Ular naga itu sempat menatap Lengkukup tajam sebelum akhirnya membuka mulut, terlihat sesuatu keluar dari dalam mulut ular naga itu dengan diikuti cahaya terang. Lengkukup dan Kencana hanya memperhatikan penuh antusias, berharap semua itu bukanlah hal buruk yang akan terjadi kepada mereka.
Tampak Yewang sedikit kesusahan mengeluarkan benda itu, akan tetapi tidak lama kemudian Yewang dapat bernafas dengan lega ketika dirinya berhasil mengeluarkan dua benda yang tampak misterius.
Lengkukup yang pertama bereaksi ketika melihat benda itu salah satunya adalah pedang, akan tetapi yang satunya lagi masih menjadi pertanyaan baik Kencana maupun Lengkukup sendiri. Yuanju kemudian mengajak Lengkukup untuk mendekati kedua benda itu dengan diikuti Kencana.
“Benda apa itu paman?” tanya Lengkukup.
“Kau akan mengetahuinya…” timpa Yuanju.
Mendengar ucapan Yuanju semakin membuat Lengkukup penas
Mendengar ucapan Lengkukup membuat Kencana menepuk jidatnya sendiri, karena Kencana sendiri tidak tau bagaimana caranya supaya dapat keluar dari lembah siluman. Melihat Kencana yang seolah tidak menanggapi, Lengkukup menghampiri seolah mencari jawaban atas sikap yang diberikan Kencana.Fines dan Conan sempat merasa curiga jika Kencana sebenarnya tidak tau cara untuk kembali, akan tetapi itu semua sudah menjadi dugaan Fines sebelumnya, jika Kencana dapat masuk kedalam lembah siluman atas bantuan dari hati iblis yang kini menjadi milik Lengkukup.Di satu sisi Yuanju hanya bisa tersenyum tenang, seolah memiliki jawaban atas sikap yang diberikan Kencana. Yuanju bahkan belum sempat memberikan hadiah untuk perpisahan mereka, dirinya kemudian angkat bicara, “Ehem, maaf aku menyela, tetapi setidaknya kalian tidak mengabaikanku…” ucap Yuanju seraya memandangi Kencana dan Lengkukup.“Maaf paman, tetapi kam
Tidak begitu lama Fines dan Conan juga telah sampai dilokasi, pandangan mereka tertuju pada satu arah, yaitu Lengkukup yang sedang tidak sadarkan diri. Yuanju bahkan ingin menahan tawa ketika melihat tingkah yang di lakukan Lengkukup, sebagai pemilik hati iblis Lengkukup harusnya tidak bertindak demikian.Namun percayalah, itu semua bukan kehendak dari Lengkukup, semua orang juga pasti berfikir wajar jika Lengkukup tidak sadarkan diri, dia hanya anak-anak. Akan tetapi Kencana tidak berfikir demikian, dia hanya menduga jika Lengkukup hanya takut dengan ketinggian.Karena merasa sudah cukup lama, bahkan hampir 10 menit berlalu Kencana mengangkat tubuh Lengkukup yang masih terlihat tidak bertenaga itu keatas bahunya. Kencana tidak ingin berniat lebih lama ditempat itu, mengingat masih banyak yang harus dilakukan ketika berada diatas sana.“Tetua Yuan, aku rasa sudah saatnya…” ujar Kencana.“K
Mendengar ucapan dari Kencana membuat Lengkukup sadar, jika dirinya sedang duduk diatas bebatuan, akan tetapi yang membuat Lengkukup sedikit terkejut ialah batu yang berada didekatnya terjatuh ketika mereka mencoba bergerak.Kencana sedikit memberikan saran kepada Lengkukup, jika lebih baik dirinya tidak perlu panik ketika menghadapi sesuatu. Mendengar ucapan dari Kencana, sekali lagi membuat Lengkukup tersadar jika dirinya memang masih perlu banyak belajar.Karena perjalanan yang cukup lama, tidak terasa sinar matahari telah meninggalkan mereka dan disambut dengan gelapnya malam. Mungkin lelap sesaat dapat menenangkan pikiran yang kalut. Ah, sudah cukup! Sepertinya jawaban itu akan segera datang ketika mentari membangunkan mereka esok pagi.“Apa yang harus aku lakukan ketika berhasil tiba diatas sana…!!” gumam Lengkukup.Di tengah gelapnya malam, Lengkukup tidak bisa memejamkan ma
