadi salah satu peserta terkuat, dengan aksinya yang begitu memukau."Berjuanglah Ling!" gumam Heng.Pandangan Heng Juesha tertuju keatas arena pertandingan, dimana kedua pemuda sedang saling bertahap muka, dengan tatapan yang begitu dingin. Terlihat Ling yang begitu santai, seolah memiliki begitu banyak celah untuk diserang, sedangkan Zhang terlihat cukup waspada, meski dirinya sedang melipat kedua tangan dibelakang. Namun sesaat setelah gong kembali berbunyi, keduanya bahkan langsung melesat, sembari menyerang satu sama lain. "Lumayan!" ujar Zhang. "Rupanya kau cukup besar mulut," timpal Ling. Keduanya, sempat terhenti ketika tinju mereka beradu,
Ling terdiam dalam keheningan, tatapannya masih terpaku pada tempat di mana sosok berjubah putih itu menghilang. Lengkukup dan En Jio berdiri di sisinya, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Namun, pertanyaan yang menggantung di udara tidak segera menemukan jawaban."Siapa dia?" En Jio akhirnya memecah kesunyian, suaranya bergetar lemah. "Penjaga Kuil Tianlong? Aku tidak pernah mendengar tentang sosok seperti itu..."Lengkukup, yang biasanya tenang dan penuh perhitungan, hanya menggelengkan kepala. "Dia muncul tepat saat kita membutuhkannya. Entah siapa atau apa tujuannya, kita sebaiknya bersyukur."Ling menghela napas panjang, tubuhnya masih lelah setelah serangan besar yang hampir menghabisi kekuatannya. "Kita harus segera pergi dari sini. Tempat ini penuh dengan kegelapan, dan aku merasakan sesuatu yang tidak beres."Mereka bertiga mengangkat diri, meskipun tubuh mereka masih t
Sima Yan berdiri tegak di hadapan Ling, Lengkukup, dan En Jio. Aura kegelapan yang memancar dari tubuhnya membuat udara di sekitar mereka terasa berat. Pedangnya yang besar dan hitam berkilauan dengan cahaya merah yang jahat, menandakan kekuatan yang luar biasa.Ling mengepalkan tangannya lebih kuat di sekitar gagang pedangnya. Napasnya terasa berat, dan dadanya bergemuruh dengan adrenalin. Dia tahu ini bukan hanya pertarungan melawan seorang musuh yang kuat, tapi juga perjuangan untuk tetap hidup."Kita tidak bisa membiarkan dia menang!" desis Ling dengan penuh semangat, meski dia tahu dalam hatinya bahwa mereka mungkin tidak akan bertahan dari pertarungan ini.Lengkukup berdiri di sampingnya, menatap dingin ke arah Sima Yan. "Kita bertarung sampai napas terakhir. Tidak ada pilihan lain."En Jio, yang masih terluka, mengangguk dengan susah payah. Meskipun kondisinya jauh dari ideal, dia tahu tidak ada waktu untuk mundur.
Ketika mereka keluar dari gua, lembah yang dulunya gelap sekarang diterangi cahaya redup matahari yang mulai tenggelam. Udara terasa lebih berat, seolah sesuatu yang jahat menyelimuti mereka dari kejauhan. Langit di atas Gunung Tianfeng mulai berubah menjadi merah darah, pertanda bahwa bahaya semakin dekat.
Suasana di dalam ruangan besar itu mendadak tegang. Pria berjubah hitam yang berdiri di hadapan mereka tampak mengintimidasi, dengan senyum penuh kebencian yang menyiratkan keyakinan mutlak pada kekuatannya. Cahaya dari kristal elemen hijau memantul di zirah hitamnya, mempertegas aura kegelapan yang menyelimuti tubuhnya."Aku adalah pengawal elemen ini," ucap pria itu dengan suara rendah yang bergetar. "Namaku Hei Long, dan kalian tak akan bisa melewati gerbang kehidupan ini."Ling menatap pria itu dengan tajam, mempersiapkan diri. "Kalau begitu, kita tak punya pilihan lain selain melawanmu."Lengkukup dan En Jio mengambil posisi di sebelah Ling. Meskipun mereka tahu bahwa Hei Long adalah lawan yang kuat, mereka tidak punya waktu untuk ragu. Kristal elemen hijau itu adalah kunci untuk melengkapi kekuatan Kitab Dewa Naga, dan mereka harus mendapatkannya, apa pun risikonya."Serahkan saja elemen itu
Malam mulai menyelimuti perbukitan, namun Ling, Lengkukup, dan En Jio terus melangkah. Suasana semakin mencekam saat kabut tipis mulai muncul, menyelimuti jalanan setapak yang semakin sempit. Hutan lebat di kiri dan kanan mereka seolah menjadi dinding kegelapan yang tak tertembus. Hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar di tengah keheningan itu."Kita semakin dekat," kata Lengkukup, matanya terus mengawasi setiap gerakan di sekitar. "Aku bisa merasakan kehadiran sesuatu yang tidak biasa di sini."Ling mengangguk setuju. Dari kitab Dewa Naga yang berada dalam genggamannya, ia bisa merasakan energi yang semakin kuat. "Lembah itu tak jauh lagi. Energi dari elemen berikutnya sangat jelas terpancar dari sana."En Jio, yang biasanya penuh semangat, kali ini tampak lebih tenang. "Apa kalian sudah siap? Kalau pasukan hitam benar-benar menunggu di sana, ini akan menjadi pertempuran yang sulit."
