Dalam sekali tarikkan nafas Ling sedikit berkelit ketika serangan Chao akan mengenai wajahnya, sehingga serangan itu melesat disamping wajahnya.
Bahkan tidak sampai disitu, Chao bahkan tidak berniat untuk berhenti menyerang Ling, yang masih saja bersikap dengan tenang, seakan meremehkan dirinya.Beberapa tebasan ia layangkan kearah Ling, akan tetapi lagi-lagi serangan yang ia lakukan terlihat percuma, apalagi melihat Ling yang masih tersenyum dengan tipis."Kenapa berhenti menyerang?" tanya Ling."Jangan terus menghindar, lawan aku!" jawab Chao.Dengan nafas yang sedikit memburu, akibat serangan yang dia lakukan terhadap Ling sebelumnya, terlebih setiap tindakan yang ia lakukan bahkan tidak bisa mengenai tubuh Ling sedikitpun.Hal itu sempat membuatnya Chao mengumpat, seraya menatap Ling dengan tajam, akan tetapi Ling bahkan tidak menunjukkan niatnya bertarung dengan pemuda itu dengan serius.Sehingga membuat para penoKala itu, Chao sempat menggigit bibirnya, lalu berusaha memberikan sebuah pukulan kearah dada Ling, sambil berusaha melepaska diri dari pedang yang menghimpit tangannya. Namun sayang, usaha yang ia lakukan tidak cukup untuk mengatasi gerakan Ling yang begitu cepat, sehingga ketika pukulan yang ia layangkan itu dapat ditangkap dengan mudah olehnya. Kini kedua tangannya tidak bisa bergerak dan membuatnya semakin berkeringat dingin, akan tetapi Chao bahkan tidak ingin menyerah, terlebih ia menyadari jika Ling sedang menguji dirinya. "Ku akui kau memang hebat, tapi sebaiknya tidak seperti ini!" ujar Chao. "Apa maksud ucapanmu?" tanya Ling sembari menaikkan alisnya. "Cih!" sahut Chao. Chao yang merasa dipermalukan, semakin menjadi marah atas sikap yang diberikan oleh Ling kepadanya, sehingga ia memutuskan untuk menyerang Ling menggunakan kakinya.Satu tendangan dilayangkan tepat kearah dada Ling, akan tetap belum sempat tendangan itu mengenai tubuh Ling, dengan cepat Ling menghindarin
Di waktu yang sama, Feng Ying berdecak, ketika merasakan sakit pada kedua kakinya, sehingga membuat gerakannya sedikit menurun, hal itu disebabkan karena terlalu sering menggunakan jurus yang dia miliki. Melihat kesempatan itu, Yuxuan mengambil tindakan dengan cara menyerang Feng Ying tanpa menurunkan kewaspadaan. Namun belum sempat ia bertindak lebih jauh, Feng Ying menarik diri dan membuatnya terpaksa mundur beberapa langkah dari keberadaan Yuxuan. "Sepertinya kau tidak cukup tangguh Feng," ujar Yuxuan. "Aku tidak menyangka dampaknya akan seperti ini, tapi sebaiknya kau tidak meremehkan ku," timpal Feng Ying. Ketika melihat sikap yang diberikan oleh Feng Ying, Yuxuan dapat menebak, jika pemuda itu hampir mencapai batasnya, sehingga hal itu membuatnya berada dipihaknya yang diuntungkan. Namun ia menyadari, jika dirinya tidak akan mudah untuk mengalahkan Feng Ying begitu saja, terlebih hanya mengandalkan kemampuannya saat ini. Keadaan itu sempat membuatnya berdecak beberapa ka
Kala itu, En Jio sempat menatap tajam kearah Feng Ying, karena ia menyadari aksi yang akan dilakukan oleh murid Guan Ping itu, akan membunuh Yuxuan dalam sekali serangan. Beruntung ia tidak terlambat, sehingga nyawa Yuxuan dapat ia selamatkan, meski ia mendapat teguran keras dari Guan ping, salah satu orang paling berpengaruh didalam desa. Namun En Jio sedikitpun tidak perduli dengan sikap yang diberikan oleh Guan Ping tersebut, seolah ia menantang dan siap bertarung jika memang diperlukan. "Sebaiknya kau mundur Feng! Tidak perlu melakukan hal itu," ujar En Jio. "Cih" sahut Feng Ying berdecak. Feng Ying yang mendapat aksi tidak menyenangkan dari En Jio sempat berdecak, sebelum akhirnya ia mengikuti perkataan dari En Jio tersebut. Namun hal itu kembali menyudutkanya, dimana Guan Ping sempat menghalangi En Jio dan turun keatas arena pertarungan dengan jurus meringankan tubuh. Aksi yang dilakukan oleh Guan Ping itu, malah membuat para tetua menjadi ricuh, karena mereka tidak menya