Dari upuk timur, sinar mentari menerobos diantara awan yang sesekali melintas dan terkadang menutupi sinarnya. Lengkukup bahkan sudah membuka mata lebih dulu dari pada Kencana, karena tidak bisa melakukan banyak hal, Lengkukup hanya menunggu Kencana sambil sesekali melempar batu kecil dari ketinggian.Angin yang begitu kencang menerpa, sesekali membuat tubuh mereka tidak hentinya berusaha tetap menyeimbangkan diri. Lengkukup bahkan tidak sanggup untuk menoleh kearah bawah, dirinya sadar jika melakukan itu maka bisa jadi akan kehilangan kesadaran.Tidak lama berselang Kencana terbangun dari tidur singkatnya dan mendapati Lengkukup sedang menatapnya penuh arti, Kencana ingin bertanya kepada Lengkukup, akan tetapi kata-katanya terhenti di tenggorokan sehingga mengurungkan niat untuk berbicara.“Ini tidak akan sulit…” ucap Kencana seraya menopang tubuhnya dengan kedua tangan.“Guru, aku bahkan
Kencana bahkan sempat menelan ludah, jika drinya ternyata bisa merasakan penolakan untuk pertama kalinya. Di satu sisi Lengkukup seolah tidak peduli dengan perkataan Conan dan sedikit memalingkan muka seolah tidak ingin melihat.Namun tentu saja Conan tidak peduli dengan sikap yang diberikan oleh Lengkukup, dirinya langsung meraih tangan Kencana dan Lengkukup hampir bersamaan. Lengkukup bahkan tidak sempat untuk berbicara ketika tubuhnya terangkat ke udara dan membuatnya histeris ketakutan.Tentu hal itu membuat Conan merasa lucu sehingga dirinya tertawa terbahak melihat tingkah yang dilakukan oleh Lengkukup. Kencana bahkan tidak menyangka jika diantara para siluman memiliki selera humor juga, akan tetapi hal itu sedikit berlebihan jika dikatakan sebagai tindakan untuk menghibur diri.“Adik Leng, kau baik-baik saja?” tanya Conan memastikan.”Kau sungguh lucu.” Tambahnya.“Maaf nona, ta
Kencana bahkan belum sempat menyelesaikan kata-katanya ketika Lengkukup kembali menyerang secara acak. Tidak ada pilihan selain bertahan dan menerima semua serangan yang dilakukan oleh Lengkukup.Dalam hitungan detik sudah beberapa jurus yang Kencana keluarkan, sebaliknya Lengkukup masih menggunakan jurus cakaran yang dia miliki. Semua serangan yang Lengkukup berikan termasuk mematikan, sedikit saja Kencana salah mengambil tindakan, maka bisa dipastikan Kencana akan terluka parah.Di sisi lain Lengkukup masih tidak memperdulikan Kencana yang terlihat sudah mencapai batasnya, “Ada apa guru, apakah sudah selesai?” tanya Lengkukup.Sedikit pun Kencana tidak mengerti tindakan yang dilakukan oleh Lengkukup, Kencana hanya menduga jika Lengkukup ingin menguji kekuatannya, akan tetapi tindakan yang dilakukan oleh Lengkukup sangat tidak tepat.Menyadari posisinya yang tidak diuntungkan Kencana sed
Kencana sempat menduga jika Lengkukup sedang tidur karena sudah beberapa menit berlalu, dan tidak menampakkan dirinya menyelesaikan proses penyerapan permata siluman.Namun belum sempat Kencana menduga lebih jauh, Lengkukup kembali menggunakan kekuatan iblis dan langsung menangkap tubuh Kencana.Karena jarak yang begitu dekat, Kencana bahkan tidak sempat bereaksi lebih cepat dari gerakan yang ditimbulkan oleh Lengkukup, sehingga dirinya dapat dengan mudah dijangkau oleh Lengkukup.“Maaf guru, tapi ini yang terbaik aku akan membantu.” Ucap Lengkukup.”Tidak aku akan mengeluarkan kita dari tebing curup 7 kenangan ini.”Mendengar ucapan yang terlontar keluar dari mulut Lengkukup, membuat Kencana merasa lega dan tidak menimbulkan reaksi balasan. Kencana sempat berfikir jika dirinya akan memberikan serangan kepada Lengkukup yang telah menangkapnya secara tiba-tiba.