Setelah berhasil mengalahkan Pengawal Bayangan dan mengamankan elemen es, Ling, Lengkukup, dan En Jio melanjutkan perjalanan mereka menuju perbukitan yang lebih rendah, meninggalkan puncak es yang mencekam di belakang. Udara di sini lebih hangat, tapi suasana tegang masih melingkupi mereka. Masing-masing terdiam, merenungkan pertempuran yang baru saja mereka lalui.“Kita sekarang memiliki dua elemen,” kata Lengkukup, memecah keheningan. “Tapi musuh kita pasti semakin sadar dengan keberadaan kita.”Ling mengangguk. “Kita harus bergerak cepat. Mereka tidak akan tinggal diam dan membiarkan kita mengambil semua elemen begitu saja.”En Jio, yang biasanya ceria, kali ini terlihat lebih serius. “Kalau mereka sudah mengirim Pengawal Bayangan, berarti kekuatan besar sedang memantau kita. Kita harus siap menghadapi mereka, kapan pun mereka menyerang.”
Setelah berhasil mendapatkan elemen es dari Puncak Es, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak bisa beristirahat lama. Meski mereka baru saja mengalahkan serigala es yang menjaga elemen tersebut, perasaan cemas tidak pernah benar-benar pergi. Keheningan yang melingkupi pegunungan bersalju seolah menyembunyikan ancaman yang belum terungkap.“Ling,” kata Lengkukup tiba-tiba, matanya tajam menatap ke kejauhan. “Kita sedang diawasi.”Ling yang sedang mengatur napas setelah pertempuran, langsung siaga. Dia mengeluarkan pedangnya dengan gerakan cepat, memfokuskan seluruh indranya untuk mendeteksi ancaman yang disampaikan Lengkukup. Seiring angin dingin yang menusuk, bayangan mulai terlihat di balik kabut tebal.En Jio, yang sebelumnya sedang bercanda untuk menghilangkan ketegangan, kini mengalihkan pandangannya dengan wajah serius. “Sepertinya, penjaga elemen es bukan satu-satunya yang harus kita hadapi.”Dari kabut yang semakin pekat, muncul sosok-sosok berpakaian hitam. Mereka bergerak dengan k
Setelah berhasil mendapatkan elemen api dari Gunung Berapi Hitam, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak memiliki banyak waktu untuk merayakan keberhasilan mereka. Tantangan berikutnya, elemen es, menanti mereka di ujung dunia yang berlawanan, di Puncak Es yang dilapisi salju abadi.“Kita tidak bisa berlama-lama di sini,” ujar Ling, napasnya masih terengah-engah setelah pertarungan yang menegangkan. “Puncak Es jauh, dan kita tidak tahu apa yang menanti kita di sana.”Lengkukup menyetujui, mengangkat elemen api dengan hati-hati. Cahaya merah yang menyala dari elemen itu berdenyut lembut, memberikan rasa hangat yang kontras dengan suhu yang akan mereka hadapi di perjalanan berikutnya.“Kau benar, Ling,” katanya. “Kita harus segera bergerak. Semakin lama kita menunda, semakin besar kemungkinan musuh kita mengetahui keberadaan elemen ini.”En Jio, yang telah berhasil mengalihkan perhatian naga api, berjalan mendekat. Dia tersenyum puas, meskipun wajahnya dipenuhi keringat. “Aku tidak sabar unt
Dengan hati yang penuh semangat dan ketegangan yang meningkat, Ling, Lengkukup, dan En Jio meninggalkan pasar malam. Mereka tahu bahwa perjalanan ini akan menjadi salah satu yang paling menantang yang pernah mereka hadapi. Mereka harus mendapatkan dua elemen yang berlawanan, dan langkah pertama adalah menuju Gunung Berapi Hitam.Di jalan, Ling merenungkan kata-kata lelaki tua itu. Kekuatan tidak hanya datang dari kemampuan fisik, tetapi juga dari keputusan yang mereka buat. Perjalanan ini bukan hanya tentang mencari kunci, tetapi juga tentang menemukan diri mereka sendiri dan menguji batasan mereka.Sesampainya di tepi hutan, mereka berhenti sejenak. Ling bisa merasakan perubahan udara, dari segar menjadi panas dan berbau sulfur. “Kita sudah dekat dengan gunung,” ujarnya.“Kau yakin kita siap menghadapi makhluk yang menjaga elemen api?” Lengkukup bertanya, merasakan ketegangan di udara.“Kita harus percaya satu sama lain,” jawab Ling. “Kita sudah melalui banyak hal bersama. Ini hanya