Ketika melihat sosok itu ternyata adalah Guan Ping, beberapa pasukan darah besi bahkan menaruh curiga kepadanya, karena menduga jika salah satu tetua mereka itu, merupakan penyusup yang sedang menyamar.Namun En Jio serta Heng Juesha menghentikan tuduhan itu kepadanya, karena mereka belum memiliki bukti yang cukup kuat, sehingga mereka tidak ingin bertindak dengan gegabah.Bahkan Guan Ping sendiri masih terlihat begitu santai, dengan sikapnya yang seolah tidak masalah sama sekali, sebelum akhirnya ia mulai membuka mulut."Sungguh luar biasa, pasukan darah besi memang yang terbaik," ujar Guan Ping."Apa maksud ucapanmu Guan, cepat jelaskan mengapa kau ketempat ini?" tanya En Jio memastikan."Aku tidak menyangka kalian akan mengetahui pergerakan yang aku lakukan, sayangnya aku tidak begitu senang ketika ada yang mengusik urusanku," jawab Guan Ping."Hari sudah begitu larut, tidak sepantasnya kau melakukan pergerakan yang begitu mencurigakan!" sahut Heng Juesha."Ada apa dengan kalian? B
Mendengar hal itu membuat Heng Juesha bisa bernafas dengan lega, sehingga akan membuatnya tidur dengan nyenyak, karena merasa beban yang akan dihadapi nanti, tidak akan dia tanggung sendirian. Setelah beberapa saat mereka berbicara, En Jio tidak langsung pergi, melainkan mengajak Heng Juesha meminum arak, dengan beralasan untuk menghilangkan penat, serta menghangatkan badan. Mendapat ajakan itu, Heng sempat menolak, akan tetapi En Jio tetap berusaha mengajaknya, dan merayu ketua darah besi itu untuk menemaninya. "Bagaimana apa kau tertarik?" tanya En Jio memastikan. "Tapi aku...!" jawab Heng Juesha terbata."Tenang, aku akan mentraktirmu malam ini!" ujar En Jio. Meski dirinya sempat menolak, akan tetapi pada akhirnya Heng Juesha harus mengalah, karena En Jio terus memaksa bahkan ia mengatakan akan mentraktir dirinya, sehingga ajakan itu sulit untuk ditolak mentah-mentah. Karena tidak ada pilihan lain, Heng Juesha hanya mengiyakan dengan sebuah anggukkan kepala, lalu tanpa menun
Mendapat serangan yang begitu tajam dari tetua mereka itu, Yu Lian sempat berdecak beberapa kali, karena ia sendiri menyadari jika sosok tetua En bukanlah orang yang dapat dikalah dengan mudah.Meski jumlah mereka cukup banyak, akan tetapi jika digabungkan semuanya untuk melawan En Jio, hal itu masih sangat kurang, mengingat En Jio sendiri berada satu tingkat lebih tinggi dari Heng Juesha.Namun mereka tidak ingin berhenti untuk menahan serangan yang dilakukan oleh En Jio, meski beberapa dari mereka bahkan sudah mendapat luka goresan ditangan maupun leher serta wajah."Apa yang harus kita lakukan senior Yu?" tanya salah satu juniornya."Kita lakukan sebisanya, tidak ada yang bisa menahan jurus cakar Naga selain ketua Heng!" jawab Yu Lian sembari merapatkan diri kearah juniornya. En Jio yang memiliki julukan Sang Naga didalam desa, membuat namanya begitu tinggi serta sangat dikenal oleh banyak orang, akan tetapi meski kekuatannya melebihi Guan Ping sekalipun, pada kenyataannya En Jio