Lengkukup memekik seraya mengarahkan pedang nya ke segala arah, Lengkukup menduga jika yang menyerang, merupakan siluman yang dilihatnya beberapa waktu yang lalu.Namun yang membuat Lengkukup merasa cemas ialah Kencana yang tidak terlihat, sehingga membuat Lengkukup curiga jika gurunya telah tertangkap oleh musuh, tidak, atau bahkan yang lebih parah lagi Kencan sudah terbunuh.Perasaan yang semakin berkecamuk sedikit membuat Lengkukup menurunkan kewaspadaan dengan berpikir lebih jauh tentang Kencana. Tidak pernah terpikir oleh Lengkukup jika Kencana akan semudah itu dikalahkan oleh musuh yang tidak terlihat ini.“Siapa sebenarnya yang menyerang? Dan berapa banyak jumlah mereka?” batin Lengkukup bertanya-tanya.“Pengecut!” Maki Lengkukup.“Hei, jika kau ingin bertarung keluarlah!”Ketika Lengkukup selesai berucap, tiba-tiba dari arah timur sebuah seran
Ling terdiam dalam keheningan, tatapannya masih terpaku pada tempat di mana sosok berjubah putih itu menghilang. Lengkukup dan En Jio berdiri di sisinya, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Namun, pertanyaan yang menggantung di udara tidak segera menemukan jawaban."Siapa dia?" En Jio akhirnya memecah kesunyian, suaranya bergetar lemah. "Penjaga Kuil Tianlong? Aku tidak pernah mendengar tentang sosok seperti itu..."Lengkukup, yang biasanya tenang dan penuh perhitungan, hanya menggelengkan kepala. "Dia muncul tepat saat kita membutuhkannya. Entah siapa atau apa tujuannya, kita sebaiknya bersyukur."Ling menghela napas panjang, tubuhnya masih lelah setelah serangan besar yang hampir menghabisi kekuatannya. "Kita harus segera pergi dari sini. Tempat ini penuh dengan kegelapan, dan aku merasakan sesuatu yang tidak beres."Mereka bertiga mengangkat diri, meskipun tubuh mereka masih t
Sima Yan berdiri tegak di hadapan Ling, Lengkukup, dan En Jio. Aura kegelapan yang memancar dari tubuhnya membuat udara di sekitar mereka terasa berat. Pedangnya yang besar dan hitam berkilauan dengan cahaya merah yang jahat, menandakan kekuatan yang luar biasa.Ling mengepalkan tangannya lebih kuat di sekitar gagang pedangnya. Napasnya terasa berat, dan dadanya bergemuruh dengan adrenalin. Dia tahu ini bukan hanya pertarungan melawan seorang musuh yang kuat, tapi juga perjuangan untuk tetap hidup."Kita tidak bisa membiarkan dia menang!" desis Ling dengan penuh semangat, meski dia tahu dalam hatinya bahwa mereka mungkin tidak akan bertahan dari pertarungan ini.Lengkukup berdiri di sampingnya, menatap dingin ke arah Sima Yan. "Kita bertarung sampai napas terakhir. Tidak ada pilihan lain."En Jio, yang masih terluka, mengangguk dengan susah payah. Meskipun kondisinya jauh dari ideal, dia tahu tidak ada waktu untuk mundur.
Ketika mereka keluar dari gua, lembah yang dulunya gelap sekarang diterangi cahaya redup matahari yang mulai tenggelam. Udara terasa lebih berat, seolah sesuatu yang jahat menyelimuti mereka dari kejauhan. Langit di atas Gunung Tianfeng mulai berubah menjadi merah darah, pertanda bahwa bahaya semakin dekat.
Suasana di dalam ruangan besar itu mendadak tegang. Pria berjubah hitam yang berdiri di hadapan mereka tampak mengintimidasi, dengan senyum penuh kebencian yang menyiratkan keyakinan mutlak pada kekuatannya. Cahaya dari kristal elemen hijau memantul di zirah hitamnya, mempertegas aura kegelapan yang menyelimuti tubuhnya."Aku adalah pengawal elemen ini," ucap pria itu dengan suara rendah yang bergetar. "Namaku Hei Long, dan kalian tak akan bisa melewati gerbang kehidupan ini."Ling menatap pria itu dengan tajam, mempersiapkan diri. "Kalau begitu, kita tak punya pilihan lain selain melawanmu."Lengkukup dan En Jio mengambil posisi di sebelah Ling. Meskipun mereka tahu bahwa Hei Long adalah lawan yang kuat, mereka tidak punya waktu untuk ragu. Kristal elemen hijau itu adalah kunci untuk melengkapi kekuatan Kitab Dewa Naga, dan mereka harus mendapatkannya, apa pun risikonya."Serahkan saja elemen itu
Malam mulai menyelimuti perbukitan, namun Ling, Lengkukup, dan En Jio terus melangkah. Suasana semakin mencekam saat kabut tipis mulai muncul, menyelimuti jalanan setapak yang semakin sempit. Hutan lebat di kiri dan kanan mereka seolah menjadi dinding kegelapan yang tak tertembus. Hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar di tengah keheningan itu."Kita semakin dekat," kata Lengkukup, matanya terus mengawasi setiap gerakan di sekitar. "Aku bisa merasakan kehadiran sesuatu yang tidak biasa di sini."Ling mengangguk setuju. Dari kitab Dewa Naga yang berada dalam genggamannya, ia bisa merasakan energi yang semakin kuat. "Lembah itu tak jauh lagi. Energi dari elemen berikutnya sangat jelas terpancar dari sana."En Jio, yang biasanya penuh semangat, kali ini tampak lebih tenang. "Apa kalian sudah siap? Kalau pasukan hitam benar-benar menunggu di sana, ini akan menjadi pertempuran yang sulit."