Ketika itu, Yu Lian yang menghadapi En Jio seorang diri, hampir saja kehilangan nyawa akibat terkena jurus cakar naga yang dilakukan oleh En Jio. Beruntung ia sempat mengatasinya dengan jurus tubuh besi, sehingga dampak yang dia dapat tidak begitu parah, tetapi sayangnya, Yu Liang telah mengorbankan seluruh tenaga dalam yang dia miliki, untuk menghalau satu jurus cakar naga En Jio yang hendak merenggut nyawanya. Namun disaat yang hampir sama, ketika keberuntungan hampir tidak berpihak kepada Yu Lian, disaat itu juga Heng Juesha berdiri diantara dirinya dan En Jio yang hendak menyerang Yu Lian kembali. "Aku akan mengurus sisanya, terimakasih Yu!" ujar ketua darah besi itu. "Ketua Heng... !" sahut Yu Lian Berlinang air mata. Tidak ada kesedihan bagi Yu Lian dari pada itu, karena dia menyadari betapa lemah dirinya, sampai-sampai untuk menahan serangan yang dilakukan oleh En Jio untuk beberapa saat saja, dirinya tidak mampu. Terlebih lagi para juniornya, mereka tidak bisa dibandingk
Mendengar ucapan yang keluar dari mulut En Jio, sempat tidak membuat Heng Juesha merasa tenang, dirinya yang masih merasa kesal, bahkan hendak melampiaskan amarahnya dengan memukuli En Jio kembali. Namun disaat yang sama, En Jio kembali memasang muka yang cukup manis, sehingga membuat Heng Juesha merasa tidak tega untuk melakukannya lagi. Di saat itu juga Heng Juesha mendekati En Jio lalu mengulurkan tangan kearah muka sahabatnya itu, yang membuat En Jio kembali tersenyum tipis seraya meraih tangan Heng Juesha. "Maafkan aku Heng! aku pasti telah mengacaukan semuanya," ujar En Jio. "Apa ada yang terluka?" tanya nya. "Kau bisa melihatnya sendiri nanti, sebaiknya kita menemui mereka," jawab Heng Juesha singkat. Dengan sedikit tertatih, En Jio melangkah dengan sedikit dibantu oleh Heng Juesha, akan tetapi ia tiba-tiba melepaskan tangan sahabatnya itu, lalu meminta untuk dibiarkan berjalan sendiri. Meski awalnya, Heng Juesha tidak berniat untuk melepaskan tangannya, akan tetapi karen
Ling terdiam dalam keheningan, tatapannya masih terpaku pada tempat di mana sosok berjubah putih itu menghilang. Lengkukup dan En Jio berdiri di sisinya, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Namun, pertanyaan yang menggantung di udara tidak segera menemukan jawaban."Siapa dia?" En Jio akhirnya memecah kesunyian, suaranya bergetar lemah. "Penjaga Kuil Tianlong? Aku tidak pernah mendengar tentang sosok seperti itu..."Lengkukup, yang biasanya tenang dan penuh perhitungan, hanya menggelengkan kepala. "Dia muncul tepat saat kita membutuhkannya. Entah siapa atau apa tujuannya, kita sebaiknya bersyukur."Ling menghela napas panjang, tubuhnya masih lelah setelah serangan besar yang hampir menghabisi kekuatannya. "Kita harus segera pergi dari sini. Tempat ini penuh dengan kegelapan, dan aku merasakan sesuatu yang tidak beres."Mereka bertiga mengangkat diri, meskipun tubuh mereka masih t
Sima Yan berdiri tegak di hadapan Ling, Lengkukup, dan En Jio. Aura kegelapan yang memancar dari tubuhnya membuat udara di sekitar mereka terasa berat. Pedangnya yang besar dan hitam berkilauan dengan cahaya merah yang jahat, menandakan kekuatan yang luar biasa.Ling mengepalkan tangannya lebih kuat di sekitar gagang pedangnya. Napasnya terasa berat, dan dadanya bergemuruh dengan adrenalin. Dia tahu ini bukan hanya pertarungan melawan seorang musuh yang kuat, tapi juga perjuangan untuk tetap hidup."Kita tidak bisa membiarkan dia menang!" desis Ling dengan penuh semangat, meski dia tahu dalam hatinya bahwa mereka mungkin tidak akan bertahan dari pertarungan ini.Lengkukup berdiri di sampingnya, menatap dingin ke arah Sima Yan. "Kita bertarung sampai napas terakhir. Tidak ada pilihan lain."En Jio, yang masih terluka, mengangguk dengan susah payah. Meskipun kondisinya jauh dari ideal, dia tahu tidak ada waktu untuk mundur.