Setelah berhasil mengalahkan Pengawal Bayangan dan mengamankan elemen es, Ling, Lengkukup, dan En Jio melanjutkan perjalanan mereka menuju perbukitan yang lebih rendah, meninggalkan puncak es yang mencekam di belakang. Udara di sini lebih hangat, tapi suasana tegang masih melingkupi mereka. Masing-masing terdiam, merenungkan pertempuran yang baru saja mereka lalui.“Kita sekarang memiliki dua elemen,” kata Lengkukup, memecah keheningan. “Tapi musuh kita pasti semakin sadar dengan keberadaan kita.”Ling mengangguk. “Kita harus bergerak cepat. Mereka tidak akan tinggal diam dan membiarkan kita mengambil semua elemen begitu saja.”En Jio, yang biasanya ceria, kali ini terlihat lebih serius. “Kalau mereka sudah mengirim Pengawal Bayangan, berarti kekuatan besar sedang memantau kita. Kita harus siap menghadapi mereka, kapan pun mereka menyerang.”
Setelah berhasil mendapatkan elemen es dari Puncak Es, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak bisa beristirahat lama. Meski mereka baru saja mengalahkan serigala es yang menjaga elemen tersebut, perasaan cemas tidak pernah benar-benar pergi. Keheningan yang melingkupi pegunungan bersalju seolah menyembunyikan ancaman yang belum terungkap.“Ling,” kata Lengkukup tiba-tiba, matanya tajam menatap ke kejauhan. “Kita sedang diawasi.”Ling yang sedang mengatur napas setelah pertempuran, langsung siaga. Dia mengeluarkan pedangnya dengan gerakan cepat, memfokuskan seluruh indranya untuk mendeteksi ancaman yang disampaikan Lengkukup. Seiring angin dingin yang menusuk, bayangan mulai terlihat di balik kabut tebal.En Jio, yang sebelumnya sedang bercanda untuk menghilangkan ketegangan, kini mengalihkan pandangannya dengan wajah serius. “Sepertinya, penjaga elemen es bukan satu-satunya yang harus kita hadapi.”Dari kabut yang semakin pekat, muncul sosok-sosok berpakaian hitam. Mereka bergerak dengan k
Setelah berhasil mendapatkan elemen api dari Gunung Berapi Hitam, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak memiliki banyak waktu untuk merayakan keberhasilan mereka. Tantangan berikutnya, elemen es, menanti mereka di ujung dunia yang berlawanan, di Puncak Es yang dilapisi salju abadi.“Kita tidak bisa berlama-lama di sini,” ujar Ling, napasnya masih terengah-engah setelah pertarungan yang menegangkan. “Puncak Es jauh, dan kita tidak tahu apa yang menanti kita di sana.”Lengkukup menyetujui, mengangkat elemen api dengan hati-hati. Cahaya merah yang menyala dari elemen itu berdenyut lembut, memberikan rasa hangat yang kontras dengan suhu yang akan mereka hadapi di perjalanan berikutnya.“Kau benar, Ling,” katanya. “Kita harus segera bergerak. Semakin lama kita menunda, semakin besar kemungkinan musuh kita mengetahui keberadaan elemen ini.”En Jio, yang telah berhasil mengalihkan perhatian naga api, berjalan mendekat. Dia tersenyum puas, meskipun wajahnya dipenuhi keringat. “Aku tidak sabar unt
Dengan hati yang penuh semangat dan ketegangan yang meningkat, Ling, Lengkukup, dan En Jio meninggalkan pasar malam. Mereka tahu bahwa perjalanan ini akan menjadi salah satu yang paling menantang yang pernah mereka hadapi. Mereka harus mendapatkan dua elemen yang berlawanan, dan langkah pertama adalah menuju Gunung Berapi Hitam.Di jalan, Ling merenungkan kata-kata lelaki tua itu. Kekuatan tidak hanya datang dari kemampuan fisik, tetapi juga dari keputusan yang mereka buat. Perjalanan ini bukan hanya tentang mencari kunci, tetapi juga tentang menemukan diri mereka sendiri dan menguji batasan mereka.Sesampainya di tepi hutan, mereka berhenti sejenak. Ling bisa merasakan perubahan udara, dari segar menjadi panas dan berbau sulfur. “Kita sudah dekat dengan gunung,” ujarnya.“Kau yakin kita siap menghadapi makhluk yang menjaga elemen api?” Lengkukup bertanya, merasakan ketegangan di udara.“Kita harus percaya satu sama lain,” jawab Ling. “Kita sudah melalui banyak hal bersama. Ini hanya