Ketika mereka keluar dari gua, lembah yang dulunya gelap sekarang diterangi cahaya redup matahari yang mulai tenggelam. Udara terasa lebih berat, seolah sesuatu yang jahat menyelimuti mereka dari kejauhan. Langit di atas Gunung Tianfeng mulai berubah menjadi merah darah, pertanda bahwa bahaya semakin dekat.
Suasana di dalam ruangan besar itu mendadak tegang. Pria berjubah hitam yang berdiri di hadapan mereka tampak mengintimidasi, dengan senyum penuh kebencian yang menyiratkan keyakinan mutlak pada kekuatannya. Cahaya dari kristal elemen hijau memantul di zirah hitamnya, mempertegas aura kegelapan yang menyelimuti tubuhnya."Aku adalah pengawal elemen ini," ucap pria itu dengan suara rendah yang bergetar. "Namaku Hei Long, dan kalian tak akan bisa melewati gerbang kehidupan ini."Ling menatap pria itu dengan tajam, mempersiapkan diri. "Kalau begitu, kita tak punya pilihan lain selain melawanmu."Lengkukup dan En Jio mengambil posisi di sebelah Ling. Meskipun mereka tahu bahwa Hei Long adalah lawan yang kuat, mereka tidak punya waktu untuk ragu. Kristal elemen hijau itu adalah kunci untuk melengkapi kekuatan Kitab Dewa Naga, dan mereka harus mendapatkannya, apa pun risikonya."Serahkan saja elemen itu
Malam mulai menyelimuti perbukitan, namun Ling, Lengkukup, dan En Jio terus melangkah. Suasana semakin mencekam saat kabut tipis mulai muncul, menyelimuti jalanan setapak yang semakin sempit. Hutan lebat di kiri dan kanan mereka seolah menjadi dinding kegelapan yang tak tertembus. Hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar di tengah keheningan itu."Kita semakin dekat," kata Lengkukup, matanya terus mengawasi setiap gerakan di sekitar. "Aku bisa merasakan kehadiran sesuatu yang tidak biasa di sini."Ling mengangguk setuju. Dari kitab Dewa Naga yang berada dalam genggamannya, ia bisa merasakan energi yang semakin kuat. "Lembah itu tak jauh lagi. Energi dari elemen berikutnya sangat jelas terpancar dari sana."En Jio, yang biasanya penuh semangat, kali ini tampak lebih tenang. "Apa kalian sudah siap? Kalau pasukan hitam benar-benar menunggu di sana, ini akan menjadi pertempuran yang sulit."
Setelah berhasil mengalahkan Pengawal Bayangan dan mengamankan elemen es, Ling, Lengkukup, dan En Jio melanjutkan perjalanan mereka menuju perbukitan yang lebih rendah, meninggalkan puncak es yang mencekam di belakang. Udara di sini lebih hangat, tapi suasana tegang masih melingkupi mereka. Masing-masing terdiam, merenungkan pertempuran yang baru saja mereka lalui.“Kita sekarang memiliki dua elemen,” kata Lengkukup, memecah keheningan. “Tapi musuh kita pasti semakin sadar dengan keberadaan kita.”Ling mengangguk. “Kita harus bergerak cepat. Mereka tidak akan tinggal diam dan membiarkan kita mengambil semua elemen begitu saja.”En Jio, yang biasanya ceria, kali ini terlihat lebih serius. “Kalau mereka sudah mengirim Pengawal Bayangan, berarti kekuatan besar sedang memantau kita. Kita harus siap menghadapi mereka, kapan pun mereka menyerang.”
Setelah berhasil mendapatkan elemen es dari Puncak Es, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak bisa beristirahat lama. Meski mereka baru saja mengalahkan serigala es yang menjaga elemen tersebut, perasaan cemas tidak pernah benar-benar pergi. Keheningan yang melingkupi pegunungan bersalju seolah menyembunyikan ancaman yang belum terungkap.“Ling,” kata Lengkukup tiba-tiba, matanya tajam menatap ke kejauhan. “Kita sedang diawasi.”Ling yang sedang mengatur napas setelah pertempuran, langsung siaga. Dia mengeluarkan pedangnya dengan gerakan cepat, memfokuskan seluruh indranya untuk mendeteksi ancaman yang disampaikan Lengkukup. Seiring angin dingin yang menusuk, bayangan mulai terlihat di balik kabut tebal.En Jio, yang sebelumnya sedang bercanda untuk menghilangkan ketegangan, kini mengalihkan pandangannya dengan wajah serius. “Sepertinya, penjaga elemen es bukan satu-satunya yang harus kita hadapi.”Dari kabut yang semakin pekat, muncul sosok-sosok berpakaian hitam. Mereka bergerak dengan k
Setelah berhasil mendapatkan elemen api dari Gunung Berapi Hitam, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak memiliki banyak waktu untuk merayakan keberhasilan mereka. Tantangan berikutnya, elemen es, menanti mereka di ujung dunia yang berlawanan, di Puncak Es yang dilapisi salju abadi.“Kita tidak bisa berlama-lama di sini,” ujar Ling, napasnya masih terengah-engah setelah pertarungan yang menegangkan. “Puncak Es jauh, dan kita tidak tahu apa yang menanti kita di sana.”Lengkukup menyetujui, mengangkat elemen api dengan hati-hati. Cahaya merah yang menyala dari elemen itu berdenyut lembut, memberikan rasa hangat yang kontras dengan suhu yang akan mereka hadapi di perjalanan berikutnya.“Kau benar, Ling,” katanya. “Kita harus segera bergerak. Semakin lama kita menunda, semakin besar kemungkinan musuh kita mengetahui keberadaan elemen ini.”En Jio, yang telah berhasil mengalihkan perhatian naga api, berjalan mendekat. Dia tersenyum puas, meskipun wajahnya dipenuhi keringat. “Aku tidak sabar unt
Dengan hati yang penuh semangat dan ketegangan yang meningkat, Ling, Lengkukup, dan En Jio meninggalkan pasar malam. Mereka tahu bahwa perjalanan ini akan menjadi salah satu yang paling menantang yang pernah mereka hadapi. Mereka harus mendapatkan dua elemen yang berlawanan, dan langkah pertama adalah menuju Gunung Berapi Hitam.Di jalan, Ling merenungkan kata-kata lelaki tua itu. Kekuatan tidak hanya datang dari kemampuan fisik, tetapi juga dari keputusan yang mereka buat. Perjalanan ini bukan hanya tentang mencari kunci, tetapi juga tentang menemukan diri mereka sendiri dan menguji batasan mereka.Sesampainya di tepi hutan, mereka berhenti sejenak. Ling bisa merasakan perubahan udara, dari segar menjadi panas dan berbau sulfur. “Kita sudah dekat dengan gunung,” ujarnya.“Kau yakin kita siap menghadapi makhluk yang menjaga elemen api?” Lengkukup bertanya, merasakan ketegangan di udara.“Kita harus percaya satu sama lain,” jawab Ling. “Kita sudah melalui banyak hal bersama. Ini hanya